Kehujjahan Hadits
Kehujjahan Hadits adalah tingkat validitas Hadits, yakni kapasitas Hadits sebagai manhaj syari’ah atau
panduan amaliah ajaran Islam, sebagai bayan Al-Qur'an, dan sebagai dalil yang diistinbathi untuk menentukan
hukum Islam.
Kehujjahan Hadits ditentukan oleh kaidah taqsim kualifikasi, kaidah tash-hih kualitas, dan kaidah tathbiq
aplikasi.
a. Jumlah Rawi
Dari segi jumlah rawi, kualifikasi Hadits terbagi kepada Mutawatir dan Ahad.
1) Hadits Mutawatir adalah Hadits yang diriwayatkan oleh rawi dalam jumlah yang banyak, yakni 4 orang
atau lebih per-thabaqah.
2) Hadits Ahad adalah Hadits yang diriwayatkan oleh rawi dalam jumlah yang tidak banyak, yakni 3 rawi
per-thabaqah (disebut Hadits Masyhur), 2 rawi per-thabaqah (disebut Hadits 'Aziz), dan 1 rawi per-
thabaqah (disebut Hadits Gharib).
Hadits Ahad adalah َما الَ َي ْن َت ِهيْ ِالَى ال َّت َوا ُت ِرyakni Hadits yang tidak sampai pada Mutawatir :
a) Jumlah rawinya, Mutawatir : 4, Ahad : 3 – 1;
b) Syaratnya, Hadits Mutawatir dengan 3 syarat, Hadits Ahad tidak mengharuskan syarat seperti itu;
c) Kehujahannya, Hadits Mutawatir memfaidahkan 'ilmu dharuri yang bersifat qath'i (pasti, yakin,
mutlak, absolut) wurud dan dalalahnya, sedangkan Hadits Ahad bersifat zhanni (dugaan, relatif,
nisbi) baik wurudnya maupun dalalahnya.
Sebagai aplikasi dari teori di atas, untuk menentukan apakah suatu Hadits itu Mutawatir atau Ahad, seperti
tentang Hadits di atas, maka Hadits tersebut harus ditakhrij dulu untuk mengumpulkan semua Hadits yang
sama (Lafzhi dan Ma’nawi) dan menghitung jumlah rawinya. Dari seluruh rawinya ditentukan thabaqahnya
dengan menggunakan kitab Rijal dan Thabaqah. Bila setiap thabaqah memenuhi syarat minimal 4 rawi, maka
Hadits tersebut merupakan Hadits Mutawatir. Kalau tidak terpenuhi maka Hadits tersebut adalah Hadits Ahad.
Sampai tahun 500 H, thabaqah shahabat (S) sampai kira-kira tahun 80 H, tabi’in (T) tahun 130 H, tabi’ al-tabi’in
(2 T) tahun 180 H, tabi’ min tabi’ al-tabi’in (3 T) tahun 230 H, tabi’ min tabi’ min tabi’ al-tabi’in (4 T) tahun 300
H, tabi’ min tabi’ min tabi’ min tabi’ al-tabi’in (5 T)tahun 360 H, tabi’ min tabi’ min tabi’ min tabi’ min tabi’ al-
tabi’in (6 T) tahun 420 H, dan tabi’ min tabi’ min tabi’ min tabi’ min tabi min tabi’ al-tabi’in (7 T) tahun 500 H.
Bila pola thabaqah tersebut diterapkan pada rawi mudawin, maka Abu Hanifah yang wafat tahun 150 H
termasuk thabaqah tabi’in (T), Malik (179 H) thabaqah tabi’ al-tabi’in (2 T), Al-Syafi’i (204 H) thabaqah 3 T,
Muslim (261 H) thabaqah 4 T, Ibnu Hibban (354 H) thabaqah 5 T, Hakim (405 H) thabaqah 6 T, dan Baihaqi
(45N8 H) Dailami (508 H) termasuk thabaqah 7 T.
b. Sanad
Taqsim dari segi persambungan sanad, membagi Hadits kepada Hadits yang muttashil dan munfashil.
1) Hadits Muttashil adalah Hadits yang sanadnya bersambung, yakni rawi murid dan rawi guru dalam
sanad bertemu (liqa) karena hidup sezaman, setempat dan seprofesi Muhadditsin. Lama sezamannya
minimal sekitar 10 tahun, artinya pada saat rawi guru meninggal, rawi murid sudah berusia 10 tahun,
sudah dalam usia mumayiz dan baligh.
2) Hadits Munfashil adalah Hadits yang sanadnya terputus (inqitha') karena tidak bertemu. Bila sanad
terputus pada rawi pertama disebut Hadits Mursal, putus pada rawi mudawin dengan gurunya disebut
Hadits Mu'allaq, putus satu rawi di thabaqah mana saja dalam sanad disebut Hadits Munqathi', dan
putus dua rawi dalam dua thabaqah yang berturut-turut disebut Hadits Mu'dhal.
Ittishalnya sanad merupakan faktor yang menentukan maqbulnya kualitas Hadits, dan inqitha’nya sanad
merupakan bagian dari kualitas mardudnya Hadits.
Dari Hadits di atas, bila dari tarikh ruwah mudawin Muslim liqa dengan gurunya Harmalah, Harmalah liqa
dengan Ibnu Wahab, Ibnu Wahab sezaman dengan Yunus, yang jumpa dengan Ibnu Syihab, beliau liqa dengan
Ibnu Salamah, Ibnu Salamah liqa dengan Abu Hurairah dan Abu Hurairah menerima langsung Hadits dari Nabi
SAW, maka sanad Hadits termasuk muttashil dan Haditsnya disebut Hadits Muttashil.
Dengan kata lain, apabila dari 7 orang rawi tersebut meliputi thabaqah shahabat, tabi’in, 2 T, 3 T, dan 4 T
sampai mudawin Muslim, maka Hadits tersebut adalah Hadits Muttashil.
c. Matan
Dari segi tanda bentuk dan idhafah matan, Hadits terbagi pada Hadits Haqiqi dan Hadits Hukmi
1) Hadits Haqiqi adalah Hadits yang tanda bentuk dan idhafah matannya jelas atau eksplisit (tersurat).
2) Hadits Hukmi adalah Hadits yang tanda bentuk dan idhafah matannya tidak jelas atau implisit (tersirat).
Hadits Mauquf Fi’li Haqiqi, yakni Hadits yang matannya idhafah pada shahabat berupa perbuatan yang jelas
eksplisit dapat dikualifikasi sebagai Hadits Marfu’ Qauli Hukmi, yakni Hadits dengan matan idhafah pada Nabi
SAW berupa perkataan yang tandanya implisit.
Kualifikasi Hadits dari segi idhafah matan terkait dengan salah satu syarat maqbul mardudnya Hadits. Hadits
Marfu’ termasuk Hadits Maqbul, sedangkan Hadits Mauquf dan Maqthu’ termasuk Hadits Mardud. (Ash-
Shiddieqy : 1999 : 171).
Hadits di atas dari segi matannya termasuk kualifikasi Hadits Marfu’ Qauli Haqiqi, artinya Hadits yang
matannya idhafah pada Nabi SAW, bentuk matannya berupa perkataan, dan tanda idhafah dan bentuk
matannya jelas atau eksplisit, yakni صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِ َقال َرس ُْو ُل
َ هللا