Anda di halaman 1dari 29

SEJARAH AL-QUR’AN

(Dibuat Sebagai Tugas Mata Kuliah Studi Qur’an Dan Hadits)

Disusun Oleh:

Puspita Ayu Lestari

19205010027

Dosen Pengampu:

Prof. Dr.H.Muhammad Chirzin, M.Ag

PASCASARJANA PROGRAM STUDI AGAMA DAN RESOLUSI KONFLIK

FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUNAN KALIJAGA

2019
SEJARAH AL-QURAN

(Pewahyuan Al-Qur’an Dan Masanya, Pembukuan Al-Qur’an dan


Konsekuensinya, Fenomena Turunnya Al-Qur’an Bertahap dan Dampaknya,
Latar Belakang Turunnya Ayat dan Implikasinya, Nilai-Nilai Religius dan
Rabbani Dalam Penurunan Al-Qur’an Bertahap)

Puspita Ayu Lestari


Puspita.el.mey@gmail.com
Mahasiswi Studi Agama Dan Resolusi Konflik (SARK)
Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta

A. Pendahuluan

Agama Islam, yang mengandung jalan hidup manusia yang paling sempurna
dan memuat ajaran yang menuntun umat manusia kepada kebahagiaan dan
kesejahteraan, dapat di ketahui dasar-dasar dan perundang-undangannya melalui Al-
Quran. Al-Quran adalah sumber utama dan mata air yang memancarkan ajaran Islam.
Hukum-hukum Islam yang mengandung serangkaian pengetahuan tentang akidah,
pokok-pokok akhlak dan perbuatan dapat dijumpai sumbernya yang asli dalam ayat-
ayat Al-Quran.1 Allah berfirman,

(‫ )اليآة‬.... ‫إهلن هوهوذا القمققرآْون يآوققههديِ لهلهت ههوي أوقَققوومم‬

“Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih


lurus.”.

Al-Qur’an merupakan sumber utama ajaran Islam, dan juga merupakan


pedoman hidup bagi setiap manusia. Al-Qur’an bukan sekedar memuat petunjuk
tentang hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi juga mengatur hubungan

1 Alamah M.H. Thabathaba’I, Mengungkap Rahasia Al-Qur’an ( Bandung: Mizan, 1987),


hlm. 21.
manusia dengan sesamanya, bahkan hubungan manusia dengan alam sekitarnya. 2
Dengan deimkian, untuk dapat memahami ajaran Islam secara sempurna, maka
langkah pertama yang harus dilakukan adalah memahami Al-Qur’an.

Dalam pandangan muslim, Al-Qur’an merupakan sebuah petunjuk bagi umat


manusia (hudallinnas) yang meletakkan dasar-dasar prinsipil dalam segala persoalan
kehidupan umat manusia dan merupakan kitab universal. Petunjuk inilah yang
menjadi landasan pokok agama Islam dan berfungsi sebagai pedoman hidup bagi
penganutnya serta menjamin kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat
kelak. Al-Qur’an memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat. Salah satu
diantaranya adalah bahwa ia merupakan kitab yang keotentikannya dalam pandangan
Muslim dijamin dan selalu dipelihara oleh Allah, sebagaimana penegasan Allah
dalam firman-Nya; Inna nahnu nazzalna aldzikra wa inna lahu lahfizhun.
( Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al-Qur’an dan Kamilah
Pemeliharapemelihara-Nya) (QS Al Hijr: 9).3

Dalam tulisan yang cukup sederhana ini penulis ingin mengutarakan sejarah
Al-Quran, pewahyuan Al-Quran dan masanya, pembukuan Al-Quran dan
konsekuensinya, fenomena turunnya Al-Qur’an bertahap dan dampaknya, latar
belakang turun ayat dan Implikasinya, nilai-nilai religius dan rabbani dalam
penurunan Al-Qur’an bertahap.

B. Pembahasan
1. Pewahyuan Al-Qur’an dan masanya
Kata wahyu (‫ )اللوحي‬adalah bentuk masdar (infinitive) dari auha-yuhi-wahyan
dengan dia pengertian pokok yaitu al-khafa’ (tersembunyi) dan as-sur’ah (cepat).
Oleh sebab itu, secara terminologis wahyu didefinisikan sebagai:
.‫العلم الغخي السريآع الاخص بنم يآوجه إليحه بيحث يفخي على غيهر‬

2 Choiruddin Hadliri SP, Klasifikasi Kandungan Al Qur’an (Jakarta, Gema Insani Press,
1993), hlm. 48.
3 Cahaya Khaeroni, Sejarah Al-Qur’an: Uraian Analitis, Kronologis, dan Naratif tentang
Sejarah Kodifikasi Al-Qur’an, Jurnal HISTORIA Volume 5, Nomor 2, Tahun 2017, ISSN 2337-4713
(e-ISSN 2442-8728), hlm. 194.
“ Pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat yang khusus ditujukan kepada orang
yang diberitahu tanpa diketahui oleh yang lainnya.” 4

Secara terminology wahyu adalah:


‫كلم اللله تعاخل النمزل على نب منم أنبيحاخئه‬
“Firman Allah SWT yang diturunkan kepada nabi-nabi-Nya”. 5
Imam Al-Zuhri pernah ditanya tentang wahyu, kemudian ia menjawab : “Wahyu
ialah kalam Allah yang disampaikan kepada salah seorang Nabi-Nya kemudian
dikukuhkan-Nya ke dalam hati-Nya, lalu dia menyatakan bahwa itu adalah wahyu
dan tulisannya”. 6
Karena wahyu secara terminologis adalah firman Allah yang diturunkan kepada
nabi-nabiNya maka perlu juga dikemukakan dalam kesempatan ini bagaimana cara
Allah menurunkan wahyu kepada para nabi.
Di dalam Surat As-Syura 15 dijelaskan bagaimana Allah menurunkan wahyunya
kepada seseorang, Allah SWT berfirman :
‫وماخ وكاخون لهبوشبر أوقن يآوكلمقهم اللقهم إهلل وقحيحقاخ أوو همقنم وراهء هحجقاخ ب‬
‫ب أوقو يآقمقرهسقول ورمسقولل فوقيحمقوهحوي بهقهإقذنههه ومقاخ‬ ‫و ل ق ق وو و‬ ‫م و‬ ‫و‬ ‫وو‬
(51) ‫يآووشاخءم إهنلهم وعلهيي وحهكيحمم‬
“Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia
kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus
seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang
Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Asy-
Syura 42:51)

Yang dimaskud dengan perantaraan wahyu dalam ayat di atas adalah melalui
mimpi atau ilham. 7 Sedangkan yang dimaksud dengan di belakang tabir ialah
seorang dapat mendengar kalam Illahi akan tetapi dia tidak dapat melihat-Nya seperti

4 Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi Ulum Qur’an (Riyadh: Muassasah ar-Risalah,1976), hlm


32.
5 Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi Ulum Qur’an… hlm 32.
6 Zainal Abidin, Seluk Beluk Al-Qur’an (Jakarta: Melton Putra Offset, 1992), hlm. 69.
7 Jalal ad-Din Muhammad ibn Ahmad Al-Mahalli dan Jalal ad-Din ‘Abd ar-Rahman ibn Abi
Bakar as-Suyuthi, Tafsir al-Jalalain, (Maktabah Syamilah) jilid 9, hlm. 334.
yang terjadi kepada Nabi Musa AS. Rasul yang dimaksud dalam ayat di atas adalah
Malaikat seperti Malaikat Jilbril AS.

Dari ayat di atas dapat disimpulkan ada tiga cara turunnya wahyu kepada para
Nabi, yang pertama melalui mimpi yang benar (ru’ya ash-shadiqah fi al-manam),
kedua dari balik tabir (min wara’ hijab), yang ketiga melalui perantara Malaikat
seperti Malaikat Jilbril AS. 8

Wahyu dengan cara melalui mimpi yang benar disampaikan langsung kepada
para nabi tanpa perantara Malaikat. Contohnya adalah mimpi Nabi Ibrahim AS agar
menyembelih puteranya Isma’il yang ditegaskan di dalam Q.S. Ash-Shaffat 37: 101-
112.

Sedangkan wahyu dengan cara dari balik tabir disampaikan secara langsung
kepada para nabi tanpa perantara Malaikat. Nabi yang menerima wahyu dapat
mendengar kalam Illahi akan tetapi dia tidak dapat melihat-Nya seperti yang terjadi
kepada Nabi Musa AS. Yang Allah SWT firmankan dalam Q.S. Al-A’raf ayat 143. Di
samping dengan Nabi Musa AS, Allah SWT pun telah berbicara langsung kepada
Nabi Muhammad SAW pada malam Isra’ Mi’raj. Nabi dapat mendengar firman Allah
SWT langsung tanpa perantara Jibril tetapi tidak dapat melihat-Nya. Di dalam Al-
Qur’an tidak ada satu pun ayat yang diterima dengan cara ini. 9

Adapun cara ketiga yaitu melalui perantara Malaikat, wahyu Allah diturunkan
kepada para nabi-Nya melalui perantara Malaikat penyampai wahyu seperti Malaikat
Jibril AS. Keseluruhan ayat-ayat dari Kitab Suci Al-Qur’an diturunkan dengan cara
ini. Ada dua cara Malaikat Jibril datang menyampaikan wahyu kepada Nabi
Muhammad SAW:

Yang pertama, datang kepada Nabi suara seperti dencingan lonceng dan suara
yang amat kuat yang mempengaruhi factor-faktor kesadaran, sehingga Nabi dengan
segala kekuatannya siap menerima pengaruh itu. Cara ini yang paling berat bagi

8 Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an, …, hlm. 28.


9 Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi Ulum Qur’an… hlm 38.
Nabi. Apabila wahyu turun kepada Rasulullah SAW dengan cara ini maka beliau akan
mengumpulkan segala kekuatan kesadarannya untuk menerima, menghafal, dan
memahaminya. Dan Suara itu mungkin sekali suara kepakan sayap-sayap malaikat,
seperti diisyaratkan dalam hadits:

‫ضرب ه‬ ‫ه‬ ‫ه‬ ‫ه‬


‫ت‬ ‫صللى اللهم وعلوقيحه وووسلوم وقَاخول إهوذا قَو و‬
‫ضى اللهم اقلوقمور هف اللسوماخء و وو‬ ‫وعقنم أوهب مهوريآققوروة يآوققبقلممغ بهه نمالله ل‬
‫ب و‬
(ِ‫صقفخووابن )رواهر البخاخري‬ ‫ه ه‬ ‫القمولئهوكةم بهأوجنمهحتههاخ خ ق ه هه‬
‫ضوعاخناخل لوققوله وكاخللسقلسلوة وعولى و‬ ‫ق وو م‬ ‫و‬

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW bersabda: “ Apabila Allah
menghendaki suatu urusan di langit, maka para malaikat memukul-mukulkan
sayapnya karena tunduk kepada firman-Nya bagaikan gemerincingnya mata rantai
di atas batu-batu yang licin.” (H.R. Bukhari).10

Yang kedua, Malaikat menjelma menhadi seorang laki-laki lalu datang


menyampaikan wahyu kepada Nabi. Cara ini lebih ringan dari cara yang pertama,
karena adanya kesesuaian antara pembicara dan pendengar, seperti seseorang yang
berbocara kepada saudaranya sendiri, Menurut Ibn Khaldun, seperti dikutip Manna’
Qaththan, dalam keadaan yang pertama Rasulullah, melepaskan kodratnya sebagai
manusia yang bersifat jasmani untuk berhubungan dengan malaikat yang rohani
sifatnya. Sedangkan dalam keadaan lain sebaliknya, malaikat merubah diri dari yang
rohani semata menjadi manusia jasmani. 11

Tentang dua cara Malaikat Jilbril datang membawa wahyu kepada Nabi ini
disebutkan dalam Hadits riwayat Aisyah RA,

‫ث بقونم ههوشاخبم ورهضوي اللهم وعقنمهم وسأوول ورمسقومل اللهه‬ ‫لاخهر و‬ ‫عنم عاخئهوشةو أملم القؤهمنمه ه‬
‫ي ورضوي اللهم وعقنمقوهاخ أولن ا و‬ ‫م قو‬ ‫وق و‬
‫صللى اللهم وعلوقيحهه‬ ‫ه‬
‫ك القووقحمي فوقوقاخول ورمسقومل الله و‬ ‫ف يآوأقتهقيح و‬ ‫ه‬ ‫ه‬
‫صللى اللهو وعلوقيحه وووسلوم فوقوقاخول ويآاخ ورمسقوول الله وكقيح و‬
‫و‬
10 Maktabah Syamilah, Shahih al-Bukhari, hadits no 4232.
11 Manna’ Khalil Qaththan, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an, terjemahan Mudzzakir (Jakarta:
Litera Antar Nusa, cet ke-8 tahun 2004), hlm. 49.
‫وسلم أوحيحاخلناخ يآأقتهيحهن همثقل صقل ه‬
‫ت وعقنمهم وماخ وقَاخول‬ ‫صلوة اقلوورهس وومهوو أووشددهرم وعلولي فوقيحمققفخ و‬
‫صمم وعلن ووقَوقد وووعقيح م‬ ‫و و و قو و ق ق و و و‬
‫ت وعاخئهوشةم ورهضوي اللهم وعقنمقوهاخ وولووققد‬
‫ك رجلل فوقيحوكلمهن فوأوهعي ماخ يآقمقومل وقَاخلو ه‬‫وأوحيحاخناخل يآقتمثلل ه ه‬
‫و وق‬ ‫ل القومل م و م م م ق‬‫و ق و وو و م و‬
‫رأويآقتمه يآققنمهزمل علويحهه القوحي هف القيحقوهم اللشهديآهد اقلبقرهد فوقيحققفخ ه‬
‫صمم وعقنمهم ووإهلن وجبهقيحقنموهم لهويحتوقوفخ ل‬
‫صمد وعورلقَاخ )رواهر‬ ‫ق وق و‬ ‫و ق م و و ق و ق م وق‬
(‫البخاخرى‬

“Diriwayatkan dari ‘Aisyah Ummul Mu’minin RA, bahwasannya al-Harits ibn


Hisyam RA bertanya kepada Rasulullah SAW. Dia berkata: “Wahai Rasulullah,
bagaimana datang wahyu kepada engkau?”. Rasulullah SAW menjawa: “Kadang-
kadang datang kepadaku bagaimana gemerincing lonceng dan itulah yang paling
berat bagiku. Lalu ia pergi dan aku telah menyadari apa yang dikatakannya. Dan
kadang pula Malaikat menjelma dihadapanku sebagai seorang laki-laki lalu dia
berbicara kepadaku dan aku pun memahami apa yang dia katakanan. Aisyah RA
mengatakan: “Aku pernah melihat beliau tatkala wahyu sedang turun kepadanya,
pada suatu hari yang amat dingin. Lalu Malaikat itu pergi, sdang keringat pun
mengucur dari dahi Rasulullah SAW.” ( H.R.Bukhari).12

Fenomena penerimaan wahyu ini mengejutkan banyak pihak. Ini dapat dilihat
dari peranan Nabi Muhammad yang dipersiapkan secara bertahap, suatu masa yang
penuh dengan kebimbangan dalam melihat berbagai kejadian, fenomena, dan visi
pandangan yang ada, juga ikut bagian dalam mempersiapkan kematangan jiwanya, di
mana malaikat Jibril berulang kali memperkenalkan diri. Malaikat Jibril untuk yang
pertama kali memperkenalkan diri ketika beliau berkhalwat di Gua Hira, Jibril
meminta Muhammad Saw membaca13 dan beliau mengatahan tidak tahu, tidak tahu
apa yang akan dibaca, sampai malaikat Jibril mengulangi tiga kali, dan beliau
menjawab dalam keadaan serba bingung dengan penuh ketakutan sebelum
mengetahui kenabian yang tak terduga dan baru pertama kali mendengar al Qur’an.
12 Maktabah Syamilah, Shahih al-Bukhari, hadits no 2.
13 Lihat Q.S. al-Alaq ayat 1-5.
Sesuatu yang tak pernah terdengar sebelumnya serta susunan kata-kata yang
tiada bandingannya. Dimana al-Qur’an sebagai mu’jizat terbesar yang pertama beliau
terima. Namun sebagaimana yang Allah kehendaki, tiba-tiba seorang penggembala
kambing yang buta huruf diberi tugas yang sangat mulia untuk menerima, mengajar,
dan menyebarkan wahyu hingga berakhirnya sejarah kenabian, sebagai nabi dan
Rasul terakhir, nabi penyempurna seluruh nabi dan rasul yang diutus oleh Allah SWT.
Dengan demikian, apa yang Nabi Muhammad terima berupa wahyu al-Qur’an dalam
berbagai peristiwa, dalam kurun waktu kurang lebih dua puluh tiga tahun, dengan
perjuangan yang tidak mengenal lelah untuk mengajak, mengajar dan menyebarkan
ajaran Islam. 14

Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima wahyu pertama,


kemudian wahyu terhenti selama enam bulan atau lebih. Hal itu mengandung
mukjizat ilahi yang mengagumkan. Hal ini merupakan sanggahan yang paling tepat
terhadap para orientalis yang menganggap wahyu sebagai produk perenungan
panjang yang bersumber dari dalam diri Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sesuai kehendak ilahi, malaikat yang dilihatnya kali pertama di gua Hira itu tidak
muncul sekian lama sehingga menimbulkan kecemasan di hati Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Selanjutnya, kecemasan itu berubah menjadi rasa takut terhadap
dirinya karena khawatir dimurkai oleh Allah—setelah dimuliakanNya dengan wahyu
—lantaran suatu tindakan yang dilakukannya sehingga dunia yang luas ini terasa
sempit bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan terbetik rasa ingin
menjatuhkan diri dari atas gunung. 15

Sampai akhirnya pada suatu hari, malaikat yang dilihatnya di gua Hira itu
muncul kembali, terlihat di antara langit dan bumi seraya berkata, “Wahai
Muhammad, engkau adalah utusan Allah kepada manusia.” Dengan rasa takut dan
cemas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sekali lagi ke rumah, di mana diturunkanlah

14 Yusron Masduki, Sejarah Turunnya Al-qUran Penuh Fenomenal, Jurnal MEDINA-TE,


VOL.16, NO.1, Juni 2017, hlm. 42.
15 Muhammad Abduh Tuasikal, Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat, Buletin Rumaysho.com
Edisi ke-34 terbit 11-05-2018, hlm. 2.
firman Allah: “Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah
peringatan!” (QS. Al-Mudatstsir: 1-2). 16

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan bahwa surat pertama yang turun setelah
masa kosongnya wahyu adalah surat Al-Mudatstsir. Dari Jabir bin ‘Abdillah
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Ketika masa kosong turunnya wahyu, aku berjalan sambil mendengar
suara dari langit. Aku angkat pandanganku ke langit. Kemudian malaikat yang
mendatangiku saat wahyu pertama dahulu duduk pada kursi di antara langit dan
bumi, lalu aku tunduk merunduk, jatuh ke tanah. Ketika itu aku mendatangi
keluargaku, lalu menyuruh mereka menyelimutiku. Sambil kukatakan, ‘Selimuti aku,
selimuti aku.’ Lantas turunlah firman Allah dalam Q.S. Al-Mudatstsir: 1-5, kemudian
setelah itu wahyu turun berturut-turut.17 Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri
menganggap bahwa masa kosongnya wahyu hanya beberapa hari saja, bukan seperti
pendapat yang lainnya hingga tiga atau dua setengah tahun. Karena Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam biasanya mengasingkan diri ke gua Hira pada bulan Ramadhan
sebelum masa kenabian. Di gua Hira itu, beliau berada selama sebulan dan itu
berlangsung selama tiga tahun. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berarti keluar dari
gua Hira pada bulan Syawal. Padahal wahyu pertama turun sebagaimana telah
dibahas sebelumnya pada malam Senin dari malam ke-21 Ramadhan. Berarti masa
kosongnya wahyu hanya sekitar sepuluh hari saja. Wahyu berikutnya turun pada pagi
hari Kamis pada awal Syawal, tahun pertama dari nubuwah (setelah diangkat jadi
nabi). Inilah yang jadi rahasia mengenai dikhususkannya sepuluh hari terakhir bulan
Ramadhan untuk menyendiri dengan i’tikaf dan awal Syawal dikhususkan untuk ‘ied
umat Islam. 18

16 Fiqh As-Sirah An-Nabawiyyah, hlm. 65-66.


17 HR. Bukhari, no. 4 dan Muslim, no. 161
18 Safi-ur-Rahman Mubarakpuri, Ar-Rahiq Al-Makhtum: Sirah Nabawiyah, penerjemah
Faris Khairul Anam (Jakarta: Qisthi Press, 2014(, hlm. 88-89.
2. Pembukuan Al-Qur’an dan konsekuensinya
Pembukuan Al-Qur’an atau disebut juga dengan pengumpulan Al-Qur’an (jam’u
Al-Qur’an) ada dua hal: Pertama, penghafalan Al-Qur’an (hifdzuhu fi as-shudur), dan
kedua: penulisannya huruf demi huruf, ayat demi ayat, dan surat demi surat, baik
dalam lembaran-lembaran yang masih terpisah-pisah maupun dalam lembaran-
lembaran yang sudah dibukukan dalam satu mushhaf (jam’uhu fi as-suthur). 19
Pengumpulan Al-Qur’an dalam sejarahnya berlangsung dalam tiga periode20:

(1) Pada masa Rasulullah SAW

Ketika Al-Qur’an diturunkan, Nabi Muhammad SAW segera berusaha


menghafalkannya karena untuk beliau pribadi, itulah satu-satunya cara memelihara
Al-Qur’an. Allah anugerahkan kepadanya keistimewaan yaitu kemampuan otomatis
membaca, menghafal, dan memahami Al-Qur’an seperti firmannya dalam Surat Al-
Qiyamah 75:16-19. Nabi lah yang kemudian membacakan ayat-ayat Al-Qur’an
kepada para sahabat baik secara langsung untuk maksud tersebut atau secara tidak
langsung dengan mengulang-ulang membacanya ketika shalat. 21

Nabi mendektekan ayat-ayat tersebut kepada para penulis wahyu, seperti Abu
Bakar Ash-Shidiq, Umar bin Khattab, ‘Utsman ibn Affan, Ali bin Abi thalib ra,
Mu’awiyah ibn Abi Sufyan, Zaid bin Tsabit, ‘Ubayya ibn Ka’ab, Khalid ibn Walid,
dan Tsabit ibn Qais.22 Kemudian ayat-ayat tersebut disebarluskan oleh para sahabat
baik kepada sesama sahabat maupun umat islam lainnya. Setiap tahun Malaikat Jibril
datang mendereskan semua ayat-ayat yang sudah turun kepada Nabi, dan pada tahun
terakhir Malaikat Jibril datang dua kali. 23

Ketika Rasulullah saw berpulang ke rahmatullah, Alquran telah dihafal oleh


ribuan para shahabat dan tertulis dalam mushaf dengan susunan seperti disebutkan

19 Muhammad ‘Abd al-‘Azhim az-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi Ulum Al-Qur’an (Beirut: Dar
Ihya al-Kutub al-‘Arabiyah, t.t), jilid 1, hlm 223.
20 Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an, …, hlm. 81.
21 Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an, …, hlm. 82.
22 Shubhi ash-Shalih, Mabahits fi Ulum Al-Qur’an (Beirut: Dar al-‘Ilmi li al-Malayin, 1977),
hlm 69.
23 Az-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi Ulum Al-Qur’an.., hlm. 233-244.
diatas. Tiap ayat-ayat dan surah-surah dipisah-pisahkan, atau diterbitkan ayat-ayatnya
saja dan setiap surah berada dalam satu lembar secara terpisah dalam tujuh huruf.
Tetapi memang benar bahwa Alquran belum lagi dijilid dalam satu mushaf yang
menyeluruh. Sebab Rasulullah SAW masih selalu menanti turunnya wahyu dari
waktu ke waktu. Disamping itu terkadang pula terdapat ayat yang menasahh
(menghapuskan) sesuatu yang turun sebelumnya.24

Az-Zarqani mengemukakan beberapa alasan mengapa pada zaman Nabi Al-


Qur’an tidak dihimpun dalam satu mushaf, pertama: karena umat Islam belum
membutuhkan karena para Qura’ banyak, hafalan lebih diutamakan daripada tulisan,
alat tulis menulis sangat terbatas, dan yang lebih penting lagi Rasul masih hidup
sebagai rujukan utama. Kedua: Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur selama
lebih kurang 23 tahun, dan masih mungkin ada ayat-ayat yang akan dinasakh oleh
Allah SWT, dan alasan yang ketiga: susunan ayat dan surat-surat Al-Qur’an tidaklah
berdasarkan kronologis turunnya. 25

(2) Pada masa khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq RA

Pengumpulan Al-Qur’an dalam sebuah mushaf pada masa Khalifah Abu Bakar
Ash-Shidiq berawal dari inisiatif Umar ibn Khattab. Umar khawatir, mengingat
banyaknya para qura atau huffazh gugur dalam beberapa peristiwa seperti persitiwa
Yamamah26 dan Sumur Ma’unah. Oleh sebab itu Umar mengusulkan kepada Abu
Bakar sebeagai Khalifah untuk mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushaf.
Semula Abu Bakar keberatan karena khawatir termasuk perbuatan bid’ah, Tetapi
Umar berhasil meyakinkan Abu Bakar bahwa usaha pemgumpulan Al-Qur’an

24 Nasruddin, Sejarah Penulisan Al-Qur’an (Kajian Antropologi Budaya), Jurnal Rihlah Vol.
II No. 1 Mei 2015, hlm. 57.
25 Az-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi Ulum Al-Qur’an.., hlm. 241.
26 Petempuran Yamamah terjadi pada Desember 632 M di jazirah Arab pada
wilayah Yamamah antara Khalifah Abu Bakar melawan Musailamah al-Kazzab yang mengaku
sebagai nabi. Dalam Pertempuran tersebut Musailamah al-Kazzab berserta 7000 pasukannya dipukul
mundur ke benteng pertahanannya. Pasukan Muslim tetap maju untuk menumpas Musailamah hingga
ke benteng pertahanannya dan berhasil menjebol pertahanan pasukan Musailamah.Pada akhirnya
Musailamah dapat ditombak oleh Wahsyi dan seluruh pasukannya dapat dikalahkan dalam
pertempuran ini. Lihat https://id.wikipedia.org/wiki/Pertempuran_Yamamah (1 Oktober 2019).
merupakan usaha meneruskan apa yang tlah dirintis oleh Rasulullah SAW,
mengumpulkan dan membendelnya menjadi satu yang terpeliharan keutuhan dan
keasliannya.

Abu Bakar melihat bahwa yang paling tepat melaksanakan tugas suci tersebut
adalah Zaid ibn Tsabit, kerena dia termasuk barisan huffazh Al-Qur’an dan sekaligus
salah seorang penulis wahyu yang ditunjuk Nabi SAW. Dalam tugasnya, Zaid
mengikuti metode yang digariskan oleh Abu Bakar dan Umar, yaitu mengumpulkan
Al-Qur’an dengan tingkat akurasi yang tinggi dan hati-hati. Sumbernya tidak cukup
hanya hafalan dan catatan yang dibuat oleh Zaid sendiri, tapi juga harus bersumber
dari dua sumber sekaligusm yaitu catatan-catatan yang pernah dibuat di zaman Rasul,
dan hafalan para sahabat. Setiap sumber dikuatkan oleh dua orang saksi yang
dipercaya. 27

Zaid ibn Tsabit berhasil melaksankan tugasnya dengan baik. Tersusunlah mushaf
dengan tigkat akurasi tinggi dan dari sumber mutawatir dan diterima secara ijma’ oleh
umat Islam waktu itu. Ayat-ayat yang sudah dinaskh tidak lagi dituliskan, ayat-ayat
tersebut sudah disusun sesuai dengan urutan berdasarkan petunjuk Rasulullah SAWm
tetapi surat demi surat belum lagi tersusun sebagaimana mestinya.28 Mushaf tersebut
disimpan oleh Abu Bakar, Umar ibn Khattab (setelah Abu Bakar meninggal), dan
Hafsah (setelah Umar meninggal).

(3) Pada masa khalifah Utsman ibn ‘Affan

Pengumpulan Al-Qur’an pada masa ini dilatarbelakangi oleh kekhawatiran


meluasnya perbedaan pendapat di antara kaum Muslim tentang penulisan dan bacaan
Al-Qur’an yang benar. Terutama setelah wilayah Khilafah Islamiyah semakin meluas
ke utara dan ke Afrika Utara. Umat Islam di masing-masing propinsi mengikuti
qiraah sahabat yang berbeda-beda. Satu sama lain berbeda sesuai dengan variasi

27 Az-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi Ulum Al-Qur’an.., hlm. 245.


28 Az-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi Ulum Al-Qur’an.., hlm. 246. Berbeda dengan Az-Zarqani,
menurut Manna al-Qathtan, Mushaf Abu Bakar sudah tersusun ayat dan surat-suratnya. Lihat
Mabahits fi Ulum Qur’an hlm 128.
qiraat yang disampaikan oleh Rasulullah SAW. Perbedaan ini menjadi masalah bagi
sebagian umat Islam, terutama yang tidak mengerti dan tidak tahu bahwa Al-Qur’an
diturunkan dalam beberapa versi qiraat. 29

Utsman segera mengambil langkah inisiatif dengan membentuk sebuah team


penulisan kembali Al-Qur’an kedalam bebrapa mushaf dengan acuan utama mushaf
Abu Bakar Ash-Shidiq. Team terdiri dari empat orang sahabat yang terbaik dan
terpercaya, yaitu Zaid ibn Tsabit, Abdullah ibn az-Zubair, Sa’id ibn al-Ash, dan
Abudurrahman ibn al-Harits ibn Hisyam. Dibawah arahan Utsman, team bekerja
menulis kembali Al-Qur’an dalam beberapa mushaf dengan satu system penulisan
yang diusahakan semaksimal mungkin dapat menampung perbedaan qiraah. Oleh
sebab itu huruf-huruf dibiarkan tanpa titik dan syakal, karena jika menggunakan titik

dan syakal perbedaan tidak dapat di akomodir. Misalnya kata fatabayyanu (‫)فتبيحلنموا‬
dalam firman Allah : In jaakum fasiqun binabain fatabayyanu bias juga dibaca

fatatsabbatu (‫)فتثبتوا‬. 30
Jika mushaf yang ditulis di masa Abu Bakar sudah disusun ayat demi ayat sesuai
dengan urutannya tetapi belum disusun surat demi surat, maka team empat ini
menyempurnakan dengan menyusun surat demi surat sesuai dengan urutannya (tartib
as-suwar). Setalah penulisan selesai, Utsman mengirimkan mushaf-mushaf tersebut
ke beberapa wilayah untuk menjadi standard. 31 Setelah itu Utsman memerintahkan
kepada para sahabat atau siapa saja yang memiliki mushaf pribadi supaya
membakarnya atau menyerahkannya kepada pemerintah untuk dibakar, guna
menghindari kemungkinan terjadinya perbedaan atau perselisihan di kemudian hari.
Sedangkan mushaf Abu Bakar dikembalikan kepada Hafsah. 32

29 Az-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi Ulum Al-Qur’an.., hlm. 248-249.


30 Az-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi Ulum Al-Qur’an.., hlm. 251.
31 Para ulama berbeda pendapat tentang berapa jumlah semua mushaf yang dikirim Utsman
ke beberapa propinsi. Perbedaan berkisar antara angka 4,5,dan 7. Yang berpendapat 7 mengatakan 1
tinggal di Madinah (Mushah al-Imam), sisanya masing-masing dikirim ke Makkah, Syam, Basrah,
Kufah, Yaman, dan Bahrain. Lihat Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi Ulum Qur’an… hlm 134.
32 Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an, …, hlm. 90.
Terdapat beberapa tuduhan bahwasannya Abu Bakar dan Utsman telah
memalsukan sebagian ayat-ayat Al-Qur’an dan menghilangkan banyak ayat dan
suratnya. Al-Qur’an yang diturunkan oleh Malaikat Jilbril sebenarnya berjuamlah
17.000 ayat. Tuduhan seperti ini dilontarkan oleh penganut Syi’ah yang ekstrem
ditolak oleh kalangan penganut Syi’ah yang masuh punya akal sehat seperti At-
Thabrasi yang mengatakan dalam Majma’ Al-Bayan : “ Adapun tuduhan bahwa Al-
Qur’an sebenarnya lebih banyak dari yang sekarang disepakati kebathilannya,
sedangkan tuduhan bahwa terjadi pengurangan memang diriwayatkan dari sebagian
kaum kami, tapi yang benar tidaklah demikian.”. Jika sekiranya memang terjadi
penambahan dan pengurangan oleh Abu Bakar dan Utsman, menagapa Ali
karamallahu wajhahu yang kemudia berkuasa, tidak meluruskannya, padahal semua
wilayah Islam waktu itum kecuali Mesir dan Syam tunduk kepadanya tetap membaca
mushaf yang ditulis pada masa Utsman.33

Ada juga tuduhan mengenai banyaknya ayat-ayat Al-Qur’an yang hanya


bersumber dari hafalan para sahabat, padahal sebagian dari mereka telah gugur dalam
beberapa peperangan. Dan juga tuduhanebagian dari ayat-ayat yang sudah di tulis di
tulang dan media lain juga sudah berceceran bahkan hilang, sehingga yang tersisa
hanyalah pengertian ayat-ayat tersebut. Semua tuduhan ini salah, tidak benar jika
meninggalnya sebagian sahabat penghafal Al-Qur’an menyebabkan hilangnya
sebagian Al-Qur’an. Sebab sahabat penghafal Al-Qur’an yang masih diup masih
banyak sebagaimana perkataan Umar kepada Abu Bakar : “ Sesungguhnya aku
khawatir para qura akan bertambah banyak meninggal di beberapa negri-negri”.
Tentang tuduhan bahwa penulisan Al-Qur’an di media tulang dan sejenisnya
menyebabkan sebagian ayat-ayat Al-Qur’an hilang juga tidaklah benar, Karena yang
menjadi ukuran dalam pengumpulan Al-Qur’an bukanlah apa yang ditulis, tapi apa
yang diterima dari Nabi secara lisan, atau dari sahabat yang mendengar Nabi,
sedangkan tulisan hanya bersifat membantu hafalan. Namun para sahabat tetap
berusaha sungguh-sungguh memelihara kedua-duanya.34

33 Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an, …, hlm. 96.


3. Fenomena Turunnya Al-Qur’an Bertahap dan Konsekuensinya.

Para ulama membagi sejarah turunnya Al-Qur’an dalam dua periode: (1) Periode
sebelum hijrah (ayat-ayat makkiyyah); dan (2) periode sesudah hijrah (ayat-ayat
madaniyyah), tetapi disini akan dipetakan menjadi tiga periode guna mempermudah
dalam pengklasifikasiannya.

Periode pertama, pada permulaan turunnya wahyu yang pertama dalam Q.S.al
Alaq 1-5. Muhammad SAW belum diangkat menjadi Rasul, dan hanya berperan
sebagai nabi yang tidak ditugaskan untuk menyampaikan wahyu yang diterimanya.
Sampai pada turunnya wahyu yang kedua barulah Muhammad diperintahkan untuk
menyampaikan wahyu yang diterimanya, dengan adanya firman Allah Q.S. al-
Mudatsir ayat 1-2. 35

Kemudian sesudah itu, kandungan wahyu ilahi berkisar dalam tiga hal. Pertama,
pendidikan bagi Rasulullah saw, dalam membentuk kepribadiannya (Q.s. Al-
Muddatsir [74]: 1-7). Kedua, pengetahuan-pengetahuan dasar mengenai ketuhanan
(Q.s. Al-A’la [87] dan Al-Ikhlash [112]. Ketiga, keterangan mengenai dasar-dasar
akhlak Islamiyah, serta bantahan-bantahan secara umum mengenai pandangan hidup
masyarakat Jahiliah ketika itu. Periode ini berlangsung sekitar 4-5 tahun dan telah
menimbulkan bermacam-macam reaksi dikalangan masyarakat Arab ketika itu. 36

Periode kedua, sejarah turunnya Al-Qur’an pada periode kedua terjadi selama 8-9
tahun, pada masa ini terjadi pertikaian dahsyat antara kelompok Islam dan Jahiliah.
Kelompok oposisi terhadap Islam menggunakan segala cara untuk menghalangi
kemajuan dakwah Islam. Pada masa itu, ayat-ayat Al-Qur’an di satu pihak, silih
berganti turun menerangkan kewajibankewajiban prinsipil penganutnya sesuai
dengan kondisi dakwah ketika itu (Q.s. An-Nahl [16]: 125). Sementara di lain pihak,
ayat-ayat kecaman dan ancaman terus mengalir kepada kaum musyrik yang berpaling
34 Saduran dan resum dari : Muhammad Abu Syahbah, Al-Madkhal li Dirasah Al-Qur’an Al-
Karim (Cairo: Al-Qahirah Al-Haditsah lit Thaba’ah, 1973), cet. Ke-2, hlm 284-311.
35 Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an ; fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat (Bandung: Mizan, 2006), hlm. 35.
36 Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, hlm. 36.
dari kebenaran (Q.S 41: 13). Selain itu, turun juga ayat-ayat mengenai keesaan Tuhan
dan kepastian hari kiamat (Q.S. Yasin [36]: 78-82). Di sini terbukti bahwa ayat-ayat
AlQur’an telah sanggup memblokade paham-paham jahiliah dari segala segi sehingga
mereka tidak lagi mempunyai arti dan kedudukan dalam rasio dan alam pikiran
sehat.37

Periode ketiga, pada periode ini dakwah Al-Qur’an telah mencapai atau
mewujudkan suatu prestasi besar karena penganut-penganutnya telah dapat hidup
bebas melaksanakan ajaranajaran agama di Yatsrib (yang kemudian diberi nama Al-
Madinah AlMunawwarah). Periode ini berlangsung selama 10 tahun. Ini merupakan
periode yang terakhir, saat Islam disempurnakan oleh Allah SwT dengan turunnya
ayat yang terakhir, Al-Maidah [5]: 3, ketika Rasulullah Saw wukuf pada haji wada’ 9
Dzulhijjah 10 H/7 Maret 632 M. Dan ayat terakhir turun secara mutlak, surat
AlBaqarah [2]: 281, sehingga dari ayat pertama kalinya memakan waktu sekitar 23
tahun.38

Istilah penurunan Al-Qur’an atau nuzul beserta kata jadinya isytiqaq banyak
terdapat dalam Al-Qur’an seperti dalam Q.S. Al-Isra’ ayat 105 :

(105 )‫ووهباخقلولق أونققوزلقونماخهرم ووهباخقلولق نوقوزول وووماخ أوقروسقلونماخوك إهلل ممبولشلرا وونوهذيآلرا‬

“Dan Kami turunkan (Al Quran) itu dengan sebenar-benarnya dan Al Quran itu
telah turun dengan (membawa) kebenaran. Dan Kami tidak mengutus kamu,
melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.”

Kata nuzul dalam penggunaan bahasa diartikan sebagai proses menuju dan
menempati suatu tempat, secara istilah kata nuzul diartikan turunnya sesuatu dari atas
ke bawah. Sedangkan menurut transitifnya berarti menggerakan sesuatu dari atas ke
bawah, seperti dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 22 :

(22) ..... ‫وووأنوزول همونم اللسوماخء وماخء‬


37 Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, hlm. 37.
38 Cahaya Khaeroni, Sejarah Al-Qur’an, hlm.196.
“Dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit.”

Akan tetapi, dua pengertian di atas kurang tepat untuk diterapkan pada
pengertian “turunnya Al-Qur’an” sebab al-Qur’an bukan benda sehingga tidak bias
menempati pada suatu tempat. 39

Adapun tahapan penurunan Al-Qur’an menurut Az-Zarqani, dalam bukunya


yang berjudul Manahil al-‘Irfan fi Ulum Al-Qur’an, adalah 40:

(1) Ke Lauh al-Mahfudz

Dalam Al-Qur’an disebut :

(22 ) ‫( هف لوقوبح لقممفخوظظظ‬21) ‫بوقل مهوو قَمققروءامن لهميحمد‬


“Bahkan yang dinyatakan itu ialah Al Quran yang mulia, yang (tersimpan) dalam
Lauh Mahfuzh. (Q.S. Al-Buruj 85: 21-22)

Keberadaannya di Lauh Mahfudz ini adalah dengan cara dan pada waktu yang
hanya diketahui oleh Allah SWT dan orang yang diperlihatkan kepada kegaiban-Nya.
Yang berwujud global bukan terperinci.

(2) Ke Bait al-Izzah di Langit Dunia

Dalam Al-Qur’an Surat al-Dukhan ayat 3 disebutkan:

(3) ‫إهلناخ أونققوزلقونماخهرم هف لوقيحقلوبة مموباخوروكبة إهلناخ مكلنماخ ممقنمهذهريآونم‬


"Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan
sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan."

Dan juga dalam surat al-Qadar ayat 1 disebutkan :

(1) ‫إهلناخ أونققوزلقونماخهرم هف لوقيحقلوهة القوققدهر‬


“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.”

Serta dalam surat al-Baqarah ayat 185 disebutkan:

39 Az-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi Ulum Al-Qur’an.., hlm. 41.


40 Az-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi Ulum Al-Qur’an.., hlm. 43-47.
(185) ... ‫ضاخون الهذيِ أمنقهزول فهيحهه القمققرآْمن‬
‫وشقهمر وروم و‬
"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di
dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran…”

Ketiga ayat diatas menunjukkan bahwa Al-Qur’an diturunkan dalam satu malam,
yang disifati bahwa malam itu diberkati. Adapun beberapa riwayat yang menegaskan
proses turunnya Al-Qur’an di Baitul Izzah dari langit dunia di antaranya adalah
pernyataan Imam Hakim yang ditakhrij dari Sa’id ibn Jubair dari Abbas :

‫فصل القرآْن منم الذكر فوضع ف بيحت العلزة منم السماخء الدنيحاخ فجعل جبيآل يآنمزل به النمب‬

.‫صللى اللله عليحه وسللم‬

“ Al-Qur’an dipisahkan dari al-Dzikr, lalu diletakkan di Baitul Izzah dari langit dunia,
kemudian Jibril membawanya turun kepada Muhammad SAW.”

Hikmah nuzul tersebut adalah menunjukkan keagungan persoalan Al-Qur’an dan


orang-orang yang Al-Qur’an itu diturunkan kepadanya, dengan cara memberitahu
kepada penghuni langit dan bumi, bahwa ia adalah kitab terakhir yang diturunkan
kepada Rasul penutup para Rasul umat termulia.

(3) Penurunannya melalui Malaikat Jibril

Penurunan yang ketiga ini tersebar sinar di dunia dan hidayah Allah SWT kepada
makhlukNya melalui Malaikat Jibril yang membawanya turun ke dalam hati Nabi
SAW. Hal tersebut sebagaiaman tertulis dalam Q.S. Al-Syu’ara’ ayat 1930195 :

‫ه‬ ‫ه‬ ‫( عولى قَوققلبه ه‬193) ‫نزول بههه الدروح الهمي‬


‫( بهلوساخبن وعوره ب‬194) ‫ك لتومكوون همونم القممقنمذهريآونم‬
‫ب ممبه ب‬
)‫ي‬ ‫و‬ ‫و‬ ‫م‬ ‫م‬
) 195
“Dia dibawa turun oleh Ar-Ruhul Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar
kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan,
dengan bahasa Arab yang jelas.”

Adapun segala bentuk lahfadz dan redaksinya serta runtutan Al-Qur’an adalah
dari Tuhan, bukan dari Rasulullah SAW, atau Jibril seperti yang diasumsikan banyak
ahli. 41

Masa nuzul Al-Qur’an dimulai sejak Nabi Muhammad diutus sebagai Rasul
hingga berakhir beberapa saat sebelum kewafatan beliau selama kurun waktu 20-25
tahun tersebut diturunkan secara berangsur-angsur. Hal tersebut ditegaskan dalam
Q.S. al-Isra’ ayat 106 dan juga Q.S. al-Furqan ayat 32:

‫وقَمقرآْلناخ فوقرقَققونماخهر هلتوققرأوهر عولى اللنماخهس علوى مقك ب‬


(106) ‫ث وونوقلزلقونماخهرم توققنمهزيآلل‬ ‫و ه م‬ ‫و ق و م وم و‬

“Dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu
membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian
demi bagian.”

) ‫ت بههه فمقوؤاودوك ووورتلققلونماخهرم توققرتهيحلل‬ ‫ووقَاخول الهذيآنم وكوفخروا لووول نقملزول علويحهه القمقرآْمن مجلوةل واهحودلة وكهوذله ه‬
‫ك لنممثوبل و‬
‫و‬ ‫وق ق ق و‬ ‫و م ق‬ ‫و‬
(32

“Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan


kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya
dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).”

Diriwayatkan bahwa kaum Yahudi dan Nasrani maupun kaum musyrik mencela
Nabi SAW atas turunnya AL-Qur’an secara berangsur. Mereka mendesak agar Al-
Qur’an diturunkan sekali saja. Lalu Al-Qur’an menurunkan dua ayat diatas untuk
menyanggah mereka. Sanggahan itu menunjukkan ada dua hal, yang pertama bahwa
41 Az-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi Ulum Al-Qur’an.., hlm. 49.
Al-Qur’an turun secara berangsur angsur kepada Nabi SAW, kedua bahwa kitab
samawi sebelumnya turun sekali saja secara keseluruhan. Ini sudah masyhur di
kalangan ulama dan hamper menjadi consensus di kalangan mereka.

Alasan pengambilan dua hal itu adalah bahwa AL-Qur’an tidak mendustakan
dakwaan mereka tentang turunnya kitab samawi sebelumnya secara keseluruhan
sekali turun, tetapi justru memberikan jawaban kepada mereka dengan menjelaskan
hikmah turunnya Al-Qur’an secara berangsur. Seandainya turunnya kitab samawi
sebelumnya secara berangsur seperti Al-Qur’an, tentu Tuhan akan menyanggah
mereka dengan mendustakaan dakwaan mereka, dan dengan mejelaskan bahwa
penurunan secara berangsur-angsur merupakan sunnatullah berkenaan dengan apa
yang Dia turunkan kepada nabi-nabi sebelumnya. 42

Al-Qur’an tidak turun seketika dan turun bagian per bagian secara terpisah
dengan peristiwanya selama lebih dari dua puluh tahun tersebut bias memiliki jalinan
yang indah. Yang merupakan rahasia baru di antara rahasia-rahasia Al-Qur’an sebagai
bukti yang menakjubkan di antara tanda-tanda ketuhanan. Hai itu sebagaimana
ditegaskan dalam Q.S. al-Nisa’ ayat 82 43:

(82) ‫أوفوول يآوقتوودبقلمروون القمققرآْون وولوقو وكاخون همقنم هعقنمهد وغ قهي اللهه لووووجمدوا فهيحهه اقختهوللفاخ وكثهليا‬

"Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu
bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di
dalamnya."

Dampak dari proses turunnya AlQur’an secara berangsur-angsur sesungguhnya


membuat dakwah Nabi dan ajaran Al-Qur’an lebih mudah dan leluasa untuk diterima
dikalangan masyarakat saat itu. Karena proses turunnya ayat-ayat Al-Qur’an tersebut
sangat disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan masyarakat saat itu, bahkan

42 Az-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi Ulum Al-Qur’an.., hlm. 53.


43 Fajrul Munawir, dkk, Al-Qur’an (Yogyakarta : Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga,
20015), hlm 53.
sejarah yang diungkapkan adalah sejarah bangsa-bangsa yang hidup di sekitar Jazirah
Arab, peristiwa-peristiwa yang dibawakan adalah peristiwaperistiwa mereka, adat-
istiadat dan ciriciri masyarakat yang dikecam adalah yang timbul dan yang terdapat
dalam masyarakat tersebut.44

Kendatipun begitu, bukan berarti bahwa ajaran-ajaran Al-Qur’an hanya dapat


diterapkan dalam masyarakat pada waktu itu saja. Karena yang demikian itu hanya
untuk dijadikan argumentasi dakwah dan peristiwa dari sejarah umat-umat
diungkapkan sebagai pelajaran atau peringatan bagaimana perlakuan Tuhan terhadap
orang-orang yang mengikuti jejak mereka.

4. Latar Belakang Turun Ayat dan Implikasinya.

Latar belakang turun ayat atau Asbab an-Nuzul adalah “Peristiwa yang
melatarbelakangi pada saat turunnya Qur’an”. Pengertian ini dapat dipahami bahwa
ketika muncul peristiwa atau ketika adanya pertanyaan yang diajukan kepada
Rasulullah, lalu turunlah satu atau beberapa ayat dari Al-Qur’an yang didalamnya
terdapat jawaban mengenai hal tersebut. 45

Ada banyak sekali kegunaan dari mengetahui sebab turunnya ayat, di antaranya:
Pertama, mengetahui hikmah penetapan hukum. Bahwa pengetahuan tersebut
menegakkan kebaikan ummat, menghindarkan bahaya, menggali kebajikan dan
rahmat. Kedua, pengetahuan terhadap sebab turunnya ayat membantu memahami
maksud ayat dan (untuk kemudian) menafsirkan dengan benar, menghindari
pemakaian kata dan simbol yang (keluar) dari maknanya. Ketiga, di antara manfaat
mengetahui sebab turunnya ayat adalah kemudahan dalam menghafal, memahami
serta memantapkan kepastian wahyu dalam ingatan/pikiran.

Proses penurunan Al-Qur’an kepada Rasulullah SAW terdiri dari dua. Pertama
ayat yang turun dari Allah SWT terkait dengan sebab sebab khusus, semata

44 Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, hlm. 39.


45 Syaikh Manna’ Al Qaththan, Pengantar Studi Al-Qur’an, terj, Aunur Rafiq El Mazni,
(Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2007), hlm 95.
memberikan hidayah kepada makhluk menuju kebenaran yang merupakan mayoritas
ayat yang ada dalam Al-Qur’an. Kedua, ayat yang turun terkait dengan sebab-sebab
khusus. 46

Keberadaan al-Qur’an, tidak bisa terlepas dari sejarah turunnya wahyu, ini
menunjukan bahwa apa-apa yang ada dalam al-Qur’an, mempunyai latar belakang
atau alasan kenapa al-Qur’an itu diturunkan, tentu mempunyai sebab. Oleh karena itu
ayat al-Qur’an turun mempunyai sejumlah kronologis yang harus diketahui secara
detail, agar dalam memaknai ayat tidak sepotong-sepotong, dan harus sesuai dengan
kondisi suatu masyarakat di mana komunitas itu tinggal, sehingga dalam pemaknaan
tidak akan bertentangan dengan apa yang termaktub dalam kitab suci al-Qur’an,
semua persoalan harus merujuk kepada al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW.

Sejarah Islam mencatat, jejak risalah Nabi Muhammad SAW, sifat dan kaitannya
dengan ajaran nabi terdahulu, Allah menciptakan umat manusia dengan maksud dan
tujuan untuk menghambakan diri kepada-Nya. Meski Ia tidak memerlukan seseorang
agar menyembah karena tidak akan menambah arti kekuasaan-Nya. Tata cara
penyembahan tidak serta merta diserahkan secara individu, akan tetapi secara
eksplisit diterangkan oleh para nabi dan rasul-Nya. Semua nabi dan rasul menerima
tugas dari Allah yang sama, inti risalah tetap sama, hanya beberapa penjelasan praktis
yang mengalami perubahan.47

Implikasinya dari sejarah turunnya wahyu al-Qur’an akan terlihat jejak risalah
Nabi SAW, sifat dan kaitannya dengan ajaran para nabi terdahulu. Allah SWT
menciptakan umat manusia dengan satu tujuan agar menghambakan diri kepada-Nya,
meski la tidak memerlukan seseorang agar menyembah karena tidak akan menambah
arti kebesaran-Nya. Tata cara penyembahan tidak diserahkan pada individu, namun
secara eksplisit dijelaskan oleh para nabi dan rasul-Nya. Melihat bahwa semua rasul

46 Az-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi Ulum Al-Qur’an.., hlm. 111.

47 M. M. Al A’zami, Sejarah Teks al Qur’an: dari wahyu sampai kompilasi, Terjemah,


( Depok: Gema Insani Press, 2005), hlm. 43.
menerima tugas dari Pencipta yang sama, inti risalah tetap sama saja, hanya beberapa
penjelasan praktis yang mengalami perubahan. 48

Pada hakikatnya, latar belakang turunnya ayat atau asbabun-nuzul memiliki


implikasi yang sangat luas dalam berbagai khazanah penafsiran AlQur’an dari era
klasik hingga modern. Hal ini dikarenakan asbabun-nuzul berperan penting dalam
mengartikan ayat-ayat Al-Qur’an sebagaimana yang dimaksud oleh ayat-ayat itu
sendiri. Itulah sebabnya banyak orang yang terperosok kedalam kebingungan dan
keragu-raguan dikarenakan tidak mengetahui asbabun-nuzul.49

5. Nilai-Nilai Religius Dan Rabbani Dalam Penurunan Al-Qur’an Bertahap.

Ada hubungan vertical yang menyangkut nilai keimanan kepada Allah sebagai
Tuhan semesta alam dalam proses turunnya Al-Qur’an. Karena tujuan diturunkannya
Al-Qur’an secara integral adalah dalam rangka menanamkan nilai keimanan kepada
Allah secara optimal, dengan menunjukkan kemukjizatannya ditinjau dari berbagai
aspek. Dan daei aspek turunnya ayat-ayatnya secara implisit terkandung pula nilai-
nilai religious dan rabbani kea rah keimanan tersebut. 50

Dari beberapa ringkasan mengenai sejarah turunnya Al-Qur’an, tampak bahwa


proses turunnya ayat-ayat AlQur’an secara berangsur-angsur memiliki makna dan
nilai yang signifikan. Diantaranya menunjukkan bahwa proses turunnya ayat-ayat
AlQur’an sangat disesuaikan dengan keadaan masyarakat saat itu, dan bergantung
pada kebutuhan dan hajat mereka, sehingga manakala dakwah Rasulullah saw telah
menyeluruh, orang-orang berbondong-bondong memeluk agama Islam. Dan barulah
ketika itu berakhir pulalah turunnya ayat-ayat AlQur’an, sebagaimana penegasan dari

48 Yusron Masduki, Sejarah Turunnya Al-Qur’an penuh fenomenal (Muatan Nilai-Nilai


Psikologi Dalam Pendidikan), Jurnal MEDINA-TE, VOL.16, NO.1, Juni 2017, hlm. 43.
49 Cahaya Khaeroni, Sejarah Al-Qur’an, hlm.202.
50 Evi Herawati. 2005. Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Proses Turunnya Al-Qur’an Secara
Berangsur-Angsur (Studi Atas Penetapan Hukum Khamr Dalam Al-Qur’an), Skripsi. Tidak
Diterbitkan. Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta
Allah swt: “Hari ini telah Kusempurnakan agamamu dan telah Kucukupkan nikmat
untukmu serta telah Kuridhoi Islam sebagai agamamu” (Q.S. al-Maidah ayat 3).

Di antara sekian hikmah yang dapat dilihat dari turunnya Al-Qur’an secara
berkala ini, paling tidak ada empat hal yang dapat dideskripsikan sebagai berikut51:

a) Menabahkan hati Nabi SAW dan menguatkan hatinya, yang dapat dilihat dari
lima segi: 52
(1) Terbaharuinya wahyu dan berulangnya malaikat turun mengandung
kebahagiaan dan kegirangan yang memenuhi hati Rasulullah.
(2) Dapat memudahkan menghafal dan memahami hukum dan
hikmahnya, sehingga Rasulullah tenang menjaga wahyu tersebut.
(3) Setiap peristiwa yang menyertai turunnya Al-Qur’an mengandung
bentuk mukjizat yang baru.
(4) Dalam pengukuhan kebenaran beliau dan kebatilan musuh
mengandung pengulangan nikmatnya kemenangan dan kesuksesan
beliau dalam membawa kebenaran dan kesaksian terhadap yang batil.
(5) Perhatian Allah SWT kepada Nabi SAW ketika sengitnya pertikaian
antara beliau dengan musuh-musuh beliau dengan sesuatu yang dapat
meringankan sengitnya pertikaian itu.
b) Bertahap dalam mendidik umat yang sedang tumbuh, baik dari segi ilmu
maupun prakteknya. Adapun beberapa hikmahnya adalah :53
(1) Memudahkan umat Arab menghafal Al-Qur’an
(2) Menghantarkan mereka menuju kesempurnaan usaha melenyapkan
akidah-akidah sesat dan tradisi-tradisi rendah.
(3) Menghantarkan kesempurnaan berpegang teguh kepada aqidah yang
benar
(4) Menabahkan hati kaum mukmin dan mempersenjatai mereka dengan
kesabaran dan keyakinan, lantaran Al-Qur’an mengisahkan kepada
mereka kisah-kisah para nabi dan radul dan janji-jani Allah kepada
hambaNya yang saleh berupa kemenangan.

51 Fajrul Munawir, dkk, Al-Qur’an …., hlm 46.


52 Az-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi Ulum Al-Qur’an.., hlm.53.
53 Az-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi Ulum Al-Qur’an.., hlm. 55.
c) Menanggapi secara cepat setiap peristiwa dan kejadian, Allah SWT akan
menjelaskan hukum-hukum yang sesuai melalui ayat-ayat Al-Qur’an tersebut.
Adapun hikmahnya adalah :54
(1) Menjawab pertanyaan para penanya ketika mereka mengajukan
pertanyaan kepada Rasulullah SAW, contoh dalam Q.S. al-Kahfi ayat
83.
(2) Menanggapi berbagai kasus dan peristiwa tepat pada wktunya dengan
menjelaskan ketentuan Allah SWT sewaktu terjadi, contoh dalam Q.S.
al-Nur ayat 11-26.
(3) Membelalakkan penglihatan kaum muslimin terhadap pelurusan
kesalahan-kesalahan mereka dan pengarah mereka kepada yang benar
dalam waktu bersamaan. Misalnya terdapat dalam Q.S.Ali Imran ayat
121.
(4) Menyibak keadaan musuh-musuh Allah yang munafik dan membuka
kedok mereka kepada Nabi SAW dan kamu muslimin, agar dapat
bersikap dengan baik sehingga aman dari keburukan musuh dan yang
mau bertaubat akan bertaubat. Contoh dalam Q.S.al-Baqarah ayat 8.
d) Menunjukkan sumber al-Qur’an, dan bahwa ia merupakan Kalamullah
samata. Tidak mungkin ia merupakan kalam Muhammad SAW atau makhluk
selainnya. Buktinya adalah kukuh rangkaiannya, halus susunannya, kuat
polanya,teguh keterkaitannya, antara satu dengan yang lainnya saling
berpegangan atau terjalin erat baik dalam surat surat, ayat ayat,kalimat
kalimat, yang didalamnya mengalir darah kemukjizatan.55
C. Penutup

Dapat disimpulkan bahwa ada tiga cara turunnya wahyu kepada para Nabi, yang
pertama melalui mimpi yang benar (ru’ya ash-shadiqah fi al-manam), kedua dari
balik tabir (min wara’ hijab), yang ketiga melalui perantara Malaikat seperti Malaikat
Jilbril AS.

54 Az-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi Ulum Al-Qur’an.., hlm. 58.


55 Az-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi Ulum Al-Qur’an.., hlm. 60.
Pembukuan Al-Qur’an atau disebut juga dengan pengumpulan Al-Qur’an (jam’u
Al-Qur’an) ada dua hal: Pertama, penghafalan Al-Qur’an (hifdzuhu fi as-shudur), dan
kedua: penulisannya huruf demi huruf, ayat demi ayat, dan surat demi surat, baik
dalam lembaran-lembaran yang masih terpisah-pisah maupun dalam lembaran-
lembaran yang sudah dibukukan dalam satu mushhaf (jam’uhu fi as-suthur).
Pengumpulan Al-Qur’an dalam sejarahnya berlangsung dalam tiga periode, periode
pertama pada masa Kenabian Rasulullah SAW, pada masa khalifah Abu Bakar Ash-
Shidiq, dan pada masa khalifah Utsman ibn Affan.

Para ulama membagi sejarah turunnya Al-Qur’an dalam dua periode: (1) Periode
sebelum hijrah (ayat-ayat makkiyyah); dan (2) periode sesudah hijrah (ayat-ayat
madaniyyah). Adapun tahapan penurunan Al-Qur’an menurut Az-Zarqani adalah Ke
Lauh al-Mahfudz, Ke Bait al-Izzah di Langit Dunia, Dan Penurunannya melalui
Malaikat Jibril.

Masa nuzul Al-Qur’an dimulai sejak Nabi Muhammad diutus sebagai Rasul hingga
berakhir beberapa saat sebelum kewafatan beliau selama kurun waktu 20-25 tahun
tersebut diturunkan secara berangsur-angsur. Hal tersebut ditegaskan dalam Q.S. al-
Isra’ ayat 106 dan juga Q.S. al-Furqan ayat 32:

‫وقَمقرآْلناخ فوقرقَققونماخهر هلتوققرأوهر عولى اللنماخهس علوى مقك ب‬


( 106 :‫ث وونوقلزلقونماخهرم توققنمهزيآلل )السراء‬ ‫و ه م‬ ‫و ق و م وم و‬

‫ك لهنممثوبل ه‬‫هه‬ ‫ه‬ ‫ه‬ ‫ه‬


‫ت بهه فمقوؤاودوك ووورتلققلونماخهرم‬
‫وووقَاخول الذيآونم وكوفخمروا لوقوول نقملزول وعلوقيحه القمققرآْمن مجقلوةل وواحودلة وكوذل و و‬
(32:‫توققرتهيحلل)الفخرقَاخن‬

Pengertian Asbab an-Nuzul ini dapat dipahami bahwa ketika muncul peristiwa
atau ketika adanya pertanyaan yang diajukan kepada Rasulullah, lalu turunlah satu
atau beberapa ayat dari Al-Qur’an yang didalamnya terdapat jawaban mengenai hal
tersebut. Proses penurunan Al-Qur’an kepada Rasulullah SAW terdiri dari dua.
Pertama ayat yang turun dari Allah SWT terkait dengan sebab sebab khusus, semata
memberikan hidayah kepada makhluk menuju kebenaran yang merupakan mayoritas
ayat yang ada dalam Al-Qur’an. Kedua, ayat yang turun terkait dengan sebab-sebab
khusus.

Di antara sekian hikmah yang dapat dilihat dari turunnya Al-Qur’an secara
berkala ini, paling tidak ada empat hal yang dapat dideskripsikan sebagai berikut:

a) Menabahkan hati Nabi SAW dan menguatkan hatinya.


b) Bertahap dalam mendidik umat yang sedang tumbuh, baik dari segi ilmu
maupun prakteknya.
c) Menanggapi secara cepat setiap peristiwa dan kejadian, Allah SWT akan
menjelaskan hukum-hukum yang sesuai melalui ayat-ayat Al-Qur’an tersebut.
d) Menunjukkan sumber al-Qur’an, dan bahwa ia merupakan Kalamullah
samata. Tidak mungkin ia merupakan kalam Muhammad SAW atau makhluk
selainnya. Buktinya adalah kukuh rangkaiannya, halus susunannya, kuat
polanya,teguh keterkaitannya, antara satu dengan yang lainnya saling
berpegangan atau terjalin erat baik dalam surat surat, ayat ayat,kalimat
kalimat, yang didalamnya mengalir darah kemukjizatan.
D. Daftar Pustaka

Thabathaba’I, Alamah M.H, Mengungkap Rahasia Al-Qur’an ( Bandung: Mizan,


1987).

Hadliri SP, Choiruddin, Klasifikasi Kandungan Al Qur’an (Jakarta, Gema Insani


Press, 1993).

Khaeroni, Cahaya , Sejarah Al-Qur’an: Uraian Analitis, Kronologis, dan Naratif


tentang Sejarah Kodifikasi Al-Qur’an, Jurnal HISTORIA Volume 5, Nomor 2,
Tahun 2017, ISSN 2337-4713 (e-ISSN 2442-8728).

Al-Qaththan, Manna’ , Mabahits fi Ulum Qur’an (Riyadh: Muassasah ar-


Risalah,1976).

Abidin, Zainal, Seluk Beluk Al-Qur’an (Jakarta: Melton Putra Offset, 1992).
Muhammad ibn Ahmad Al-Mahalli, Jalal ad-Din, dan ‘Abd ar-Rahman ibn Abi
Bakar as-Suyuthi, Jalal ad-Din, Tafsir al-Jalalain, (Maktabah Syamilah) jilid
9.

Ilyas, Yunahar , Kuliah Ulumul Qur’an (Yogyakarta: ITQAN Publishing, 2013).

Khalil Qaththan, Manna’, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an, terjemahan Mudzzakir (Jakarta:


Litera Antar Nusa, cet ke-8 tahun 2004).

Masduki, Yusron, Sejarah Turunnya Al-qUran Penuh Fenomenal, Jurnal MEDINA-


TE, VOL.16, NO.1, Juni 2017.

Abduh Tuasikal, Muhammad , Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat, Buletin


Rumaysho.com Edisi ke-34 terbit 11-05-2018.

Mubarakpuri, Safi-ur-Rahman, Ar-Rahiq Al-Makhtum: Sirah Nabawiyah, penerjemah


Faris Khairul Anam (Jakarta: Qisthi Press, 2014).

‘Abd al-‘Azhim az-Zarqani, Muhammad , Manahil al-‘Irfan fi Ulum Al-Qur’an


(Beirut: Dar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyah, t.t), jilid 1.
Ash-Shalih, Shubhi , Mabahits fi Ulum Al-Qur’an (Beirut: Dar al-‘Ilmi li al-Malayin,
1977).
Nasruddin, Sejarah Penulisan Al-Qur’an (Kajian Antropologi Budaya), Jurnal Rihlah
Vol. II No. 1 Mei 2015.

https://id.wikipedia.org/wiki/Pertempuran_Yamamah

Abu Syahbah, Muhammad , Al-Madkhal li Dirasah Al-Qur’an Al-Karim (Cairo: Al-


Qahirah Al-Haditsah lit Thaba’ah, 1973), cet. Ke-2.

Shihab, Quraish , Membumikan Al-Qur’an ; fungsi dan Peran Wahyu dalam


Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 2006).

Munawir, Fajrul, dkk, Al-Qur’an (Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga,
2005)
Al Qaththan, Syaikh Manna’, Pengantar Studi Al-Qur’an, terj, Aunur Rafiq El
Mazni, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2007).
Al A’zami, M. M, Sejarah Teks al Qur’an: dari wahyu sampai kompilasi, Terjemah,
( Depok: Gema Insani Press, 2005).

Evi Herawati. 2005. Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Proses Turunnya Al-Qur’an


Secara Berangsur-Angsur (Studi Atas Penetapan Hukum Khamr Dalam Al-
Qur’an), Skripsi. Tidak Diterbitkan. Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan.
UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai