Anda di halaman 1dari 13

NASAKH, MURADIF DAN MUSYTARAK

KELOMPOK 10:
Shafira Zalsabilah Arifah (10200118091)
Alda (10200118102)
Ika Kurnia Purnama (10200118087)
Muhammad Rezky Mubarak (10200118104)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
HUKUM KETATANEGARAAN
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah


SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah dengan judul “NASAKH, MURADIF DAN
MUSYTARAK”. Tidak lupa shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang selalu dinantikan syafa’atnya di hari akhir nanti.
Tujuan dan maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Ushul Fiqh serta dengan adanya tugas ini diharapkan
dapat memperdalam pengetahuan dan pemahaman terhadap materi yang akan
dikaji.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih sangat jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mohon kritik dan
saran yang bersifat membangun demi perbaikan. Dan untuk itu penulis ucapkan
terima kasih.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Makassar, 27 Maret 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

JUDUL....................................................................................................................1
KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................4
B. Rumusan Masalah........................................................................................4
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
A. Nasakh..........................................................................................................6
1. Pengertian Nasakh..................................................................................6
2. Syarat-syarat Nasakh..............................................................................6
3. Hikmah Nasakh......................................................................................7
4. Macam-macam Nasakh..........................................................................7
B. Muradif.........................................................................................................9
1. Pengertian Muradif.................................................................................9
2. Hukum Muradif......................................................................................9
C. Musytarak...................................................................................................10
1. Pengertian Musytarak...........................................................................10
2. Sebab-sebab
Musytarak.............................................................................................10
3. Hukum Musytarak................................................................................11
BAB III KESIMPULAN
A. Kesimpulan................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dari awal hingga akhir Al-Qur’an merupakan kesatuan yang utuh . Yang
tidak bertentangan dengan yang lainnya . Dari segi kejelasan Al-Qur’an sebagai
pedoman bagi semua orang.Dan yang kedua hanya Allah yang mengetahui maksud
kebenaran dari keseluruhan isi maksudnya.

Dalam Al-Qur’an di jelaskan tentang adanya induk pengertian hunna ummal


kitab yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Ketentuan-ketentuan induk
itulah yang senantiasa harus menjadi landasan pengertian dan pedoman
pengembangan berbagai pengertian, sejalan dengan sistem interpretasi dalam ilmu
hukum, hubungan antara ketentuan undang-undang yang hendak ditafsirkan dengan
ketentuan-ketentuan lainnya dari undang-undang tersebut maupun undang-undang
lainnya yang sejenis, yang harus benar-benar diperhatikan supaya tidak ada
kontradiksi antara satu ayat dengan ayat lain.

Dalam ilmu tafsir para mufasir memberi tempat cukup tinggi terhadap
pengertian tiap ayat dalam Al-qur’an . Dengan adanya pembahasan mengenai
musytarak, muradif dan nasikh itu sangat perlu. Agar orang islam dapat mengetahui
maksud dan tafsiran antara ayat Al-Qur’an yang dahulu dengan sekarang maupun
cara penafsirannya.

Karena sekarang banyak sekali penafsiran yang berbeda-beda maka materi


tentang bab ini sangat di perlukan untuk lebih mendalami dalam penafsiran aya-
ayat Al-Qur’an tersebut.

B. Rumusan Masalah

4
1. Apa pengertian dari Nasakh, Muradif dan Musytarak?
2. Apa saja Syarat-syarat dan sebab-sebab Nasakh dan Musytarak?
3. Apa saja macam-macam Nasakh?
4. Apakah kaidah-kaidah yang berkaitan dengan Nasakh?
5. Apa hukum dari Muradif dan Musytarak?

C. Tujuan Penulisan

1. Memahami Pengertian Nasakh, Muradif, dan Musytarak.


2. Memahami Syarat-syarat dan sebab sebab Nasakh dan Musytarak.
3. Mengetahui macam-macam Nasakh.
4. Mengetahui kaidah-kaidah yang berkaitan dengan Nasakh.
5. Memahami Hukum dari Muradif dan Musytarak.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Nasakh

1. Pengertian Nasakh

Nasakh merupakan salah satu cara untuk menyelesaikan taarud adillah.


Secara bahasa nasakh berarti menghapus. Menurut istilah, sebagaimana
didefinisikan oleh Muhammad Abu Zahra:

“membatalkan pelaksanaan hukum dengan hukum yang datang kemudian.”

Ada beberapa istilah yang ditemukan dalam pembahasan nasakh, pertama


nasikh artinya yang menghapus (hukum yang datang kemudian) dan mansukh
artinya yang dihapus (hukum lama).

Dalam nasakh sebenarnya hukum lama masih berlaku seandainya tidak ada
hukum baru yang menghapusnya. Dan orang yang pertama kali membahas masalah
nasakh adalah Imam Syafi’i. Beliau memasukkan nasakh sebagai penjelasan hukum
bukan mengosongkan atau menghapus nas dari hukum.1

Ulama fiqh sepakat bahwa nasakh dapat terjadi pada sunah contohnya hadis
tentang ziarah kubur. Dalam hadis ini pertama nabi melarang ziarah kubur tetapi
kemudian dinasakh oleh hadis beliau juga yang menghapus hukum hadis pertama,
sehingga kesimpulannnya ziarah kubur itu hukumnya boleh.

1
Muhammad Abu Zahra, Ushul Fiqh, (Damaskus: Daar al-Fikr, tt.), hlm. 175.

6
2. Syarat-syarat Nasakh

Muhammad Abu Zahra dalam bukunya menjelaskan syarat-syarat yang


harus dipenuhi oleh nasakh:

1) Hukum yang dinasakh itu tidak disertai dengan keterangan yang


mengidentifikasi bahwa hukum itu berlaku secara abadi. Maka tidak
boleh menasakh ayat tentang jihad dan hadis tentang jihad.

2) Apa yang dinasakh bukan termasuk kepada perkara yang menurut


pemikiran yang jernih dapat diketahui kebaikan dan keburukannya.
Seperti iman kepada Allah, berbakti kepada kedua orang tua, adil, zalim,
da berdusta.

3) Ayat yang menasakh (menghapus) datang belakangan. Karena hakikat


nasakh itu mengakhiri pemberlakuan hukum yang dinasakh.

4) Jika kedua nas, baik ayat yang menasakh dan yang dinasakh tidak dapat
dikompromikan.2

3. Hikmah Nasakh
Menurut Abdul Wahab Khallaf hikmah adanya nasakh antara lain:

1) Hukum Allah diturunkan untuk merealisasikan kepentingan hidup


manusia. Kepentingan hidup manusia selalu berubah disebabkan
bergantinya waktu dan tempat. Maka nasakh sebagai salah satu jalan
untuk memperjelas hukum, hasilnya akan sejalan dengan kepentingan
hidup manusia di mana saja manusia hidup.

2) Keadilan dalam pembentukan hukum diperlukan adanya tahapan,


sehingga manusia tidak merasa kaget dan tidak merasa berat. Seperti
proses keharaman khamar.3

2
Muhammad Abu Zahra, Ushul Fiqh, (Damaskus: Daar al-Fikr, tt.), hlm. 190-191.
3
Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Mesir: Maktabah al-Da’wah al-Islamiyah,tt.), hlm

7
4. Macam-macam Nasakh
1) Al-quran dinasakh oleh Al-quran: contohnya ayat yang berbicara
tentang seruan membakar semangat 20 orang mukmin yang sabar akan
mengalahkan musuh sebanyak 200 orang terdapat dalam surah al-Anfal
/8:65: Artinya: hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk
berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antaramu, niscaya mereka
akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh...Kemudian ayat di atas
dinasakh (dihapus) dengan ayat lain yang menegaskan bahwa membakar
semangat 100 orang yang sabar akan mengalahkan musuh sebanyak 200
orang terdapat dalam surat al-Anfal/8:66:Artinya: sekarang Allah telah
meringankan kepadamu dan dia telah mengetahui bahwa padamu ada
kelemahan. Maka jika ada di antara-mu seratus orang yang sabar, niscaya
mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika di antaramu
ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua
ribu orang, dengan seizin Allah, dan Allah beserta orang-orang yang sabar.

2) Al-quran dinasakh oleh as-Sunah: contohnya ayat tentang wasiat


untuk kedua orang tua dan kerabat telah dihapus hukumnya dengan hadis
Nabi: “ketahuilah bahwa tidak ada wasiat bagi ahli waris” contoh lain ayat
tentang “hukum cambuk bagi perempuan dan laki-laki yang berzina dengan
seratus kali cambuk” dinasakh oleh hadis tentang rajam “bagi pelaku zina”4

3) As-Sunah dinasakh oleh Al-quran: contoh hadis Nabi yang


menyatakan “menghadap ke Baitul Maqdis ketika shalat selama 16 sampai
17 bulan” (HR. Bukhari). Lalu ketentuan itu dihapus oleh Al-quran surat al-
Baqarah /2:144 yang menyerukan shalat menghadap ke Baitullah (Mekkah).

4) As-Sunah dinasakh oleh as-Sunah: seperti larangan berziarah kubur


pada waktu permulaan islam. Kemudian rasul dengan hadisnya yang lain

222-223.
4
Wahbah Zuhaili, Ushul Fqh, (Damaskus: Daar al-Fikr, 1986), Cet. Ke-1, hlm. 971.

8
mebolehkan ziarah kubur setelah masyarakat mengetahui hakikat ziarah
kubur. (HR. Muslim).

B. Muradif

1. Pengertian Muradif

Muradif menurut bahasa artinya adalah: membonceng/ikut serta. Muradif


yang dimaksudkan oleh ahli ushul fiqih adalah:

“Beberapa lafaz terpakai untuk satu makna.”

Contoh:

َ َ‫ا َ اْل‬
ُ‫سد‬ dan ‫اَلَّ اليت‬Artinya singa.

Dari keterangan di ats, jelaslah bagi kita bahwa dua, tiga, atau beberapa
lafaz yang mempunyai satu makna dinamakan lafaz muradif.

2. Hukum Muradif
Hukum Muradif yang dimaksudkan di sini adalah tentang timbulnya
persoalan yang dikarenakan adanya lafaz-lafaz muradif, dalam hal demikian, para
ulama mempersoalkan hukumnya, seperti misalnya apakah boleh satu lafaz diganti
dengan lafaz lain yang maknanya sama. Seperti lafaz diganti dengan lafaz .

Para ulama umumnya berpendidikan bahwa bacaan Al-quran yang bersifat


TA’ABUDI, tidak boleh diganti dengan lafaz Muradif-nya karena Al-quran dan
seluruh lafaznya adalah mengandung mukjizat, sedang muradif satu lafaz dalam Al-
quran bukanlah teks Al-quran yang dengan sendirinya tidak mengandung mukjizat.

Sehubung dengan masalah muradif ada juga para ulama yang berselisih
pendapat dalam hal-hal tertentu, seperti dalam masalah zikir. Dalam masalah zikir
itu pun bagi golongan yang membenarkan muradif, memberikan dua syarat yang
harus dipenuhi, yakni:

9
1) Boleh dipakai lafaz muradif, bila penggantian lafaz muradif tersebut
tidak mendapat halangan dari agama, baik secara jelas atau samar-
samar.

2) Boleh dipakai lafaz muradif, bila penggantian lafaz boleh dipakai


lafaz muradif-nya itu berasal dari satu bahasa, yakni sama-sama
bahasa arab misalnya.

C. Musytarak

1. Pengertian Musytarak.

Lafaz musytarak ialah lafaz yang mempunyai dua arti atau lebih yang
berbeda-beda. Misalnya: lafaz “quru” mempunyai arti “suci”. Lafaz tersebut
memerlukan penjelasan yang seksama apa yang dimaksud dengannya. Lafaz
musytarak diciptakan untuk beberapa makna yang penunjukannya kepada makna
itu dengan jalan bergantian, atau tidak sekaligus.

2. Sebab-sebab lafaz menjadi Musytarak.

1) Lafaz itu digunakan oleh suatu suku bangsa (qabillah) untuk makna
tertentu dan oleh suku bangsa yang lain digunakan untuk makna yang lain
lagi, kemudian sampai kepada kita dengan kedua makna tersebut tanpa ada
keterangan dari hal perbedaan yang dimaksud oleh penciptanya.

2) Lafaz yang diciptakan menurut hakikatnya untuk satu makna,


kemudian dipakai pula kepada makna lain tetapi secara majazi (kiasan).
Pemakaian secara majazi ini mahsyur pula, sehingga orang-orang
menyangka bahwa pemakaiannya dalam arti yang kedua itu adalah hakiki,
bukan majazi. Dengan demikian para ahli bahasa memasukkannya ke dalam
lafaz musytarak.

3) Lafaz itu semula diciptakan untuk satu makna, kemudian


dipindahkan kepada istilah syari’at untuk arti yang lain. Misalnya lafaz
“shalat”, menurut arti bahasa semula artinya adalah berdoa, kemudian

10
menurut arti istilah syar’i ialah shalat sebagaimana yang kita kenal
sekarang.

3. Hukum Lafaz Musytarak

Apabila persekutuan arti lafaz musytarak pada suatu nash syar’i itu antara
makna lugawi dengan makna istilah syar’i, maka hendaklah diambil makna
menurut istilah syar’i.

BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Nasakh merupakan salah satu cara untuk menyelesaikan taarud adillah.


Secara bahasa nasakh berarti menghapus.Ada beberapa istilah yang ditemukan
dalam pembahasan nasakh, pertama nasikh artinya yang menghapus (hukum yang
datang kemudian) dan mansukh artinya yang dihapus (hukum lama).Muhammad
Abu Zahra dalam bukunya menjelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh
nasakh:
1) Hukum yang dinasakh itu tidak disertai dengan keterangan yang
mengidentifikasi bahwa hukum itu berlaku secara abadi.
2) Apa yang dinasakh bukan termasuk kepada perkara yang menurut
pemikiran yang jernih dapat diketahui kebaikan dan keburukannya
3) Ayat yang menasakh (menghapus) datang belakangan. Karena
hakikat nasakh itu mengakhiri pemberlakuan hukum yang dinasakh.
4) Jika kedua nas, baik ayat yang menasakh dan yang dinasakh tidak
dapat dikompromikan. Muradif menurut bahasa artinya adalah: membonceng/ikut

11
serta.Hukum Muradif yang dimaksudkan di sini adalah tentang timbulnya persoalan
yang dikarenakan adanya lafaz-lafaz muradif, dalam hal demikian, para ulama
mempersoalkan hukumnya, seperti misalnya apakah boleh satu lafaz diganti dengan
lafaz lain yang maknanya sama. Seperti lafaz diganti dengan lafaz .Lafaz musytarak
ialah lafaz yang mempunyai dua arti atau lebih yang berbeda-beda. Misalnya: lafaz
“quru” mempunyai arti “suci”. Lafaz tersebut memerlukan penjelasan yang
seksama apa yang dimaksud dengannya. Lafaz musytarak diciptakan untuk
beberapa makna yang penunjukannya kepada makna itu dengan jalan bergantian,
atau tidak sekaligus.

DAFTAR PUSTAKA

Djalil Basiq. 2010. Ilmu Ushul Fiqih. Jakarta: Kencana.


Rosidin Dedeng. Diktat Ushul Fiqih Universitas Pendidikan Indonesia.
Shidiq Sapiudin. 2017. Ushul Fiqih. Jakarta: Kencana.

12
13

Anda mungkin juga menyukai