Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Madzhab yang umumnya diartikan sebagai sebuah aliran atau ajaran
merupakan sebuah realita sejarah yang tidak mungkin dihindari ataupun dihilangkan,
karena pengaruhnya kita rasakan hingga sekarang. Madzhab dalam literatur Islam
dibagi menjadi dua, madzhab dalam aqidah dan madzhab dalam fikih, madzhab dalam
aqidah adalah madzhab Ahlu Sunnah wal Jamaah, dalam ranah aqidah umat Islam
semuanya harus bermadzhab yang sesuai dengan Ahlu Sunnah wal Jamaah, maka
setiap yang menyelisihi madzhab ini dikatakan sesat. Adapun madzhab dalam fikih
berbeda dengan madzhab dalam aqidah, yang sering diistilahkan dengan perbedaan di
dalam masalah cabang (furu’), maka madzhab dalam fikih jauh lebih mudah dan lebih
bisa ditoleransi perbedaanya, oleh karenanya, perlu kajian yang mendalam mengenai
hal ini  agar umat Islam tidak terpecah belah hanya karena masalah furu’iyah sehingga
kaum muslimin bisa mendudukkannya secara proporsional.
Bagi seorang muslim diharuskan menjalankan syariat Islam yang berpedoman
dengan Al-Qur’an dan as-Sunnah dan juga sesuai dengan pemahaman salafush shalih.
Dalam menjalankan ibadah pada asalnya setiap muslim harus mengambil hukum –
hukum dari kedua sumber  utama syariat yang menjadi landasan yang wajib ditaati
dan diamalkan.namun kenyataannya realita membuktikan bahwa tidak semua umat
Islam mampu mengeluarkan hukum – hukum secara langsung dari Al-Qur’an dan as-
Sunnah.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan Definisi Madzhab
2. Jelaskan Tingkatan Atau Level Dalam Bermadzhab
3. Bagaimanakah Sistem Bermazhab
4. Jelaskan Pentingnya Bermadzhab dalam Islam
5. Bagaimanakah Sebab Terjadinya Perbedaan Madzhab?
6. Jelaskan bagaimanakah Hukum Bermadzhab?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Definisi Madzhab
2. Untuk mengetahui Tingkatan Atau Level Dalam Bermadzhab
3. Untuk mengetahui Sistem Bermazhab
4. Untuk mengetahui Pentingnya Bermadzhab dalam Islam
5. Untuk mengetahui Sebab Terjadinya Perbedaan Madzhab?
6. Untuk mengetahui Hukum Bermadzhab

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Madzhab
Madzhab (‫ )مذهب‬secara bahasa adalah jalan yang ditempuh atau yang dilewati.
Madzhab juga diartikan dengan sesuatu yang dituju manusia, baik yang bersifat
materi atau non materi. Kata madzhab merupakan pecahan kata dari tiga huruf dza,
ha, ba. Dari tiga huruf itulah terbentuk kata “ dzahaba- yadzhabu-dzahaban” yang
umumnya diartikan dengan pergi atau berlalu. dan kata madzhab adalah sebuah nama
tempat atau nama waktu.
Namun selain itu dapat juga berarti : Berpendapat, jika seseorang mengambil
pendapat orang lain, dikatakan :

ٍ‫ن‬ ‫فُاَل‬ ‫ب ِإلَى قَ ْو ِل‬


َ َ‫َذه‬
Dia berpendapat dengan pendapat si fulan.
Dari makna inilah, kata madzhab lebih mendekati maknanya, yang secara
bahasa umumnya diartikan dengan istilah aliran, doktrin, atau ajaran. Bahkan kata
madzhab itu sendiri sudah menjadi bahasa baku dalam bahasa Indonesia.  Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), disebutkan bahwa arti dari madzhab
adalah haluan atau aliran mengenai hukum fikih yang menjadi ikutan umat Islam
(dikenal empat madzhab, yaitu madzhab Hanafi, Hambali, Maliki, dan Syafi’i). 
Menurut istilah madzhab adalah jalan atau cara yang telah digariskan oleh
seseorang atau sekelompok orang, baik dalam masalah kayakinan, prilaku, hukum,
dan lainnya.
Dijelaskan dalam al-Mu’jam al-Wasith yang dimaksud  madzhab menurut
para ulama adalah kumpulan pandangan dan  teori ilmiah serta filsafat yang satu
sama lain berkaitan sehingga menjadi satu kesatuan yang erat.
Dengan demikian yang dimaksud madzhab fikih adalah metode yang
ditempuh oleh seorang ahli fikih (ulama) yang memiliki derajat mujtahid, di mana
dia memiliki ciri khas tersendiri di kalangan ahli fikih dalam menentukan
sejumlah hukum-hukum dalam bidang furu’ (cabang agama).
Sedangkan untuk pengertian bermadzhab (‫ذهب‬NN‫ )التم‬adalah iltizamnya
seseorang (bukan orang awam ) dengan  madzhab mujtahid tertentu  dalam 

3
perkara ushul dan furu’ atau salah satu dari keduannya, atau dengan menisbahkan
madzhab kepadanya.
Bermadzab tidak musti harus mengikuti pendapat imam madzab dari kata-
katanya (fi al-aqwal), mamun bisa dalam metodologinya (fi al-manhaj), bahkan
juga untuk mengembangkan metodologinya, bukan lagi mengikuti manhaj yang
sudah ada. [2]Dengan demikian, sudah pasti akan menimbulkan adanya
perbedaan. Baik dalam hal perkataan ataupun metodologinya. Perbedaan tersebut
sangatlah umum, sehingga hamper semua pemikir berpendapat demikian.

B. Tingkatan Atau Level Dalam Bermadzhab


1.   Taqlid kepada fuqaha madzab, atau ulama’ madzab. Misalkan taqlid kepada
ulama’ syafi’iyah yang pada hakikatnya bertaqlid kepada fuqoha’ as-syafi’iyah
(ulama’ yang bermazhab as-syafi’i) yang thabaqatnya (tingkatan keilmuan dan
masa hidupnya) jauh dari imam syaf’i itu sendiri.
2.   Taqlid kepada imam madzab secara langsung. Misalkan bertaqlid kepada imam
syafi’i. Cara bermazhab tingkatan kedua ini adalah selalu merujuk kepada kitab-
kitab yang ditulis langsung oleh imam syafi’i. Yakni Al-Umm, Al-Risalah,
Musnad, Ikhtilaf al-Hadist, dll.
3.   Ittiba’ kepada ulama madzab atau langsung kapada imam madzab (imam Syafi’i).
Tingkatan ketiga ini lebih tinggi dari pada tingkatan kedua. caranya adalah dengan
mengikuti langsung imam syafi’i dengan menjadikan karya-karyanya sebagai
rujukkan, yakni mengikuti pendapat imam syafi’i dengan mengetahui dalil yang
dijadikan landasannya.
4.   Bermadzab fi al-manhaj, dalam tingakatan ini seseorang berani mengambil resiko
untuk berbeda pendapat dengan imam mazhab (imam syafi’i) dalam tataran  hasil 
pemikirannya, meskipun manhajnya mengikutinya. Ulama’ yang mengikuti
metodologi yang dipaki oleh imam syafi’i, masih tetap dianggap sebagai pengikut
mazhab imam syafi’i.
5.   Mengembangkan metodologi imam madzab. Ada beberapa hal yang dapat
dikembangkan dalam masalah metodologi ini, antara lain konsep mashlahah,
reinterpretasi nash, revisi kaidah fiqhiyah yang mempertentangkan antara
mashlahah ammah dengan mashlahah khoshosh.bahkan juga sampai menciptakan
metode atau manhaj dalam berijtihad baru yang diakui secara akademik dan

4
terjadinya kesinambungan dari proses berijtihad dan sekaligus hasil pemikiran
ulama’ masa lalu.
C. Sistem Bermazhab

Pada hakikatnya, sistem bermazhab, tidak mempertentangkan antara system


ijtihad dan sistem taqlid, tetapi merangkaikan keduanya pada suatu proporsi yang
serasi. Masing-masing sistem tersebut adalah sistem yang baik yang seharusnya
digunakan oleh kaum muslimin untuk mendapatkan ajaran Islam yang murni. Hanya
masing-masing harus tepat siapa yang menggunakannya, tidak boleh salah tangan dan
salah letak.

D. Pentingnya Bermadzhab dalam Islam


Ulama ahlussunnah wal jama ah merekomendasikan empat madzhab yang
boleh diikuti oleh umat Islam dalam bidang fiqih Yakni :
1. Madzhab Syafi I
2. Madzhab Maliki
3. Madzhab Hanafi dan
4. Madzhab Hambali
Acuannya karena memang keempat madzhab ini terbukti bisa
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kualitas keilmuan pendirinya tidak diragukan
lagi. Ada empat dalil pokok yang menjadi acuan mereka yaitu Al Qur- an, Hadis,
Ijma, dan Qiyas. Al Qur an menjadi pedoman utama dalam pengambilan hukum fiqih
yang berkomparasi dengan hadis untuk menyempurnakannya. Kalau pada firman
Allah dan sabda Rasulullah tidak diterangkan dengan jelas dan detail suatu masalah,
barulah merujuk pada Ijma konsensus ulama. Bila masih butuh penjelas lagi jalan
terakhir adalah Qiyas analogi hukum. Sementara maslahah mursalah Istishab Istihsan
Madhab al Sahabi Urf dan syariat umat terdahulu masih menjadi polemik antara boleh
dan tidaknya dijadikan dasar hukum.

Sebagian Madzhab menggunakan sebagai dasar untuk menggali hukum


sebagian lagi menolaknya. Terlepas dari berbagai perdebatan tersebut muncul
persoalan cukupkan kita kembali kepada Qur an dan Hadist dalam menjawab berbagai
persoalan umat. Apakah hal itu bisa dan mencukupi, Tentu saja tidak mustahil karena
keempat pendiri madzhab tersebut terampil merujuk pada Qur an dan hadis untuk
merumuskan konsep fiqih masing masing. Dengan kata lain acuan utama produk fiqih

5
mereka adalah qur an dan hadisr. Tetapi hampir bisa dipastikan untuk saat ini tidak
akan menemukan satu orangpun yang bisa melakukannya. Kenapa Karena ada
beberapa kriteria yang harus dilengkapi oleh orang yang berkeinginan merujuk
langsung pada dua sumber pokok hukum Islam ini Syaratnya mulai dari paham
terhadap bahasa arab secara sempurna bukan hanya paham bisa beribacara dan
membaca secara sederhana tapi memahaminya mulai dari struktur kalimat sampai tata
bahasanya.

Perangkat yang harus dimiliki adalah ilmu nahwu sharaf mantiq dan balaghah.
Berikutnya harus mengerti dengan sempurna cara menafsirkan keduanya Maka yang
harus dikuasai adalah ilmu tafsir dan mustholahul hadis. Tidak cukup sampai disini
untuk menghasilkan produk hukum dari qur an dan hadist setelah menguasai apa yang
telah dijelaskan di atas ialah dengan metode ushul fiqih.

E. Sebab Terjadinya Perbedaan Madzhab


Wahbah az-Zuhaili dalam kitabnya al-Fiqh al-Islami wa
adillatuhu menjelaskan hal-hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan pendapat di
antara ulama,  yaitu :
1.  Perbedaan terhadap makna lafadz-lafadz arab
terkadang nash-nash syar’i ada yang  bermakna mujmal (umum), musytarak (kata
yang memiliki banyak makna), terkadang ada yang bermakna haqiqiy dan majaziy,
dan perbedaan-perbedaan yang menyangkut bahasa yang memberikan peluang
terjadinya perbedaan pendapat di kalangan ulama.
2. Faktor-faktor yang menyangkut periwayatan hadits
Sebagian besar perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan ulama adalah
adanya hadits yang diperselisihkan keshahihannya, sebagian ulama mengatakan
bahwa hadits ini shahih, dan sebagian yang lain mengatakan bahwa hadits ini dhaif,
jika para ulama masih memperselisihkan akan keshahihannya hadits  tersebut
merupakan celah yang menjadikan terjadi perbedaan karena akan berbeda pula
dalam menyimpulkan hukum terkait dengan hadits yang diperselisihkan akan
keshahihannya.
3.  Perbedaan sumber hukum yang dijadikan sandaran dalam menyimpulkan sebuah
hukum syar’i, seperti istihsan, mashlahah mursalah, istishhab, sadd dzari’ah,

6
perkataan sahabat Madinah  yang masih diperselisihkan apakah bisa dijadikan dalil
atau tidak.
4.  Faktor-faktor yang menyangkut kaidah-kaidah ushuliyah, seperti kaidah al-amm al-
makhsush bukan hujjah, mafhum bukan hujjah, nasikh, dan mansukh dan lain-lain.
5.  Berijtihad dengan qiyas
6.  Adanya Ta’arudh (saling berlawanan) dan tarjih (merajihkan) di antara dalil-dalil.

F. Hukum Bermadzhab
Di sini terjadi perselisihan pendangan di kalangan umat Islam, yang terbagi
kepada dua golongan besar.
a. Tidak wajib : sebagian ulama Ushul berpendapat bahwa bermadzhab itu tidak
wajib. Umat Islam wajib mengikuti apa yang ada di dalam Al-Qur’an dan as-
Sunnah. Ulama yang berpendapat demikian adalah Khujandi, Nashiruddin al-
Albani dan Ibnu Hazm. Bagi golongan ini, tidak wajib mengamalkan pendapat
madzhab tertentu dalam setiap masalah. Ia boleh berpindah dan mengamalkan
pendapat dari madzhab lain. Iltizam terhadap satu madzhab saja merupakan
kesulitan dan kesempitan, padahal adanya beberapa madzhab merupakan rahmat,
nikmat dan karunia. Muhammad Sulthan al-Ma’shumi al-Khujandi al-Makki,
beliau mengatakan tidak wajib bagi seorang muslim untuk melazimi salah satu
madzhab dari empat madzhab, dan barangsiapa yang melazimi salah satu  madzhab
dalam setiap permasalahan-permasalahannya maka ia adalah orang yang fanatik
salah, orang yang bertaklid buta, dan yang memecah belah agama sehingga
terjadinya golongan-golongan dan Allah telah melarang dari berpecah belah dalam
agama.

b. Wajib : Golongan ini mengatakan bermadzhab itu harus bahkan bagi orang awam
hukumnya wajib, Al-Amidi mengatakan bahwa orang awam dan orang yang tidak
memiliki keahlian berijtihad, walaupun dapat menghasilkan sebagian ilmu yang
diakui (mu’tabar) dalam berijtihad, ia wajib mengikuti pendapat para mujtahid dan
berpegang dengan fatwa-fatwanya, demikian menurut ahli tahqiq dan ulama ushul.
Khudhari Bek pula berpandangan wajib atas orang awam meminta fatwa dan
mengikuti para ulama.

7
mayoritas ulama ushul berpendapat bahwa bermadzhab bagi orang awam itu harus,
bahkan bagi orang awam yang benar-benar murni, bermadzhab itu wajib. Hanya
saja mereka berbeda pendapat, apakah mengikuti madzhab itu dalam arti
kata taqlid  atau ittiba. keduanya memberikan kesimpulan yang sama yaitu
bermadzhab, mereka juga tidak membedakan antara orang awam yang memang
tidak faham tentang persoalan hukum dengan orang yang berpengetahuan tetapi
belum sampai ke tahap mujtahid. Kedua golongan ini dianggap awam, dan bagi
orang awam kewajiban mereka adalah bertanya kepada ahlu ilmi yaitu mujtahid,
jika ia bertanya atau mengikuti seorang mujtahid maka ia disebut bermadzhab.      

Dari kenyataan yang ada antara kedua golongan, nampaknya sangat sulit untuk
mengkompromikan keduanya namun ada titik temu antara kedua golongan ini yaitu
mereka bersepakat tentang keharusan mengikuti pendapat atau fatwa para imam
madzhab.

c. Berpegang Pada Satu Madzhab


Wahbah az-Zuhaili membagi pandangan ulama ushul fikih dalam masalah ini
menjadi :
          Pendapat pertama mengatakan bahwa wajib melazimi madzhab imam
tertentu, karena ia berkeyakinan bahwa itu adalah yang benar, dan wajib baginya
beramal dengan apa yang ia yakini.
           Pendapat kedua mengatakan bahwa tidak wajib bertaklid dengan madzhab
imam tertentu dalam setiap permasalahan dan peristiwa yang dihadapi. Bahkan ia
boleh bertaklid kepada mujtahid mana pun yang ia kehendaki, walaupun ia
beriltizam dengan madzhab tertentu seperti Abu Hanifah, Imam Syafi’i atau yang
lainnya, tidak ada kewajiban untuk terus menerus mengikutinya, bahkan
membolehkan baginya untuk berpindah dari madzhabnya ke madzhab yang lain,
karena tidak ada kewajiban kecuali mengikuti apa yang diwajibkan Allah dan
Rasul-Nya, dan Allah dan Rasul-Nya tidak mewajibkan untuk bermadzhab dengan
madzhab seseorang dari para imam, Allah hanya mewajibkan untuk mengikuti
ulama dan tidak mengkhususkan dengan satu imam saja tanpa imam yang lain.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Madzhab (‫ )مذهب‬secara bahasa adalah jalan yang ditempuh atau yang dilewati.
Madzhab juga diartikan dengan sesuatu yang dituju manusia, baik yang bersifat
materi atau non materi. Kata madzhab merupakan pecahan kata dari tiga huruf dza,
ha, ba. Dari tiga huruf itulah terbentuk kata “ dzahaba- yadzhabu-dzahaban” yang
umumnya diartikan dengan pergi atau berlalu. dan kata madzhab adalah sebuah nama
tempat atau nama waktu. Ulama ahlussunnah wal jama ah merekomendasikan empat
madzhab yang boleh diikuti oleh umat Islam dalam bidang fiqih Yakni :
1. Madzhab Syafi I
2. Madzhab Maliki
3. Madzhab Hanafi dan
4. Madzhab Hambali

B. Saran

Makalah ini masih belum sempurna baik segi isi maupun penulisan. Oleh
sebab itu penulis mohon kritik dan saran dari para pembaca dan dosen pembimbing
demi perbaikan makalah yang akan datang.

9
DAFTAR PUSTAKA

https://andalasidea12.blogspot.com/2016/03/hukum-bermadzhab-dalam-islam.html

https://islamkaffah.id/pentingnya-bermadzhab-dalam-islam/

https://wavekuliahonline.blogspot.com/2014/05/redefinisi-ijtihad-dan-bermazhab.html

10

Anda mungkin juga menyukai