Anda di halaman 1dari 11

Resume

ILMU MUKHTALIFU’L HADIST


Oleh : Citra Novianti

A. PENGERTIAN
Ilmu Mukhtalif Hadits ialah ilmu yang membahas hadits-
hadits yang secara lahiriyahnya tampak bertentangan, untuk
kemudian dapat menghilangkan pertentangan tersebut atau untuk
dapat menemukan pengkompromiannya.
Dalam kaidah bahasa Mukhtalaf Al-Hadis} adalah susunan
dua kata benda (isim) yakni Mukhtalaf dan Al-Hadis. Mukhtalaf
sendiri adalah isim maf’ul dari kata ikhtalafa yang berarti
perselisihan dua hal atau ketidaksesuaian dua hal, secara umum
apabila ada dua hal yang bertentangan, hal tersebut bisa dikatakan
mukhtalaf atau ikhtilaf. Sedangkan dalam istilah ahli hadis,
Mukhtalif Al-Hadis (dengan dibaca kasroh lam’) adalah hadis yang
- secara dhohir - tampak saling bertentangan dengan hadis lain. dan
dengan dibaca fathah lam’nya adalah dua hadis yang secara makna
saling bertentangan. dari dua definisi diatas bisa disimpulkan bahwa
Mukhtalif Al-Hadis adalah adalah esensi hadis itu sendiri,
sedangkan Mukhtlaf Al-Hadis adalah pertentangannya.
Sedangkan menurut istilah ilmu mukhtalif al-Hadits ialah
ilmu yang membahas hadits-hadits, yang menurut lahirnya
1
bertentangan atau berlawanan, kemudian pertentangan tersebut
dihilangkan atau dilkompromikan antara keduanya, sebagaimana
membahas hadits-hadits yang sulit dipahami kandungannya,
dengan menghilangkan kesulitannya serta menjelaskan hakikatnya.
(Al-Hafidz Ibnu Katsir, al- Basis al-Hadits; Syarah Ikhtisar ‘Ulum
Al-Hadits).
Dari pengertian ini dapat dipahami, bahwa dengan menguasai
ilmu mukhtalif al-hadits, hadits-hadits yang tampaknya
bertentangan akan dapat diatasi dengan menghilangakan
pertentangan tersebut. Begitu juga kemusykilan yang terlihat dalam
hadits, akan segera dapat dihilangkan dan ditemukan hakikat dari
kandungan hadits tersebut.
Definisi yang lain menyebutkan bahwa ilmu mukhtalif al-
hadits ialah ilmu yang membahas hadits-hadits yang menurut
lahirnya saling bertentangan, karena adanya kemungkinan dapat
dikompromikan, baik dengan cara mentaqyid kemutlakannya, atau
mentakhsis keumumannya, atau dengan cara membawanya kepada
beberapa kejadian yang relevan dengan hadits tersebut.(Subhi Al-
Shalih)
Sebagian ulama’ menyamakan istilah ilmu mukhtalif al-hadits
dengan ilmu musykil al-hadits, ilmu ta’wil al-hadits, ilmu talfiq al-
hadits, dan ilmu ikhtilaf al-hadits. Jadi ilmu ini berusaha untuk
mempertemukan dua atau lebih hadits yang bertentangan

2
maknanya. Ilmu ini sangat dibutuhkan oleh ulama’ hadits, ulama’
fiqh, dan lain-lain.

B. SEJARAH SINGKAT MUKHTALIF AL-HADITS


Pada masa awal sistematisasi, perumusan dan penulisannya,
ilmu yang berhubungan dengan hadits-hadits yang mukhtalif ini
dibahas dalam ilmu ushul fiqh. Ini jelas terlihat dari rumusan yang
dilakukan oleh Imam Syafi’i dalam kitab ar-Risalah, al-Umm, dan
Ikhtilaf al-Hadits. Pembahasan ikhtilaf ini juga ditulis oleh Ibnu
Qutaibah dalam kitabnya Ta’wil Mukhtalif al-Hadits (213-276 H)
dan Musykil al-Atsar karya ath-Thahawi (229-321 H).
Di sisi lain, ilmu yang berhubungan dengan ilmu hadits dalam
makna ilmu riwayah, lebih bersifat ilmu musthalah al-hadits. Hal
ini terlihat jelas dalam kitab al-Muhaddits al-Fashil karya
Ramahurmuziy (w. 360), yang dipandang sebagai kitab pertama
dalam ilmu ini.
Dalam perkembangannya, ilmu ini tidak saja dibahas dalam
kitab-kitab ushul fiqih, tetapi juga dalam ilmu hadits pada
umumnya. Sementara terapannya bertebaran dalam kitab-kitab
fiqih dan syarah hadits, seperti al-Mughni karya Ibnu Qudamah,
Fath al-Bari; Syarah Shahih Bukhori karya Ibnu Hajar, Syarah an-
Nasa’iy karya as-Suyuti, Tanwir al-Hawalik; Syarah Muwaththa’
karya as-Suyuti, Syarah Muwaththa’ karya az-Zarqani, Subulus
3
Salam;Syarah Bulughu al-Maram karya ash-Shan’ani dan
sebagainya.

C. URGENSI MUKHTALIF AL-HADITS


Bahwasanya memahami hadis Nabi SAW. dengan
pemahaman yang sehat, kuat, dan jernih serta dalam, dan juga
melakukan istinbat hukum dari hadis tersebut secara benar dan sah
tidak bisa terlaksana dengan sempurna kecuali didukung dengan
pengetahuan tentang Mukhtalaf Al-Hadis, sehingga mau tidak mau
bagi seorang ilmuan (‘ulama) yang berkecimpung dalam bidang
tersebut memahami Mukhtalif Al-Hadis merupakan sebuah
keniscayaan. Saking pentingnya memahami Muhktalif Al-Hadis},
para ‘ulama bervariasi dalam memposisikan (Makanah) Ilmu
Muhktalaf Al-Hadis}.
Diantara mereka adalah Ibnu Hazm Al-Dhahiri, berikut
statmennya:
‫أ‬ ‫أ‬ ‫أ‬ ‫أ‬ ‫أ‬ ‫أ‬
‫وهذا من دق ما يمكن ن يعترض هل العلم من ت ليف النصوص و غمضه و صعبه‬
Artinya (kurang lebih) : “dan ini (maksudnya adalah Ilmu
Muhktalaf Al-Hadis) merupakan salah satu disiplin ilmu yang sulit,
rumit bagi seorang ilmuan (Ahl Al-‘Ilm) dalam merumuskan atau
menjabarkan nash-nash hadis”

4
Dan Imam Abu Zakariya Al-Nawawi mengatakan dengan
ungkapan :
ُّ ‫ أل‬w ‫ٌ أ‬
" ‫ويضطر إلى معرفته جميع العلماء من الطوائف‬ ،‫هِم ا نواع‬
hِّ ‫" هذا فن من‬
Artinya (kurang lebih) :
“dan ini (maksudnya adalah Ilmu Mukhtalaf Al-Hadis) merupakan
salah satu fan ilmu terpenting. dan semua ‘ulama dari segala
kelompok mutlak membutuhkan pengetahuan tentang ilmu ini.”
Terkait urgensi Ilmu Mukhtalaf Al-Hadits Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah mengatakan :
‫أل‬
"‫" فإن تعارض دالالت ا قوال وترجيح بعضها على بعض بحر خضم‬
Artinya (kurang lebih):
“sesungguhnya pertentangan (secara dhahir) antara beberapa
petunjuk dalil dan melakukan tarjih pada sebagian dalil tersebut
merupakan samudera yang sangat luas (artinya sangat luas dan
rumit)”[5]
Kemudian ada juga ulama lainnya yang berpendapat sebagai
berikut :
Nur al-Din’ithr mengatakan, mukhtaliful hadis merupakan
kebutuhan yang sangat penting bagi setiap orang alim dan fiqih,
agar dapat mengetahui maksud yang hakiki dari hadis-hadis yang
tampak bertentangan.

5
Al-Sakhawi mengatakan, ilmu mukhtaliful hadis termasuk jenis
yaang terpenting yang sangat dibutuhkan oleh para ulama
diberbagai disiplin. Adapun yang bisa menekuninya secara tuntas
adalah mereka yang berstatus Imam yang memadukan antara hadis
dan fiqih dan yang memiliki pemahaman yang sangat mendalam.

D.SEBAB-SEBAB MUKHTALIF AL-HADITS


1. Faktor Internal Hadits (al ‘Amil Al Dakhily)
2. Yaitu berkaitan dengan internal dari redaksi hadits tersebut.
Biasanya terdapat ‘illat (cacat) didalam hadits tersebut yang
nantinya kedudukan hadits tersebut menjadi dha’if. Dan secara
otomatis hadits tersebut ditolak ketika hadits tersebut
berlawanan dengan hadits shohih.
3. Faktor Eksternal (al’ Amil al Kharijy)
4. Yaitu faktor yang disebabkan oleh konteks penyampaian dari
Nabi, yang mana menjadi ruang lingkup dalam hal ini adalah
waktu, dan tempat dimana Nabi menyampaikan haditsnya.
5. Faktor Metodologi (al Budu’ al Manhajy)
6. Yakni berkitan dengan cara bagaimana cara dan proses seseorang
memahami hadits tersebut. Ada sebagian dari hadits yang
dipahami secara tekstualis dan belum secara kontekstual yaitu
dengan kadar keilmuan dan kecenderungan yang dimiliki oleh
seorang yang memahami hadits, sehingga memunculkn hadits-
hadits yang mukhtalif.
6
7. Faktor Ideologi
8. Yakni berkaitan dengan ideologi suatu madzhab dalam
memahami suatu hadits, sehingga memungkinkan terjadinya
perbedaan dengan berbagai aliran yang sedang berkembang.

E. METODE YANG DIGUNAKAN DALAM MENYELESAIKAN


HADIS MUKHTALIFUL HADIS:
1. Metode Al-Jam’u wa al-Tawfiq(mengkompromikan).
Metode Al – Jam’u ini berarti penyelesaian hadis yang
bertentangan dengan cara mencari titik temu kandungan hadis-
hadis tersebut, sehingga maksud sebenarnyayang dikehendaki
oleh masing-masingnya dapat dikompromikan, sehingga
masing-masing dapat diamalkan sesuai dengan tuntutannya.
2. Metode al-Nasakh.
Metode al-nasakh adalah penyelesaian hadis yang
bertentangan dengan mengetahui kronologi munculnya hadis-
hadis yang satu sama lain yang saling berbeda makna
tekstualnya. Jika hal tersebut diketahui, maka hadis yang muncul
lebih dulu dinilai telah di-nasakh (dihapus hukumnya) oleh
hadis yang datang setelahnya.
3. Metode al-Tarjih.
Metode al-tarjih adalah penyelesaian hadis yang
bertentangan dengan membandingkan hadis yang secara tekstual
7
saling berbeda maknanya, dengan menyelidiki hal-hal yang
terpaut dengan masing-masingnya agar diketahui mana hadis-
hadis yang lebih kuat untuk dipegang sebagai dalil hukum.
4. Metode al-Tawaqquf.
Metode al-tawaqquf adalah hadis-hadis yang bertentangan
didiamkan, tidak dijadikan dalil hukum dalam jangka waktu
yang tidak ditentukan sebelum ditemukan dalil yang
menguatkan salah satunya.
5. Metode al-Takhyir.
Metode al-takhyir adalah penyelesaian hadis yang
bertentangan dengan cara memilih salah satu dari beberapa hadis
mengenai persoalan tertentu. Yang demikian karena beberapa
Hadis shahih tentang perihal yang sama dengan makna yang
berbeda-beda tidak diamalkan pada waktu yang bersamaan,
tetapi mesti dipilih salah satunya, seperti yang menyangkut
tanawwu’al-ibadah (hadis-hadis yang menyangkut ragam
peribadatan).

F. KITAB-KITAB MUKHTALIFUL HADIS.


Kitab paling awal dalam bidang ilmu ini adalah kitab Ikhtilaf
al-hadis, karya imam syafi’i (150-204 H).
Adapun diantara kitab-kitab Mukhtaliful hadis yaitu:
8
1. Ta’wil Mukhtalif al-Hadis oleh al-Hafidh Abdullah bin Muslim
al-Dainury (213-276).
Kitab tersebut merupakan jawaban bagi para penentang hadis,
dan penuduh para ahli hadis yang sengaja mengumpulkan hadis-
hadis yang saling berlawanan dan meriwayatkan hadis-hadis
musykil. Dalam kitab tersebut tampak lahirnya lahirnya
belawanan tapi pada hakikatnya tidak demikian.
2. Musykil al-Atsar oleh Imam Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad
al-Thahawy (239-321 H).
3. Musykil al-Hadis wa Bayanuh oleh Abu Bakar Muhammad al-
Asbihany (406 H). Di dalamnya disusun beberapa hadis Nabawy
yang menurut lahirnya diduga serupa dan berlawanan yang
dituduhkan oleh orang-orang yang memusuhi agama. Melalui
penjelasan yang diuraikan dalam kitab terssebut selain didasari
oleh nash juga berpihak kepada analisa yang logis.

G.CONTOH MUKHTALIFUL HADIS.


Rosulullah bersabda:
ْ
‫ا ل َما ء َال ُى َن ِ ّج ُس ُه َش ْي ُء‬
Artinya: “Air tidak bisa dinajiskan oleh siapapun.
ً ‫َإذا َب َل َغ ْال َم ُاء ُق َّل َت ْين َل ْم َي ْح ِم ْل َن‬
‫جس‬

9
Artinya: “jika air telah mencapai dua kulah, maka tidak akan
membawa najis.”
Sekilas dua hadis tersebut tampak bertentangan, namun hadis
tersebut dapat dikompromikan hingga tidak terjadi pertentangan.
Ibnu Qutaibah mengatakan,
Rosulullah menyabdakan hadis pertama berdasarkan kebiasaan dan
yang paling banyak terlihat. Karena spernyataan beliau tersebut
merupakan khususan.
Dengan demikian ukuran kulah air itu dua kulah, suatu ukuran
yang tidak dapat dinajiskan.
Contoh yang kedua diambil dari Al-Shan’ani, yang berbunyi:
‫أ‬ ‫أ‬
‫د و‬hh ‫ه حم‬hh ‫ر ج‬hh ‫ ( خ‬.‫ر‬hh ‫ماء العش‬hh ‫قت الس‬hh ‫ا س‬hh ‫لم فيم‬hh ‫ه و س‬hh ‫لي هللا علي‬hh ‫ه ص‬hh ‫و ل‬hh ‫ق‬
‫أ‬
) ‫البجارى و بو داود والتر مىذى والنساء وابن ما جه‬
sabda Nabi saw. “semua tanaman yang diairi oleh hujan terkena zakat
sepersepuluh”. Bertentangan dengan hadis yang berbunyi dibawah ini
‫أ‬ ‫أ‬ ‫أ‬
‫د‬hh ‫ه حم‬hh ‫ر ج‬hh ‫دقه" ( خ‬hh ‫ق ص‬hh ‫لم "ليس فيم دون خمس و س‬hh ‫ه و س‬hh ‫لي هللا علي‬hh ‫ه ص‬hh ‫و ل‬hh ‫ق‬
‫أ‬
)‫والشىخان و هل السنن‬
Sabda Nabi saw. “hasil tanaman yang kurang dari 5 wasaq
tidak terkena zakat”.
Kedua hadis yang lahiriahnya bertentangan ini dapat disatukan
dengan cara meletakkan hadits pertama sebagai dalil umum,

10
sedangkan hadits kedua sebagai mukhasshish. Untuk ini berlaku
kaedah.
‫تقليم الخاص في العمل علي العام‬
(mendahulukan mengamalkan dalil khas- hadist kedua diatas- atas
dalil umum, yang disebut duluan).
Masih banyak contoh lainnya. Konon kasus tentang pertentangan
tentang antara dua hadist itu sudah ada semenajak masa sahabat,
sehingga kebutuhan terhadap ilmu ini sudah ada semenjak itu.

Sumber :
http://makalahfull.blogspot.com/2013/03/mukhtalif-al-hadits.html
http://kuliahfree.blogspot.com/

11

Anda mungkin juga menyukai