Anda di halaman 1dari 2

B.

Kehujjahan Hadits

Kehujjahan Hadits adalah tingkat validitas Hadits, yakni kapasitas Hadits sebagai manhaj syari’ah atau
panduan amaliah ajaran Islam, sebagai bayan Al-Qur'an, dan sebagai dalil yang diistinbathi untuk menentukan
hukum Islam.
Kehujjahan Hadits ditentukan oleh kaidah taqsim kualifikasi, kaidah tash-hih kualitas, dan kaidah tathbiq
aplikasi.

1. Kaidah Taqsim Kualifikasi


Kaidah taqsim menentukan jenis dan kualifikasi Hadits dari segi jumlah rawi, persambungan dan keadaan
sanad, serta bentuk dan idhafah matan.

a. Jumlah Rawi
Dari segi jumlah rawi, kualifikasi Hadits terbagi kepada Mutawatir dan Ahad.
1) Hadits Mutawatir adalah Hadits yang diriwayatkan oleh rawi dalam jumlah yang banyak, yakni 4 orang
atau lebih per-thabaqah.

َ ‫ب َعنْ م ِْثل ِِه ْم ِالَى ا ْن ِت َها ال َّس َن ِد َو َك‬


َّ‫ان مُسْ َت َن ُده ْم ْالحِس‬ ِ ‫اطؤُ ُه ْم َعلَى ْالك ِْذ‬
ُ ‫ْث ْال ُم َت َوا ِت ُر ه َُو الَّذِيْ َر َواهُ َج ْم ٌع َك ِث ْي ٌر ي ُْؤ َمنُ َت َو‬
ُ ‫اَ ْل َح ِدي‬

Syarat Hadits Mutawatir adalah :


a) Beritanya mahsus (indrawi) yakni yang terlihat, terdengar dan sebagainya, bukan perkiraan atau
hasil analisis;
b) Tidak ada terkesan dusta, secara adat mustahil rawi bersepakat dusta;
c) Jumlah rawinya minimal 4 meliputi setiap thabaqah, mulai dari shahabat, tabi’in, tabi’ al-tabi’in dan
selanjutnya sampai mudawin.
Hadits Mutawatir meliputi yang Lafzhi dan yang Ma’nawi. Hadits Mutawatir Lafzhi adalah Hadits
Mutawatir yang lafazhnya sama, ma’nanya sama, dan maksudnya sama. Hadits Mutawatir Ma’nawi
adalah Hadits Mutawatir yang lafazhnya berbeda sehingga ma’nanya berbeda, namun maksudnya
secara umum sama.

2) Hadits Ahad adalah Hadits yang diriwayatkan oleh rawi dalam jumlah yang tidak banyak, yakni 3 rawi
per-thabaqah (disebut Hadits Masyhur), 2 rawi per-thabaqah (disebut Hadits 'Aziz), dan 1 rawi per-
thabaqah (disebut Hadits Gharib).
Hadits Ahad adalah ‫ َما الَ َي ْن َت ِهيْ ِالَى ال َّت َوا ُت ِر‬yakni Hadits yang tidak sampai pada Mutawatir :
a) Jumlah rawinya, Mutawatir : 4, Ahad : 3 – 1;
b) Syaratnya, Hadits Mutawatir dengan 3 syarat, Hadits Ahad tidak mengharuskan syarat seperti itu;
c) Kehujahannya, Hadits Mutawatir memfaidahkan 'ilmu dharuri yang bersifat qath'i (pasti, yakin,
mutlak, absolut) wurud dan dalalahnya, sedangkan Hadits Ahad bersifat zhanni (dugaan, relatif,
nisbi) baik wurudnya maupun dalalahnya.

Sebagai aplikasi dari teori di atas, untuk menentukan apakah suatu Hadits itu Mutawatir atau Ahad, seperti
tentang Hadits di atas, maka Hadits tersebut harus ditakhrij dulu untuk mengumpulkan semua Hadits yang
sama (Lafzhi dan Ma’nawi) dan menghitung jumlah rawinya. Dari seluruh rawinya ditentukan thabaqahnya
dengan menggunakan kitab Rijal dan Thabaqah. Bila setiap thabaqah memenuhi syarat minimal 4 rawi, maka
Hadits tersebut merupakan Hadits Mutawatir. Kalau tidak terpenuhi maka Hadits tersebut adalah Hadits Ahad.
Sampai tahun 500 H, thabaqah shahabat (S) sampai kira-kira tahun 80 H, tabi’in (T) tahun 130 H, tabi’ al-tabi’in
(2 T) tahun 180 H, tabi’ min tabi’ al-tabi’in (3 T) tahun 230 H, tabi’ min tabi’ min tabi’ al-tabi’in (4 T) tahun 300
H, tabi’ min tabi’ min tabi’ min tabi’ al-tabi’in (5 T)tahun 360 H, tabi’ min tabi’ min tabi’ min tabi’ min tabi’ al-
tabi’in (6 T) tahun 420 H, dan tabi’ min tabi’ min tabi’ min tabi’ min tabi min tabi’ al-tabi’in (7 T) tahun 500 H.
Bila pola thabaqah tersebut diterapkan pada rawi mudawin, maka Abu Hanifah yang wafat tahun 150 H
termasuk thabaqah tabi’in (T), Malik (179 H) thabaqah tabi’ al-tabi’in (2 T), Al-Syafi’i (204 H) thabaqah 3 T,
Muslim (261 H) thabaqah 4 T, Ibnu Hibban (354 H) thabaqah 5 T, Hakim (405 H) thabaqah 6 T, dan Baihaqi
(45N8 H) Dailami (508 H) termasuk thabaqah 7 T.

b. Sanad

Taqsim dari segi persambungan sanad, membagi Hadits kepada Hadits yang muttashil dan munfashil.
1) Hadits Muttashil adalah Hadits yang sanadnya bersambung, yakni rawi murid dan rawi guru dalam
sanad bertemu (liqa) karena hidup sezaman, setempat dan seprofesi Muhadditsin. Lama sezamannya
minimal sekitar 10 tahun, artinya pada saat rawi guru meninggal, rawi murid sudah berusia 10 tahun,
sudah dalam usia mumayiz dan baligh.
2) Hadits Munfashil adalah Hadits yang sanadnya terputus (inqitha') karena tidak bertemu. Bila sanad
terputus pada rawi pertama disebut Hadits Mursal, putus pada rawi mudawin dengan gurunya disebut
Hadits Mu'allaq, putus satu rawi di thabaqah mana saja dalam sanad disebut Hadits Munqathi', dan
putus dua rawi dalam dua thabaqah yang berturut-turut disebut Hadits Mu'dhal.

Ittishalnya sanad merupakan faktor yang menentukan maqbulnya kualitas Hadits, dan inqitha’nya sanad
merupakan bagian dari kualitas mardudnya Hadits.
Dari Hadits di atas, bila dari tarikh ruwah mudawin Muslim liqa dengan gurunya Harmalah, Harmalah liqa
dengan Ibnu Wahab, Ibnu Wahab sezaman dengan Yunus, yang jumpa dengan Ibnu Syihab, beliau liqa dengan
Ibnu Salamah, Ibnu Salamah liqa dengan Abu Hurairah dan Abu Hurairah menerima langsung Hadits dari Nabi
SAW, maka sanad Hadits termasuk muttashil dan Haditsnya disebut Hadits Muttashil.
Dengan kata lain, apabila dari 7 orang rawi tersebut meliputi thabaqah shahabat, tabi’in, 2 T, 3 T, dan 4 T
sampai mudawin Muslim, maka Hadits tersebut adalah Hadits Muttashil.

Dari segi keadaan sanad, Hadits terbagi pada:


1) Hadits Mu'an'an : yang ada lafazh 'an dalam sanad;
2) Hadits Mu'annan : yang ada lafazh anna ta'kid dalam sanad;
3) Hadits 'Ali yang jumlah rawi dalam sanad sedikit, rata-rata per-thabaqah satu atau dua orang;
4) Hadits Nazil : yang jumlah rawinya dalam sanad banyak, rata-rata per-thabaqah tiga lebih;
5) Hadits Musalsal : ada persamaan sifat rawi dalam sanad;
6) Hadits Mudabbaj : ada dua rawi dalam sanad yang saling meriwayatkan.
Kualifikasi Hadits dari segi keadaan sanad tidak menentukan secara langsung tentang kualitas kehujahan
Hadits.
Dari Hadits di atas, berdasarkan keadaan sanad, dapat dikatakan sebagai Hadits Mu’an’an, sebab terdapat
sighah ‘an dalam sanad. Tidak bisa disebut Hadits Muannan, karena tidak ada lafazh anna ta’kid dalam sanad.
Dengan 7 orang rawi sampai mudawin Muslim yang wafat tahun 261 H, maka termasuk Hadits ‘Ali, sebab
termasuk sedikit rawi dalam sanad, rata-rata perthabaqah 1 orang lebih.

c. Matan

Dari segi bentuk matan Hadits meliputi:


1) Hadits Qauli, matannya berbentuk ucapan;
2) Hadits Fi'li, matannya berupa perbuatan;
3) Hadits Taqriri, matannya merupakan kesan ketetapan dari suatu peristiwa.

Dari segi idhafah matan, Hadits meliputi :


1) Hadits Marfu' matannya idhafah pada Nabi SAW;
2) Hadits Mauquf matannya idhafah pada shahabat;
3) Hadits Maqthu' matannya idhafah pada tabi'in.

Dari segi tanda bentuk dan idhafah matan, Hadits terbagi pada Hadits Haqiqi dan Hadits Hukmi
1) Hadits Haqiqi adalah Hadits yang tanda bentuk dan idhafah matannya jelas atau eksplisit (tersurat).
2) Hadits Hukmi adalah Hadits yang tanda bentuk dan idhafah matannya tidak jelas atau implisit (tersirat).
Hadits Mauquf Fi’li Haqiqi, yakni Hadits yang matannya idhafah pada shahabat berupa perbuatan yang jelas
eksplisit dapat dikualifikasi sebagai Hadits Marfu’ Qauli Hukmi, yakni Hadits dengan matan idhafah pada Nabi
SAW berupa perkataan yang tandanya implisit.
Kualifikasi Hadits dari segi idhafah matan terkait dengan salah satu syarat maqbul mardudnya Hadits. Hadits
Marfu’ termasuk Hadits Maqbul, sedangkan Hadits Mauquf dan Maqthu’ termasuk Hadits Mardud. (Ash-
Shiddieqy : 1999 : 171).
Hadits di atas dari segi matannya termasuk kualifikasi Hadits Marfu’ Qauli Haqiqi, artinya Hadits yang
matannya idhafah pada Nabi SAW, bentuk matannya berupa perkataan, dan tanda idhafah dan bentuk
matannya jelas atau eksplisit, yakni ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ ‫َقال َرس ُْو ُل‬
َ ‫هللا‬

Anda mungkin juga menyukai