Anda di halaman 1dari 13

MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING

(DISCOVERY LEARNING)

MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Pada Mata Kuliah Teori dan Model Pembelajaran PAI
Dosen Pengampu:Prof. Dr. H.M. Djaswidi Al Hamdani, M.Pd

Disusun oleh:

ILAN FAHMI FAUJI


NIM: 2011000862

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM (IAID)
CIAMIS TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing
(Discovery Learning) tepat waktu.

Makalah Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Discovery Learning) disusun


guna memenuhi tugas pada mata kuliah Teori dan Model Pembelajaran PAI pada Program
Pascasarjana IAID Ciamis dengan Dosen Pengampu Prof. Dr. H. Djaswidi Al Hamdani,
M.Pd. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca tentang model pmbelajaran.

Penyusun sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa
masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan
dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Ciamis, 16 April 2021

Penyusun
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan dalam suatu bangsa merupakan suatu komponen yang penting untuk
mencapai tujuan suatu bangsa. Pendidikan menjadi prioritas utama untuk mencetak Sumber
Daya Manusia yang berkualitas. Pendidikan yang dimaksud disini bukan bersifat nonformal
melainkan bersifat formal, meliputi proses belajar mengajar yang melibatkan guru dan siswa.
Pada saat proses belajar–mengajar berlangsung di kelas, akan terjadi hubungan timbal balik
antara guru dan siswa. Selama pelajaran berlangsung guru sulit menentukan tingkah laku
mana yang berpengaruh positif terhadap motivasi belajar siswa, misalnya gaya mengajar
yang bagaimana yang memberi kesan positif pada diri siswa, strategi mana yang dapat
membantu kejelasan konsep materi, serta metode dan model pembelajaran apa yang tepat
untuk dipakai dalam menyajikan suatu pembelajaran sehingga menjadikan siswa aktif
didalam kelas.

Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa adalah
dengan menerapkan model pembelajaran yang dapat membuat siswa agar turut serta aktif
dalam pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk menjadikan
siswa aktif dalam pembelajaran adalah model pembelajaran melalui penemuan (discovery
learning). Hosnan (2014: 280) dalam bukunya menjelaskan bahwa model pembelajaran
discovery learning menekankan pada pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting
terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam proses
pembelajaran. Jadi dapat diketahui bahwa untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam
pembelajaran dapat dilakukan dengan menerapkan model-model pembelajaran, salah satunya
adalah model discovery learning.

Pada jenjang pendidikan dasar terdapat tujuh mata pelajaran yang wajib diajarkan
oleh guru kepada siswanya. Mata pelajaran tersebut terdiri dari mata pelajaran eksak dan non
eksak. Mata pelajaran eksak meliputi Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA),
sedangkan mata pelajaran yang bersifat non eksak yaitu Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS),
Bahasa Daerah, Seni Budaya dan Keterampilan (SBK), Bahasa Indonesia, serta Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn). Model pembelajaran penemuan (discovery) ini sangat cocok untuk
diterapkan pada mata pelajaran eksak khususnya IPA. Jika menerapkan model pembelajaran
berbasis penemuan pada mata pelajaran IPA, maka siswa akan menemukan sendiri
pengetahuan dan pengalaman mereka melalui percobaan yang memungkinkan mereka
menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Model pembelajaran penemuan
(discovery learning) secara terperinci akan dibahas pada bagian pembahasan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang diajukan dalam
makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Apa pengertian model pembelajaran discovery learning?


2. Bagaimana karakteristik dan tujuan model pembelajaran discovery learning?
3. Bagaimana peranan guru dalam pembelajaran discovery learning?
4. Apa saja kelebihan dan kekurangan model pembelajaran discovery learning?
5. Bagaimana implementasi model pembelajaran discovery learning didalam proses
pembelajaran?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan dan manfaat dibuatnya makalah ini adalah

1. Mengetahui pengertian model pembelajaran discovery learning?


2. Mengetahui bagaimana karakteristik dan tujuan model pembelajaran discovery
learning?
3. Mengetahui bagaimana peranan guru dalam pembelajaran discovery learning?
4. Mengetahui apa saja kelebihan dan kekurangan model pembelajaran discovery
learning?
5. Mengetahui bagaimana implementasi model pembelajaran discovery learning didalam
proses pembelajaran?
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Model Pembelajaran Penemuan (Discovery)

Discovery (penemuan) sering dipertukarkan pemakaiannya dengan inquiry


(penyelidikan). Menurut Hamdani (2011: 184) discovery (penemuan) adalah proses mental
ketika siswa mengasimilasikan suatu konsep atau suatu prinsip. Sedangkan inquiry
merupakan perluasan dari discovery yang mana inquiry mengandung proses mental yang
lebih tinggi tingkatannya.

Menurut Djamarah (2008: 22) discovery learning adalah belajar mencari dan
menemukan sendiri. Dalam pembelajaran penemuan (discovery) ini mengatur pengajaran
sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum
diketahuinya, tidak melalui pemberitahuan, tetapi sebagian atau seluruhnya ditemukan
sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan,
membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan
beberapa konsep atau prinsip.

Model pembelajaran discovery learning adalah salah satu model pembelajaran yang
berpusat pada siswa (student centered) dimana model pembelajaran ini banyak melibatkan
siswa dalam proses pembelajaran. Sehingga dapat terbangun sikap aktif, kreatif dan inovatif
dalam diri siswa. Selain itu, peranan guru juga sangat penting dalam proses pembelajaran.
Guru harus memberikan bimbingan kepada siswa agar mereka dapat menemukan
pengetahuannya sendiri. Bimbingan tersebut berupa pertanyaan-pertanyaan. Menurut
Masitoh (2016: 345) aspek penting dalam model pembelajaran discovery learing adalah
keterlibatan siswa serta ketrampilan guru dalam memberikan pertanyaan. Jadi, seorang guru
hanya memberikan informasi, memberikan pokok permasalahan, kemudian dengan
bimbingan dan dorongan guru, siswa dapat mencari, menyelidiki dan memecahkan masalah.
Sebagai strategi belajar, discovery learning mempunyai prinsip yang sama dengan inquiry
dan problem solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiganya. Perbedaan pada
ketiganya adalah pada discovery learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau
prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Sedangkan pada inquiry, masalah yang diberikan
adalah bukan hasil dari hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan pikiran dan
keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam itu melalui proses penelitian,
dan pada problem solving lebih menekakan pada kemampuan pada kemampuan
menyelesaikan masalah.
Melalui penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran
discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan
menemukan sendiri, melalui tukar pendapat, berdiskusi, membaca sendiri, menyelidiki
sendiri dan mencoba sendiri sehingga hasil yang diperoleh akan bertahan lama dalam ingatan
siswa. Dengan belajar penemuan, siswa juga bisa belajar berpikir analisis dan mencoba
memecahkan sendiri problem yang dihadapi. Kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan
bermasyarakat.

B. Karakteristik dan Tujuan Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)


1. Karakteristik Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)

Hosnan (2014: 284), mengemukakan bahwa terdapat 3 ciri utama belajar


menemukan, yaitu (1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan,
menggabungkan, dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada peserta didik
atau siswa; (3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan
yang sudah ada. Melalui ciri yang telah dikemukakan, maka dapat diketahui bahwa
model pembelajaran penemuan (discovery) adalah model yang menekankan pada
kemampuan siswa dalam mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk
menciptakan, menggabungkan, dan menggeneralisasi pengetahuan baru dan yang
sudah ada.

2. Tujuan Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) Bell (1978) dalam Hosnan


(2014:284) mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan
penemuan, yakni sebagai berikut:
a. Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam
pembelajaran. Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi banyak siswa dalam
pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan.
b. Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola
dalam situasi konkrit maupun abstrak, juga siswa banyak meramalkan
(extrapolate) informasi tambahan yang diberikan.
c. Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan
menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat
dalam menemukan.
d. Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja
bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan
menggunakan ide-ide orang lain.
e. Terdapat beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilan- keterampilan,
konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih
bermakna.
f. Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa
kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan diaplikasikan dalam
situasi belajar yang baru.
C. Peranan Guru dalam Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)

Dahar (1989) dalam Hosnan (2014: 286), mengemukakan bahwa terdapat beberapa
peranan guru dalam pembelajaran penemuan, yakni sebagai berikut:

a. Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada


masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki para siswa.
b. Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk
memecahkan masalah. Sudah seharusnya materi pelajaran itu dapat mengarah
pada pemecahan masalah yang aktif dan belajar penemuan, misalnya dengan
menggunakan fakta-fakta yang berlawanan.
c. Guru juga harus memperhatikan cara penyajian yang enaktif, ikonik, dan
simbolik.
d. Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis, guru
hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor. Guru hendaknya
jangan mengungkapkan terlebuh dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari,
tetapi ia hendaknya memberikan saran-saran bilamana diperlukan. Sebagai tutor,
guru sebaiknya memberikan umpan balik pada waktu yang tepat.
e. Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan. Secara
garis besar tujuan belajar penemuan ialah mempelajari generalisasi- generalisasi
dengan menemukan generalisai-generalisasi itu.
D. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)

Afandi dkk. (2013: 100) mengemukakan bahwa terdapat beberapa kelebihan dan
kekurangan dari model pembelajaran penemuan (discovery), kelebihan- kelebihan tersebut
antara lain sebagai berikut:
1. Dianggap membantu siswa mangembangkan atau memperbanyak persediaan dan
penguasaan ketrampilan dan proses kognitif siswa. Kekuatan dari proses penemuan
dating dari usaha untuk menemukan. Jadi seseorang belajar bagaimana belajar itu.
2. Pengetahuan yang diperoleh dari strategi ini sifatnya sangat pribadi dan mungkin
merupakan suatu pengetahuan yang sangat kukuh; dalam arti pendalaman dari
pengertian.
3. Membangkitkan gairah pada siswa, misalnya siswa merasakan jerih payah
penyelidikannya, menemukan keberhasillan dan kadang-kadang gagal.
4. Model pembelajaran ini memberikan kesempatan pada siswa untuk bergerak maju
sesuai dengan kemampuannya sendiri.
5. Model pembelajaran ini menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya,
sehingga ia lebih merasa terlibat dan bermotivasi sendiri untuk belajar, paling sedikit
dapat suatu proyek penemuan khusus.
6. Model pembelajaran ini dapat membantu memperkuat pribadi siswa dengan
bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses penemuan. Dapat
memungkinkan siswa sanggup mengatasi kondisi yang mengecewakan.
7. Berpusat pada siswa, misalnya member kesempatan pada mereka dan guru
berpartisipasi sebagai sesame dalam mengecek ide. Guru menjadi teman belajar,
terutama dalam situasi penemuan yang jawabannya belum diketahui sebelumnya.
8. Membantu perkembangan siswa menuju skeptisisme yang sehat untuk menemukan
kebenaran akhir dan mutlak.

Masih terdapat beberapa kekurangan dalam penerapan model pembelajaran penemuan


(discovery), kekurangan-kekurangan tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Dipesyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini. Misalnya
siswa yang lamban mungkin bingung dalam usahanya mengembangkan pikirannya
jika berhadapan dengan hal-hal yang abstrak, atau menemukan saling ketergantungan
antara pengertian dalam suatu subjek, atau dalam usahanya menyusun suatu hasil
penemuan dalam bentuk tertulis. Siswa yang lebih pandai mungkin akan memonopoli
penemuan dan akan menimbulkan frustasi pada siswa yang lain.
2. Model pembelajaran ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar. Misalnya
sebagian besar waktu dapat hilang karena membantu siswa menemukan teori- teori,
atau menemukan bagaimana ejaan dari bentuk kata-kata tertentu.
3. Mengajar dengan penemuan mungkin akan dipandang terlalu mementingkan
memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan
ketrampilan.
4. Guru merasa gagal mendeteksi masalah dan adanya kesalahfahaman antara guru
dengan siswa.
5. Menyita waktu banyak. Guru dituntut mengubah kebiasaan mengajar yang umumnya
sebagai pemberi informasi menjadi fasilitator, motivator, dan pembimbing siswa
dalam belajar. Untuk seorang guru ini bukan pekerjaan yang mudah karena itu guru
memerlukan waktu yang banyak. Dan sering kali guru merasa belum puas kalau tidak
banyak memberi motivasi dan membimbing siswa belajar dengan baik.
6. Tidak berlaku untuk semua topik.
Kekurangan-kekurangan ini hendaknya menjadi pertimbangan untuk dapat
menyikapi secara lebih bijaksana, dan mengembangkan model pembelajaran
penemuan ini menjadi lebih baik lagi

E. Implementasi Model Pembelajaran Penemuan (Discovery) dalam Proses


Pembelajaran

Jika ingin mengimplementasikan model pembelajaran discovery learning, setidaknya


dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama yang harus dilakukan adalah mempersiapkan
aplikasi tersebut dan tahap kedua memperhatikan prosedur aplikasinya.

1. Tahap Persiapan dalam Aplikasi Model Discovery Learning

Dalam rangka mengaplikasikan model pembelajaran discovery learning didalam


kelas, seorang guru bidang studi harus melakukan beberapa persiapan terlebih dahulu.
Menurut Bruner dalam Cahyo (2013: 248) berikut adalah tahap persiapan antara lain sebagai
berikut:

a. Menentukan tujuan pembelajaran.


b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya
belajar, dan sebagainya).
c. Memilih materi pelajaran.
d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-
contoh generalisasi).
e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas
dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang
konkrit ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.
g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
2. Prosedur Aplikasi Model Discovery Learning

Menurut Syah dalam Cahyo (2013: 249) mengemukakan bahwa dalam


mengaplikasikan model discovery learning di kelas, tahapan atau prosedur yang harus
dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum adalah sebagai berikut:

Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan). Pertama-tama pada tahap ini pelajar


dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk
tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Stimulasi pada
tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan
dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini Bruner memberikan
stimulation dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong
eksplorasi.

Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah). Setelah dilakukan stimulasi


langkah selanjutnya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi
sebanyak mungkin agenda- agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian
salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas
pertanyaan masalah).

a. Data collection (pengumpulan data).

Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para


siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab
pertanyaan atau membuktikan benar tidak hipotesis, dengan demikian anak didik
diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan,
membaca literature, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji
coba sendiri dan sebagainya.

b. Data processing (pengolahan data)


Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah
diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu
ditafsirkan. Data processing disebut juga dengan pengkodean (coding)/ kategorisasi
yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi
tersebut siswa akan mendapatkan penegetahuan baru tentang alternatif jawaban/
penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.

c. Verification (pentahkikan/pembuktian)

Pada tahap ini, peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan dengan temuan alternatif,
dihubungkan dengan hasil pengolahan data. Berdasarkan hasil pengolahan dan
tafsiran atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan
terdahulu tersebut kemudian dilakukan pengecekan, apakah terbukti atau tidak.
Verification menurut Bruner dalam Cahyo (2013: 251), bertujuan agar proses belajar
akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-
contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

d. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)

Tahap generalisasi menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah


kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian
atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. Berdasarkan hasil
verifikasi, maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah
menarik kesimpulan siswa harus memerhatikan proses generalisasi yang menekankan
pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang
mendasari pengalaman seseorang.
BAB III PENUTUP

A. Simpulan

Pembelajaran discovery learing merupakan salah satu model pembelajaran yang


digunakan dalam pendekatan konstruktivisme. Pada pembelajaran penemuan, siswa didorong
terutama untuk belajar sendiri melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-
prinsip. Guru mendorong siswa agar mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen
dengan memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip atau konsep-konsep bagi diri
mereka sendiri. Pembelajaran penemuan memiliki beberapa kelebihan. Pembelajaran
penemuan membangkitkan keingintahuan siswa, memotivasi siswa untuk terus bekerja
hingga menemukan jawaban. Melalui pembelajaran penemuan siswa mempunyai kesempatan
untuk berlatih menyelesaikan soal, mempertajam berpikir kritis secara mandiri, karena
mereka harus menganalisa dan memanipulasi informasi. Pembelajaran penemuan juga
mempunyai beberapa kelemahan, di antaranya dapat menghasilkan kesalahan dan
membuang-buang waktu, dan tidak semua siswa dapat melakukan penemuan. Implementasi
model discovery learning di kelas adalah melaliu tahapan atau prosedur yang harus
dlaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum adalah stimulation
(stimulasi/pemberian rangsangan), problem statement (pernyataan/identifikasi masalah), data
collecting (pengumpulan data), data processing (pengolahan data), verification
(pentahkikan/pembuktian) dan generalization (menarik kesimpulan).

B. Saran

Karena model pembelajaran discovery learning hanya dapat dipakai untuk materi
materi tertentu, maka seorang guru atau seorang calon guru disarankan agar mampu memilih
dan memilah materi mana yang tepat dan cocok yang dapat diterapkan dalam proses belajar
agar tidak menyita waktunya juga tidak hanya melibatkan beberapa siswa saja, karena model
pembelajaran discovery diperlukan keaktifan seluruh siswa. Selain itu alat – alat bantu
mengajar (audio visual, dll) haruslah diusahakan oleh guru atau calon guru yang hendak
menerapkan metode ini, tujuannya untuk memberikan siswa pengalaman langsung.
DAFTAR PUSTAKA

Afandi dkk. (2013). Model-model Pembelajaran. Semarang : Sultan Agung Press

Cahyo, A.N. (2013). Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar. Jogjakarta: Diva Press

Djamarah, S. B. (2008). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Rineka Cipta

Hamdani. (2011). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia

Hosnan. (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran abad 21. Bogor:
Ghalia Indonesia

Anda mungkin juga menyukai