Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Sejarah timbulnya qira’at sab’ah,Al-Quran diturunkan dengan tujuh huruf

dan pengertian sab’atu ahruf

KELOMPOK 8:

1. Anisa (181260001)

2. Okta viawati (181260009)

3. Ajeng yuningsih (181260015)

PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI SEMESTER I (A)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SMH BANTEN

2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil ‘Alamin, puji syukur kami panjatkan kepada Allah

Subhanahu Wata’ala atas semua nikmat yang telah diberikan-Nya kepada kita

semua. Dan atas semua kebaikan yang terjadi pada kami yang semua itu atas

kehendak-Nya juga. Shalawat dan salam kita curahkan kepada Nabi Muhammad

Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, semoga kelak Allah Subhanahu Wata’ala

mempertemukan kita semua dengan beliau.

Terima kasih kami ucapkan kepada kedua orang tua, dosen pengampu,

teman-teman dan juga semua pihak yang turut berkontribusi dalam pembuatan

makalah ini, yang berjudul “Sejarah timbulnya qira’at sab’ah,Al-Quran

diturunkan dengan tujuh huruf dan pengertian sab’atu ahruf”. Semoga Allah

membalas semua kebaikan kalian, Amiin.

Dalam pembuatan makalah ini tentunya banyak terdapat kekurangan, maka

dari itu kami berharap pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang

membangun untuk pembuatan makalah/pembuatan karya tulisan kami yang lain.

Kami berharap proses pembuatan sampai pada rampungnya makalah ini bermanfaat

bagi kami selaku penulis dan bagi pembaca.

Serang, 23 Oktober 2018

Penuls
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................... 2

C. Tujuan ............................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah timbulnya qira’ah sabah .................................... 3

B. Hikmah diturunkan nya alquran dalam tujuh huruf ...... 7

C. Pengertian sab’atu ahruf ................................................. 8

BAB III PENUTUP

A. Simpulan ......................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwasannya bangsa arab mempunyai

lahjah (dialek) yang beragam antara satu kabilah dengan kabilah yang lainnya, baik

dari segi intonasi, bunyi maupun hurufnya, namun bahasa quraisy mempunyai

kelebihan dan keistimewaan tersendiri, ia lebih tinggi daripada bahasa dan dialek

yang lainnya. Oleh karena itu, wajarlah apabila Al-Qur'an pertama diturunkan

adalah dalam bahasa quraisy kepada seorang Rasul yang quraisy pula. Dengan kata

lain bahasa quraisy dalam Al-Qur'an lebih dominan diantara bahasa-bahasa arab

lainnya, antara lain karena orang quraisy berdampingan dengan Baitullah, menjadi

pengabdi dalam urusan haji dan tempat persinggahan dalam perdagangan dan lain-

lainnya. Di dalam Al-Qur’an terdapat berbagai cabang ilmu pengetahuan, salah

satunya adalah sab’ah ahruf.

Berdasarkan deskripsi di atas, maka untuk mempermudah penjelasan pada

makalah ini kami memberi judul Sab’ah Al-Ahruf Dalam Al-Qur’an. Semoga

materi yang ada dalam makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca dan penulis

khususnya, amin.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian qira’at sab’ah ?

2. Apa hikmah turunnya Al-Qur’an dengan tujuh huruf ?

1
3. Apa pengertian sab’atu ahruf?

4. Apa perbedaan dengan qiro’ah sab’ah?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui makna qir’at sab’ah.

2. Untuk mengetahui hikmah turunnya Al-Qur’an dengan tujuh huruf.

3. Untuk mengetahui makna sab’atu ahruf.

4. Untuk mengetahui perbedaan dengan qiro’ah sab’ah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah timbulnya qira’at sab’ah, Al-Quran di turunkan dengan tujuh

huruf

Qiro’at sab’ah atau qiro’at tujuh adalah macam cara membaca al-qur’an yang

berbeda. Disebut qiro’at tujuh karena ada tujuh imam qiro’at yang terkenal masyhur

yang masing-masing memiliki langgam bacaan tersendiri. Tiap imam qiro’at

memiliki dua orang murid yang bertindak sebagai perawi. Tiap perawi tersebut juga

memiliki perbedaan dalam cara membaca qur’an. Sehingga ada empat belas cara

membaca al-qur’an yang masyhur.

Perbedaan cara membaca itu sama sekali bukan dibuat-buat, baik dibuat oleh

imam qiro’at maupun oleh perawinya. Cara membaca tersebut merupakan ajaran

rasulullah dan memang seperti itulah al-qur’an diturunkan.

Dari umar bin khathab, ia berkata, “aku mendengar hisyam bin hakim

membaca surat al-furqon di masa hidup rasulullah. Aku perhatikan bacaannya.

Tiba-tiba ia membaca dengan banyak huruf yang belum pernah dibacakan

rasulullah kepadaku, sehingga hampir saja aku melabraknya di saat ia shalat, tetapi

aku urungkan. Maka, aku menunggunya sampai salam. Begitu selesai, aku tarik

pakaiannya dan aku katakan kepadanya, ‘siapakah yang mengajarkan bacaan surat

itu kepadamu?’ ia menjawab, ‘rasulullah yang membacakannya kepadaku. Lalu aku

katakan kepadanya, ‘kamu dusta! Demi Allah, rasulullah telah membacakan juga

3
kepadaku surat yang sama, tetapi tidak seperti bacaanmu. Kemudian aku bawa dia

menghadap rasulullah, dan aku ceritaan kepadanya bahwa aku telah mendengar

orang ini membaca surat al-furqon dengan huruf-huruf (bacaan) yang tidak pernah

engkau bacakan kepadaku, padahal engkau sendiri telah membacakan surat al-

furqon kepadaku. Maka rasulullah berkata, ‘lepaskanlah dia, hai umar. Bacalah

surat tadi wahai hisyam!’ hisyam pun kemudian membacanya dengan bacaan

seperti kudengar tadi. Maka kata rasulullah, ‘begitulah surat itu diturunkan.’ Ia

berkata lagi, ‘bacalah, wahai umar!’ lalu aku membacanya dengan bacaan

sebagaimana diajarkan rasulullah kepadaku. Maka kata rasulullah, ‘begitulah surat

itu diturunkan.Sesungguhnya Al-Qur’an itu diturunkan dengan tujuh huruf, maka

bacalah dengan huruf yang mudah bagimu di antaranya.’” [HR Bukhari, Muslim,

Abu Dawud, An-Nasa’i, At-Tirmidzi, Ahmad, dan Ibnu Jarir].

Pendapat yang paling masyhur mengenai pentafsiran Sab’atu Ahruf adalah

pendapat Ar- Razi dikuatkan oleh Az-Zarkani dan didukung oleh jumhur ulama.

Perbedaan yang berkisar pada tujuh wajah;

1. Perbedaan pada bentuk isim , antara mufrad, tasniah, jamak muzakkar atau

mu’annath. Contohnya,

( َ‫والَّذِينَ ُه ْم أل َمانَاتِ ِه ْم َو َع ْه ِد ِه ْم َراعُون‬Al-Mukminun:


َ

Lafad bergaris dibaca secara jamak ‫أل َمانَاتِ ِه ْم‬dan mufrad .‫أل َمانتِ ِه ْم‬

2. Perbedaan bentuk fi’il madhi , mudhari’ atau amar. Contohnya,

ِ َ‫فَقَالُوا َربَّنَا بَا ِعدْ بَيْنَ أَ ْسف‬Saba’ : 19)


( ‫ارنَ ٍا‬

4
Sebahagian qiraat membaca lafad ‘rabbana’ dengan rabbuna, dan dalam kedudukan

yang lain lafad ‘ba’idu’ dengan ‘ba’ada’.

3. Perbedaan dalam bentuk ‘irab.

Contoh, lafad ( ٌ‫ار كَاتِب‬ َ ُ‫ ِإذَا ت َ َبا َي ْعت ُ ْم َوال ي‬Al-Baqarah: 282) dibaca dengan disukunkan
َّ ‫ض‬

huruf ‘ra’ sedangkan yang lain membaca dengan fathah.

4. Mendahulukan (taqdim) dan mengakhirkan (ta’khir).

Contoh,

( ‫ت بِ ْال َحق‬
ِ ‫س ْك َرة ُ ْال َم ْو‬ ْ ‫و َجا َء‬Surah
َ ‫ت‬ َ Qaf: 19) dibaca dengan didahulukan ‘al-haq’ dan

ِ ‫س ْك َرة ُ ْال َحق بِ ْال َم ْو‬


diakhirkan ‘al-maut’, . ‫ت‬ ْ ‫ َو َجا َء‬Qiraat ini dianggap lemah.
َ ‫ت‬

5. Perbedaan dalam menambah dan mengurangi.

Contoh ayat 3, Surah al-Lail,

‫َو َما َخلَقَالذَّك ََر َواأل ْنثَى‬

Ada qiraat yang membuang lafad ‘ma kholaqo’(bergaris).

6. Perbedaan ibdal (ganti huruf

Contoh, kalimah ‘nunsyizuha’ dalam ayat 259 Surah al-Baqarah dibaca dengan

‘nunsyiruha’ (‘zai’ diibdalkan dengan huruf ‘ra’).

7. Perbedaan lahjah

Seperti dalam masalah imalah, tarqiq, tafkhim, izhar, idgham dan sebagainya.

Perkataan ‘wadduha’ dibaca dengan fathah dan ada yang membaca dengan imalah

(teleng) dengan bunyi ‘wadduhe’ (sebutan antara fathah dan kasrah).

5
8. Pendapat Para Ulama mengenai Tujuh Huruf Al-Quran

Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan tujuh huruf al-Quran

tersebut. Sehingga Ibn Hayyan (dalam al-Qattan) mengatakan: “Ahli ilmu berbeda

pendapat tentang arti kata tujuh huruf menjadi tiga puluh lima.” Namun kebanyakan

pendapat-pendapat tersebut saling tumpang tindih.

Sebagian ulama memahami bahwa kata ‘tujuh’ disini tidak dimaksudkan

dengan angka tujuh (7) yang sebenarnya. Menurut mereka, tujuh disini hanya

menunjukkan banyaknya kemungkinan cara membaca Al-Quran yang

diperbolehkan untuk memberi kemudahan bagi kaum muslim yang pada pokonya

terdiri atas orang-orang Arab yang menggunakan berbagai dialek ketika masa

diturunkannya al-Quran. Angka tujuh disini merupakan batas maksimal dari

kemungkinan-kemungkinan bacaan Al-Quran yang diperbolehkan.

Untuk lebih jelasnya, berikut akan dikemukakan sebagian dari pendapat-

pendapat ulama tersebut. Maksud tujuh huruf adalah tujuh bentuk lafal yang

berbeda tentang satu kata yang memiliki satu makna sama. Sebagai contoh, kata

perintah untuk datang dapat diungkapkan dengan menggunakan kata ،‫ عجل‬،‫ تعال‬،‫اقبل‬

.‫ نحوي‬،‫ قصدي‬،‫اسرع‬

Ibn Qutaibah menafsirkan sab’ah ahruf dengan tujuh bentuk perubahan, yaitu:

1.perubahan harakat (tanda baca),

2. Perubahan pada kata kerja,

3. Perubahan pada lafal,

6
4. Perubahan pada pergantian huruf yang sama makhraj-nya,

5. Perubahan dengang cara mendahulukan dan mengakhirkan

6. Perubahan dengan penambahan atau penguranga kalimat,

7. Perubahan dengan penggantian kata.

Pendapat yang menafsirkan sab’ah ahruf dengan tujuh bahasa (dialek) bagi

tujuh kabilah bangsa Arab. Sebagian ayat Al-Quran turun dalam bahasa Quraisy,

sebagian yang lain dengan bahasa Tamim, bahasa Huzail, bahasa Azd, bahasa

Rabi’ah, bahasa Hawazin, dan bahasa Sa’d Ibn Bakr.

Sebagian ulama menafsirkan sab’ah ahruf dengan tujuh ashnaf (macam)

istilah dalam ushul fiqh. Ketujuh macam tersebut adalah amr (perintah), nahy

(larangan), halal, haram, muhkam (jelas, kukuh), mutasyabih (samar), dan amtsal

(perumpaan). Pendapat lain menafsirkan sab’ah ahruf dengan tujuh qiraat.

B. Hikmah Diturunkannya Al-Quran dalam Tujuh Huruf

Al-Quran yang diturunkan dengan tujuh huruf, terlepas dari pendapat-pendapat

para ulama, memiliki hikmah yang dapat kita ambil. Beberapa hikmah atas

diturunkannya al-Quran dalam tujuh huruf,[5] diantaranya:

Untuk memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa yang ummi, tidak bisa

baca-tulis, terutama karena perbedaan dialek diantara para suku bangsa Arab. Bukti

kemukjizatan Al-Quran bagi naluri atau watak dasar kebahasaan orang Arab.

Dengan demikian, setiap orang Arab dapat melafalkan huruf-huruf dan kata-kata

dalam Al-Quran sesuai dengan irama yang telah menjadi watak atau karakter

7
masing-masing orang Arab. Kemukjizatan itu bukan terhadap bahasa mereka,

namun terhadap naluri atau karekter kebahasaan mereka. Kemukjizatan Al-Quran

dalam aspek makna dan hukum-hukumnya. Hal ini menyebabkan hukum-hukum

dalam Al-Quran relevan untuk setiap masa. Oleh karena itu, para fuqaha dalam ber-

istimbat dan ber-ijtihad menggunakan qiraat bagi ketujuh huruf ini.

C. PENGERTIAN SAB’AH AL AHRUF

Terdapat banyak hadits dalam berbagai riwayat yang intinya menyatakan,

bahwa Al-Qur’an diturunkan dalam tujuh huruf, diantaranya adalah hadits berikut:

‫ أفرأني جبريل على حرف‬:‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬:‫عن ابن عبّاس رضي هللا عنهما انه قال‬

.‫فرا جعته فلم أزل استزيده ويزيدنى حتى انتهى الى سبعة احروف‬

Artinya: ”Dari Ibnu Abbas r.a. bahwa ia berkata: “Berkata Rasulullah SAW: “Jibril

membacakan kepadaku atas satu huruf, maka aku kembali kepadanya, maka aku

terus-menerus minta tambah dan ia menambahi bagiku hingga berakhir sampai

tujuh huruf.” (HR. Bukhari Muslim).

.‫ ان هذا القرأن انزل على سبعة احرف فاقرأوا ما تيسر منه‬:‫ثم قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬

Artinya: “Bersabda Rasul SAW: “Sesungguhnya Al-Qur’an ini diturunkan atas tujuh huruf,

maka bacalah kamu mana yang mudah daripadanya.” (HR. Bukhari Muslim)

Berdasarkan hadits-hadits di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut:

8
1. Bahwa Al-Qur’an diturunkan dalam tujuh huruf.

2. Pada awalnya Al-Qur’an diturunkan dalam satu huruf.

3. Diturunkannya Al-Qur’an dalam tujuh huruf itu setelah Nabi SAW.

Meminta keringanan dan kemudahan bagi umatnya.[1]

Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan maksud tujuh huruf ini

dengan perbedaan yang bermacam-macam. Sehingga Ibnu Hayyan mengatakan,

“Ahli ilmu berbeda pendapat tentang arti kata tujuh huruf menjadi 35 pendapat.

Berikut ini kami akan memaparkan beberapa pendapat yang dianggap paling

mendekati kebenaran.

Pertama sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh

huruf adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa arab mengenai satu makna.

Dengan pengertian jika bahasa mereka berbeda-beda dalam mengungkapkan satu

makna, maka Al-Quran pun diturunkan dengan sejumlah lafad sesuai dengan ragam

bahasa tersebut tentang makna yang satu itu. Dan jika tidak terdapat perbedaan,

maka Al-Quran hanya mendatangkan satu lafadh atau lebih saja. Kemudian mereka

berbeda pendapat juga dalam menentukan ketujuh bahasa itu. Dikatakan bahwa

ketujuh bahasa itu adalah bahasa Quraisy, Hudzail, Saqif, Hawazin, Kinanah,

Tamim dan Yaman.

Kedua, yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh macam bahasa dari

bahasa-bahasa arab yang ada, yang mana dengannyalah Al-Quran diturunkan,

dengan pengertian bahwa kata-kata dalam Al-Quran secara keseluruhan tidak

keluar dari ketujuh macam bahasa tadi, yaitu bahasa paling fasih di kalangan bangsa

Arab, meskipun sebagian besarnya dalam bahasa Quraisy. Sedang sebagian yang

9
lain dalam bahasa Hudzail, Tsaqif, Hawazin, Kinanah, Tamim atau Yaman; karena

itu maka secara keseluruhan Al-Quran mencakup ketujuh bahasa tersebut.

Pendapat ini berbeda dengan pendapat sebelumnya; karena yang dimaksud

dengan tujuh huruf dalam pendapat ini adalah tujuh huruf yang bertebaran di

berbagai surat Al-Quran, bukan tujuh bahasa yang berbeda dalam kata tetapi sama

dalam makna.

Menurut Abu Ubaid, yang dimaksud bukanlah setiap kata boleh dibaca

dengan tujuh bahasa yang bertebaran dalam Al-Quran. Sebagiannya bahasa quraisy,

sebagian yang lain bahasa Hudzail, Hawazin, Yaman, dan lain-lain. Dia

menambahkan bahwa sebagian bahasa-bahasa itu lebih beruntung karena dominant

dalam Al-Quran.[2]

Ketiga, sebagian ulama menyebutkan, yang dimaksud dengan tujuh huruf

adalah tujuh segi, yaitu; amr (perintah), nahyu (larangan), wad (ancaman), jadal

(perdebatan), qashash (cerita) dan matsal ( perumpaman), Atau amr, nahyu, halal,

haram, muhkam, mutasyabih dan amtsal.

Diriwayatkan dari Ibnu Masud, Nabi saw bersabda,

“ kitab umat terdahulu diturunkan dari satu pintu dan dengan satu huruf. Sedang

Al-Quran diturunkan melalui tujuh pintu dan dengan tujuh huruf, yaitu; zajr

(larangan), amr, haram, muhkam, mutasyabih dan amstsal.

Keempat, segolongan ulama berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan

tujuh huruf adalah tujuh macam hal yang didalamnya terjadi ikhtilaf (perbedaan),

yaitu;

10
1. Ikhtilaful asma` (perbedaan kata benda); dalam bentuk mufrod mudzakkar dan

cabang-cabangnya, seperti tasniyah, jamak, ta`nist. Misalnya firman alloh

dalam surat Al-Mukminun: 8,‫ والذين هم ألمنتهم وعهدهم راعون‬dibaca dengan bentuk

jamak dan dibaca pula dengan bentuk mufrod. Sedang rasmnya ‫ ألمنتهم‬dalam

mushaf adalah yang memungkinkan kedua qiroat itu karena tidak adanya alif

yang mati (sukun). Tetapi kesimpulan akhir kedua macam qiroat itu adalah

sama. Sebab bacaan dalam bentuk jamak dimaksudkan untuk arti istigraq

(mencakupi) yang menunjukkan jenis-jenisnya, sedang bacan dengan bentuk

mufrod dimaksudkan untuk jenis yang menunjukkan makna banyak, yaitu

semua jenis amanat yang mengandung bermacam-macam amanat yang banyak

jumlahnya.

2. Perbedaan segi i`rob, seperti firman alloh taala ‫ ما هذا بشرا‬jumhur membacanya

dengan nashob, sebab ‫ ما‬berfungsi seperti ‫ليس‬sebagaimana bahasa penduduk

Hijaj, dengan bahasa inilah alaquran diturunkan. Adapun Ibnu Masud

membacanya dengan rafa`‫ ما هذا بشرا‬sesuai dengan bahasa tamim, karena

mereka tidak memfungsikan ‫ ما‬seperti ‫ ليس‬juga seperti firman-Nya: ‫فتلقى ءادم‬

‫ من ربه كلمت‬dalam Al-Baqoroh: 37. Di sini ‫ أدم‬dibaca dengan nashab

dan ‫ كلمت‬dibaca dengan rafa` ‫ كلمت‬.

3. Perbedaan dalam tashrif, seperti firman-Nya: ‫ فقالوا ربنا باعد بين أسفارنا‬dalam

Saba`:19), dibaca dengan menashobkan, ‫ ربنا‬karena menjadi mudof

dan ‫ باعد‬dibaca dengan bentuk perintah (fiil amr). Di sini, lafazh ‫ ربنا‬dibaca

pula dengan rafa`(‫ )ربنا‬sebagi mubtada` dan ‫ باعد‬dengan membaca fathah huruf

11
ain sebagai fiil madhi. Juga dibaca ‫ بعد‬dengan membaca fathah dan

mentasydidkan huruf ain dan merofa`kan lafad ‫ربنا‬.

4. Perbedaan dalam taqdim (mendahulukan) dan takhir (mengakhirkan), baik

terjadi pada huruf seperti firman-Nya: ‫ أفلم يياس‬dibaca ‫( أفلم يأيس‬Ar-Rad 31),

maupun di dalam kata seperti‫( فيقتلون ويقتلون‬At-Taubah:111) di mna yang

pertama dibaca dalam bentuk aktif dan yang kedua dibaca dalam bentuk pasif,

juga dibaca dengan sebaliknya, adapun qiroat ‫( وجاءت سكرة الحق بالموت‬Qaf 5: 19)

sebagi ganti dari ‫ وجاءت سكرة الموت بالحق‬adalah qiroah ahad dan syadz (cacat)

yang tidak mencapai derajat mutawatir.

5. Perbedaan dalam segi ibdal (penggantian), baik penggantian huruf dengan

huruf, ‫ وانظر إلى العظام كيف ننشزها‬seperti Al-Baqoroh: 159) yang dibaca dengan

huruf za` dan mendhommahkan nun, tetapi juga dibaca menggunakan huruf ra`

dan menfathahkan nun. Maupun penggantian lafad dengan lafad, seperti

firman-Nya:‫المنفوش‬ ‫( كالعهن‬Al-Qoriah:5) Ibnu Masud dan lain-lain

membacanya dengan ‫ كالصوف المنفوش‬terkadang penggantian ini terjadi pada

sedikit perbedaan makhroj atau tempat keluar huruf, seperti; ‫( طلح منضود‬Al-

Waqiah:29), dibaca dengan ‫ طلع‬karena makhroj ha` dan ain itu sama, dan

keduanya termasuk huruf halaq.

6. Perbedaan dengan adanya penambahan dan pengurangan. Dalam penambahan

misalny ‫( وأعد لهم جنات تجرى تحتها األنهار‬At-taubah:100), dibaca dengan

tambahan ‫ من‬yaitu ‫من تحتها األنهار‬keduanya merupakan qiroat mutawattir.

Mengenai perbedaan karena adanya pengurangan (naqs), seperti ‫قالوا اتخذ هللاا‬

‫( ولدا‬Al-Baqoroh: 116), tanpa huruf wawu jumhur ulama membacanya ‫قالوا اتخذ‬

13
‫ هللاا ولدا‬perbedaan dengan adanya penambahan dalam qiroat ahad, terlihat dalam

qiroat Ibnu Abbas ‫( وكان أمامهم ملك يأخذ كل سفينة صالحة غصبا‬Al-Kahfi; 79), dengan

penambahan kalimat ‫ صالحة‬dan memakai kata ‫ أمامهم‬sebagai ganti dari

kata ‫ وراء‬.

7. Perbedaan lahjah dengan pembacaan tafkhim (tebal) dan tarqiq (tipis), fathah

dan imalah, izhar dan idghom, hamzah dan tashil, isymam,dan lain-lain. Seperti

membaca imalah dan tidak imalah seperti ‫( هل أتاك حديث موسى‬thaha: 9), yang

dibaca dengan mengimalahkan kata ‫ اتى‬dan ‫ موسىى‬membaca tarqiq huruf

ra` ‫ خبيرا بصيرا‬dalam mentafhimkan huruf lam dalam kata ‫الطالق‬mentashilkan

(meringankan) huruf hamzah dalam ayat ‫( قدأفلح المؤمنون‬Al-makminun: 1),

huruf ghoin dengan didhommahkan bersama kasroh dalam ayat ‫وغيض‬

‫( الماء‬Hud; 44) dan seterusnya.

8. Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa bilangan tujuh itu tidak bisa

diartikan secara harfiah, tetapi angka tujuh tersebut hanya sebagai simbol

kesempurnaan menurut kebiasaan orang Arab. Dengan demikian, maka kata

tujuh adalah isyarat bahwa bahasa dan susunan Al-Quran merupakan batas dan

sumber utama bagi semua perkataan orang Arab yang telah mencapai puncak

kesempurnaan tertinggi.sebab, lafad sab`ah (tujuh) dipergunakan pula untuk

menunjukkan jumlah banyak dan sempurna dalam bilangan satuan, seperti

tujuh puluh dalam bilangan puluhan, dan tujuh ratus dalam ratusan. Kata-kata

itu tidak dimaksudkan untuk bilangan tertentu.

9. Ada juga para ulama yang berpendapat, yang dimaksud dengan tujuh huruf

tersebut adalah qiroat sabah.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Makna sab’at ahruf yang menurut ulama’ pendapatnya paling kuat adalah tujuh

macam bahasa dari bahasa-bahasa arab mengenai satu makna, yaitu Quraisy,

Hudzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim, dan Yaman.

Sedangkan Qiro’at sab’ah adalah macam cara membaca al-qur’an yang

berbeda. Disebut qiro’at sab’ah karena ada tujuh imam qiro’at yang terkenal

masyhur yang masing-masing memiliki cara bacaan tersendiri. Tiap imam qiro’at

memiliki dua orang murid yang bertindak sebagai perawi.

Perbedaan cara membaca itu sama sekali bukan dibuat-buat, baik dibuat oleh

imam qiro’at maupun oleh perawinya. Cara membaca tersebut merupakan ajaran

Rasulullah dan memang seperti itulah Al-Qur’an diturunkan. bahwa yang

dimaksud dengan sab’at ahruf bukanlah qira’at sab’ah.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahid, Ramli.Drs.H.M.A.1999.Ulumul Qur’an.Jakarta:PT RajaGrafindo

Persada.

Hasanuddin.AF.1998.Anatomi Al-Qur’an: Perbedaan Qira’at Dan Pengaruhnya

Terhadap Istinbath Hukum Dalam Al-Qur’an.Jakarta:PT RajaGrafindo Persada.

Fahmi amrullah, ilmu alqur’an untuk pemula, (jakarta: cv artha rivera, 2008)

Manna khalil al-qattan,studi ilmu-ilmu qur’an, (jakarta: litera antar nusa,1994)

Anda mungkin juga menyukai