Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Islam adalah agama yang sempurna yang tentunya sudah memiliki aturan dan
hukum yang harus dipatuhi dan dijalankan oleh seluruh umatnya. Setiap aturan dan hukum
memiliki sumber-sumbernya sendiri sebagai pedoman dan pelaksananya. Kehadiran agama
Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW diyakini dapat menjamin terwujudnya
kehidupan manusia yang lebih baik, sejahtera lahir dan batin.1
Sumber ajaran islam ialah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, atau
pedoman syariat islam. Ajaran Islam adalah pengembangan agama Islam. Agama Islam
bersumber dari Al-Quran yang memuat wahyu Allah dan al-Hadis yang memuat Sunnah
Rasulullah. Komponen utama agama Islam atau unsur utama ajaran agama Islam (akidah,
syari’ah dan akhlak) dikembangkan dengan rakyu atau akal pikiran manusia yang
memenuhi syarat untuk mengembangkannya.
Mempelajari agama Islam merupakan fardhu ’ain , yakni kewajiban pribadi setiap
muslim dan muslimah, sedang mengkaji ajaran Islam terutama yang dikembangkan oleh
akal pikiran manusia, diwajibkan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat.
Berijtihad adalah berusaha sungguh-sungguh dengan memperguna kan seluruh
kemampuan akal pikiran, pengetahuan dan pengalaman manusia yang memenuhi syarat
untuk mengkaji dan memahami wahyu dan sunnah serta mengalirkan ajaran, termasuk
ajaran mengenai hukum (fikih) Islam dari keduanya.
Dalam upaya memahami ajaran Islam, berbagai aspek yang berkenaan dengan
Islam perlu dikaji secara seksama, sehingga dapat menghasilkan pemahaman Islam yang
komprehensif. Hal ini penting dilakukan, karena kualitas pemahaman ke Islaman seseorang
akan mempengaruhi pola pikir, sikap, dan tindakan ke Islaman yang bersangkutan. Untuk
itu uraian di bawah ini diarahkan untuk mendapatkan pemahaman tentang Islam.2

1.2. Rumusan Masalah


1 Baihaqi Annizar, “Sumber Ajaran Islam”, http://baihaqi-annizar.blogspot.co.id/2014/11/Sumber-Ajaran-Islam.html
2 “Makalah Lengkap Sumber – sumber Ajaran Islam, https://deqwan1.blogspot.co.id/2014/12/makalah-lengkap-sumber-
sumber-ajaran-islam.html

1
1. Apa Sumber Ajaran Agama Islam
2. Apa Pokok Ajaran Agama Islam

1.3. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Ajaran Agama Islam


2. Untuk Mengetahui Pokok Agama Islam

BAB II
2
PEMBAHASAN

2.1. Sumber Ajaran Islam


Sumber ajaran Islam adalah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, atau
pedoman syariat Islam. Sumber ajaran Islam dirumuskan dengan jelas oleh Rasulullah
SAW.. Sumber ajaran Islam terdiri dari sumber ajaran Islam primer dan sumber ajaran
Islam sekunder. Sumber ajaran Islam primer terdiri dari Al – Quran dan Al – Hadits.
Sumber ajaran Islam sekunder berasal dari Ra’yu atau akal pikiran manusia yang
memenuhi syarat untuk berijtihad.
Adapun penjelasan sumber ajaran Islam primer dan sekunder sebagai berikut.
1. Al Qur’an

Al Qur’an berasal dari kata qaraa yang berarti bacaan atau sesuatu yang dibaca.
Secara terminologis Al Qur,an adalah kalamullah yang diturunkan kepada nabi terakhir
Muhammad Saw. melalui perantaraan malaikat Jibril. Al Quran tertulis dalam mushaf dan
sampai kepada manusia secara mutawatir. Membacanya bernilai ibadah, Diawali dengan
surat Al Fatihah dan ditutup dengan surat An Nas.3

Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala :

Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan


(membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka
ikutilah bacaannya itu. QS. Al Qiyamah, 75 : 17-18 4

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa :


Pertama, Al Qur’an adalah kalamullah atau Firman Allah, bukan ucapan nabi atau
manusia lainnya. Tidak ada sepatah kata pun ucapan nabi dalam Al qur’an. Pada saat Al
Qur’an diturunkan, Nabi melarang para sahabatnya untuk menghafal atau mencatat,
apalagi mengumpulkan ucapannya, beliau hanya menyuruh menghafal dan menulis Al
Qur’an. Hal ini semata – mata untuk menjaga kemurnian firman Allah.
Kedua, Al Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad, yaitu Muhammad bin
Abdullah yang dilahirkan di Mekah pada tahu 571 M, Rasul yang terakhir, penutup segala
wahyu yang diturnkan Allah ke muka bumi, sebagaimana firman-Nya :

3 Drs. A. Toto Suryana Af. M.Pd. dkk, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, Tiga Mutiara,
Bandung, 1997 hlm. 41
4 Adep Tamyiz, S.Ag., Pendidikan Agama Islam, Penerbit Polban, bandung, 2003 hlm. 27

3
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi
dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu. (QS. Al Azhab, 33:40)
Ketiga, Al Qur’an diturunkan Allah melalui perantara malaikat Jibril secara
berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari kepada Nabi Muhammad.
Keempat, Al Qur’an dikumpulkan dalam mushaf yang sejak masa turunnya
dihafalkan dan ditulis oleh para sahabat kemudian dikumpulkan dalam satu mushaf yang
seluruhnya berisi 6666 ayat dan 114 surat.
Kelima, Al Qur’an itu sampai kepada umat Islam secara mutawatir, atau terus
menerus diturunkan dari generasi ke generasi dalam keadaan tetap dan terjaga, baik huruf
maupun kalimat-kalimat yang ada di dalamnya, sehingga keaslian Al Qur’an tetap terjamin
sepanjang masa.
Keenam, membaca Al Qur,an bernilai ibadah bagi pembaca dan pendengarnya.
Ketujuh, Al Qur’an dimulai dengan surat Al Fatihan dan diakhiri dengan surat An
nas. Ini mengandung arti bahwa susunan surat dan ayat Al Qur’an bersifat tetap sejak
diturunkannya sampai akhir zaman.5

A. Nama – nama Al Qur’an

a. Al Qur,an, kata Al Qur’an sebagai nama kitab ini disebutkan dalam firman
Allah:

Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan
melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan
perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir. (QS.
Al Hasyr 59 : 21)

5 Drs. A. Toto Suryana Af. M.Pd. dkk, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, Tiga Mutiara,
Bandung, 1997 hlm 42-43

4
b. Al Furqan artinya pembeda atau pemisah, yaitu kitab yang membedakan
antar yang hak dan batil. Penamaan ini terungkap dalam firman Allah:

Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar
dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (QS. Al Furqan 25 : 1)

c. Azzikra artinya peringatan, yaitu kitab yang berisi peringatan Allah kepada
manusia. Penamaan ini terungkap dalam firman Allah:

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-


benar memeliharanya. (QS. Al Hijr, 15:9) 6
d. Al kitab artinya tulisan atau yang ditulis, yaitu kitab yang ditulis dalam
mushaf. Penamaan ini terungkap dalam firman Allah:

Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al-Quran)
dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya (QS. Al Kahfi, 18:1) 6

B. Fungsi dan Peran Al Qur’an


a. Al Qur’an sebagai petunjuk
Al Qur’an memberikan petunjuk ke arah pencapaian kebahagiaan, yaitu
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kebahagiaan yang hendak dicapai bukanlah kebahagiaan
berdasarkan perkiraan pikiran manusia aja, melainkan kebahagiaan yang abadi. Al Qur’an

memberikan petunjuk yang jelas, yaitu meletakkan seluruh aspek kehidupan dalam
kerangka ibadah kepada Allah Ta’ala, sebagaimana Firman-Nya:7

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-
Ku. (QS. Adz Zariyat, 51:56)

6 Drs. A. Toto Suryana Af. M.Pd. dkk, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, Tiga Mutiara,
Bandung, 1997 hlm 43-44
7 Adep Tamyiz, S.Ag., Pendidikan Agama Islam, Penerbit Polban, bandung, 2003 hlm 29

5
b. Al Qur’an sebagai Pedoman / Arahan yang jelas
Manusia dalam melaksanakan tugas hidupnya, memerlukan suatu pedoman yang
jelas, yakni suatu arahan dalam rangka melaksanakan tugas hidupnyasebagai makhluk
Allah Ta’ala. Isyarat tersebut diungkapkan oleh Allah Ta’ala dalam Al Qur’an7

Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka
dihimpunkan. (QS. AL An’am, 6:38)
Berdasarkan ayat di atas tampak bahwa Al Qur’an berfungsi memberikan
penjelasan kepada manusia tentang segala sesuatu. Hal ini berarti bahwa dalam Al Qur’an
telah ada pokok-pokok agama, norma-norma, hokum-hukum, dan pokok-pokok segala
sesuatu yang dapat membawa manusia kea rah kebahagiaan di dunia dan akhirat.8

Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS. An
Nahl, 16:89)

Dalam ayat tersebut dikemukakan pula bahwa Al Qur’an berfungsi memberi


petunjuk, rahmat, dan menyampaikan kambar gembira kepada manusia yang berserah diri.
Al Qur’an menjelaskan apa yang tidak dapat diketahui manusia, seperti hal-hal yang gaib.
Memberi petunjuk berarti membimbing dan mengarahkan manusia pada tujuan yang
seharusnya dicapai dalam kehidupannya, sehingga tidak salah dalam memilih jalan yang
akan ditempuhnya, yaitu mencapai keridhoan Allah Swt. Memberi rahmat adalah Al
Qur’an membawa manusia ke dalam kasih saying Allah, sehingga apa yang dilakukan
manusia senantiasa berada dijalan yang disenangi Allah.
Adapun yang dimaksud kabar gembira adalah bahwa Al Qur’an memberi harapan –
harapan masa depan bagi orang – orang yang beriman, tunduk, dan patuh kepada aturan
Allah.8

8 Drs. A. Toto Suryana Af. M.Pd. dkk, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, Tiga Mutiara,
Bandung, 1997 hlm 45

6
c. Al Qur’an sebagai Syifa (obat)
Allah Ta’ala berfirman :

Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-
orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim
selain kerugian. (QS. Al Isra 17: 82)
Syifa artinya obat, penawar atau penyembuh. Sasaran dari penyembuhan ini adalah
hati, yaitu memberikan penyembuhan terhadap segala penyakit hati yang membuat
manusia menderita penyakit rohaniah.8

C. Isi Kandungan Al Qur’an


Pokok – pokok isi Al Qur’an dapat dikelompokkan atas lima perkara, sebagaimana
dikemukakan oleh Muhammad Rasyid Ridha :
“Al Qur’an diturunkan hanya membawa lima perkara saja (Abdul Aziz 1988: 17)
Isi Al Qur’an yang lima perkara itu adalah :
1) Tentang Aqidah Tauhid : Tauhid sebagai salah satu hak Allah Ta’ala dari
sejumlah hak-Nya telah diajarkan kepada manusia sejak Nabi ada Alaihi Sallam hingga
Nabi-nabi sesudahnya. Al Qur’an diturnkan sebagai pelurus Aqidah Tauhid manusia yang
dalam Al Qur;an itu telah digariskan bahwa aqidah yang benar adalah percaya terhadap
Allah ta’ala, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitan-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari Kiamat, serta
percaya terhadap Qadha dan Qadar Allah Swt.
2) Tentang Wa’du dan Wa’id (janji dan ancaman) ; Allah ta’ala melalui Al
Qur’an menjanjikan kepada manusia yang beriman dan selalu mengikuti semua petunjuk-
Nya, akan memperoleh kebahagiaan hidup di dunia da akhirat. Sebaliknya Allah Ta’ala
mengancam terhadap manusia yang ingkar kepada-Nya dan memusuhi Nabi da Rasul-Nya
serta melanggar perintah dan larangan-larangan-Nya, akan mendapat siksa berupa
kesengsaraan hidup baik di dunia maupun di akhirat.
3) Tentang Ibadah ; Ibadah bagi manusia disamping menjadi tujuan hidupnya,
juga berfungsi sebagai bukti nyata syukurnya kepada Allah Ta’ala atas segala nikmat dan
karunia-Nya yang telah diberikan-Nya. Tidak cukup bagi manusia hanya menyatakan

7
beriman, tanpa dibuktikan dan disertai amal ibadah. Juga tidak cukup manusia beribadah
tanpa didasari iman yang benra sesuai ajaran Tauhid.
4) Tentang jalan dan cara mencapai kebahagiaan, Al Qur’an mengandung
hokum-hukum yang mengatur tata cara pergaulan hidup bermasyarakat untuk mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat.
5) Tentang sejarah umat masa lalu; dalam Al Qur’an terdapat kisah para
Nabi/Rasul dan orang-orang shalih lainnya agar kita dapat mengambil hikmah dan
pelajaran yang baik serta mencontohnya, Al qur’an juga memuat kisah orang durhaka agar
manusia menjauhi perbuatan tersebut dan menjadikannya peringatan. (Abdul Aziz, 1988 :
17-18) 9

2. Al – Sunnah
1) Pengertian dan Penggolongan Sunnah

Sunnah menurut bahasa adalah perjalanan, pekerjaan atau cara. Menurut istilah,
sunnah berarti perkataan Nabi SAW., perbuatan dan keterangannya (taqrir), yaitu sesuatu
yang dikatakan atau diperbuat sahabat dan ditetapkan oleh Nabi.10

Istilah untuk Al – Hadits sendiri, selain As Sunnah juga disebut Al Khabar dan Al
Atsar, terhadap hal itu kebanyakan para Muhadditsin berpendapat hanya sebagai murodif
(sinonim).

Berdasarkan penjelasan diatas, sunnah dibagi tiga, yaitu sebagai berikut.

a. Sunnah Qauliyah (‫)قولية‬

Sunnah Qauliyah adalah sunnah dalam bentuk perkataan atau ucapan Rasulullah
SAW. yang menerangkan hukum – hukum dan maksud Al – Quran.11

Contoh perkataan Nabi SAW yang mengajarkan manusia agar mau meninggalkan
hal – hal yang tidak berfaedah.

”termasuk hal yang dapat menyempurnakan kesilaman seseorang ialah kerelaannya untuk
meninggalkan yang tak berguna”. HR. Bukhari.

9 Adep Tamyiz, S.Ag., Pendidikan Agama Islam, Penerbit Polban, bandung, 2003 hlm 28
10 Drs. A. Toto Suryana Af. M.Pd., dkk., Pendidikan Agama Islam, Tiga Mutiara, Bandung, 1997, hlm. 57.
11 Drs. A. Toto Suryana Af. M.Pd., dkk., loc. Cit.

8
b. Sunnah Fi’ liyah (‫)فعلية‬

Al – Hadits Fi’ liyah adalah perbuatan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa


Sallam yang merupakan penjelasan praktis terhadap peraturan – peraturan syariah yang
belum jelas cara pelaksanannya.(Adep Tamyiz, 2003)

Contohnya hadits berikut

“Konon Rasulullah SAW bersembayang diatas kendaraan (dengan menghadap qiblat :


menurut kendaraan itu menghadap, apabila beliau hendak sembahyang fardlu, beliau
turung sebentar, terus menghadap qiblat”. HR. Bukhari

c. Sunnah Taqririyah (‫)تقريرية‬

Sunnah Taqririyah adalah ketetapan Nabi, yaitu diamnya Nabi atas perkataan atau
perbuatan sahabat; tidak ditegur atau dilarangnya.12

Contoh taqrir Nabi Muhammad SAW., ketika Khalid bin Walid menyantap jamuan
daging biawak.

…”tidak (maaf) berhubung binatang ini tidak terdapat di kaumku, aku jijik padanya!”.
Kata Khalid : “segera aku memotongnya dan memakannya, sedang Rasulullah SAW
melihat kepadaku”. HR. Bukhari dan Muslim

d. Sifat, Keadaan dan Himmah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam13


Sifat – sifat dan keadaan beliau yang termasuk unsur Al – Hadits, ialah:
 Sifat – sifat beliau yang dilukiskan oleh oleh para sahabat dan ahli tarikh,
seperti sifat – sifat dan bentuk jasmaniyah beliau.
Contoh sifat dan bentuk jasmaniyah Rasulullah SAW., yang digambarkan oleh
shahabat Anas Radiyallahu Anha sebagai berikut:

...”Rasulullah adalah sebaik-baik manusia mengenai paras mukanya dan bentuk


tubuhnya. Beliau bukan orang yang tinggi dan bukan orang pendek” HR. Bukhari dan
Muslim

 Silsilah, nama dan tahun kelahiran yang telah ditetapkan oleh para shahabat
dan ahli tarikh.
Contoh

“Aku dan Rasulullah SAW dilahirkan pada tahun gajah”. HR. At-Turmudzi

12 Drs. A. Toto Suryana Af. M.Pd., dkk., Pendidikan Agama Islam, Tiga Mutiara, Bandung, 1997, hlm. 57.
13 Adep Tamyiz, S.Ag., Pendidikan Agama Islam Untuk Politkenik, Politeknik Negeri Bandung, 2003, hlm. 36.

9
 Himmah (hasrat/ cita – cita) beliau yang belum sempat direalisasikan.
Misal

”Dikala Rasulullah SAW berpuasa pada hari As-Syura’ dan memerintakan untuk dipuasai.
Para sahabat menghadap kepada nabi, merka berkata : “ya Rasulullah, bahwa hari ini
adalah hari yang diagungkan oleh orang yahudi dan nasrani”. Sahut Rasulullah : “Tahun
yang akan datang, Insya Allah aku akan berpuasa tanggal Sembilan”. HR. Muslim dan
Abu Daud

2) Korelasi Al – Quran dan As – Sunnah

Alquran adalah sumber ajaran pokok. Sedangkan As-sunnah sumber kedua setelah
Alquran. Seorang muslim tidak bisa hanya menggunakan Alquran. Ia harus jga percaya As-
Sunnah sebagai sumber ajaran hokum dan sumber hokum. Kandungan Alquran masih
bersifat global, perlu perincia operasional. Keharusan menggunakan As-Sunnah banyak
diungkapkan oleh Alquran antara lain :

Hai orang-orang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul dan janganlah
kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu. (QS. Muhammad, 47:33)

Taat kepada Allah adalah mengikuti perintah yang tercantum dalam Alquran dan
taat kepada rasul adalah mengikuti sunnahnya. Alqurab dan As-sunnah merupakan rujukan
yang pasti dan tetep bagi segala macam perselisihan yang timbul dikalangan umat Islam
sehingga tidak melahirkan pertentangan dab permusuhan, friman Allah

Hai orang-orang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan Ulil Amri diantara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalilah kepada Allah
(Alquran) dan Rasul (sunnahnya). Jika kamu benar benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian . yang demikian ini lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-
Nisa, 4:59)

Dalam ayat diatas dengan jelas disebutkan bahwa rujukan untuk menyeselasaikan
perselisihan pendapat, yaitu kembali ke Al-Quran dan As-Sunnah. Diasmping itu, As-

10
Sunnah merupakan rujukan perilaku yang dikehendaki oleh Al-Quran. Segala yang
diinginkan Al-Quran dapat dilihat dari apa yang dilakukan oleh Rasul. Beliau menjadi
teladan yang nyata bagi seluruh kaum muslimin, sebagaimana friman Allah:

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan ia
banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab:21)

Adapun hubungan antara Al-Quran dan As-Sunnah sebagai berikut:

a. As-Sunnah menguatkan hokum yang ditetapkan Al-Quran. Di sini As-


Sunnah memperkuat dan memperkokoh hokum yang dinyatakan oleh Al-Quran. Misalnya,
Al-Quran menetapkan hukum puasa dalam firman-Nya :

Hai orang orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang orrang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah, 2:183)

dan As-Sunnah menguatkan kewajiban puasa tersebut dalam sabda Rasul:

Islam didirikan diatas lima perkara: persaksian bahwa tidak ada tuhan selai Allah dan
Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan solat, membayar zakat, puasa pada bulan
Ramadhan dan naik haji ke baitullah. (HR. Bukhari dan Muslim)

b. As-Sunnah memberikan rincian terhadap pernyataan Al-Quran yang


bersifat global. Misalnya Al-Quran menyatakan perintah solat dalam firman-Nya

Dan dirikanlah oleh kamu solat dan bayarkanlah zakat…. (QS. Al-Baqarah, 2:110)

Solat dalam ayat di atas masih bersifat umum, As-Sunnah merincinya secara
operasional. Misalnya solat yang hukumnya wajib dan sunnat, sabda Rasul yang artinya:

11
Dari Thalhah bin Ubaidillah: Bahawasanya telah datang seorang arab badui kepada
Rasulullah SAW. Dan berkata: wahai Rasulullah beritakukan kepadaku solat apa yang
difardukan untukku ? Rasul berkata: solat lima waktu, yang lainnya adalah sunnah…..
(HR. Bukhari dan Muslim)

Al-Quran tidak menjelaskan kewajiban secara rinci, baik bacaan maupun


gerakannya. Hal ini dijelaskan secara terperinci oleh As-Sunnah, antara lain dalam sabda
Rasul berikut :

Solatlah kamu sekalian sebagaimana kalian melihat aku sholat. (HR. Bukhari)

c. Membatasi kemutlakan yang dinyatakan oleh Al-Quran. Misanya Al-Quran


mensyariatkan wasiat dalam firman-Nya:

Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan tanda tanda maut, jika
dia meninggalkan harta yang banyak, berwasiatlah untuk ibu bapak dan karib kerabatnya
secara makruf. Ini adalah kewajiban atas orang orang yang bertaqwa. (QS. Al-Baqarah,
2:180)

As-Sunnah memberikan batas mengenai banyaknya wasiat agar tidak


melampaui sepertiga dari hartanya yang ditinggalkan. Hal ini disampaikan Rasul dalam
hadist yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Saad bin Abi Waqash Ra. Beliau
bertanya kepada Rasulullah kepada jumlah wasiatnya. Rasulullah melarang memberikan
wasiat seluruhnya, atau setengah. Beliau menyetujui memberikan sepertiga dari harta yang
ditinggalkan

d. As-Sunnah memberikan pengecuailan terhadap pernyataan Al-Quran yang


bersifat umum. Misalnya Al-Quran mengharaman bangkai dan darah dalam firman-Nya

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, daging yang disembelih
atas nama selain Allah, yang dipukul, yang dicekik, yang jatuh, yang ditanduk, yang
dimakan binatan buas kecuali yang kamu semat menyembelihnya, dan yang disembelih
untuk berhala. Dan diharamkan pula bagimu mengundi nasib dengan anak panah, karena
itu sebagai kefasikan. (QS. Al-Maidah, 5:3)

12
As-Sunah memberikan pengecuaian dengan membolehkan memakan jenis
bangkai tertentu, bangkai ikan, belalang, dan darah tertentu (hati dan limpa) sebagaimana
sabda Rasulullah:

Dari Ibnu Umar Ra. Rasulullah bersabda: dihalalkan kepada kita dua Bangka dan dua
darah. Adapun dua bangkai adalah ikan dan belalang dan dua darah adalah hati dan
limpa. (HR. Ahmad, Asy-Safii, Ibn Majah, baihaki dan darukukhni)

e. As-sunnah menetapkan hokum baru yang tidak titetapkan oleh al-Quran. Al-
Quran bersifat global, banyak hal hukumnya yang tidak ditetapkan secara pasti. Dalam hal
ini, As-sunnah berperan menetapkan hokum yang belum ditetapkan oleh Al-Quran,
misalnya Sunah dibawah ini:

Rasulullah melarang semua yang mempunyai taring daari binatang dan semua burung
yang bercakar. (HR. Muslim dari Ibn Abbas).

3) Perbedaan Al – Quran dan As – Sunnah

a. Kebenaran Al – Quran bersifat mutlak (qath’i) dan hadits bersifat dzanni.


Kebenaran Al – Quran bersifat mutlak (qath’i) ini dikarenakan kebenarannya dijamin oleh
Allah sendiri dimulai dari pertama diturunkan hingga sekarang tidak ada campur tangan
manusia dan tidak ada celah untuk dikurangi, ditambahkan atau dirubah. Sedangkan As –
Sunnah atau Al – Hadits dikumpulkan lama setelah Nabi meninggal sehingga tidak dapat
dipungkiri ada yang menambah, mengurangi, atau bahkan memalsukan. Karena itulah

13
hadits ada yang diterima (maqbul) dan ada pula yang ditolak (mardud) atau diduga hadits
palsu.14
b. Semua ayat Al – Quran dijadikan pedoman hidup, sedangkan hadits tidak.
Semua ayat Al – Quran dijadikan pedoman hidup dan harus dilaksanakan oleh setiap
muslim. Sedangkan hadits tidak, ini dikarenakan hanya hadits sahih saja yang digunakan
sebagai pedomaan hidup dan sumber hukum umat muslim, di luar itu tidak.
c. Al – Quran autentik sedangkan hadis tidak
Seluruh lafadz dan makna ayat Al – Quran autentik, Al – Quran diturunkan oleh Allah ke
Nabi SAW melalui malaikat Jibril dan berada dalam pengawasan Allah sepenuhnya, ini
menjamin Al – Quran di lauhil mahfudz dengan Al – Quran yang diturunkan kepada Nabi
SAW sama persis. Sedangkan hadits, lafadz dan maknanya tidak autentik sehingga ssering
terjadi perbedaan pendapat antara perawi satu dan perawi lainnya.

4) Macam – macam Hadits


a. Dari segi jumlah orang yang meriwayatkannya15
1) Hadits Mutawatir

Hadits Mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan sejumlah orang secara terus
menerus tak putus dan secara adat para perawinya tidak mungkin berbohong.

2) Hadits Masyhur

Hadits Masyhur adalah hadits yang diriwayatkan sejumlah orang tetapi tidak
mencapai derajat mutawatir.

3) Hadits Ahad

Hadits Ahad adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang, dua orang, atau lebih
tetapi tidak mencapai syarat masyhur dan mutawatir.

b. Dari segi kualitas (diterima atau ditolaknya)


1) Hadits Sahih

Hadits Shahih adalah hadits yang sanadnya tidak terputus, diriwayatkan oleh orang
– orang yang adil, sempurna ingatannya, kuat hafalannya, tidak cacat, dan tidak
bertentangan dengan dalil atau periwayatan yang lebih kuat.16

Syarat hadits sahih17:


 Sanadnya bersambung dan tidak terputus – putus
14 Drs. A. Toto Suryana Af. M.Pd., dkk., Pendidikan Agama Islam, Tiga Mutiara, Bandung, 1997, hlm. 63.
15 Drs. A. Toto Suryana Af. M.Pd., dkk., Pendidikan Agama Islam, Tiga Mutiara, Bandung, 1997, hlm. 64.
16Drs. A. Toto Suryana Af. M.Pd., dkk., loc. cit.

17 Ibid., hlm. 64 – 65.

14
 Orang yang meriwayatkannya bersifat adil, berpegang teguh kepada agama,
baik akhlaknya, dan jauh dari sifat fasik
 Periwayat sempurna ingatannya dan hafalannya kuat (dhabit)
 Periwayat tidak ditolak oleh ahli – ahli hadits
2) Hadits Hasan

Hadits hasan adalah hadits yang memenuhi syarat hadits sahih, tetapi orang yang
meriwayatkannya kurang kuat ingatannya atau kurang baik hafalannya.18

3) Hadits Dhaif

Hadits dhaif adalah hadits yang tidak lengkap syaratnya atau tidak memiliki syarat
yang terdapat dalam hadits sahih atau hadits hasan.19

1. Ijtihad

1. Pengertian

Alquran berisi aturan-aturan atau hukum-hukum yang bersifat global, karena itu
maksud Alquran dijelaskan oleh As-Sunnah. Sekalipun demikian, masih banyak persoalan
yang dihadapi oleh manusia yang tidak ditetapkan pasti dalam Alquran maupun As-
Sunnah. Disini diperlukan hukum yang mengatur manusia agar tidak keluar dari syariat.
Untuk diperlukan kajian terus menerus terhadap Alquran dan As-Sunnah untuk memberi
kepastian hukum terhadap suatu tindakan manusia yang belum diatur dalam Alquran dan
As-Sunnah secara pasti. Dalam menetapkan hukum yang belum diatur secara pasti dalam
Alquran dan As-Sunnah, manusia didorong untuk menggunakan akal pikirannya (rakyu).
Akal pikiran digunakan dalam menetapkan hukum melalui ijtihad.
Dari segi bahasa, Ijtihad berarti sungguh-sungguh. Menurut istilah Ulama Fiqih,
Ijtihad adalah mengerahkan segenap kemampuan berpikir untuk mencari atau menetapkan
hukum-hukum syara, dari dalil-dalilnya yang tafshili (terinci). Menurut istilah Ulama
Ushul Fiqih, Ijtihad ialah mengerahkan segenap kemampuan secara maksimal untuk
mengistimbatkan (menetapkan) hukum atau untuk menerapkan hukum.

Kebenaran hasil Ijtihad tidak bersifat mutlak, melainkan dzanniyah (persangkaan


kuat kepada benar). Oleh karena itu, mungkin saja antara satu mujtahid dengan mujtahid
lain hasilnya berbeda. Hali ini disebabkan perbedaan pengalaman, ilmu serta adat

18 Drs. A. Toto Suryana Af. M.Pd., dkk., Pendidikan Agama Islam, Tiga Mutiara, Bandung, 1997, hlm. 65.
19 Drs. A. Toto Suryana Af. M.Pd., dkk., loct. cit.

15
kebiasaan yang berpengaruh kepada hasil ijtihad mereka. Kendati pun demikian, tidak
berarti bahwa setiap mujtahid itu benar atau salah. Karena yang dapat mengatur kebenaran
secara mutlak hanya Allah semata.

2. Tujuan Ijtihad

Secara singkat, dapat dikatakan tujuan ijtihad ialah untuk menggali


danmengistimbatkan (menetapkan) berbagai macam hukum yang berkenaan dengan
kemaslahatan hidup manusia sesuai dengan perkembangan hidup mereka, yang belum ada
ketetapan hukumnya secara pasti dalam Alquran dan As-Sunnah.

Hal-hal yang dapat dijadikan masalah ijtihad :

 Masalah-masalah yang telah ada nashnya yang zhanni (dugaan) yakni nash
berupa hadits ahad
 Masalah-masalah yang telah ada nashnya yang qath’i (Al Quran dan Al
Hadits Mutawatir), tetapi belum jelas dasar hukum yang dikehendaki oleh nash itu,
misalnya karena lafalnya Musytarak = mengandung arti banyak, seperti : lafal “Quru”
yang bisa berarti suci dan bisa berarti haid.
 Masalah-masalah yang tidak ada nashnya dan belum tercapai ijma’
mengenai hukumnya. Inilah yang dikatakan ijtihad dengan ra’yu, yakni mujtahid
mencari/menggali hukumnya melalui metode qiyas, istishan, maslahah-mursalah, urf adat
dan sebagainya

Hal-hal tidak dapat dijadikan masalah ijtihad yaitu :

 Masalah yang sudah ditetapkan hukumnya oleh nash yang qath’i (pasti)
yakni Al Quran dan Al Hadits Mutawatir, seperti : masalah kewajiban shalat, puasa, zakat,
haji, dan juga mengenai waktu shalat, jumlah rakaat shalat, dan sebagainya
 Masalah-masalah yang tidak ada nashnya sama sekali, tetapi para mujtahid
telah sepakat mengenai hukumnya, seperti memberikan hak waris sebanyak seperenam
kepada nenek.

3. Macam-Macam Ijtihad dan Cara-cara Ijtihad


a. Macam-macam Ijtihad

Dari segi pelaksanaannya, ijtihad dapat dibagi kepada dua macam, yaitu ijtihad
fardhi dan ijtihad jama’i. Ijtihad fardhi adalah ijtihad yang dilakukan secara mujtahid
secara pribadi. Sedangkan ijtihad jama’i atau ijma’ adalah ijtihad yang dilakukan oleh para
mujtahid secara berkelompok.

16
Dilihat dari segi materi, ijtihad terdiri atas tiga macam :
1) Qiyas
Qiyas menurut bahasa adalah mengukur sesuatu dengan lainnya dan
mempersamakannya. Menurut istilah adalah menetapkan sesuatu perbuatan yang belum
ada ketentuann hukumnya, berdasarkan sesuatu hukum yang sudah ditentukan oleh nash,
disebabkan oleh adanya persamaan di antara keduanya. Contohnya seperti pada surat Al
isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan “ah” kepada orang tua tidak diperbolehkan karena
dianggap meremehkan dan menghina, sedangkan memukul orang tua tidak disebutkan.
Jadi diqiyaskan oleh para ulama bahwa hukum memukul dan memarahi orang tua sama
dengan hukum mengatakan Ah yaitu sama-sama menyakiti hati orang tua dan sama-sama
berdosa. .
2) Ijma
Ijma menurut bahasa adalah sepakat, setuju atau sependapat. Sedangkan menurut
istilah adalah kebulatan pendapat atau kesepakatan semua ahli ijtihad ummat setelah
wafatnya Nabi pada suatu masa tentang hukum
Sebagai contoh adalah setelah rosul meninggal diperlukan pengangkatan pengganti
beliau yang disebut dengan khalifah. maka kaum muslimin pada waktu itu sepakat
mengangkat Abu Bakar sebagai kholifah pertama. Sekalipun pada mulanya ada yang tidak
setuju dengan pegangkatan beliau, namun pada akhirnya semua kaum muslimin
menyetujuinya.

Ijma ada dua macam, yaitu ijma qauli (ucapan) dan ijma sukuti (diam). Ijma qauli
adalah ijma yang ditetapkan oleh para ulama mujtahidin dengan ucapan maupun tulisan
yang menerangkan persetujuannya atas pendapat mujtahid lain di masanya. Ijma sukuti
adalah ijma yang para ulama mujtahidin berdiam diri, tidak mengeluarkan pendapatnya
atas hasil ijtihad para ulama lain, diamnya itu bukan takut atau malu.

Ijma pada masa sekarang ini dihadapkan kepada persoalan banyaknya para ulama
dan tempat tinggalnya yang tersebar diseluruh pelosok dunia. Antara kelompok ulama yang
satu dengan yang lainnya tidak mungkin untuk disatukan pendapatnya. Karena itu,
kemungkinan perbedaan antara ijma ulama di suatu tempat dengan tempat yang lain sangat
besar. Namun, hal ini bukan sesuatu yang menghambat pelakanaan hukum Islam.
3) Istihsan
Istihsan adalah menetapkan suatu hukum terhadap suatu persoalan ijtihadiyah atas
dasar prinsip-prinsip atau dalil-dalil yang berkaitan dengan kebaikan, keadilan, kasih

17
sayang, dan sebagainya dari Al Quran dan Hadits. Contohnya: didalam syara’, kita dilarang
untuk mengadakan jual beli yang barangnya belum ada saat terjadi akad. Akan tetapi
menurut Istihsan, syara’ memberikan rukhsah yaitu kemudahan atau keringanan, bahwa
jual beli diperbolehkan dengan sistem pembayaran di awal, sedangkan barangnya dikirim
kemudian.
4) Mashalihul Mursalah
Mashalihul mursalah adalah menetapkan hukum terhadap sesuatu persoala
ijtihadiah atas dasar pertimbangan kegunaan dan kemanfaatan yang sesuai dengan tujuan
syariat Islam, sekalipun tidak ada dalil-dalil secara ekplisit dari Al Quran dan Hadits.
Contohnya adalah di dalam Al Quran ataupun Hadits tidak terdapat dalil yang
memerintahkan untuk membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi, hal ini dilakukan oleh
umat Islam demi kemaslahatan umat.

b. Cara-cara Ijtihad

Mujtahid berijtihad dengan memperhatikan dalil-dalil yang tinggi tingkatannya


kemudian berurut pada tingkatan berikutnya. Urutan tersebut sebagai berikut : 1) Nash Al
Quran, 2). Khabar (hadits) mutawatir. 3). Khabar ahad, 4). Zahir Quran dan 5). Zahir
Hadits.

Apabila dalam urutan tersbut tidak dapat didapatkan, hendaknya


memperhatikan perbuatan-perbuatan Nabi kemudian taqrirnya. Jika melalui ini pun tidak
didapatkan, maka hendaknya memperhatikan fatwa-fatwa sahabat. Jika tidak didapat,
barulah ditetapkan melalui qiyas atau dengan salah satu dalil yang dapat dibenarkan
menurut syara, dengan memperhatikan kemaslahatan (kebaikan).

Jika terdapat dalil yang berlawanan, hendaknya mengumpulkan dalil-dalil


menurut qaidah yang dibenarkan. Jika tidak mungkin mengumpulkan, diambil salah satu
yang dipandang lebih kuat. Apabila sama-sama kuat, hendaknya menasakhan atau mencari
yang terdahulu dan yang kemudian, yang dahulu itu dibatalkan. Kalau tidak diketahui,
hendaknya berhenti (tawaquf), tidak boleh menetapkan hukum dengan dalil yang
bertentangan. Hendaknya menggunakan dalil yang lebih rendah tingkatannya.

Demikian ketatnya cara berijtihad sehingga hanya orang yang memiliki


kemampuan yang optimal saja yang mampu menjadi mujtahid. Begitulah hati-hatinya para
mujtahid dalam menetapkan suatu hukum.

18
4. Syarat-Syarat Mujtahid

Berijtihad tidak bisa dilakukan oleh siapa saja. Tetapi hendaknya orang yang
berijtihad itu memiliki kapasitas dan kualifikasi ilmu yang memadia. Untuk itu seorang
mujtahid seyogyanya memiliki kemampan sebagai berikut :

a. Syarat-syarat Umum
1) Islam
2) Dewasa
3) Sehat pikirannya
4) Kuat daya tangkapnya dan ingatannya
b. Syarat-syarat pokok :
1) Menguasai Al Quran beserta Ulumul Quran terutama ayat-ayat hukumnya,
asbabun nuzulnya, dan nasikh mansuknya
2) Menguasai hadits dan Ulumul Hadits, terutama Hadits-hadits Ahkam,
asbabun wurudnya, nash-mansuknya, dan sebagainya.
3) Menguasai bahasa Arab dan ilmu-ilmu bahasa, termasuk Nahwu-Sharaf,
Balaghah, Fiqul Lughah, Al-Adabul Jahili (sastra arab jahiliyah).
4) Menguasai ilmu Ushul Fiqih.
5) Memahami benar-benar tujuan pokok syariat Islam.
6) Memahami benar-benar Qawid Jahiliyah (fiqhiyah dan Ushuliyah)
c. Syarat-syarat Pelengkap
1) Mengetahui ada tidak dalil yang qath’i tentang masalah yang sedang
dihadapi
2) Mengetahui masalah-masalah yang telah mencapai ijma. Masalah-masalah
khilafiyah, dan masalah-masalah yang belum ada kepastian hukumnya
3) Kesalihan dan ketaqwaannya

Ijma pada masa sekarang tidak hanya dilakukan oleh ahli-ahli agama yang
memiliki syarat diatas, tetapi juga melibatkan ahli-ahli lain yang relevan dengan masalah
yang sedang dibahas. Ahli agama tidak mungkin menguasai bidang-bidang lain secara
detail dan mendalam. Semakin kompleks masalah yang hendak diijtihadkan, semakin
banyak ahli yang harus dilibatkan. Konsekuensinya akan semakin baik hasil ijtihad yang
diperoleh.

2.2. Konsep Pokok Ajaran Islam

Kerangka dasar berarti garis besar atau rancangan yang sifatnya mendasar. Dengan
demikian, kerangka dasar ajaran Islam maksudnya adalah garis besar atau rancangan ajaran
Islam yang sifatnya mendasar, atau yang mendasari semua nilai dan konsep yang ada
dalam ajaran Islam.
19
Kerangka dasar ajaran Islam meliputi tiga konsep kajian pokok, yaitu aqidah,
syariah, dan akhlak. Tiga kerangka dasar ajaran Islam ini sering juga disebut dengan tiga
ruang lingkup pokok ajaran Islam atau trilogi ajaran Islam. Kalau dikembalikan pada
konsep dasarnya, tiga kerangka dasar Islam di atas berasal dari tiga konsep dasar Islam,
yaitu iman, islam, dan ihsan. Ketiga konsep dasar Islam ini didasarkan pada hadis Nabi
saw. yang diriwayatkan dari Umar Bin Khaththab. Hadis ini menceritakan tentang dialog
antara Malaikat Jibril dengan Nabi saw. Jibril bertanya kepada Nabi tentang ketiga konsep
tersebut, pertama-tama tentang konsep iman yang dijawab oleh Nabi dengan rukun iman
yang enam, yaitu:

1. Iman kepada Allah

2. Iman kepada Malaikat-Nya

3. Iman kepada Kitab-kitab-Nya

4. Iman kepada Rasul-rasul-Nya

5. Iman kepada Hari Akhir

6. Iman kepada Qadla dan Qadar-Nya.


Allah berfirman dalam QS.An-Nisa’, ayat 136 yaitu
‫بنن َا لن نمذ نيِن َ نَلن نلز للنن َ لع نل نىىنن َ رسننوُلمنمهنن َ وا لن نمك نتل ناَن م‬
‫بنن َ انلن نمذ نيِن َ ألننَنن نلزللنن َ مم ننن ن‬ ‫يِ ناَن َ ألنيِين نهنناَ َ انلن نمذ نيِنننن َ آنم ننسنوُان َآ مم ننسننوُا َ بمنناَ لنلن نمهنن َ ورسننوُلمنمهنن َ وانلن نمك نتلنناَ م‬
‫لس ل‬ ‫لل س ل‬ ‫ل ل‬ ‫ل ل‬
‫ض نللن ندل نن َ بلنعم نينددننا‬ ‫م‬ ‫م‬ ‫مم‬ ‫م‬ ‫م مم‬ ‫م‬
‫قل ننب نسل ن َ لو لم ننننن َ يِلننك نسف ننرنن َ بمنناَ لنلن نهنن َ لو لم نللن نئ نلك نت نهنن َ لوسك نتسنبم نهنن َ لوسرسس نل نهنن َ لوانلنننيلن ننوُ منن َا نلن نخ نمرنن َ فل نلق نندنن َ ل‬
‫ض نلل نن َ ل‬

“ Wahai orang yang beriman, tetaplah beriman kepaada Allah dan Rasul-Nya dan kepada
kitab yang diturunkan kepada rasul-Nya serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barang
siapa ingkar kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, Rasul-Nya, hari Kemudian, maka
sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh- jauhnya”.

Dari tiga konsep dasar ini para ulama mengembangkannya menjadi tiga konsep
kajian. Konsep iman melahirkan konsep kajian aqidah, konsep islam melahirkan konsep
kajian, syariah dan konsep ihsan melahirkan konsep kajian akhlak.

Lalu mengenai penjelasan ketiga konsep kajian ini akan dijelaskan sebagai berikut.

20
1. Aqidah

Secara etimologis, aqidah berarti ikatan, sangkutan, keyakinan. Aqidah secara


teknis juga berarti keyakinan atau iman. Dengan demikian, aqidah merupakan asas tempat
mendirikan seluruh bangunan (ajaran) Islam dan menjadi Kerangka Dasar Ajaran Islam
sangkutan semua hal dalam Islam. Aqidah juga merupakan sistem keyakinan Islam yang
mendasar seluruh aktivitas umat Islam dalam kehidupannya. Aqidah atau sistem keyakinan
Islam dibangun atas dasar enam keyakinan atau yang biasa disebut dengan rukun iman
yang enam. Adapun kata iman secara etimologis berarti percaya atau membenarkan dengan
hati. Sedang menurut istilah syara’, iman berarti membenarkan dengan hati, mengucapkan
dengan lidah, dan melakukan dengan anggota badan. Dengan pengertian ini, berarti iman
tidak hanya terkait dengan pembenaran dengan hati atau sekedar meyakini adanya Allah
saja, misalnya.

Iman kepada Allah berarti meyakini bahwa Allah itu ada ; membuktikannya dengan
ikrar syahadat atau mengucapkan kalimat-kalimat Dzikir kepada Allah; dan mengamalkan
semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya. Inilah makna iman yang
sebenarnya, sehingga orang yang beriman berarti orang yang hatinya mengakui adanya
Allah (dzikir hati), lidahnya selalu melafalkan kalimat-kalimat Allah (dzikir lisan), dan
anggota badannya selalu melakukan perintah-perintah Allah dan menjauhi semua larangan-
Nya (dzikir perbuatan).

Dari uraian di atas dapat juga dipahami bahwa iman tidak hanya tertumpu pada
ucapan lidah semata. Kalau iman hanya didasarkan pada ucapan lidah semata, berarti iman
yang setengah setengah atau imannya orang munafiq seperti yang ditegaskan al-Quran
dalam surat al-Baqarah (2) ayat 8-9:

‫م مم‬ ‫م‬ ‫م‬ ‫م‬ ‫م‬


‫لو م نلننن َ انل نلن ناَنمسنن َ لم ننننن َيِل نسقننوُسلنن َ آنلم ننلن ناَن َ بمنناَ لنلن نهنن َ لو بمنناَ لنننيلن ننوُ منن َا نلن نخ نمرنن َ لو لم ناَن َ سه ننمنن َ بسن ننؤ م نن ن ل‬
‫ين ن‬

‫سيلن ناَنمد نعسننوُلننن َ انل لن نهلنن َ لوا لن نمذ نيِ لننن َ آنلم ننسنوُان َ لو لم ناَن َ لينن نلد نعسننوُلننن َ إمنللن نن َ ألننَنن نسف نلس نسه ننمنن َ لو لمنناَ َ يِلننش نعس نسرولن ن‬

“Di antara manusia ada yang mengatakan: Kami beriman kepada Allah dan hari
kemudian, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka
hendak menipu Allah dan orang-orangyang beriman, padahal mereka hanya menipu
dirinya sendiri, sedang mereka tidak sadar.”(QS. al-Baqarah [2]: 8-9).

21
Iman juga tidak hanya diwujudkan dengan keyakinan hati semata. Dalam hal ini al-
Quran surat al-Naml (27) ayat 14 menegaskan:

‫فنن َلكنناَ لننن َ لعنناَ قم نبل نةسنن َ انلن نسم ننف نمس نمد نيِنلن ن‬ ‫م‬
‫لولج نلح نسد نوان َ بنلنناَ َ لواننسننتل ن ننين نلق ننلننتن نله ناَن َ ألننَنن نسف نسس نسه ننمنن َ ظسننل ندم ناَن َ لو عس نلسنووُنان َ فلنناَ نَننظسننرنن َلك نني ن ل‬
“Dan mereka mengingkarinya karena kezhaliman dan kesombongan (mereka) padahal
hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-
orang yang berbuat kebinasaan.”(QS. al-Naml [27]:14)

Dan iman juga tidak dapat ditunjukkan dalam bentul amal (perbuatan) semata.
Kalau hal itu saja yang ditonjolkan, maka tidak ubahanya seperti perbuatan orang munafik
sebagaimana yang disebutkan dalam al-Quran surat al-Nisa’ (4) ayat 142:

‫صن نللن نمةنن َ قلناَنسمننوُان َسك نلسنناَ ل ىلن نن َيِنس نلرانءسننولن ن‬


‫ي نن َ سيلن ناَنمد نعسننوُلننن َ انل لن نهلنن َ لوسه نلوُنن َ لخ ناَنمد نعس نسه ننمنن َ لو إمنلذ نان َ قلناَنسمننوُا َ إمنلل نن َا لن ل‬ ‫مم‬
‫إمنلن نن َا لن نسم ننل ناَنف نق ن ل‬
‫سنن َ لولل نن َ يِلننذسك نسرولننن َ انل لن نهلنن َ إمنللن نن َ قلنلمنني دلن ن‬
‫ا لننلنناَ ل‬

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah,dan Allah akan membalas tipuan
mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka
bermaksud riya’ atau pamer dengan (shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka
menyebut Allah kecuali sedikit sekali.”(QS. al-Nisa’ [4]: 142).

Untuk mengembangkan konsep kajian aqidah ini, para ulama dengan ijtihadnya
menyusun suatu ilmu yang kemudian disebut dengan ilmu tauhid. Mereka juga
menamainya dengan ilmu Kalam,Ushuluddin, atau teologi Islam. Ilmu-ilmu ini membahas
lebih jauh konsep-konsep aqidah yang termuat dalam al-Quran dan Hadis dengan kajian-
kajian yang lebih mendalam yang diwarnai dengan perbedaan pendapat di kalangan
mereka dalam masalah-masalah tertentu.

2. Syariah

Secara etimologis, syariah berarti jalan ke sumber air atau jalan yang harus diikuti,
yakni jalan kearah sumber pokok bagi kehidupan. Orang-orang Arab menerapkan istilah ini
khususnya pada jalan setapak menuju palung air yang tetap dan diberi tanda yang jelas
terlihat mata (Ahmad Hasan, 1984: 7). Adapun secara terminologis syariah berarti semua
peraturan agama yang ditetapkan oleh Allah untuk kaum Muslim baik yang ditetapkan
dengan al-Quran maupun Sunnah Rasul (Muhammad Yusuf Musa, 1988: 131). Mahmud

22
Syaltut mendefinisikan syariah sebagai aturan-aturan yang disyariatkan oleh Allah atau
disayariatkan pokok-pokoknya agar manusia itu sendiri menggunakannya dalam
berhubungan dengan Tuhannya, dengan saudaranya sesama Muslim, dengan saudaranya
sesama manusia, dan alam semesta, serta dengan kehidupan (Syaltut, 1966: 12). Syaltut
menambahkan bahwa syariah merupakan cabang dari aqidah yang merupakan pokoknya.
Keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat yang tidak dapat dipisahkan. Aqidah
merupakan fondasi yang dapat membentengi syariah, sementara syariahmerupakan
perwujudan dari fungsi kalbu dalam beraqidah (Syaltut, 1966: 13).
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa kajian syariah tertumpu pada masalah
aturan Allah dan Rasul-Nya atau masalah hukum. Aturan atau hukum ini mengatur
manusia dalam berhubungan dengan Tuhannya (hablun minallah) dan dalam berhubungan
dengan sesamanya (hablun minannas). Kedua hubungan manusia inilah yang merupakan
ruang lingkup dari syariah Islam. Hubungan yang pertama itu kemudian disebut dengan
ibadah, dan hubungan yang kedua disebut muamalah. Ibadah mengatur bagaimana manusia
bisa berhubungan dengan Allah. Dalam arti yang khusus (ibadah mahdlah), ibadah
terwujud dalam rukun Islam yang lima, yaitu mengucapkan dua kalimah syahadah
(persaksian), mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan pergi
haji bagi yang mampu. Sedang muamalah bisa dilakukan dalam berbagai bentuk aktivitas
manusia dalam berhubungan dengan sesamanya. Bentuk-bentuk hubungan itu bisa berupa
hubungan perkawinan(munakahat), pembagian warisan (mawaris), ekonomi (muamalah),
pidana (jinayah),politik (khilafah), hubungan internasional (siyar), dan peradilan
(murafa’at). Dengan demikian, jelaslah bahwa kajian syariah lebih tertumpu pada
pengamalan konsep dasar Islamyang termuat dalam aqidah. Pengamalan inilah yang dalam
al-Quran disebut dengan al-a’mal al-shalihah (amal-amal shalih). Untuk lebih
memperdalam kajian syariah ini para ulama mengembangkan suatu ilmu yang kemudian
dikenal dengan ilmu fikih atau fikih Islam. Ilmu fikih ini mengkaji konsep-konsep syariah
yang termuat dalam al-Quran dan Sunnah dengan melalui ijtihad. Dengan ijtihad inilah
syariah dikembangkan lebih rinci dan disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi
ditengah-tengah masyarakat manusia. Sebagaimana dalam kajian aqidah, kajian ilmu fikih
ini juga menimbulkan berbagai perbedaan yang kemudian dikenal dengan mazhab-mazhab
fikih. Jika aqidah merupakan konsep kajian terhadap iman, maka syariah merupakan
konsep kajian terhadap islam. Islam yang dimaksud di sini adalah islamsebagaimana yang
dijelaskan dalam hadis Nabi saw.yang di riwayatkan oleh Umat Ibn Khaththab
sebagaimana yang diungkap di atas.

23
3. Akhlak

Secara etimologis, kata akhlak berasal dari bahasa Arab al-akhlaq yang merupakan
bentuk jamak dari kata khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat
(Hamzah Ya’qub, 1988: 11). Sinonim dari kata akhlak ini adalah etika, moral, dan karakter.
Sedangkan secaraterminologis, akhlak berarti keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah
melakukan perbuatan dengan tidak menghajatkan pikiran. Inilah pendapat yang
dikemukakan oleh Ibnu Maskawaih. Sedang al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai
suatu sifat yang tetap pada jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan
mudah, dengan tidak membutuhkankepada pikiran (Rahmat Djatnika, 1996: 27). Adapun
ilmu akhlak oleh Dr. Ahmad Amin didefinisikan suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan
buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh sebagian manusia kepada
sebagian lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan
mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat (Hamzah
Ya’qub, 1988: 12). Dari pengertian di atas jelaslah bahwa kajian akhlak adalah tingkah
laku manusia, atau tepatnya nilai dari tingkah lakunya, yang bisa bernilai baik (mulia) atau
sebaliknya bernilai buruk (tercela). Yang dinilai di sini adalah tingkah laku manusia dalam
berhubungan dengan Tuhan, yakni dalam melakukan ibadah, dalam berhubungan dengan
sesamanya, yakni dalam bermuamalah atau dalam melakukan hubungan sosial antar
manusia,dalam berhubungan dengan makhluk hidup yang lain seperti binatang dan
tumbuhan, serta dalam berhubungan dengan lingkungan atau benda-benda mati yang juga
merupakan makhluk Tuhan. Secara singkat hubungan akhlak ini terbagi menjadi dua, yaitu
akhlak kepad

Khaliq(Allah Sang Pencipta) dan akhlak kepada makhluq (ciptaan-Nya). Akhlak


merupakan konsep kajian terhadap ihsan. Ihsan merupakan ajaran tentang penghayatan
akan hadirnya Tuhan dalam hidup, melalui penghayatan diri yang sedang menghadap dan
berada di depan Tuhan ketika beribadah. Ihsan juga merupakan suatu pendidikan atau
latihan untuk mencapai kesempurnaan Islam dalam arti sepenuhnya (kaffah), sehingga
ihsan merupakan puncak tertinggi dari keislaman seseorang. Ihsan ini baru tercapai kalau
sudah dilalui dua tahapan sebelumnya,yaitu iman dan islam. Orang yang mencapai
predikat ihsan ini disebut muhsin. Dalam kehidupan sehari-hari ihsan tercermin dalam
bentuk akhlak yang mulia (al-akhlak alkarimah). Inilah yang menjadi misi utama diutusnya
Nabi saw. ke dunia, seperti yang ditegaskannya dalam sebuah hadisnya:

24
“Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak mulia”.

Hubungan antara Aqidah, Syariah, dan Akhlak

Aqidah, syariah, dan akhlak mempunyai hubungan yang sangat erat, bahkan
merupakan satu kesatuan yang tidak dapt dipisah-pisahkan. Meskipun demikian, ketiganya
dapat dibedakan satu sama lain. Aqidah sebagai konsep atau sistem keyakinan yang
bermuatan elemen-elemen dasar iman, menggambarkan sumber dan hakikat keberadaan
agama. Syariah sebagai konsep atau sistem hukum berisi peraturan yang menggambarkan
fungsi agama. Sedangkan akhlak sebagai sistem nilai etika menggambarkan arah dan
tujuan yang hendak dicapai oleh agama. Oleh karena itu, ketiga kerangka dasar tersebut
harus terintegrasi dalam diri seorang Muslim. Integrasi ketiga komponen tersebut dalam
ajaran Islam ibarat sebuah pohon, akarnya adalah aqidah, sementara batang, dahan, dan
daunya adalah syariah, sedangkan buahnya adalah akhlak.

Muslim yang baik adalah orang yang memiliki aqidahyang lurus dan kuat yang
mendorongnya untuk melaksanakan syariah yang hanya ditujukan kepada Allah sehingga
tergambar akhlak yang mulia dalam dirinya. Atas dasar hubungan ini pula maka seorang
yang melakukan suatu perbuatan baik, tetapi tidak dilandasi oleh aqidah atau iman, maka
ia termasuk ke dalam kategori kafir. Seorang yang mengaku beriman, tetapi tidak mau
melaksanakan syariah, maka ia disebut orang fasik. Sedangkan orang yang mengaku
beriman dan melaksanakan syariah tetapi tidak dilandasi aqidah atau iman yang lurus
disebut orang munafik. Demikianlah, ketiga konsep atau kerangka dasar Islam ini memiliki
hubungan yang begitu erat dan tidak dapat dipisahkan. AlQuran selalu menyebutkan
ketiganya dalam waktu yang bersamaan. Hal ini bisa dilihat dalam berbagai ayat, seperti
surat al-Nur (24): 55:

‫فنن َ انلن نمذ نيِنلننن َ مم ننن ن‬


‫ضنن َلك نلمنناَ َا نس نتل ننخ نل ن ل‬ ‫تنن َ لنيل ننس نتل ننخ نلم نلف ننلن نسه ننمنن َ مف نن َا نللن ننر م‬ ‫ص نناَ مل ن ناَن م‬ ‫م‬ ‫م‬ ‫م‬
‫لو لع نلدنن َا لنلن نهسنن َ انلن نذ نيِنلننن َ آنلم ننسنوُان َ م نن نسك ننمنن َ لو لع نم نلسنوُان َ انل ل ل‬
‫ض نىىنن َ ل نس ننمنن َ لو لنيسنبل نددن نلننلن نسه ننمنن َ مم ننننن َبل ننع نمدنن َ لخ ننوُ فم نمه ننمنن َ ألننم نند ناَن َيِلن ننع نبسنسدننونَلنمن نن َ للن ن‬ ‫م‬ ‫م‬ ‫م‬
‫قل ننب نل نمه ننمنن َ لو لنيسنلم ندكن ننل نلن نن َ ل نس ننمنن َ د نيِنلن نسه نسمنن َ انلن نذ نيِن َا نرتلن ل‬
‫كنن َ سه نسمنن َ انلن نلفنناَ مس نسقننوُلن ن‬ ‫م‬
‫كنن َ فلنأسننوىلن نئم ن ل‬
‫يِسننش نمرسكننوُلننن َمب نن َ لش نني نئدنناَ َ لو لم ننننن َلك نلف نلرنن َبلن ننع نلدنن َ ىلذن نل ن ل‬

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Diasungguh-sungguh akan menjadikan mereka
berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridoi-Nya

25
untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka
dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada
mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir
sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.”(QS. an-Nur [24]: 55).

Dalam QS. at-Tin (95): 6 Allah Swt. berfirman:

‫صن ناَنملن نناَ م‬


‫تنن َ فل نل نسه ننمنن َ ألننج نررنن َ لغن ننين نسرنن َ لمنن ننسننوُنن ن‬ ‫م‬ ‫م‬ ‫م‬
‫إ نللن نن َا لن نذ نيِ لننن َآ لم ننسننوُان َ لو لع نم نلسنوُان َ انل ل ل‬

“Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka
pahala yang tiada putus-putusnya.”(QS. al-Tin [95]: 6).

Dalam ayat yang lain Allah Swt. berfirman:

‫ص ننوُان َ بمناَنلن ل‬ ‫إمنللن نن َا لن نمذ نيِ ننن َآ م ننسننوُان َ و ع نمم نلسنوُان َ انل ل م م‬
‫صن ن نمب ن ن‬ ‫ص ننوُا َ بمناَننللن ندق نن َ لوتلن نلوُا ل‬
‫صن ناَنللن نناَ تنن َ لوتلن نلوُان ل‬ ‫ل ل لل‬

“Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran.”(QS. al-‘Ashr [103]: 3).

Ketiga kerangka dasar ajaran Islam tersebut dalam al-Quran disebut iman dan amal
shalih. Iman menunjukkan konsep aqidah, sedangkan amal shalih menunjukkan adanya
konsep syariah dan akhlak.

Ruang Lingkup Aqidah, Syariah dan Akhlak

1. Ruang lingkup pembahasan akidah ke dalam 4 (empat) pembahasan, yaitu:

Ilahiyat, yaitu pembahasan yang berkenaan dengan masalah ketuhanan utamanya


pembahasan tentang Allah.

Nubuwwat, yaitu pembahasan yang berkenaan dengan utusan-utusan Allah, yaitu para nabi
dan para rasul Allah.

Ruhaniyat, yaitu pembahasan yang berkenaan dengan makhluk gaib, seperti Jin, Malaikat,
dan Iblis.

26
Sam’iyyat, yaitu pembahasan yang bekenaan dengan alam ghaib, seperti alam kubur,
akhirat, surge, neraka, dan lain-lain.

2. Ruang lingkup syariah antara lain mencakup peraturan-peraturan sebagai berikut :


A. Ibadah, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan langsung dengan Allah
SWT (ritual), yang terdiri dari :
a. Rukun Islam : mengucapkan syahadat, mengerjakan shalat, zakat, puasa, dan haji.
b. Ibadah lainnya yang berhubungan dengan rukun Islam.
-Badani (bersifat fisik) : bersuci meliputi wudlu, mandi, tayamum, pengaturan
menghilangkan najis, peraturan air, istinja, adzan, qomat, I’tikaf, do’a, sholawat,
umroh, tasbih, istighfar, khitan, pengurusan mayit, dan lain-lain.
-Mali (bersifat harta) : qurban, aqiqah, alhadyu, sidqah, wakaf, fidyah, hibbah, dan
lain-lain.
B. Muamalah, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan yang
lainnya dalam hal tukar-menukar harta (jual beli dan yang searti), diantaranya :
dagang, pinjam-meminjam, sewa-menyewa, kerja sama dagang, simpanan, penemuan,
pengupahan, rampasan perang, utang-piutang, pungutan, warisan, wasiat, nafkah,
titipan, jizah, pesanan, dan lain-lain.
C. Munakahat, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lain
dalam hubungan berkeluarga (nikah, dan yang berhubungan dengannya), diantaranya :
perkawinan, perceraian, pengaturan nafkah, penyusunan, memelihara anak, pergaulan
suami istri, mas kawin, berkabung dari suami yang wafat, meminang, khulu’, li’am
dzilar, ilam walimah, wasiyat, dan lain-lain.
D. Jinayat, yaitu peraturan yang menyangkut pidana, diantaranya : qishsash, diyat,
kifarat, pembunuhan, zinah, minuman keras, murtad, khianat dalam perjuangan,
kesaksian dan lain-lain.
E. Siyasa, yaitu yang menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan (politik),
diantaranya: ukhuwah (persaudaraan) musyawarah (persamaan), ‘adalah (keadilan),
ta’awun (tolong menolong), tasamu (toleransi), takafulul ijtimah (tanggung jawab
sosial), zi’amah (kepemimpinan) pemerintahan dan lain-lain.
F. Akhlak, yaitu yang mengatur sikap hidup pribadi, diantaranya : syukur, sabar,
tawadlu, (rendah hati), pemaaf, tawakal, istiqomah (konsekwen), syaja’ah (berani),
birrul walidain (berbuat baik pada ayah ibu), dan lain-lain.
G. Peraturan-peraturan lainnya seperti : makanan, minuman, sembelihan, berburu, nazar,
pemberantasan kemiskinan, pemeliharaan anak yatim, mesjid, da’wah, perang, dan
lain-lain.
3. Ruang Lingkup Akhlak

27
Muhammad Abdullah Daras membagi ruang lingkup akhlak menjadi 5 bagian,
diantaranya:

1. Akhlak pribadi (Al-Ahklaq Al-Fardiyah). Terdiri dari: a. Yang diperintahkan (Al


Awanir); b. Yang dilarang (An-Nawahi); c. Yang dibolehkan (Al Mubahal); dan d. Akhlak
dalam keadaan darurat (Al-Mukholafah bi-al Idhtbirar).

2. Akhlak berkeluarga (Al-Akhlaq Al-Usrawiyah). Terdiri dari: a. kewajiban timbal balik


orang tua dan anak (Wajibal nahwa al-Usbul wa-Alfuru’); b. kewajiban suami
istri (Wajibal Baina al- Azwaja); dan c. kewajiban terhadap karib kerabat (Wajibal nahwa
al- aqarib).

3. Akhlak bermasyarakat (Al-Akhlaq Al-Ijtima’iyah). Terdiri dari: a. Yang dilarang (Al-


Mahzurrat); b. Yang diperintahkan (al- Awamir) dan c. kaedah-kaedah adab (Qowaid al-
Adab).

4. Akhlak bernegara (Akhlaq ad-Daulah). Terdiri dari: a. Hubungan antara pemimpin dan
rakyat (Al-Alaqah baina ar- Rais wa as- Sya’b) b. Hubungan luar negeri (al- Alaqat al
Kharijiyyah).
5. Akhlak beragama (al- Akhlaq ad- Diniyah). Yaitu kewajiban terhadap Allah
Swt. (Wajibat nahwa Allah).

Dari beberapa uraian diatas Yunahar Ilyas berpendapat bahwa ruang lingkup akhlak itu
sangat luas, mencakup seluruh asfek kehidupan, baik secara vertikal dengan Allah Swt.
maupun secara horizontal sesama makhluk Tuhan.

Dan Yunahar Ilyas pun membagi ruang lingkup akhlak menjadi 6 bagian, diantaranya:

1. Akhlak terhadap Allah Swt.


2. Akhlak terhadap Rasulullah Saw.
3. Akhlak terhadap diri sendiri.
4. Akhlak dalam keluarga.
5. Akhlak bermasyarakat.

Itulah beberapa pengertian dan ruang lingkup akhlak, dan dapat juga ditambah pembagian
seperti diatas yaitu, bersifat mulia, mengikat dan universal.

28
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Mempelajari agama Islam merupakan fardhu ’ain , yakni kewajiban pribadi setiap
muslim dan muslimah, sedang mengkaji ajaran Islam terutama yang dikembangkan oleh
akal pikiran manusia, diwajibkan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat.

Sumber ajaran Islam terdiri dari al-qur’an dan as-sunnah (hadist), dan ijtihad.

Kemudian, mengenai sumber-sumber hukum Islam dapat kita simpulkan bahwa


segala sesuatu yang berkenaan dengan ibadah, muamalah, dan lain sebagainya itu
berlandaskan Al-qur’an yang merupakan Firman Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad secara mutawatir dan diturunkan melalui malaikat Jibril dan membacanya di

29
nilai sebagai Ibadah, dan Al-Sunnah sebagai sumber hukum yang kedua yang mempunyai
fungsi untuk memperjelas isi kandungan Al-qur’an dan lain sebagainya.

Agama Islam mempunyai tiga konsep ajaran pokok, yaitu aqidah, syariah dan
akhlak. Aqidah merupakan keyakinan dalam ajaran agama islam, Syariah merupakan
aturan dalam agama islam yang ditetapkan oleh Allah SWT dan Akhlak adalah segala
perilaku manusia dalam menjalan kehidupan. Aqidah, syariah, dan akhlak mempunyai
hubungan yang sangat erat, bahkan merupakan satu kesatuan yang tidak dapt dipisah-
pisahkan. Meskipun demikian, ketiganya dapat dibedakan satu sama lain. Aqidah sebagai
konsep atau sistem keyakinan yang bermuatan elemen-elemen dasar iman,
menggambarkan sumber dan hakikat keberadaan agama.

3.2. Saran

Marilah kita mengamalkan dan menjadikan Al-qur’an dan Al-sunnah sebagai


pedoman dalam kehidupan kita sehari-hari yang merupakan sumber dari hukum agama
Islam dan sekaligus dapat membuat kita bahagia baik itu di dunia maupun diakhirat
nanti.agar hidup yang kita jalani lebih sempurna dan mempunyai tujuan hidup.

30
Daftar Pustaka

II. BUKU
1. Daud Ali, Mohammad, 2015. Pendidikan Agama Islam. Jakarta :
Rajagrafindo Perseda
2. Suryana Af, Toto, dkk. 1997. Pendidikan Agama Islam. Bandung : Tiga
Mutiara

3. Tamyiz, Adep. 2003. Pendidikan Agama Islam Untuk Politeknik. Bandung :


Politeknik Negeri Bandung

III. LAINNYA
1. Annizar, Baihaqi. SUMBER AJARAN ISLAM. 2014. http://baihaqi-
annizar.blogspot.co.id/2014/11/sumber-ajaran-islam.html
2. MAKALAH LENGKAP SUMBER-SUMBER AJARAN ISLAM. 2014.
https://deqwan1.blogspot.co.id/2014/12/makalah-lengkap-sumber-sumber-
ajaran-islam.html
3. Prasetio, Asep. KERANGKA DASAR ISLAM (AQIDAH, SYARIAH,
AKHLAK). 2015. https://asseprasetio.wordpress.com/2015/09/29/kerangka-
dasar-islam/

31

Anda mungkin juga menyukai