Yamato
Ketika Proklamasi Kemerdekaan RI dikumandangkan, 17 Agustus 1945, rakyat Indonesia
merayakan dengan suka cita. Di Surabaya, menandai kemerdekaan itu arek-arek Suroboyo satu
persatu menancapkan tiang, mengibarkan bendera merah putih di berbagai sudut kota. Pengibaran
itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi karena penjajahan Jepang belum sama sekali hilang.
Namun, setelah munculnya maklumat pemerintah (31 Agustus 1945) yang menetapkan mulai 1
September 1945 bendera nasional Sang Merah Putih dikibarkan terus di seluruh Indonesia, gerakan
pengibaran bendera makin meluas ke segenap pelosok kota. Di berbagai tempat strategis dan
tempat-tempat lainnya, susul menyusul bendera dikibarkan.
Sementara itu18 September pukul 21.00 WIB sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr
W.V.Ch Ploegman Bersiap-siap untuk mengibarkan bendera Belanda dengan warna merah-putih-
biru
Ploegman : bagaimana persiapan pengibaran benderanya?
Tentara 1 : Lapor pak, kita sudah akan memulai pengibaran dipuncak tertinggi di hotel
yamoto ini.
Ploegman : baiklah laksanakan sebaik mungkin.
Tentara 2 : Siap pak!!
Ploegman : Selanjutnya tugas kita untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan
perang yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya.
Namun selain itu, akan kita bawa kembali negeri ini menjadi jajahan Hindia
Belanda
(Kemudian bendera Belanda dengan warna merah-putih-biru pun selesai dikibarkan)
Keesokan harinya (19 September 1945) ketika arek Surabaya melihatnya, seketika meledak
amarahnya.
Pemuda 1 : Lihat bendera Belanda yang berkibar itu (sambil menunjuk bendera Belanda)
Pemuda 2 : mereka datang dengan maksud ingin menjajah kita lagi.
Pemuda 1 : Sebaiknya kita beritahu yang lain
Begitu kabar tersebut tersebar di seluruh kota Surabaya, sebentar saja Jl Tunjungan dibanjiri oleh
massa rakyat, mulai dari pelajar berumur belasan tahun hingga pemuda dewasa, semua siap untuk
menghadapi segala kemungkinan. Massa terus mengalir hingga memadati halaman hotel serta
halaman gedung yang berdampingan penuh massa dengan luapan amarah. Agak ke belakang
halaman hotel, beberapa tentara Jepang tampak berjaga-jaga.
Pemuda 1 : Hei tentara laknat, untuk apa kau datang ke mari lagi?
Tentara 1 : Hahaha bukan urusan kalian.
Pemuda 2 : Kalau ingin menjajah, sebaiknya urungkan niatmu itu.
Pemuda 1 : Lalu untuk apa kau pasang bendera itu? Ato kita robek
Tentara 2 : (mengeluarkan pistol) kalian semua jangan macam-macam? Atau Aku bunuh kalian
semua !!!
(dengan was-was Mereka pun mundur selangkah demi selangkah, kemudian muncullah residen
Sudirman dikawal oleh Sidik dan haryono)
Tentara 2 : (datang karena mendengar letusan pistol Ploegman) “Ada apa ini?”
Tentara 1 : “Ploegman …”
Tentara 2 : “Sidik, kau telah mencekik Ploegman. Tewaslah kau!”
(mengeluarkan pistol dan langsung meletuskannya ke arah Sidik, Sidik pun tewas)
Hariyono : “Lebih baik, kita segera ke atas!”
Sudirman yang mulanya bersama Hariyono terlibat dalam pemanjatan tiang bendera bersama
Kusno Wibowo. Di luar hotel, para pemuda Surabaya yang mengetahui gagalnya perundingan
tersebut langsung mendobrak masuk untuk ke dalam Hotel Yamato.
Rakyat : Kita ingin masuk!
Pemuda 1 : Kita akan turunkan bendera itu!
Pemuda 2 : Jika kami tidak bisa masuk, kita akan dobrak paksa!
Tentara 1 : Tidak bisa!
Pemuda 1 : Kalau begitu, kita akan dobrak masuk!
Tentara 1 : Jika kalian memaksa masuk, banyak sekali tentara kami yang akan Manahan kalian!”
Tentara 2 : Jadi, apa yang kalian lakukan semuanya percuma!
Pemuda 1 : Heh, lihat! Itu Residen Sudirman!
Pemuda 2 : Iya, itu Residen Sudirman dengan Hariyono ! mereka akan menurunkan bendera
kalian!
Tentara 2 : Benar. Panggil pasukan untuk ke puncak Hotel!
Sementara yang terjadi di puncak Hotel Yamato …