Anda di halaman 1dari 7

Naskah Drama Sejarah

Selasa, 26 Maret 2019

Naskah Drama Sejarah


Tokoh:
Ir. Soekarno : Mul
Suwiryo (Walikota Jakarta) : Radhika
Hatta : Samba
Ibu Fatmawati : Jungnan
Rakyat : Semua kecuali jepang, dan Kameramen
Sudiro (Pemimpin Barisan Pelopor) : Yoga
Dr. Muwardi : Wiwit
Wilopo : Trinia
Latief : Samba
Para Pemuda : ~
Suhud: Saphira
Narator: Karin
Dr. Buntaran Marmoatmojo : Andre
Arifin Abdurrahman: Mahesa
pasukan jepang: Andre, Vemby, Mahesa
Gunawan : Yoga

Naskah Drama Proklamasi Kemerdekaan Indonesia


Narator: Pada tanggal 16 agustus 1945 para tokoh nasional telah merencanakan susunan pembacaan
teks proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dilaksanakan pada esok hari tepat jatuh pada tanggal
17 agustus 1945. Pada siang hari saat di kediaman rumah Soekarno, Soekarno yang tengah sakit
sedang berbincang dengan istrinya Fatmawati di kamarnya…

Soekarno: “Alhamdulillah akhirnya semua berjalan dengan lancar. Matur nuwun ibu telah menemani
aku di saat-saat yang cukup menguras pikiran ini.”

Fatmawati: *Sambil memberikan minuman kepada Soekarno* “Iya, matur nuwunlah kepada Gusti
Allah yang telah memberikan jalan pada bangsa kita untuk memproklamasikan kemerdekaan. Oh iya
pak, apakah kalian sudah merencanakan bagaimana proklamasi besok akan berlangsung?”

Soekarno: “Sudah, kita akan melaksanakan upacara bendera, yang nanti akan di iringi lagu Indonesia
Raya karya Bung Supratman.”
Fatmawati: “Bukankah kita belum mempunyai bendera? Lantas bagaimana?”

Soekarno: “Ya ampun, Bapak sampai lupa, Bu. Kalau begitu bagaimana jika Ibu saja yang menjahitkan
bendera?”

Fatmawati: “Tapi yang kain ibu punya hanya kain merah dan putih. Apa tidak apa-apa?”

Soekarno: “Tentu saja. Buatlah bendera yang sederhana, yang penting kita sudah berusaha untuk
menyediakannya.”

Fatmawati: “Yasudah kalau begitu diminum dulu obatnya. Ibu jahit dulu ya benderanya, bapak
istirahat saja.”

Soekarno: “Baiklah, oh iya bu tolong bangunkan aku pada sore hari ya. Ada urusan yang harus aku
selesaikan mengenai teks proklamasi.”

Fatmawati: “Baiklah, Pak.”

Narator: Saat Soekarno sedang istirahat, sang istri sedang menjahit bendera dengan ukuran 2 x 3
meter menggunakan mesin jahitnya.

Fatmawati: “Alhamdulillah, selesai juga. Aku simpan saja di atas meja. Lebih baik aku bangunkan saja
bapak karena sudah sore. Pak, bangun sudah sore.”

Soekarno: *wajah mengantuk* “Oh iya bu, aku siap-siap dulu.”

Narator: Setelah Soekarno bersiap-siap, Soekarno berpamitan pada istrinya..

Soekarno: “Aku pamitan dulu ya bu, assalamualaikum.”

Fatmawati: “Waalaikum salam..”

Narator: Pagi hari tanggal 17 agustus 1945 pukul 04.30 WIB para pemimpin nasional dan para pemuda
kembali ke rumah masing-masing untuk mempersiapkan penyelengaraan pembacaan teks proklamasi
kemerdekaan Indonesia setelah selesai merumuskan dan mengesahkan teks proklamasi di rumah
Laksamana Maeda. Pembacaan teks proklamasi akan diselengarakan di lapangan Ikada, para rakyat
amat senang mendengar berita itu dan membanjiri lapangan Ikada namun pasukan Jepang telah
mencium isu berita tersebut akhirnya lapangan Ikada dijaga ketat oleh pasukan Jepang. Setibanya di
lapangan Ikada…

Rakyat: “Ayo kabeh kita kudu cepet kesusu menyang lapangan Ikada kanggo Witness maca teks
proklamasi kamardikan Indonesia! Supaya kita bisa bebas saka torture invaders!”

Rakyat: “Ayoo…..!!!”

Narator: Para rakyat tidak mengetahui bahwa di lapangan ikada dijaga ketat oleh pasukan Jepang…

Rakyat: “Mengapa kene ada tentara Jepang? Apakah Presiden kita menyuruhnya untuk berjaga-jaga?”

Rakyat: “Ah, ora mungkin! Jepang itu musuh kita, jadi mana mungkin Ir. Soekarno menyuruh pasukan
Jepang untuk berjaga-jaga. Bagaimana kalau kita menunggu Barisan Pelopor Sudiro saja?”

Narator: Beberapa menit kemudian para barisan pelopor Sudiro telah datang…

Sudiro: “Mengapa kalian ada disini? Apakah kalian ingin menggagalkan rencana kita? “

Pasukan Jepang (Andre): “Hahahaha.. Ikeh ikeh kimochi”


Pasukan Jepang (Mahesa): “Tashika ni watashitachi wa anata ga jiyū ni naritakunai”

Sudiro :” Para rakyat, apakah ada yang mengerti apa yang dibilang oleh orang jepang itu?”
Rakyat :”Maaf pak kami tidak mengerti artinya, tapi saya apa itu ikeh ikeh kimochi”
Sudiro :”Memang apa artinya?”
Rakyat :”itu loh pak yang miya...miya.. miyabi itu”
Sudiro :”Argh.. Kita ini dalam keadaan serius, kamu malah bercanda”
Sudiro :”Heiii Manusia Jepang, Coba kalian ulang apa yang kalian katakan tadi, kami tidak
mengerti bahasa Jepang”
Pasukan Jepang(vemby): “Ha ha ha, Boss mereka tidak mengerti bahasa kita, Begini tadi
kami bilang, Memang kita tidak ingin kalian merdeka begitu saja!”
Sudiro: “Memang kalian tidak punya hati! Kalian masih saja ingin melihat rakyat Indonesia sengsara
akibat ulah kalian. Memang kejam kalian semua!!”

Narator: Setelah Sudiro marah ia langsung bergegas melaporkan kepada Muwardi (Kepala Keamanan
Soekarno).

Sudiro: *Dengan kelelahan “Assalamualaikum…”

Muwardi: “Waalaikum salam, ada apa ini? Mengapa kau kecapaian gitu? Tenang dulu, ambil napas..”

Sudiro: “Begini pak, di lapangan ikada ada pasukan Jepang berjaga-jaga dengan membawa senjata.”

Muwardi: “Hahaha, kau salah mendengar ya? Ternyata pembacaan teks proklamasi akan
diselenggarakan di rumah Soekarno Jalan Pegangsaan Timur No 56. Yasudah kalau begitu kamu
sampaikan pada rakyat dan para pemuda untuk datang di rumah Soekarno, tetapi jangan sampai
pasukan Jepang mendengarnya.”

Narator: Akhirnya Sudiro kembali ke lapangan ikada untuk menyampaikan berita bahagia ini kepada
rakyat dan kelompok muda. Rakyat dan kelompok muda tiba di kediaman Soekarno..

Dr. Muwardi: “Dimana Latief Hendraningrat?”

Latief Hendraningrat: “Saya disini, ada apa tuan memanggilku?”

Dr. Muwardi: “Tolong kamu berjaga-jaga di depan halaman rumah agar pasukan Jepang tidak
mengganggu rencana kita.”

Latief Hendraningrat: “Baik, tetapi bolehkah kalau Arifin Abdurrahman ikut berjaga-jaga?”

Dr. Muwardi: “Silahkan, boleh saja lebih banyak orang itu lebih baik.”

Latief Hendraningrat: “Hey, Arifin bantu aku untuk berjaga-jaga di halaman depan ya. Oh iya ajak juga
pasukan Peta kan kalau semakin banyak yang berjaga keamanan semakin ketat, iya tidak?”

Arifin Abdurrahman: “Yasudah, kalau begitu. Hahaha bisa saja kau kata-katanya, yasudah ayo kita
susun strateginya.”

Narator: Latief dan Arifin beserta pasukan Peta telah berjaga-jaga di sekitar rumah Soekarno. Suasana
kediaman Soekarno semakin sibuk, persiapan peralatan dalam pembacaan teks proklamasi segera
disiapkan hingga wakil walikota Jakarta ikut mempersiapkan..
Suwiryo: “Mr. Wilopo tolong siapkan mikrofon dan pengeras suara, segera!”

Mr. Wilopo: “Baik! Tetapi dimana aku harus mencarinya Pak?”

Suwiryo: “Kamu meminjam alat tersebut kepada Gunawan di Toko Radio Satria di Salemba Tengah 24,
cepat!”

Mr. Wilopo: “Baik pak!”

Narator: Sesampainya di Toko Radio Satria di Salemba Tengah 24….

Mr. Wilopo: “Nuwun sewu….”

Gunawan: “Iya, ada apa tuan kemari? Apakah ingin membeli barangku?”

Mr. Wilopo: “Bukan tuan, aku kemari ingin meminjam mikrofon dan pengeras suara. Apakah boleh?”

Gunawan: “Buat apa? Jika untuk keperluan yang tidak penting maaf aku tak bisa meminjamkannya.”

Mr. Wilopo: “Untuk mengumandangkan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia tuan yang
diselenggarakan di kediaman Soekarno. Jadi apakah tuan boleh meminjamkannya?”

Gunawan: “Oh, tentu saja kalau untuk itu aku perbolehkan. Sebentar aku ambilkan, tuan silahkan
duduk.”

Narator: Setelah beberapa menit..

Gunawan: “Ini alat yang engkau minta. Oh, iya ini aku bawa seseorang jika ada kerusakan panggil saja
dia yang suruh memperbaikinnya.”

Mr. Wilopo: “Terimakasih tuan.”

Narator: Sesampainya Mr. Wilopo di kediaman Soekarno….

Mr. Wilopo: “Nuwun sewu, pak ini mikrofon dan pengeras suaranya.”

Sudiro: “Yasudah letakkan ditempat itu!”

Narator: Mr. Wilopo segera menempatkan mikrofon dan pengeras suara pada tempatnya. Kemudian
Sudiro memanggil Suhud..

Sudiro: “Suhud! Suhud! Kesini kau!”

Suhud: “Iya, Pak. Ada apa memanggilku?”

Sudiro: “Tolong kau carikan satu tiang bendera, cepat!”

Suhud: “Baiklah, pak! Dimana ya aku harus mencarinya? Oh iya dibelakang rumah ini kan aku lihat
sebatang bambu, aku pakai itu saja.”

Narator: Suhud mengambil bambu tersebut lalu membersihkannya dan memberi lubang untuk
memasukkan tali bendera. Lalu menancapkannya di dekat teras dan memberikan tali untuk
kelengkapan bendera. Menjelang pukul 10.00 WIB datanglah tokoh pejuang diantaranya Dr. Buntaran
Marmoatmojo, Ki Hajar Dewantara, Mr. A.A Maramis dan Otto Iskandardinata. Di kediaman halaman
Soekarno..

Dr. Buntaran Marmoatmojo: “Bagaimana tuan apakah acaranya sudah dimulai?”


Arifin Abdurrahman: “Belum tuan, tunggu sebentar Bung Karno sedang menunggu Bung Hatta, para
tuan silahkan duduk.”

Para pemuda: “Tuan bagaimana ini, kapan dimulainya?! Lelah sekali kita menunggunya. Ayo tuan
bilang kepada Soekarno agar cepat dimulai!”

Dr. Muwardi: “Iya tunggu sebentar, aku akan menyampaikan keluhan kalian.”

Narator: Dengan terpaksa Dr. Muwardi menemui Soekarno di kamarnya yang tengah membuat naskah
pidato untuk membuka acaranya dan berbincang dengan istrinya..

Fatmawati: “Ini pak benderanya sudah jadi. Oh iya pak, ibu punya ide bagaimana kalau kita beri nama
bendera ini “Sang Saka Merah Putih” ?”

Soekarno: *Sambil menulis pidato* “Bagus sekali itu idemu bu, yasudah letakkan saja itu bendera di
atas baki aku harus selesaikan teks pidato ini.”

Narrator: Ditengah pembicaraan Soekarno dan Fatmawati terdengar suara….

Dr. Muwardi: “Nuwun sewu maaf, Pak Soekarno hari sudah semakin siang. Mengapa pembacaan
proklamasi tidak segera dilaksanakan? Bukankah lebih cepat lebih baik? Lagipula orang-orang sudah
menunggu sejak tadi pagi untuk menyaksikan pembacaan proklamasi?”

Soekarno: “Karena Hatta belum datang. Pembacaan proklamasi akan dibacakan kalau Hatta sudah
datang. Saya tidak bisa membacakan proklamasi tanpa kehadiran Hatta disamping saya.”

Narator: Soekarno tetap bertindak keras untuk menolak permintaan Dr. Muwardi. Tetapi Dr. Muwardi
tetap saja bernekad untuk mendesaknya lagi. Sekali lagi…

Dr. Muwardi: “Tapi Pak, orang-orang sudah tidak sabar lagi untuk menyaksikan pembacaan
proklamasi.”

Soekarno: *dengan kerasnya menjawab* “Saya tidak akan membacakan proklamasi kalau Hatta tidak
ada. Kalau Mas Muwardi tidak mau menunggu silahkan membaca teks proklamasi itu sendiri!”

Dr. Muwardi: “Tapi Pak…”

Narator: Pada saat itulah terjadi perdebatan yang sengit. Tiba-tiba diluar terdengar suara…

Rakyat: “Bung Hatta datang!”

Narator: Dengan berpakaian putih-putih Bung Hatta langsung menemui Soekarno di kamarnya…

Bung Hatta: “Nuwun sewu.. Maaf Bung aku telat, bagaimana apakah acaranya sudah dimulai?”

Soekarno: “Tidak apa-apa kau datang lima menit sebelum acara dimulai, mari kita menuju tempat
yang telah disediakan.”

Narator: Kedua tokoh pejuang nasional tersebut langsung memasuki tempat yang telah disediakan.
Rakyat menyambut mereka dengan gembira. Hingga saatnya upacara proklamasi kemerdekaan segera
disiapkan. Upacara proklamasi kemerdekaan dilaksanakan tanpa protokol Latief memberikan aba-aba
siap kepada seluruh barisan pemuda..

Latief Hendraningrat: “Siaaaaappppp… Grak!!”

Narator: Semua yang ada di tempat tersebut berdiri tegak dengan sempurna hingga suasan menjadi
sangat hening ketika Soekarno dan Hatta memasuki tempat tersebut.
Suwiryo: “Silahkan kepada Bung Karno dan Bung Hatta memasuki tempat yang telah disediakan.”

Narator: Soekarno dan Hatta naik ke atas panggung. Soekarno mendekati mikrofon dan dengan
lantangnya beliau membacakan pidato singkat sebelum pembacaan teks proklamasi dilaksanakan.

Soekarno: *membacakan pidato*

Saudara-saudara sekalian! Saya telah minta saudara-saudara hadir disini untuk


menyaksikan satu peristiwa maha-penting dalam sejarah kita. Berpuluh-puluh tahun kita
bangsa Indonesia telah berjoang, untuk kemerdekaan tanah air kita bahkan telah beratus-
ratus tahun!Gelombang aksi kita untuk mencapai kemerdekaan kita itu ada naiknya dan ada
turunnya, tetapi jiwa kita tetap menuju ke arah cita-cita. Juga di dalam jaman Jepang, usaha
kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak berhenti-hentinya. Di dalam jaman Jepang
ini, tampaknya saja kita menyandarkan diri kepada mereka, tetapi pada hakekatnya, tetap kita
menyusun tenaga sendiri, tetapi kita percaya kepada kekuatan sendiri.Sekarang tibalah
saatnya kita benar-benar mengambil sikap nasib bangsa dan nasib tanah air kita di dalam
tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri akan
dapat berdiri dengan kuatnya. Maka kami, tadi malah telah mengadakan musyawarat dengan
pemuka-pemuka rakyat Indonesia dari seluruh Indonesia. Permusyawaratan itu seia sekata
berpendapat bahwa sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan kemerdekaan kita.

Saudara-saudara!

Dengan ini kami menyatakan kebulatan tekad itu. Dengarkanlah proklamasi kami:

Proklamasi

Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.

Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain, diselenggarakan dengan cara
saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Jakarta, 17 Agustus 1945

Atas Nama Bangsa Indonesia

Soekarno-Hatta

Demikianlah saudara-saudara!

Kita sekarang telah merdeka! Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat tanah air kita dan
bangsa kita! Mulai saat ini kita menyusun Negara kita! Negara Merdeka, Negara Republik
Indonesia – merdeka kekal dan abadi. Insyaallah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu!
Narator: Setelah disampaikan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia maka Negara
Indonesia menjadi merdeka. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan pengibaran bendera Sang
Saka Merah Putih yang dikibarkan oleh Latief dan Suhud. Soekarno dan Hatta perlahan-lahan
menuruni anak tangga. Suhud segera mengambil bendera Merah Putih di atas baki, lalu beliau
mengikatkan bendera ke tali bendera dengan bantuan Latief Hendraningrat. Bendera Sang
Saka merah putih dikibarkan dengan iringan lagu Indonesia Raya..

*Suhud dan Latief berjalan perlahan-lahan dengan membawa bendera merah putih, lalu
mengikatnya ke tali bendera dan Suhud memegang ujung bendera untuk dilebarkan
sedangkan Latief memberi aba-aba bahwa bendera siap dikibarkan*

Latief: “Bendera Merah Putih siap dikibarkan”

Sudiro: “Semuanya hormat….grak!”

*Para hadirin menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya secara hikmad*

Narator: Semua hadirin termasuk para tokoh pejuang menghormati bendera sampai bendera
di puncak tiang. Upacara proklamasi kemerdekaan Indonesia dilakukan secara hikmat.
Upacara ditutup dengan sambutan pidato dari Wakil Walikota Jakarta (Suwiryo) dan Dr.
Muwardi. Dengan demikian, upacara proklamasi kemerdekaan Indonesia selesai
dilaksanakan semua hadirin meninggalkan tempat bersejarah itu. Selesai sudah momen yang
sangat bersejarah.

Anda mungkin juga menyukai