(DISCOVERY LEARNING)
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Pada Mata Kuliah Teori dan Model Pembelajaran PAI
Dosen Pengampu:Prof. Dr. H.M. Djaswidi Al Hamdani, M.Pd
Disusun oleh:
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM (IAID)
CIAMIS TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing
(Discovery Learning) tepat waktu.
Penyusun sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa
masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan
dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
BAB I PENDAHULUAN
Pendidikan dalam suatu bangsa merupakan suatu komponen yang penting untuk
mencapai tujuan suatu bangsa. Pendidikan menjadi prioritas utama untuk mencetak Sumber
Daya Manusia yang berkualitas. Pendidikan yang dimaksud disini bukan bersifat nonformal
melainkan bersifat formal, meliputi proses belajar mengajar yang melibatkan guru dan siswa.
Pada saat proses belajar–mengajar berlangsung di kelas, akan terjadi hubungan timbal balik
antara guru dan siswa. Selama pelajaran berlangsung guru sulit menentukan tingkah laku
mana yang berpengaruh positif terhadap motivasi belajar siswa, misalnya gaya mengajar
yang bagaimana yang memberi kesan positif pada diri siswa, strategi mana yang dapat
membantu kejelasan konsep materi, serta metode dan model pembelajaran apa yang tepat
untuk dipakai dalam menyajikan suatu pembelajaran sehingga menjadikan siswa aktif
didalam kelas.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa adalah
dengan menerapkan model pembelajaran yang dapat membuat siswa agar turut serta aktif
dalam pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk menjadikan
siswa aktif dalam pembelajaran adalah model pembelajaran melalui penemuan (discovery
learning). Hosnan (2014: 280) dalam bukunya menjelaskan bahwa model pembelajaran
discovery learning menekankan pada pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting
terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam proses
pembelajaran. Jadi dapat diketahui bahwa untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam
pembelajaran dapat dilakukan dengan menerapkan model-model pembelajaran, salah satunya
adalah model discovery learning.
Pada jenjang pendidikan dasar terdapat tujuh mata pelajaran yang wajib diajarkan
oleh guru kepada siswanya. Mata pelajaran tersebut terdiri dari mata pelajaran eksak dan non
eksak. Mata pelajaran eksak meliputi Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA),
sedangkan mata pelajaran yang bersifat non eksak yaitu Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS),
Bahasa Daerah, Seni Budaya dan Keterampilan (SBK), Bahasa Indonesia, serta Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn). Model pembelajaran penemuan (discovery) ini sangat cocok untuk
diterapkan pada mata pelajaran eksak khususnya IPA. Jika menerapkan model pembelajaran
berbasis penemuan pada mata pelajaran IPA, maka siswa akan menemukan sendiri
pengetahuan dan pengalaman mereka melalui percobaan yang memungkinkan mereka
menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Model pembelajaran penemuan
(discovery learning) secara terperinci akan dibahas pada bagian pembahasan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang diajukan dalam
makalah ini adalah sebagai berikut :
Menurut Djamarah (2008: 22) discovery learning adalah belajar mencari dan
menemukan sendiri. Dalam pembelajaran penemuan (discovery) ini mengatur pengajaran
sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum
diketahuinya, tidak melalui pemberitahuan, tetapi sebagian atau seluruhnya ditemukan
sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan,
membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan
beberapa konsep atau prinsip.
Model pembelajaran discovery learning adalah salah satu model pembelajaran yang
berpusat pada siswa (student centered) dimana model pembelajaran ini banyak melibatkan
siswa dalam proses pembelajaran. Sehingga dapat terbangun sikap aktif, kreatif dan inovatif
dalam diri siswa. Selain itu, peranan guru juga sangat penting dalam proses pembelajaran.
Guru harus memberikan bimbingan kepada siswa agar mereka dapat menemukan
pengetahuannya sendiri. Bimbingan tersebut berupa pertanyaan-pertanyaan. Menurut
Masitoh (2016: 345) aspek penting dalam model pembelajaran discovery learing adalah
keterlibatan siswa serta ketrampilan guru dalam memberikan pertanyaan. Jadi, seorang guru
hanya memberikan informasi, memberikan pokok permasalahan, kemudian dengan
bimbingan dan dorongan guru, siswa dapat mencari, menyelidiki dan memecahkan masalah.
Sebagai strategi belajar, discovery learning mempunyai prinsip yang sama dengan inquiry
dan problem solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiganya. Perbedaan pada
ketiganya adalah pada discovery learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau
prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Sedangkan pada inquiry, masalah yang diberikan
adalah bukan hasil dari hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan pikiran dan
keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam itu melalui proses penelitian,
dan pada problem solving lebih menekakan pada kemampuan pada kemampuan
menyelesaikan masalah.
Melalui penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran
discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan
menemukan sendiri, melalui tukar pendapat, berdiskusi, membaca sendiri, menyelidiki
sendiri dan mencoba sendiri sehingga hasil yang diperoleh akan bertahan lama dalam ingatan
siswa. Dengan belajar penemuan, siswa juga bisa belajar berpikir analisis dan mencoba
memecahkan sendiri problem yang dihadapi. Kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan
bermasyarakat.
Dahar (1989) dalam Hosnan (2014: 286), mengemukakan bahwa terdapat beberapa
peranan guru dalam pembelajaran penemuan, yakni sebagai berikut:
Afandi dkk. (2013: 100) mengemukakan bahwa terdapat beberapa kelebihan dan
kekurangan dari model pembelajaran penemuan (discovery), kelebihan- kelebihan tersebut
antara lain sebagai berikut:
1. Dianggap membantu siswa mangembangkan atau memperbanyak persediaan dan
penguasaan ketrampilan dan proses kognitif siswa. Kekuatan dari proses penemuan
dating dari usaha untuk menemukan. Jadi seseorang belajar bagaimana belajar itu.
2. Pengetahuan yang diperoleh dari strategi ini sifatnya sangat pribadi dan mungkin
merupakan suatu pengetahuan yang sangat kukuh; dalam arti pendalaman dari
pengertian.
3. Membangkitkan gairah pada siswa, misalnya siswa merasakan jerih payah
penyelidikannya, menemukan keberhasillan dan kadang-kadang gagal.
4. Model pembelajaran ini memberikan kesempatan pada siswa untuk bergerak maju
sesuai dengan kemampuannya sendiri.
5. Model pembelajaran ini menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya,
sehingga ia lebih merasa terlibat dan bermotivasi sendiri untuk belajar, paling sedikit
dapat suatu proyek penemuan khusus.
6. Model pembelajaran ini dapat membantu memperkuat pribadi siswa dengan
bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses penemuan. Dapat
memungkinkan siswa sanggup mengatasi kondisi yang mengecewakan.
7. Berpusat pada siswa, misalnya member kesempatan pada mereka dan guru
berpartisipasi sebagai sesame dalam mengecek ide. Guru menjadi teman belajar,
terutama dalam situasi penemuan yang jawabannya belum diketahui sebelumnya.
8. Membantu perkembangan siswa menuju skeptisisme yang sehat untuk menemukan
kebenaran akhir dan mutlak.
1. Dipesyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini. Misalnya
siswa yang lamban mungkin bingung dalam usahanya mengembangkan pikirannya
jika berhadapan dengan hal-hal yang abstrak, atau menemukan saling ketergantungan
antara pengertian dalam suatu subjek, atau dalam usahanya menyusun suatu hasil
penemuan dalam bentuk tertulis. Siswa yang lebih pandai mungkin akan memonopoli
penemuan dan akan menimbulkan frustasi pada siswa yang lain.
2. Model pembelajaran ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar. Misalnya
sebagian besar waktu dapat hilang karena membantu siswa menemukan teori- teori,
atau menemukan bagaimana ejaan dari bentuk kata-kata tertentu.
3. Mengajar dengan penemuan mungkin akan dipandang terlalu mementingkan
memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan
ketrampilan.
4. Guru merasa gagal mendeteksi masalah dan adanya kesalahfahaman antara guru
dengan siswa.
5. Menyita waktu banyak. Guru dituntut mengubah kebiasaan mengajar yang umumnya
sebagai pemberi informasi menjadi fasilitator, motivator, dan pembimbing siswa
dalam belajar. Untuk seorang guru ini bukan pekerjaan yang mudah karena itu guru
memerlukan waktu yang banyak. Dan sering kali guru merasa belum puas kalau tidak
banyak memberi motivasi dan membimbing siswa belajar dengan baik.
6. Tidak berlaku untuk semua topik.
Kekurangan-kekurangan ini hendaknya menjadi pertimbangan untuk dapat
menyikapi secara lebih bijaksana, dan mengembangkan model pembelajaran
penemuan ini menjadi lebih baik lagi
c. Verification (pentahkikan/pembuktian)
Pada tahap ini, peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan dengan temuan alternatif,
dihubungkan dengan hasil pengolahan data. Berdasarkan hasil pengolahan dan
tafsiran atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan
terdahulu tersebut kemudian dilakukan pengecekan, apakah terbukti atau tidak.
Verification menurut Bruner dalam Cahyo (2013: 251), bertujuan agar proses belajar
akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-
contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
A. Simpulan
B. Saran
Karena model pembelajaran discovery learning hanya dapat dipakai untuk materi
materi tertentu, maka seorang guru atau seorang calon guru disarankan agar mampu memilih
dan memilah materi mana yang tepat dan cocok yang dapat diterapkan dalam proses belajar
agar tidak menyita waktunya juga tidak hanya melibatkan beberapa siswa saja, karena model
pembelajaran discovery diperlukan keaktifan seluruh siswa. Selain itu alat – alat bantu
mengajar (audio visual, dll) haruslah diusahakan oleh guru atau calon guru yang hendak
menerapkan metode ini, tujuannya untuk memberikan siswa pengalaman langsung.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyo, A.N. (2013). Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar. Jogjakarta: Diva Press
Hosnan. (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran abad 21. Bogor:
Ghalia Indonesia