Anda di halaman 1dari 14

MID Filsafat Ilmu

Dosen Pengampu: Dr. Putu Sudira, M.P.


Jumat, 13 November 2015

Nama : Yudha Ari Purnama


NIM : 15702251023
Program Pascasarjana
Pendidikan Teknologi dan Kejuruan B

SOAL
1. Berfilsafat berarti menegakkan sikap Actus Humanus, kritis, utuh dan benar,
logis, bijaksana, mendalam. Apa konsep kefilsafatan saudara tentang
Pendidikan Teknologi dan Kejuruan khususnya pada bidang sesuai latar S1
saudara?
2. Mempelajari metodologi tanpa menjamah epistemologis (filsafat ilmu) akan
sampai pada Kedangkalan Ilmu. Apa pendapat saudara?
3. Apa yang dimaksud dengan deducto-hypothetico-verificatif, jelaskan
langkah-langkah dan makna masing-masing langkah!
4. Obyek telaah Filsafat Ilmu ada empat yaitu: (1) Kenyataan atau Fakta; (2)
Kebenaran; (3) Uji Konfirmasi; (4) Logika Inferensi. Uraikan apa yang
dimaksud!
5. Uraikan apa yang dimaksud dengan:
a. Metode ilmiah merupakan bagian dari ruang lingkup filsafat ilmu.
b. Bahwa filsafat ilmu itu mempertanyakan dan menilai metode-metode
pemikiran ilmiah.
c. Menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
d. Terdapat hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara filsafat ilmu dengan
metode ilmiah.
e. Tugas filsafat adalah mengatasi spesialisasi dan merumuskan suatu
pandangan hidup yang didasarkan atas pengalaman kemanusiaan yang luas.
JAWABAN
1. Berfilsafat berarti menegakkan sikap: (a) actus humanus; (b) kritis; (c) utuh
dan benar; (d) logis; (e) bijaksana; dan (f) mendalam.
Berdasarkan sikap-sikap filsafat maka penulis mengkonsep kefilsafatan
Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, khususnya bidang otomotif sebagai
berikut.
a. Actus Humanus
Dalam pelaksanaannya Pendidikan Teknologi dan Kejuruan haruslah
memperhatikan kepentingan dan kebutuhan masyarakat banyak. Tidak
hanya masyarakat yang ada di luar lingkaran PTK tetapi juga yang ada di
dalam lingkaran PTK, semuanya tetap terhubung. Bagaimana seseorang itu
bekerja dan diperkerjakan sebagaimana layaknya dia itu manusia. Pekerjaan
yang ada pada bidang otomotif selalu bersinggungan dengan perangkat
keras, selain itu juga pekerjaan yang dilakukan tergolong berat dan beresiko
tinggi. Menerapkan prosedur Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
dengan semestinya sudah merupakan upaya untuk melindungi pekerja dari
hal-hal yang tidak dinginkan. Layout workshop yang sesuai kaedah K3 juga
mendukung kerja aman dari para pekerja. Jam kerja yang ideal yaitu
umumnya dari jam 08.00-17.00 dengan jeda istirahat 1 jam yaitu jam 12.00-
13.00, sehingga pekerja pun punya waktu untuk beribadah, makan, dan
istirahat.
Letak dari workshop juga berpengaruh dengan lingkungan
masyarakat sekitar. Bangun workshop agak jauh dan terpisah dari
lingkungan masyarakat yang padat penduduk, guna menghindari
terganggunya masyarakat sekitar oleh kegiatan workshop. Juga jauhkan dari
lingkungan hijau sehingga tidak merusak lingkungan hijau yang ada.
Namun tetap workshop harus mudah diakses oleh masyarakat yang hendak
menuju ke workshop.
b. Kritis
Kritis dalam hal ini bagaimana PTK merespon setiap perubahan
yang terjadi dengan refleksi sumber PTK lain yang sudah melaksanakan
PTK sesuai filsafat ilmunya. Saat ini perkembangan dan dinamika
perubahan teknologi otomotif di Indonesia masih terus terjadi dengan pesat.
Beberapa negara lain telah mengorientasikan lulusan PTK tidak hanya
sekedar bekerja, tetapi bagaimana jenjang karir dan masa depan PTK,
terutama otomotif, mempunyai prospek yang meyakinkan dan menjanjikan.
Prospek bidang otomotif di Indonesia hingga saat sedikit banyak cukup
meyakinkan dan menjanjikan. Hal tersebut dapat dilihat dari begitu
tingginya animo masyarakat terhadap PTK bidang otomotif mau pun
pekerjaan di bidang otomotif. Dealer dan workshop otomotif dari berbagai
Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM) begitu menjamur di Indonesia
hingga taraf telah memiliki pabrik pembuatan dan perakitan di beberapa
kota. Walau pun lisensi masih dipegang dari ATPM luar.
Jika pemerintah mau dan mampu untuk meng-overtake lisensi
ATPM tersebut dengan tetap para pekerja Indonesia dipertahankan, saya
kira bukan tidak mungkin industri otomotif Indonesia akan berkembang
lebih pesat. Akses pemerintah untuk membuat divisi khusus PTK semakin
terbuka dan pelaksanaan PTK yang benar-benar berbasis industri pun akan
terwujudkan. Perkembangan PTK tidak akan lagi tertinggal satu langkah di
belakang perkembangan DU/DI. Bahkan bisa sejalan dan menghasilkan
simbiosis mutualisme.
c. Utuh dan Benar
Saat ini campur tangan industri ke dalam PTK otomotif hanyalah
didominasi oleh ATPM tertentu saja. Bahkan pemerintah pun seperti
kesulitan untuk masuk ke dalam PTK yang didominasi oleh ATPM tersebut.
Industri otomotif bukanlah tentang satu merk kendaraan saja, tetapi PTK
harus diberikan kebebasan untuk mengakses industri otomotif dari semua
sisi. Hal yang terjadi ketika PTK hanya didominasi oleh ATPM tertentu
adalah terjadi perbedaan kompetensi antara yang dipelajari ketika masih
dalam PTK dan setelah lulus dari PTK. Ketika mendapatkan pekerjaan yang
berbeda dari ATPM yang dipelajari di PTK, lulusan tersebut akan
mendapatkan kesulitan dan kesenjangan kompetensi di mana dia bekerja.
Membebaskan akses PTK untuk semua jenis teknologi otomotif akan
memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Pihak PTK akan
mendapatkan informasi yang lebih lengkap, kompleks, dan variatif. PTK
akan mampu menyiapkan lulusan yang kompeten di semua aspek otomotif
untuk berbagai macam ATPM. Pihak ATPM pun tidak akan kesulitan dalam
mencari tenaga kerja yang kompeten.
d. Logis
Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, disebut juga Pendidikan
Teknologi dan Vokasi, negara luar menyebutnya Technology Vocational
Education & Training (TVET). Pemaknaan dari nama tersebut adalah
pendidikan yang diberikan haruslah selalu berkaitan dengan teknologi yang
selalu mengalami perkembangan. Tidak hanya mengikuti perkembangan
teknologi secara substansial tetapi secara praktikal sehingga mampu
berkontribusi penuh pada dunia industri dan teknologi. PTK pada dasarnya
memberikan pendidikan secara teorikal dan pelatihan secara praktikal
kepada setiap orang yang terjun ke dalam PTK. PTK bertugas dalam
penekanan penguasaan pengetahuan praktis dan spesifik, cakap dalam
keterampilan, kemampuannya pada bidang reproduksi yang terwujud dari
keterampilan fisik yang tinggi. Pada bidang otomotif maka peserta didik
PTK harus mampu menguasai pemahaman mengenai cara kerja, komponen,
fungsi, dan hal lain yang berkaitan dengan otomotif. Juga harus mampu
menguasai bagaimana melakukan perawatan dan perbaikan jika terjadi
kerusakan pada kendaraan, terlepas apakah kendaraan tersebut masih sistem
konvensional mau pun full electricity. Hal tersebut juga merupakan
perubahan dan perkembangan yang harus terjadi dalam PTK bidang
otomotif. Peserta didik PTK pun tidak hanya diberikan pendidikan tetapi
juga diberikan pelatihan dengan kompetensi yang mengikuti kondisi industri
otomotif yang ada dan terus berkembang.
e. Bijaksana
Pelaksanaan PTK tidak bisa hanya dipandang dari sudut peserta
didik dan industri saja. PTK juga harus melihat dari sisi negara dan
pemerintahan. Bagaimana pelaksanaan PTK mampu memberikan kontribusi
nyata terhadap pembangunan negara dan memberikan efek positif dalam
pemerintahan. Selain itu PTK juga harus melihat dari sisi masyarakat
banyak yang ada sekitarnya. Keberadaan PTK harus mampu memberi
kontribusi positif bagi masyarakat sekitar, sehingga bidang pelaksanaan
PTK harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat sekitar.
Kontribusi akan mampu meningkatak perekonomian masyarakat sekitar
terlebih kestabilan ekonomi negara.
f. Mendalam
Permasalahan yang masih kerap terjadi pada PTK hingga saat ini
adalah bagaimana PTK selalu menjadi pendidikan alternatif, mengingat
kontribusi PTK terhadap pembangunan negara sangat besar dibanding
pendidikan umum. Selain itu kesenjangan dan ketidaksesuaian kompetensi
di PTK dengan yang ada di DU/DI juga masih belum terselesaikan. Lebih
jauh ternyata lulusan PTK di Indonesia menjadi penyumbang pengangguran
terbanyak. PTK masih dipandang sebagai pendidikan masyarakat kelas dua.
Perlu pendalaman secara filosofi oleh para stakeholder di bidang PTK
tentang apa itu PTK dan bagaimana PTK itu seharusnya dijalankan.
Sosialisasi dan pengenalan pemahaman menyeluruh kepada masyarakat juga
diperlukan, akan pentingnya PTK dalam pembangunan negara dan
kestabilan ekonomi negara, termasuk ekonomi masyarakat, ke depannya.
Pemerintah juga perlu bergerak aktif dan positif untuk mendirikan divisi
khusus PTK sehingga PTK dapat berkembang dengan utuh. Jika dirasa
perlu, peleburan pendidikan umum dengan PTK juga dapat dilakukan,
dengan pemberian pendidikan yang aplikatif serta pendidikan keterampilan
yang mampu dipelajari oleh semua orang.

2. Metodologi merupakan hal yang mengkaji perihal urutan langkah-langkah


yang ditempuh supaya pengetahuan yang diperoleh memenuhi ciri-ciri ilmiah.
Metodologi bersangkutan dengan jenis, sifat, dan bentuk umum mengenai cara-
cara, aturan dan patokan prosedur jalannya penyelidikan, yang
menggambarkan bagaimana ilmu pengetahuan seharusnya bekerja. Metodologi
umumnya selalu berkaitan dengan cara penelitian akan suatu ilmu.
Epistomologi berupaya mencari kebenaran (truth) berdasar fakta. Kebenaran
dibangun dengan logika dan didahului oleh uji konfirmasi tentang data yang
dihimpun. Epistomologi berupaya menghimpun empiri yang relevan untuk
dibangun secara rasional menjadi kebenaran ilmu.
Para sufis Yunani bersikap skeptis Apakah yang diketahui itu
merupakan pengetahuan atau hanyalah suatu hal yang dikonsepkan?.
Epistemologi mengarahkan untuk mengetahui hal-hal tersebut. Metodologi
yang dilaksanakan tanpa adanya landasan epistomologi akan menjadikan ilmu
pengetahuan yang didapat prematur, tidak mendalam, dan kemungkinan tidak
mampu merespon perubahan ilmu tersebut, serta keterkaitannya dengan ilmu
lain yang terkait. Epistomologi mengarahkan peneliti memilih metode yang
tepat sesuai dengan ilmu yang dipelajari dan hipotesis yang akan dibuktikan
secara empirik. Sehingga penelitian yang dilakukan dapat bermakna. Setiap
ilmu yang dipelajari secara epistemologik akan mengarahkan ke ilmu-ilmu lain
yang berkaitan, sehingga peneliti dapat mempelajari, mencari, dan
memverifikasi kebenaran yang dikonsep oleh logikanya hingga ke intinya. Jika
peneliti tidak melandasi ilmu dengan epistomologi maka peneliti tidak akan
mampu menemukan kebenaran dari ilmu yang dipelajari, pemahaman akan
suatu ilmu akan mengambang. Peneliti pun tidak akan bisa menempatkan ilmu
yang dipelajari sesuai dengan jalur, sesuai dengan filsafat ilmu tersebut dibuat,
dan kegunaan sebenarnya adanya ilmu tersebut.
Jika dibalik, epistomologi tanpa metodologi maka tidak akan mampu
mencapai kebenaran ilmu. Tidak ada usaha atau langkah-langkah yang
dilakukan dalam mencapai kebenaran ilmu.Kalau pun ada maka bisa dipastikan
langkah yand dilakukan tersebut tidak akan pernah selesai dan jalan di tempat
karena tidak ada prosedur yang dijadikan patokan. Mempelajari ilmu,
mengungkap kebenaran, memverifikasi teori yang dikonsep, semua itu perlu
metodologi dan epistemologi, sehingga dalam mencari kebenaran suatu ilmu
harus selalu menyandingkan dua aspek, metodologi dan epistemologi.

3. Deducto-hypothretico-verificatf
Teori model Popper berangkat dari grand theory, pada ujung lain dalam
berpikir ada yang namanya grand theory, yang dibangun secara deduktif
reflektif. Model Popper berangkat dari terkaan-terkaan deduktif. Popper
menolak instrumentalis, dan hanya mengakui teori dan tesis esensial. Berpikir
dan mencari esensi dalam penelitian atau pun bergerak mengembangkan teori
substantif menjadi teori formal. Ada empat esensial dari Popper dalam
memangun ilmu: (1) mengangkat logika matematik induktif probabilistik
sebagai model berpikir; (2) model berpikir probabilistik dipakai secara deduktif
untuk membangun teori atau tema; (3) dibangun teori yang diuji dengan uji
falsifikasi; dan (4) data, analisis, dan kesimpulannya menggunakan pendekatan
kualititatif phenomenologik.
a. Deducto
Popper membangun teori secara deduktif. Dengan memanfaatkan
perkembangan mutakhir akhir abad 20. Ada pemikiran baru dalam filsafat
ilmu, yaitu mengembang constructive consistency system non-matematik,
yang selanjutnya dikenal dengan term paradigam. Paradigma dapat
dikembangkan pada dataran filsafat ilmu atau pada dataran teori disiplin ilm
tertentu. Para ilmuwan dapat mengembangan teori atau tema dengan
membuat abstraksi atas banyak tesis menjadi teori besar, atau abstraksi atas
kumpulan problem yang dapat disatukan dalam satu tema besar. Teori besar
atau tema besar tersebut disajikan untuk diuji secara deduktif akan
kebenarannya. Kebenarannya merentang dalam probabilitas benar sampai
salah, secara kualitatif. Yang diuji kebenaran berbagai kasus, apakah berada
pada bagian yang lebih cocok dengan teori atau temanya, ataukah berada
pada ujung ekstrim satu atau ekstrim dua.
b. Hypothetico
Menurut Popper perkembangan ilmu dimulai dari usulan hipotesis
yang imajinatif, yang merupaka insight individual dan tak terprediksikan
apakah dapat menjadi teori. Hipotesis imajinatif tersebut lebih berupa
grand-theory daripada teori substantif. Insight yang telah dituangkan
menjadi hipotesis tersebut diuji secara deduktif dengan uji falsifikasi.
Fungsi pengujiannya adalah untuk membuktikan kesalahan-kesalahan
tersebut. Karena hipotesisnya disusun deduktif, dan lebih berupa grand
theory, maka pengujian tersebut berfungis untuk menajamkan daerah
keberlakuan hipotesis besar tersebut, bukan berfunsi menolak total hipotesis
tersebut.
c. Verificatif
Uji verifikasi yang digunakan oleh phenomenologik deduktif lebih
dikenal dengan uji falsifikasi. Data yang menolak keberlakuan teori yang
sangat luas menjadi teori yang tetap luas tetapi ditajamkan
ketidakberlakuannya pada kawasan tertentu dihimpun. Uji falsifikasi dapat
dijelaskan dalam dua prosedur: (1) diuji teori besarnya, dilanjutkan dengan
uji kasus dalam teori besar tersebut, untuk menguji apakah teori besar
tersebut menjangkau kasus tersebut atau tidak, atau dapat dideskripsikan uji
falsifikasi dilakukan pada sub-sub populasi yang paling marginal, sehingga
dapat teridentifikasi sub-populasi mana yang mendukung dan mana yang
menolak teori besar tersebut; dan (2) diuji teori yang cukup besar, dalam
rangka memperluas teori yang cukup besar tersebut diadakan semacam
ekstensi teori tersebut. Uji falsifikasi dilakukan pada ekstensi tersebut, dan
diharapkan diperoleh jawaban, apakah ekstensi tersebut menjadi
mengimplisitkan ekstensi tersebut atau tidak.

4. Obyek telaah Filsafat Ilmu terbagi menjadi empat, dua telaah substantif: fakta
dan kebenaran; dan dua telaah instrumentatif: konfirmasi dan logika inferensi.
a. Fakta
Secara singkat fakta merupakan empiri yang dapat diamati manusia
melalui panca-indera. Fakta, kenyataan, phenomena, dan eksistensi dari sisi
filsafat ilmu merupakan fakta yang berbeda karena perbedaan filsafat ilmu
yang digunakan. Deduktif, induktif dan mungkin juga reflektif ada peran,
ide, teori, values, pola pikir, dan lainnya.
1) Peran ide dan teori terhadap fakta
William Whewell mengetengahkan bahwa fakta merupakan secuil
pengetahuan yang menjadi raw material bagi perumusan hukum atau
teori. Ada hubungan relatif antara fakta berdasar teori satu dengan fakta
berdasar teori lainnya, dan bila fakta berdasar teori satu menyatu dengan
fakta berdasar teori lainnya, menjadi fakta berdasar teori baru. Whewell
setuju dengan pernyataan Kant bahwa ide itu mencitrakan pengalaman
indriawi, bukan menjabarkannya.
2) Discovery patterns
Whewell mengetengahkan discovery patterns sebagai berikut. Dari fakta
didekomposisikan menjadi fakta elementer, selanjutnya diperlagakan
dengan fakta lain menjadi hukum phenomena, dan dijadikan teori.
Discovery menurut Whewell juga dapat terproses dengan cara lain. Ide-
ide dieksplisitasikan menjadi konsep-konsep, dilagakan dengan berbagai
fakta menjadi hukum phenomena, dan dijadikan teori. Teori tersebut
selanjutnya dapat dideduksi atau dijabarkan pada yang lebih spesifik.
3) Peran rasio, ide, empiri dan value terhadap fakta
Berpadunya rasio, ide, empiri, dan value membangun fakta
phenomonologik yang sekaligus sudah mencakup rasio, ide, empiri, dan
value. Fakta bagi phenomenology bukan lagi fakta received view, fakta
yang ditangkap indria, melainkan sudah dimaknai atau sudah interpretif.
4) Fakta pada berbagai aliran filsafat
Postivisme mutakhir memandang fakta sebagai sesuatu yang nyata bila
ada korespondensi dengan skema rasional. Realisme metaphisik atau
phenomenologi deduktif, sesuatu fakta dipandang bila ada koherensi
antara empiri dengan kebenaran values.
Bagi positivisme yang nyata itu adalah empirik faktual. Bagi realisme
baru yang nyata itu adalah yang korelat dengan skema rasional dan
secara substantif empirik ada, dan terkonstruk dalam kebenaran obyektif.
Bagi realisme metaphisik dan juga phenomeologi grounded fakta
interpretif itu adalah fakta yang terkonstruk dalam koherensi moral.
5) Peran rasio, ide, empiri, dan tuntutan in action
Fakta bagi filsafat pragmantik dan filsafat teknologi adalah bersatunya
rasio, ide, dan tuntutan in action. Tuntutan in action tersebut mungkin
berada pada dataran praktis (pragmatis), mungkin berada pda dataran
rasional operasional (teknologik).
6) Constructed facts, fakta yang dikonstruk dengan rasionalitas tertentu.
7) Moral human
Moral human sebagai fakta merupakan konstruk pandangan humanu,
bukan fakta dan obyek discovery. Dalam mendekomposisikan fakta-fakta
menjadi fakta elementer human ataupun mengeksplisitkan ide-ide
menjadi konsep human, tertatalah berbagai fakta menjadi konstruk moral
human.
b. Kebenaran
Bagi positivist benar substantif menjadi identik dengan benar
empirik faktual, sesuai dengan empirik indriawi. Bagi realist baru, benar
substantif identik dengan benar rasional riil obyektif, benar sesuai dengan
skema rasional terentu. Bagi phenomenolog, baik induktif maupun deduktif
kebenaran dibuktikan dengan koherensinya dengan skema moral.
1) Benar dalam makna filsafati
Pembahasan benar dalam makna filsafati akan menjadi bagian dari
cabang-cabang ilmu dalam filsafat ilmu. Benar dalam makna filsafati
terkait dengan pandangan ontologi, pandangan axiologi, dan pandangan
epistemologi.
2) Benar epistemologik
Benar epistemologik akan beragam, sesuai dengan pembuktian
kebenaran yang digunakan.
a) Kebenaran positivistik
Kebenaran positivistik kualitatif dibuktikan dengan causal relations
serangkaian fakta empirik indriawi, mereduksi empiri non-indriawi.
Kebenaran positivistik kuantitatif dilandaskan pada ditemukannya
frekuensi tinggi atau variansi besar pada fakta empirik indriawi.
Korespondensi sebagai parameter kuantitatif menggantikan hubungan
kausal kualitatif.
b) Kebenaran konstruk interpretif kebahasaan
Sejak de Saussure sekita tahun 1915 pemaknaan bahasa mendasarkan
pada konstruk bahasa, konstruk dalam pemaknaan satu dan lainnya
mengalami perkembangan. (1) konstruk formal menuntun manusia
dalam mengekspresikan bahasa; (2) konteks sosial menuntun ekspresi
bahasa; (3) ekspresi bahasa sebagai ekspresi mental content; (4)
bahasa dipandang mewakili sign tertentu, dan ekspresi bahasa
dipandang sebagai ekspresi tanda-tanda; (5) dengan masuknya karya
sastra yang semakin beragam, muncul pemaknaan ekspresi bahasa
yang lebih terpusat pada pemaknaan individu, bukan pemaknaan
berdasar struktur (meskipun arbiter), dan berkembanglah neo-
strukturalisme, post-strukturalisme, dan dekonstruksi; (6) sosok
pemaknaan dekonstruksi menjadi awal munculnya hermeneutik; (7)
hermeneutik Derrida akhirnya berkembang menjadi hermeneutik
phenomenologik Gadamer.
c) Kebenaran phenomenologik
Kebenaran phenomenologik dibuktikan dengan diketemukannya yang
esensial, pilah dari yang non-esensial dan exemplar, dan sesuai
dengan skema moral tertentu. Pembuktian kebenaran dalam
phenomenologik adalah kebenaran koherensi, yaitu sinkronnya moral
yang lebih rendah terhadap moral yang lebih tinggi.
d) Kebenaran Constructed
Constructed dalam positivisme dan constructed dalam
phenomenologi.
c. Uji Konfirmasi
1) Konfirmasi tradisional
Disebut justifikasi, banyak digunakan dengan menunjuk bukti-bukti
empirik yang dinyatakan cocok dengan ajaran-ajaran tradisional. Cara
tersebut dipakai untuk menunjukkan betapa hebatnya ajaran-ajaran
tradisional, betapa tingginya the highest wisdom of the Ultimate.
2) Konfirmasi ilmiah
Fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang
akan datang, memberi pemaknaan atau pemahaman. Upaya tersebut perlu
diberangkatkan dari empiri.
a) Teori konfirmasi
Confirmation theory berupaya mencari deskripsi hubungan rasional
antara hipotesis denga evidensi empirik. Dengan mencermati
hubungan tersebut kita berupaya mengukut atau mencari indikasi
apakah atau bagaimanakah suatu evidensi empirik itu menjamin
kepercayaan pada kebenaran konsep rasional hipotetik. Tiga teori
konfirmasi sebagai berikut.
Decision theory, merupakan konfirmasi berdasar keputusan apakah
hubungan antara hipotesis dengan evidensi empirik itu memang
memiliki manfaat aktual. Kriteria manfaat aktual lebih
mendasarkan pada keputusan kompetensi peneliti. Itulah digunakan
term decision bukan conclusion.
Estimation theory, menetapkan konfirmasi dengan cara memberi
estimasi atau perkiraan dengan menggunakan konsep probabilitas.
Konsep ini dominan dalam analisis statistik.
Reliability analysis, menetapkan konfirmasi dengan mencermati
stabilitas evidensi (yang mungkin berubah-ubah karena kondisi
atau hal lain) terhadap hipotesis.
3) Konfirmasi sebagai the choice of action
Konfirmasi dapat pula dikonstruk atas pemikiran orang tentang the
choice action. Dalam filsafat dikenal determinisme dan indeterminisme.
d. Logika Inferensi
Logika inferensi adalah alat berpikir untuk membuat prediksi ilmiah
atau ramalan ilmiah kejadian yang akan datang dengan menggunakan sistem
rasional tertentu. Studi logika adalah studi tentang tata-pikir rasional.
1) Logika Tradisional
2) Logika Materiil Mutakhir
3) Kesadaran Rasional atas Empiri
4) Empirisme dan Rasionalisme
5) Empirisme sebagai Regularity Fisik Alam Semesta
6) Rasional Empirik Interpretif Bahasa
7) Rasional Empirik Interpretif Phenomenologik
8) Logik, Etik, Emik, dan Noetik
9) Phenomenologi Era Grounded
10) Era Content of Culture atau Telaah Noetik
11) Era Social Action
12) Phenomenologik Kualitatif Interpretif Deduktif
13) Filsafat Pragmatik

5. Uraikan yang dimaksud dengan:


a. Metode ilmiah merupakan ruang lingkup filsafat
Metode ilmiah merupakan bagian dari ruang lingkup filsafat, karena
dalam mencari ilmu untuk menemukan suatu kebenaran diperlukan langkah-
langkah yang sesuai dengan filosofi ilmu tersebut. Prosedur yang tepat dan
pemahaman yang mendalam akan filosofi suatu ilmu akan memudahkan
peneliti untuk menemukan kebenaran atau menentukan apakah yang telah
diketahui itu memank suatu pengetahuan ataukah hanya sesuatu yang
dikonsep saja.
b. Bahwa filsafat ilmu itu mempertanyakan dan menilai metode-metode
pemikiran ilmiah
Filsafat merupakan dasar dan landasan dalam melakukan metode-
metode pemikiran ilmiah. Dengan adanya filsafat sebagai pakem dalam
melakukan metode pemikiran maka kebenaran akan ditemukan. Filsafat
akan selalu mempertanyakan metode-metode penelitian ilmiah yang
digunakan, guna mengetahui apakah ilmu yang dipelajari dan digunakan itu
sesuai dengan filosofi ilmu itu dan filosofi penggunaan ilmu tersebut.
Filsafat ilmu berperan sebagai pijakan dasar untuk mengembangkan ilmu.
Filsafat ilmu mempunyai fungsi untuk mengambalikan kaedah kaedah ilmu
yang sebenarnya, bersadarkan fakta, logika inferensi, kebenaran dan uji
konfirmasi.
c. Menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan
Filsafat berusaha mencoba menggabungkan beberapa kesimpulan
dari berbagai ilmu dan pengalaman manusia menjadi suatu pandangan dunia
yang konsisten. Filsafat ilmu penelaahan tentang logika intern dari teori-
teori ilmiah dan hubungan-hubungan anatara percobaan dan teori yakni
tentang metode ilmiah. Filsafat menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam
proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola
perbincangan, metode-metode penggantian dan perhitungan, peranggapan-
peranggapan metafisis dan seterusnya menilai landasan-landasan bagi
kesalahnnya dari sudut tinjauan logika formal, metodologis praktis, dan
metafisika. Sehingga menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai
suatu keseluruhan dalam berilmu menjadi hal yang tidak bisa dipisahkan
lagi.
d. Terdapat hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara filsafat ilmu dengan
metode ilmiah
Filsafat ilmu tidak akan pernah bisa dipisahkan dari metode ilmiah
karena terkait dengan pencarian kebenaran. Dalam mencari suatu fakta dan
kebenaran dari suatu ilmu, filasafat haruslah menjadi landasannya. Metode
ilmiah tanpa filsafat ilmu hanyalah sebuah persepsi yang prematur tanpa
usaha untuk mencari kebenaran ilmu yang diketahui. Ilmu yang didapat
tidak akan diketahui harus digunakan seperti apa, dikembangkan ke mana,
dan fungsi dari ilmu tersebut seperti apa. Sehingga tidak bisa dipisahkan
antara filsafat ilmu dengan metode ilmiah.
e. Tugas filsafat adalah mengatasi spesialisasi dan merumuskan suatu
pandangan hidup yang didasarkan atas pengalaman kemanusiaan yang luas.
Filsafat diartikan sebagai pandangan hidup karena pada hakikatnya
bersumber pada hakikat kodrat pribadi manusia (sebagai mahkluk individu,
Mahkluk social, dan mahkluk Tuhan). Hal ini berarti filsafat mendasarkan
pada penjelmaan manusia secara total dan sentral sesuai dengan hakikat
manusia sebagai mahkluk monodualisme (manusia secara kodrat terdiri dari
jiwa dan raga). Manusia secara total (menyeluruh) dan sentral didalamnya
memuat sekaligus sebagai sumber penjelmaan bermacam-macam filsafat.
Usaha ilmu-ilmu itu lebih merupakan suatu sumbangan agar pengetahuan
itu sendiri semakin mendekati kebenaran. Filsafatlah yang secara langsung
berperan dalam usaha manusia untuk mencari kebenaran sebagai pandangan
hidup. Filsafat sebagai pandangan hidup merupakan suatu pandangan hidup
yang dijadikan dasar setiap tindakan dan tingkah laku dalam kehidupan
sehari hari, juga dipergunakan untuk menyelelesaikan persoalan-persoalan
yang dihadapi dalam kehidupan.

Anda mungkin juga menyukai