Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Al-Qur'anul Karim, wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw
sebagai petunjuk, pedoman, dan pembimbing hidup manusia, dimana merupakan
suatu kewajiban bagi kita untuk membaca mempelajari secara seksama sehingga kita bisa
memahami pesan-pesan yang terkandung didalamnya dan melaksanaknnya. Untuk
memahaminya secara benar, dibutuhkan ketelitian dengan memperhatikan kepada Asbab Nuzul,
penguasaan bahasa dan keyakinan yang lurus. Hal ini sangatlah penting karena memang
tujuan utama dari kesemuanya itu adalah agar kita mendapat petunjuk.
Salah satu cara agar mudah memahami Al-Quran adalah dengan
menguasai Qiroat, Qiroat merupakan salah satu cabang ilmu dalam Ulum alQuran, namun tidak banyak orang yang tertarik kepadanya, kecuali orang-orang
tertentu saja. Banyak faktor yang menyebabkan hal itu, di antaranya, ilmu ini
tidak berhubungan langsung dengan kehidupan dan muamalah manusia seharihari, ilmu ini cukup rumit untuk dipelajari, banyak hal yang harus diketahui oleh
peminat ilmu Qiroat ini, yang terpenting adalah pengenalan Al-Quran secara
mendalam, bahkan harus hafal sebagian besar dari ayat-ayat Al-Quran
merupakan salah satu kunci memasuki gerbang ilmu ini, pengetahuan bahasa Arab
yang mendalam dan luas dalam berbagai seginya, juga merupakan alat pokok
dalam menggeluti ilmu ini.
Pengenalan berbagai macam qiraat dan para perawinya adalah hal yang
mutlak bagi pengkaji ilmu ini tidak jarang, perbedaan Qiro'at menimbulkan perbedaan
penetapan hukum dikalangan ulama.
Pada makalah ini akan dijelaskan secara sederhana hal-hal yang terkait dengan Qiro'at
yaitu perbedaan antara satu Qiro'at dengan Qiro'at lainnya, akibat-akibat yang ditimubulkannya
dan pengaruhnya kepada hukum yang di istinbath dari padanya

Qiroatul Quran

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada makalah
ini adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian dan macam-macam Qiroat Al-Quran?
2. Bagaimana sejarah Perkembangan Qiroat Al-Quran?
3. Apa pengaruh Qiroat Al-Quran Terhadap Istinbat Hukum?
4. Apa saja manfaat Perbedaan Qiroat Al-Quran?
5. Bagaimana urgensi mempelajari Qiroat Al-Quran?
C. Tujuan
Adapun tujuan pembahasan rumusan masalah dalam makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian Qiroat Al-Quran.
2. Untuk mengetahui sejarah Perkembangan dan macam-macam Qiroat
Al-Quran.
3. Untuk mengethui pengaruh Qiroat Al-Quran Terhadap Istinbat
Hukum.
4. Untuk mengetahui manfaat Perbedaan Qiroat Al-Quran.
5. Dan mengetahui bagaimana urgensi mempelajari Qiroat Al-Quran.

BAB II
QIROAT AL-QURAN
A. Pengertian Qiroat Al-Quran

Qiroatul Quran

Menurut bahasa, qiraat ( )adalah bentuk jamak dari qiraah (


)yang merupakan isim masdar dari qaraa (), yang artinya : bacaan.
Pengertian qiraat menurut istilah cukup beragam. Hal ini
disebabkan oleh keluasan makna dan sisi pandang yang dipakai oleh ulama
tersebut. Berikut ini akan diberikan dua pengertian qiraat menurut istilah,
yaitu:
Menurut al-Zarkasyi Qiroat merupakan Perbedaan lafal-lafal alQur'an, baik menyangkut huruf-hurufnya maupun cara pengucapan hurufhuruf tersebut, sepeti takhfif, tasydid dan lain-lain. Dari pengertian
tersebut, tampaknya al-Zarkasyi hanya terbatas pada lafal-lafal al-Qur'an
yang memiliki perbedaan qiraat saja. Ia tidak menjelaskan bagaimana
perbedaan qiraat itu dapat terjadi dan bagaimana pula cara mendapatkan
qiraat itu.
Ada pengertian lain tentang qiraat yang lebih luas daripada
pengertian dari al-Zarkasyi di atas, yaitu:
Pengertian Qiraat menurut pendapat al-Zarqani. Al-Zarqani
memberikan pengertian qiraat sebagai :
Suatu mazhab yang dianut oleh seorang imam dari para imam qurra
yang berbeda dengan yang lainnya dalam pengucapan al-Quran alKarim dengan kesesuaian riwayat dan thuruq darinya. Baik itu perbedaan
dalam pengucapan huruf-huruf ataupun pengucapan bentuknya.
Ada beberapa kata kunci dalam membicarakan qiraat yang harus
diketahui. Kata kunci tersebut adalah qiraat, riwayat dan tariqah. Berikut
ini akan dipaparkan pengetian dan perbedaan antara qiraat dengan riwayat
dan tariqah, sebagai berikut :
Qiraat adalah bacaan yang disandarkan kepada salah seorang imam dari
qurra yang tujuh, sepuluh atau empat belas; seperti qiraat Nafi, qiraat
Ibn Kasir, qiraat Yaqub dan lain sebagainya.
Sedangkan Riwayat adalah bacaan yang disandarkan kepada salah
seorang perawi dari para qurra yang tujuh, sepuluh atau empat belas.
Misalnya, Nafi mempunyai dua orang perawi, yaitu Qalun dan Warsy,
maka disebut dengan riwayat Qalun anNafi atau riwayat Warsy an Nafi.
Adapun yang dimaksud dengan tariqah adalah bacaan yang
disandarkan kepada orang yang mengambil qiraat dari periwayat qurra
yang tujuh, sepuluh atau empat belas. Misalnya, Warsy mempunyai dua

Qiroatul Quran

murid yaitu al-Azraq dan al-Asbahani, maka disebut tariq al-Azraq an


Warsy, atau riwayat Warsy min thariq al-Azraq. Bisa juga disebut dengan
qiraat Nafi min riwayati Warsy min tariq al-Azraq.
B. Sejarah Perkembangan Ilmu Qiroat Al-Quran
Pembahasan tentang sejarah dan perkembangan ilmu qiraat ini
dimulai dengan adanya perbedaan pendapat tentang

waktu mulai

diturunkannya qiraat. Ada dua pendapat tentang hal ini;


Pertama, qiraat mulai diturunkan di Makkah bersamaan dengan turunnya
al-Quran. Alasannya adalah bahwa sebagian besar surat-surat al-Quran
adalah Makkiyah di mana terdapat juga di dalamnya qiraat sebagaimana
yang terdapat pada surat-surat Madaniyah. Hal ini menunjukkan bahwa
qiraat itu sudah mulai diturunkan sejak di Makkah.
Kedua, qiraat mulai diturunkan di Madinah sesudah peristiwa
Hijrah, dimana orang-orang yang masuk Islam sudah banyak dan saling
berbeda ungkapan bahasa Arab dan dialeknya. Pendapat ini dikuatkan oleh
hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya,
demikian juga Ibn Jarir al-Tabari dalam kitab tafsirnya. Hadis yang
panjang tersebut menunjukkan tentang waktu dibolehkannya membaca alQuran dengan tujuh huruf adalah sesudah Hijrah, sebab sumber air Bani
Gaffar yang disebutkan dalam hadis tersebut--terletak di dekat kota
Madinah.
Kuatnya pendapat yang kedua ini tidak berarti menolak membaca
surat-surat yang diturunkan di Makkah dalam tujuh huruf, karena ada
hadis yang menceritakan tentang adanya perselisihan dalam bacaan surat
al-Furqan yang termasuk dalam surat Makkiyah, jadi jelas bahwa dalam
surat-surat Makkiyah juga dalam tujuh huruf.
Ketika mushaf disalin pada masa Usman bin Affan, tulisannya sengaja
tidak diberi titik dan harakat, sehingga kalimat-kalimatnya dapat
menampung lebih dari satu qiraat yang berbeda. Jika tidak bisa dicakup
oleh satu kalimat, maka ditulis pada mushaf yang lain. Demikian

Qiroatul Quran

seterusnya, sehingga mushaf Usmani mencakup ahruf sabah dan berbagai


qiraat yang ada.
Periwayatan dan Talaqqi (si guru membaca dan murid mengikuti
bacaan tersebut) dari orang-orang yang tsiqoh dan dipercaya merupakan
kunci utama pengambilan qiraat al-Quran secara benar dan tepat
sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW kepada para sahabatnya.
Para sahabat berbeda-beda ketika menerima qiraat dari Rasulullah. Ketika
Usman mengirimkan mushaf-mushaf ke berbagai kota Islam, beliau
menyertakan orang yang sesuai qiraatnya dengan mushaf tersebut. Qiraat
orang-orang ini berbeda-beda satu sama lain, sebagaimana mereka
mengambil qiraat dari sahabat yang berbeda pula, sedangkan sahabat
juga berbeda-beda dalam mengambil qiraat dari Rasulullah SAW.
Dapat disebutkan di sini para Sahabat ahli qiraat, antara lain
adalah : Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ubay bin Kaab, Zaid bin
Tsabit, Ibn Masud, Abu al-Darda, dan Abu Musa al-Asyari.
Para sahabat kemudian menyebar ke seluruh pelosok negeri Islam dengan
membawa qiraat masing-masing. Hal ini menyebabkan berbeda-beda juga
ketika Tabiin mengambil qiraat dari para Sahabat. Demikian halnya
dengan Tabiut-tabiin yang berbeda-beda dalam mengambil qiraat dari
para Tabiin.
Ahli-ahli qiraat di kalangan Tabiin juga telah menyebar di berbagai
kota, diantaranya:
Para Tabiin ahli qiraat yang tinggal di :
Madinah, yaitu: Ibn al-Musayyab, Urwah, Salim, Umar bin Abdul Aziz,
Sulaiman danAta (keduanya putra Yasar), Muadz bin Harits yang
terkenal dengan Muad al-Qari, Abdurrahman bin Hurmuz al-Araj, Ibn
Syihab al-Zuhri, Muslim bin Jundab dan Zaid bin Aslam.
Makkah, yaitu: Ubaid binUmair, Ata bin Abu Rabah, Tawus, Mujahid,
Ikrimah dan Ibn Abu Malikah.

Qiroatul Quran

Kufah, yaitu: Alqamah, al-Aswad, Maruq, Ubaidah, Amr bin Surahbil,


al-Haris bin Qais,Amr bin Maimun, Abu Abdurrahman al-Sulami, Said
bin Jabir, al-Nakhai dan al-Sya'bi.
Basrah, yaitu: Abu Aliyah, Abu Raja, Nasr bin Asim, Yahya bin
Yamar, al-Hasan, Ibn Sirin dan Qatadah.
Syam, yaitu: Al-Mugirah bin Abu Syihab al-Makhzumi dan Khalid bin
Sad.
Keadaan ini terus berlangsung sehingga muncul para imam qiraat
yang termasyhur, yang mengkhususkan diri dalam qiraat qiraat tertentu
dan mengajarkan qiraat mereka masing-masing.
Perkembangan selanjutnya ditandai dengan munculnya masa
pembukuan Qiraat. Para ahli sejarah menyebutkan bahwa orang yang
pertama kali menuliskan ilmu qiraat adalah Imam Abu Ubaid Al-Qasim
bin Salam yang wafat pada tahun 224 H. Ia menulis kitab yang diberi
nama Al-Qiraat yang menghimpun qiraat dari 25 orang perawi. Pendapat
lain menyatakan bahwa orang yang pertama kali menuliskan ilmu qiraat
adalah Husain bin Usman bin Tsabit Al-Baghdadi Al-Dharir yang wafat
pada tahun 378 H. Dengan demikian mulai saat itu qiraat menjadi ilmu
tersendiri dalam Ulum Al-Quran.
Menurut Syaban Muhammad Ismail, kedua pendapat itu dapat
dikompromikan. Orang yang pertama kali menulis masalah qiraat dalam
bentuk prosa adalah Al-Qasim bin Salam, dan orang yang pertama kali
menullis tentang qiraat sabah dalam bentuk puisi adalah Husain bin
Usman Al-Baghdadi.
Pada penghujung Abad ke III Hijriyah, Ibn Mujahid menyusun
qiraat Sabah dalam kitabnya Kitab al-Sabah. Dia hanya memasukkan
para imam qiraat yang terkenal siqat dan amanah serta panjang
pengabdiannya dalam mengajarkan Al-Quran, yang berjumlah tujuh
orang. Tentunya masih banyak imam qiraat yanng lain yang dapat
dimasukkan dalam kitabnya.

Qiroatul Quran

Ibn Mujahid menamakan kitabnya dengan Kitab al-Sabah hanyalah secara


kebetulan, tanpa ada maksud tertentu. Setelah munculnya kitab ini, orangorang awam menyangka bahwa yang dimaksud dengan ahruf sabah
adalah qiraat sabah oleh Ibn Mujahid ini. Padahal masih banyak lagi
imam qiraat lain yang kadar kemampuannya setara dengan tujuh imam
qiraat dalam kitab Ibn Mujahid
Abu Al-Abbas bin Ammar mengecam Ibn Mujahid karena telah
mengumpulkan qiraat sabah. Menurutnya Ibn Mujahid telah melakukan
hal yang tidak selayaknya dilakukan, yang mengaburkan pengertian orang
awam bahwa Qiraat Sabah itu adalah ahruf sabah seperti dalam hadis
Nabi itu. Dia juga menyatakan, tentunya akan lebih baik jika Ibn Mujahid
mau mengurangi atau menambah jumlahnya dari tujuh, agar tidak terjadi
syubhat.
Banyak sekali kitab-kitab qiraat yang ditulis para ulama setelah
Kitab Sabah ini. Yang paling terkenal diantaranya adalah : al-Taysir fi alQiraat al-Sabi yang diisusun oleh Abu Amr al-Dani, Matan al-Syatibiyah
fi Qiraat al-Sabi karya Imam al-Syatibi, al-Nasyr fi Qiraat al-Asyr
karya Ibn al-Jazari dan Itaf Fudala al-Basyar fi al-Qiraat al-Arbaah
Asyara karya Imam al-Dimyati al-Banna. Masih banyak lagi kitab-kitab
lain tentang qiraat yang membahas qiraat dari berbagai segi secara luas,
hingga saat ini.

C. Tokoh-tokoh Ilmu Qiraat dan Karya Ilmiahnya


Perkembangan ilmu qiraat demikian pesatnya, sehingga memunculkan
banyak tokoh-tokoh ahli qiraat yang mengabadikan ilmunya dalam bentuk karya
tulis. Berikut ini dipaparkan beberapa tokoh ahli qiraat dengan karya-karyanya,
sebagai berikut :

Qiroatul Quran

1. Makki bin Abu Thalib al-Qaisi, wafat pada tahun 437 H. Beliau menyusun
kitab : al-Ibanah an Maani al-Qiraat dan al-Kasyfu an Wujuuhi alQiraati al-Sabi wa Ilaaliha
2. Abdurrahman bin Ismail, yang lebih dikenal dengan nama Abu Syaamah,
wafat pada tahun 665 H. Beliau mengarang kitab :Ibraazu Maani min
Harzi al-Amani dan Syarah Kitab al-Syatibiyah
3. Ahmad bin Muhammad al-Dimyati. Wafat pada tahun 117 H. Beliau
menyusun kitab : Itafu Fudalai al-Basyari fi al- qiraat al-Arbai Asyar
4. Imam Muhammad al-Jazari, wafat pada tahun 832 H.Beliau menyusun
kitab :Tahbir al-Taisir fi al-Qiraat al-Asyar min T}ariiqi al-Syatibiyah wa
al-Durrah
5. Imam Ibn al-Jazari yang menyusun kitab : Taqrib al-Nasyar fi al-Qiraat
al-Asyar dan Al-Nasyar fi al-Qiraat al-Asyar
6. Husain bin Ahmad bin Khalawaih, wafat pada tahun 370 H. Beliau
menyusun kitab : al-Hujjatufi Qiraat al-Sabi dan Mukhtashar Syawaadzi
al-Quran
7. Imam Ahmad bin Musa bin Mujahid, wafat pada tahun 324 H. Beliau
menyusun kitab : Kitab al-Sabah
8. Imam Syatibi, wafat pada tahhun 548 H. Beliau menyusun kitab : Harzu
al-Amani wa Wajhu al-Nahani Nazam fi Qiraat al-Sabi
9. Syaikh Ali al-Nawawi al-Shafaqisi yang menyusun kitab : Ghaitsu al-Nafi
fi al-Qiraatial-Sabi
10. Abu Amr al-Dani, wafat pada tahun 444 H. Beliau menyusun kitab : alTaysir fi al-Qiraat al-Sabi.

D. Mengenal Imam-Imam Qiraat


Berikut ini adalah para imam qiraat yang terkenal dalam sebutan qiraat
Sabah dan Qiraat Asyarah , serta qiraat Arba Asyara :
1. Nafial-Madani
Nama lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi bin Abdurrahman bin Abu
Nuaim al-Laitsi, maula Jaunah bin Syuub al-Laitsi. Berasal dari Isfahan.
Wafat di Madinah pada tahun 177 H. Ia mempelajari qiraat dari Abu
Jafar Yazid bin Qaqa, Abdurrahman bin Hurmuz, Abdullah bin Abbas,
8

Qiroatul Quran

Abdullah bin Iyasy bin Abi Rabiah al-Makhzumi; mereka semua


menerima qiraat yang mereka ajarkan dari Ubay bin Kaab dari
Rasulullah. Murid-murid Imam Nafi banyak sekali, antara lain : Imam
Malik bin Anas, al-Lais bin Saad, Abu Amar ibn al-Alla, Isa bin
Wardan dan Sulaiman bin Jamaz.
Perawi qiraat Imam Nafi yang terkenal ada dua orang, yaitu Qaaluun (w.
220 H) dan Warasy (w.197 H).
2. Ibn Kasir al-Makki
Nama lengkapnya adalah Abdullah ibn Kasir bin Umar bin Abdullah bin
Zada

bin Fairuz bin Hurmuz al-Makki. Lahir di Makkah tahun 45 H. dan

wafat juga di

Makkah tahun 120 H. Beliau mempelajari qiraat dari Abu

as-Saib, Abdullah bin Saib al-Makhzumi, Mujahid bin Jabr al-Makki dan
Diryas (maula Ibn Abbas). Mereka semua masing-masing menerima dari
Ubay bin Kaab, Zaid bin Sabit dan Umar bin Khattab; ketiga Sahabat ini
menerimanya langsung dari Rasulullah SAW. Murid-murid Imam Ibn
KAsir banyak sekali, namun perawi qiraatnya yang terkenal ada dua
orang, yaitu Bazzi (w. 250 H) dan Qunbul (w. 251 H).
3. AbuAmr al-Basri
Nama lengkapnya Zabban bin Alla bin Ammar bin Aryan al-Mazani atTamimi al-Bashr. Ada yang mengatakan bahwa namanya adalah Yahya.
Beliau adalah imam Bashrah sekaligus ahli qiraat Bashrah. Beliau lahir di
Mekkah tahun 70 H, besar di Bashrah, kemudian bersama ayahnya
berangkat ke Makkah dan Madinah. Wafat di Kufah pada tahun 154 H.
Beliau belajar qiraat dari Abu Jafar, Syaibah bin Nasah, Nafi bin Abu
Nuaim, Abdullah ibn Kasir, Ashim bin Abu al-Nujud dan Abu al-aliyah.
Abu al-Aliyah menerimanya dari Umar bin Khattab, Ubay bin Kaab,
Zaid bin Sabit dan Abdullah bin Abbas. Keempat Sahabat ini menerima
qiraat langsung dari Rasulullah SAW. Murid beliau banyak sekali, yang
terkenal adalah Yahya bin Mubarak bin Mughirah al-Yazidi (w. 202 H.)
Dari Yahya inilah kedua perawi qiraat Abu Amr menerima qiraatnya,
yaitu al-Duuri (w. 246 H) dan al-Suusii (w. 261 H).
4. Abdullah bin Amir al-Syami
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Amir bin Yazid bin Tamim bin
Rabiah al-Yahshabi. Nama panggilannya adalah Abu Amr, ia termasuk
golongan Tabiin. Beliau adalah imam qiraat negeri Syam, lahir pada tahun
9

Qiroatul Quran

8 H, wafat pada tahun 118 H di Damsyik. Ibn Amir menerima qiraat dari
Mugirah bin Abu Syihab, Abdullah bin Umar bin Mugirah al-Makhzumi
dan Abu Darda dari Utsaman bin Affan dari Rasulullah SAW. Di antara
para muridnya yang menjadi perawi qiraatnya yang terkenal adalah
Hisyam (w. 145 H) dan Ibn Zakwaan (w. 242 H).
5. Ashim al-Kufi
Nama lengkapnya adalah Ashim bin Abu al-Nujud. Ada yang
mengatakan bahwa nama ayahnya adalah Abdullah, sedang Abu al-Nujud
adalah nama panggilannya. Nama panggilan Ashim sendiri adalah Abu
Bakar, ia masih tergolong Tabiin. Beliau wafat pada tahun 127 H. Beliau
menerima qiraat dari Abu Abdurrahman bin Abdullah al-Salami, Wazar
bin Hubaisy al-Asadi dan Abu Umar Saad bin Ilyas al-Syaibani. Mereka
bertiga menerimanya dari Abdullah bin Masud. Abdullah bin Masud
menerimanya dari Rasulullah SAW. Di antara para muridnya yang menjadi
perawi qiraatnya yang terkenal adalah Syubah (w.193 H) dan Hafs (w.
180H).
6. Hamzah al-Kufi
Nama lengkapnya adalah Hamzah bin Habib bin Ammarah bin Ismail alKufi. Beliau adalah imam qiraat di Kufah setelah Imam Ashim. Lahir
pada tahun 80 H., wafat pada tahun 156 H di Halwan, suatu kota di Iraq.
Beliau belajar dan mengambil qiraat dari Abu Hamzah Hamran bin Ayun,
Abu Ishaq Amr bin Abdullah al-SabiI, Muhammad bin Abdurrahman bin
Abu Yala, Abu Muhammad Talhah bin Mashraf al-Yamani dan Abu
Abdullah Jafar al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Zainul Abidin bin
Husein bin Ali bin Abi Thalib serta Abdullah bin Masud dari Rasulullah
SAW. Di antara para muridnya yang menjadi perawi qiraat -nya yang
terkenal adalah Khalaf (w. 150 H) dan Khallad (w. 229 H).
7. Al-Kisai al-Kufi
Nama lengkapnya adalah Ali bin Hamzah bin Abdullah bin Usman alNahwi. Nama panggilannya Abul Hasan dan ia bergelar Kisai karena ia
mulai melakukan ihram di Kisaai. Beliau wafat pada tahun 189 H. Beliau
mengambil qiraat dari banyak ulama. Diantaranya adalah Hamzah bin
Habib al-Zayyat, Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Laia, Ashim bin
Abun Nujud, Abu Bakar binIlyasy dan Ismail bin Jafar yang

10

Qiroatul Quran

menerimanya dari Syaibah bin Nashah (guru Imam Nafi al-Madani),


mereka semua mempunyai sanad yang bersambung kepada Rasulullah
SAW. Murid-murid Imam Kisaai yang dikenal sebagai perawi yang
dikenal sebagai perawi qiraat-nya adalah al-Lais (w. 240 H) dan Hafsh
al-Duuri (w. 246 H). Untuk melengkapi jumlah qiraat menjadi qiraat
Asyarah, maka ditambahkan imam-imam qiraat berikut ini :
8. Abu Jafar al-Madani
Nama lengkapnya adalah Yazid bin Qaqa al-Makhzumi al-Madani. Nama
panggilannya Abu Jafar. Beliau salah seorang Imam Qiraat Asyarah dan
termasuk golongan Tabiin. Beliau wafat pada tahun 130 H.

Beliau

mengambil qiraat dari maulanya, Abdullah bin Iyasy bin Abi Rabiah,
Abdullah bin Abbas dan Abu Hurairah, mereka bertiga menerimanya dari
Ubay bin Kaab. Abu Hurairah dan Ibn Masud mengambil qiraat dari
Zaid bin Tsabit, dan mereka semua menerimanya dari Rasulullah SAW.
Murid Imam Abu Jafar yang terkenal menjadi perawi qiraatnya adalah Isa
bin Wardaan (w. 160 H) dan Ibn Jammaz (w. 170 H).
9. Yaqub al-Bashri
Nama lengkapnya adalah Yaqub bin Ishaq bin Zaid bin Abdullah bin Abu
Ishaq al-Hadrami al-Mishri. Nama panggilannya Muhammad. Beliau
seorang imam qiraat yang besar, banyak ilmu,shalih dan terpercaya. Beliau
merupakan sesepuh utama para ahli qiraat sesudah Abu Amr bin al-Alla.
Beliau wafat pada bulan Zul Hijjah tahun 205 H. Beliau mengambil qiraat
dari Abdul Mundir Salam bin Sulaiman al-Muzanni, Syihab bin Syarnafah,
Abu Yahya Mahd bin Maimun dan Abul Asyhab Jafar bin Hibban
al-Autar. Semua gurunya ini mempunyai sanad yang bersambung kepada
Abu Musa al-Asyari dari Rasulullah SAW. Murid sekaligus perawi dari
qiraat Imam Yaqub yang terkenal adalah Ruwas (w. 238 H) dan Ruh (w.
235 H).
10. Khalaf al-Asyir
Nama lengkapnya adalah Khalaf bin Hisyam bin Tsalab al-Asdi alBaghdadi. Nama panggilannya Abu Muhammad. Beliau lahir tahun 150 H.
dan wafat pada bulan Jumadil akhir tahun 229 H. di Bagdad. Beliau tampil
dengan qiraat tersendiri yang berbeda dengan qiraat dari gurunya Imam
11

Qiroatul Quran

Hamzah, oleh karena itu ia terhitung masuk ke dalam kelompok Imam


Qiraat Asyarah Murid-murid yang merawikan qiraat Imam Khalaf ini
yang terkenal adalah Ishaq (w. 286 H) dan Idris (w. 292). Untuk
melengkapi jumlah qiraat menjadi Qiraat Arba Asyarah, maka
ditambahkan imam-imam qiraat berikut ini :
11. Hasan al-Basri
Nama lengkapnya adalah Hasan bin Abu al-Hasan Yasar Abu Said alBashri. Seorang pembesar Tabiin yang terkenal zuhud, wafat pada tahun
110 H. Dua perawinya adalah Syuja bin Abu al-Nashr al-Balkhi dan alDuri.
12. Ibn Muhaisin
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abdurrahman al-Makki. Beliau
adalah guru dari Abu Amr al-Dani, wafat pada tahun 123 H. Dua
perawinya adalah al-Bazzi dan Abu al-Hasan bin Syambudz
13. Al-Yazidi
Nama lengkapnya adalah Yahya bin Mubarak al-Yazidi al-Nahwi. Beliau
adalah guru dari al-Duri dan Al-Susi, wafat pada tahun 202 H. Dua
perawinya adalah Sulaiman bin al-Hakam dan Ahmad bin Farh.
14. Al-Amasy
Nama lengkapnya adalah Sulaiman bin Mahram al-Amasy. Beliau
termasuk golongan Tabii., wafat pada tahun 148 H. Dua perawinya adalah
al-Hasan bin Said al-MathuI dan Abu al-Farj al- Syambudzi al-Syatwi.
E. Macam-Macam Qiraat Al-Quran
Di dalam ilmu qiraat ada macam-macamnya ,dilihat dari segi kuantitas
qiraat terbagi menjadi tiga macam yaitu:
1. Qiraat sabah (qirat tujuh) adalah imam-imam qiraat yang tujuh yakni
Abdullah bin Katsir Ad-Dari, Nafi bin Abdurrahman bin Abu Naim,
Abdullah Al-Yahshibi, Abu Amar, Yaqub (nama lengkapnya Ibn Ishak
Al-Hadhrami), Hamzah, dan Ashim.
2. Qiraat Asyarah (qiraat sepuluh) adalah qiraat tujuh yang telah
disebutkan di atas ditambah lagi dengan tiga imam qiraat berikut yakni
Abu Jafar, Yaqub bin Ishaq bin Yazid bin Abdullah bin Abu Ishaq

Al-

Hadhrami Al-Basri, dan Khallaf bin Hisam.

12

Qiroatul Quran

3. Qiraat Arbaat Asyarah (qiraat empat belas) adalah qiraat sepuluh yang
telah disebutkan diatas di tambah dengan empat imam qiraat berikut
yakni Al-Hasan Al-Bashri, Muhammad bin Abdirrahman (dikenal dengan
Ibn Mahishan), Yahya bin Al-Mubarak Al-Yazidi An-Nahwi

Al-

Baghdadi, dan Abu Al-Farj Muhammad bin Ahmad Asy-Syanbudz.


Dilihat dari segi kualitasnya, qiraat terbagi menjadi enam macam yaitu:
1. Qiraah Mutawatir yakni qiraaat yang diriwayatkan oleh sejumlah besar
perawi yang tidak mungkin sepakat untuk berdusta, sanadnya bersambung
hingga penghabisan yakni sampai kepada Rasululllah saw. inilah yang
umum dalam hal qiraat.
2. Qiraah Masyhur yakni qiraat yang memiliki sanad shahih tetapi tidak
sampai pada kualitas mutawatir, sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan
tulisan mushaf Utsmani, masyhur dikalangan qurra, dibaca sebagaimana
ketentuan yang telah ditetapkan Al-Jazari, dan tidak termasuk qiraah yang
keliru dan menyimpang. Para ulama menyebutkan bahwa qiraat macam
ini termasuk qiraat yang dapat diamalkan bacaannya.
3. Qiraah Ahad yakni qiraat yang memiliki sanad shahih tetapi menyalahi
tulisan mushaf

Utsmani dan kaidah bahasa Arab, tidak masyhur

dikalangan qurra sebagaimana qiraat mutawatir dan qiraat masyhur.


Qiraat macam ini tidak boleh dibaca dan tidak wajib meyakininya.
4. Qiraah Syadz (menyimpang) yakni qiraat yang sanadnya tidak shohih.
5. Qiraat Maudhu (palsu atau dibuat-buat) yakni qiraat yang tidak ada
asalnya.
6. Qiraat Mudraj (sisipan) yakni qiraat yang disisipkan atau ditambahkan ke
dalam qiraat yang sah.
Menurut jumhur ulama, qiraat yang tujuh itu mutawatir. Dan yang tidak
mutawatir, seperti masyhur tidak boleh dibaca di dalam maupun di luar
shalat.
Imam An-Nawawi menjelaskan qiraat syadz al-muhazzab bahwa tidak
boleh dibaca baik di dalam maupun di luar sholat karena ia bukan al-Quran. AlQuran hanya ditetapkan dengan sanad mutawatir, sedangkan qiraat syadz tidak
mutawatir. Orang yang berpendapat selain ini adalah salah. Apabila seseorang
menyalahi pendapat ini dan membaca dengan qiraat yang syadz, maka tidak
boleh dibenarkan baik di dalam maupun diluar sholat. Para fuqaha Baghdad

13

Qiroatul Quran

sepakat bahwa orang yang membaca al-quran dengan qiraat yang syadz harus
disuruh bertaubat. Ibnu Abdil Barr menukilkan ijma kaum muslimin tentang alQuran yang tidak boleh dibaca dengan qiraat yang syadz, tidak sah shalat
dibelakang orang yang membaca al-Quran dengan qiraat-qiraat yang syadz itu.

F. Syarat-syarat Sahnya Qiraat


Para ulama menetapkan tiga syarat sah dan diterimanya qiraat. yaitu:
1. Sesuai dengan salah satu kaidah bahasa Arab
Yang dimaksud dengan sesuai dengan salah satu kaidah bahasa Arab
ialah: tidak menyalahi salah satu segi dari segi-segi qawaid bahasa Arab,
baik bahasa Arab yang paling fasih ataupun sekedar fasih, atau berbeda
sedikit tetapi tidak mempengaruhi maknanya. Yang lebih dijadikan
pegangan adalah qiraat yang telah tersebar secara luas dan diterima para
imam dengan sanad yang shahih.
2. Sesuai dengan tulisan pada salah satu mushaf Usmani, walaupun hanya
tersirat.
Sementara yang dimaksud dengan sesuai dengan salah satu tulisan pada
mushaf Usmani adalah sesuainya qiraat itu dengan tulisan pada salah satu
mushaf yang ditulis oleh panitia yang dibentuk oleh Usman bin Affan dan
dikirimkannya ke kota-kota besar Islam pada masa itu.
3. Shahih sanadnya.
Mengenai maksud dari shahih sanadnya ini ulama berbeda pendapat.
Sebagian menganggap cukup dengan shahih saja, sebagian yang lain
mensyaratkan harus mutawatir.
Syaikh Makki bin Abu Talib al-Qaisi menyatakan : Qiraat shahih adalah
qiraat yang shahih sanadnya sampai kepada Nabi Muhammad SAW, ungkapan
kalimatnya sempurna menurut kaedah tata bahasa Arab dan sesuai dengan tulisan
pada salah satu mushaf Usmani. Pendapat ini diikuti oleh Ibnl Jazari,
sebagaimana disebutkan dalam kitabnya Tayyibatun Nasyar fi al-Qiraat
al-Asyar..

14

Qiroatul Quran

Menurut Syaban Muhammad Ismail, mengutip pendapat al-Shafaaqasi,


pendapat ini lemah karena membawa akibat tidak adanya perbedaan antara alQuran dengan yang bukan al-Quran.
Akan tetapi pada kesempatan lain, Ibnl Jazari mensyaratkan mutawatir
untuk diterimanya qiraat yang shahih, seperti disebutkan pada kitabnya Munjid alMuqriin wa Mursyid al-Talibin. Jadi, mungkin yang dimaksud dengan shahih
sanadnya oleh Ibnl Jazari di sini adalah Mutawatir.
Menurut Imam al-Nuwairi : Meniadakan syarat mutawatir adalah
pendapat yang baru, bertentangan dengan ijma para ahli fiqih, ahli hadis dan yang
lain-lain. Sebab al-Quran menurut jumhur ulama empat mazhab yang terkemuka
adalah kalamullah yang diriwayatkan secara mutawatir dan dituliskan pada
mushaf. Semua orang yang memegang definisi ini pasti mensyaratkan mutawatir,
sebagaimana yang dikatakan oleh Ibn Hajib. Dengan demikian, menurut para
imam dan pemuka mazhab yang empat, syarat mutawatir itu merupakan
keharusan. Banyak orang yang secara jelas menerangkan pendapat ini seperti Abu
Abdul Barr, al-Azrai, Ibn Athiyah, al-Zarkasyi dan al-Asnawi. Pendapat yang
mensyaratkan mutawatir inipun telah menjadi ijma para ahli qiraat. Tidak ada
ulama mutaakhirin yang tidak sependapat kecuali al-Makki dan beberapa orang
lainnya.

G. Urgensi Mempelajari Qiraat


1. Dapat menguatkan ketentuan-ketentuan hukum yang telah disepakati para
ulama. Misalnya, berdasarkan surat An-Nisa ayat 12, para ulama telah
sepakat bahwa yang dimaksud saudara laki-laki dan saudara perempuan
dalam ayat tersebut, yaitu saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu
saja. Dalam qiraat syadz, saad bin Abi Waqqash memberi tambahan
ungkapan min umm sehingga ayat itu menjadi, artinya:
Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak
meninggalkan ayah dan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki
(seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi
masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta (QS. AnNisa :12)

15

Qiroatul Quran

Dengan demikian, qiraat Saad bin Abi Waqqash dapat memperkuat dan
mengukuhkan ketetapan hokum yang telah disepakati.
2. Dapat mentarjih hukum yang diperselisihkan para ulama. Misalnya, dalam
surat Al-Maidah : 89, disebutkan bahwa kifarat sumpah adalah berupa
memerdekakan budak. Namun, tidak disebutkan apakah budaknya itu
muslim atau non muslim. Hal itu mengandung perbedaan pendapat
dikalangan para fuqaha. Dalam qiraat syadz, ayat itu memperoleh
tambahan muminatin. Dengan demikian, menjadi, artinya: maka
kiffarat (melanggar sumpah itu ialah member makan sepuluh orang
miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu,
atau member pakaian kepada mereka, atau memerdekakan seorang budak
mukmin. (QS. Al-Maidah: 89).
Tambahan kata mukminatin berfungsi mentarjih pendapat sebagian
ulama, antara lain As-SyafiI, yang mewajibkan memerdekakan budak
mukmin bagi orang yang melanggar sumpah, sebagai salah satu alternative
bentuk kifaratnya.
3. Dapat menggabungkan dua ketentuan yang berbeda. Misalnya, dalam surat
Al-Baqarah: 222, dijelaskan bahwa seorang suami dilarang melakukan
hubungan seksual tatkala istrinya edang haid, sebelum haidnya berakhir.
Sementara qiraat yang membacanya dengan yuththahhirna (didalam
mushaf Ustmani tertulis yuthhurna), dapat dipahami bahwa seorang
suami tidak boleh melakukan hubungan seksual sebelum istrinya bersuci
dan mandi.
4. Dapat menunjukkan dua ketentuan hukum yang berbeda dalam kondisi
yang berbeda pula. Misalnya yang terdapat dalam surat Al-Maidah: 6. Ada
dua bacaan mengenai ayat itu, yaitu yang membaca arjulakum dan yang
membaca

arjulikum.

Perbedaan

qiraat

ini

tentu

saja

mengkonsekuensikan kesimpulan hukum yang berbeda.


5. Dapat memberikan penjelasan terhadap suatu kata di dalam Al-Quran
yang mungkin sulit dipahami maknanya.

16

Qiroatul Quran

H. Pengaruh Qiraat Terhadap Istinbat Hukum


Dalam hal istimbat hukum, qiraat dapat membantu menetapkan hukum
secara lebih jeli dan cermat. Perbedaan qiraat al-Qur'an yang berkaitan dengan
substansi lafaz atau kalimat, adakalanya mempengaruhi makna dari lafaz tersebut
adakalanya tidak. Dengan demikian, maka perbedaan qiraat al-Qur'an adakalanya
berpengaruh terhadap istimbat hukum dan adakalanya tidak.
1. Perbedaan qiraat yang berpengaruh terhadap istinbat Hukum.
Qiraat shahihah (Mutawatir dan Masyhur) bisa dijadikan sebagai tafsir
dan penjelas serta dasar penetapan hukum, misalnya qiraat membantu
penafsiran qiraat ( )dalam menetapkan hal-hal yang membatalkan
wudu seperti dalam Q.S Al-Nisa (4): 43 :






Terjemahnya:
".. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari
tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu
tidak mendapatkan air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang
baik (suci): sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha
Pemaaf lagi Maha Pengampun".

() . Ibn Katsir,
Nafi', 'Ashim, Abu 'Amer dan Ibn 'Amir, membaca () , sedangkan
Ada perbedaan cara membaca pada lafaz

Ham-zah dan al-Kisa'i, membaca (

17

).

Qiroatul Quran

Para ulama berbeda pendapat tentang makna dari qiraat (), ada tiga
versi pendapat ulama mengenai makna (), yaitu: bersetubuh, bersentuh, dan
bersentuh serta bersetubuh.
Para ulama juga berbeda pendapat tentang maksud dari

().

Ibn

Abbas, al-Hasan, Mujahid, Qatadah dan Abu Hanifah berpendapat bahwa


maksudya adalah: bersetubuh. Sementara itu, Ibn Mas'ud, Ibn Abbas al-Nakha'i
dan Imam Syafi'i berpendapat, bahwa yang dimaksud adalah: bersentuh kulit baik
dalam bentuk persetubuhan atau dalam bentuk lainnya.
Ada sebuah pendapat yang menyatakan, bahwa yang dimaksud
dengan
maksud

( ) adalah sekedar menyentuh perempuan. Sedangkan


dari ( )adalah berjima dengan perempuan. Sementara ada hadis

shahih yang menceritakan bahwa Nabi SAW pernah mencium istrinya sebelum
berangkat sholat tanpa berwudhu lagi. Jadi yang dimaksud dengan kata

di sini adalah berjima, bukan sekedar menyentuh perempuan.

Dari contoh di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa yang membatalkan wudhu
adalah berjima, bukan sekedar bersentuhan dengan perempuan.
Pendapat lain menyatakan bahwa pendapat yang kuat adalah yang berarti
bersentuhan kulit. Pendapat ini dikuatkan oleh al-Razi yang menyatakan bahwa
kata al-lums

( )dalam qiraat (), makna hakikinya adalah menyentuh

dengan tangan. Ia menegaskan bahwa bahwa pada dasarnya suatu lafaz harus
diartikan dengan pengertian hakikinya. Sementara itu, kata al-mulamasat

)dalam qiraat (), makna

hakikinya adalah saling menyentuh,

dan bukan berarti bersetubuh.


2. Perbedaan Qiraat yang Tidak Berpengaruh terhadap Istinbat
Hukum
Berikut ini adalah contoh dari adanya perbedaan qiraat tetapi tidak
berpengaruh terhadap istimbath hukum, yaitu pada Q.S. al-Ahzab (33): 49.

18

Qiroatul Quran



Terjemahnya:
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuanperempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu
mencampurinya, maka sekali-kali tidak wajib atas mereka iddah bagimu
yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah, dan
lepaskanlah mereka itu dengan cara sebaik-baiknya."
Ayat di atas menjelaskan, bahwa seorang istri yanng diceraiakn oleh
suaminya dalam keadaan belum disetubuhi, maka tidak ada masa iddah baginya.
Masa iddah adalah masa menunggu bagi seorang wanita yang diceraikan
suaminya, sebelum wanita tersebut dibolehkan kawin lagi dengan laki-laki lain.
Berkenaan dengan ayat di atas, Hamzah dan al-Kisa'I, membacanya dengan

() , sementara Ibn Kasir, Abu 'Amer, Ibn 'Ashim, dan Nafi'


membaca: () . Perbedaan bacaan tersebut tidak menimbulkan
perbedaan maksud atau ketentuan hukum yang terkandung di dalamnya.
3. Pemakaian Qiraat Syaz dalam Istinbat Hukum
Tidak hanya qiraat mutawatir dan masyhur yang dapat dipergunakan
untuk menggali hukum-hukum syariyah, bahkan qiraat Syaz juga boleh dipakai
untuk membantu menetapkan hukum syariyah. Hal itu dengan pertimbangan
bahwa qiraat Syaz itu sama kedudukannya dengan hadis Ahad (setingkat di
bawah Mutawatir), dan mengamalkan hadis Ahad adalah boleh. Ini merupakan
pendapat Jumhur ulama.
Ulama mazhab Syafii tidak menerima dan tidak menjadikan Qiraat Syaz
sebagai dasar penetapan hukum dengan alasan bahwa Qiraat Syaz tidak termasuk
al-Quran. Pendapat ini dibantah oleh Jumhur Ulama yang mengatakan bahwa
dengan menolak Qiraat Syaz sebagai al-Quran tidak berarti sekaligus menolak
Qiraat Syaz sebagai Khabar (Hadis). Jadi, paling tidak Qiraat Syaz tersebut
merupakan Hadis Ahad.
Contoh penggunaan Qiraat Syaz sebagai dasar hukum adalah sebagai berikut :

19

Qiroatul Quran

a. Memotong tangan kanan pencuri, berdasarkan kepada qiraat Ibn Masud


dalam surat al-Maidah ayat 38, yang berbunyi :


Artinya:
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
kanan keduanya..
Dalam Qiraat yang shahihah ayat tersebut berbunyi :


b. Mazhab Hanafi mewajibkan puasa tiga hari berturut-turut sebagai kafarah
sumpah, juga berdasarkan kepada qiraat Ibn Masud dalam surat alMaidah ayat 89, yang berbunyi:



Artinya :
Barangsiapa tidak sanggup melakukan demikian, maka kafaratnya
puasa selama tiga hari berturut-turut ..
Dalam qiraat yang shahihah ayat tersebut berbunyi :



Syaban

Muhammad

Ismail,

mengutip

pernyataan

Abu

Ubaid,

menyatakan bahwa tujuan sebenarnya dari Qiraat Syaz adalah merupakan Tafsir
dari qiraat shahih (masyhur) dan penjelasan mengenai dirinya. Huruf-huruf
tersebut harakatnya (lafaz Qiraat Syaz tersebut) menjadi tafsir bagi ayat alQuran pada tempat tersebut. Hal yang demikian ini, yaitu tafsir mengenai ayatayat tersebut, pernah dikemukakan oleh para Tabiin, dan ini merupakan hal yang
sangat baik.
Pendapat ini diperkuat dengan pernyataan al-Suyuti, sebagai berikut :
Jika penafsiran itu dikemukakan oleh sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW
yang benar, yang kemudian menjadi bagian dari qiraat al-Quran itu sendiri, tentu
tafsir ini lebih tinggi nilainya dan lebih kuat. Mengambil kesimpulan hukum dari
penafsiran yang dikemukakan Qiraat Syaz ini adalah suatu pengejawantahan
yang dapat dipertanggung jawabkan.

20

Qiroatul Quran

I. Manfaat Perbedaan Qiraat


Adanya bermacam-macam qiraat seperti telah disebutkan di atas,
mempunyai berbagai manfaat, yaitu :
1. Meringankan umat Islam dan mudahkan mereka untuk membaca alQuran. Keringanan ini sangat dirasakan khususnya oleh penduduk Arab
pada masa awal diturunkannya al-Quran, dimana mereka terdiri dari
berbagai kabilah dan suku yang diantara mereka banyak terdapat
perbedaan logat, tekanan suara dan sebagainya. Meskipun sama-sama
berbahasa Arab. Sekiranya al-Quran itu diturunkan dalam satu qiraat
saja maka tentunya akan memberatkan suku-suku lain yang berbeda
bahasanya dengan al-Quran.
2. Menunjukkan betapa terjaganya dan terpeliharanya al-Quran dari
perubahan dan penyimpangan, padahal kitab ini mempunyai banyak segi
bacaan yang berbeda-beda.

3.

Dapat menjelaskan hal-hal mungkin masih global atau samar dalam


qiraat yang lain, baik qiraat itu Mutawatir, Masyhur ataupun Syadz.
Misalnya qiraat Syadz yang menyalahi rasam mushaf Usmani dalam
lafaz dan makna tetapi dapat membantu penafsiran, yaitu lafaz

()

sebagai ganti dari lafaz ( )pada Q.S. al-Jumuah (62): 9:



. .
Yang dimaksud dengan

()

di sini adalah bukan berjalan cepat-

cepat dan tergesa-gesa, tetapi bersegera pergi ke masjid dan berjalan


dengan tenang.
21

Qiroatul Quran

4. Bukti kemukjizatan al-Quran dari segi kepadatan maknanya, karena


setiap qiraat menunjukkan suatu hukum syara tertentu tanpa perlu
adanya pengulangan lafaz.
5. Meluruskan aqidah sebagian orang yang salah, misalnya dalam
penafsiran tentang sifat-sifat surga dan penghuninya dalam Q.S. al-Insan
(76): 20 :


Dalam qiraat lain dibaca

()

dengan memfathahkan mim dan

mengkasrahkan lam, sehingga qiraat ini menjelaskan qiraat pertama


bahwa orang-orang mukmin akan melihat wajah Allah di akhirat nanti.
6.

Menunjukkan keutamaan dan kemuliaan umat Muhammad SAW atas


umat-umat pendahulunya, karena kitab-kitab yang terdahulu hanya turun
dengan satu segi dan satu qiraat saja, berbeda dengan al-Quran yang
turun dengan beberapa qiraat.

22

Qiroatul Quran

BAB III
PENUTUP
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat di simpulkan:
1. Qiroat Al-Quran adalah Qiraat adalah bacaan yang disandarkan
kepada salah seorang imam dari qurra yang tujuh, sepuluh atau empat
belas; seperti qiraat Nafi, qiraat Ibn Kasir, qiraat Yaqub dan lain
sebagainya
2. Sejarah Perkembangan Qiroat Al-Quran, berawal ketika muncul
perselisihan antar kelompok yang menganggap bahwa bacaanya benar
dan yang lain salah, yang kemudian disatukan oleh Khalifah Utsman,
setelah itu qiraah-qiraah berkembang terus
3. Pengaruh Qiroat Al-Quran Terhadap Istinbat Hukum, di dalam
penetapan hukum, qiraat dapat menguatkan ketentuan-ketentuan
hukum yang telah disepakati para ulama;
4. Manfaat Perbedaan Qiroat Al-Quran yaitu eringankan umat Islam
dan mudahkan mereka untuk membaca al-Quran, menunjukkan
betapa terjaganya dan terpeliharanya al-Quran dari perubahan dan
penyimpangan, padahal kitab ini mempunyai banyak segi bacaan yang
berbeda-beda, meluruskan aqidah sebagian orang yang salah,
menunjukkan keutamaan dan kemuliaan umat Muhammad SAW atas
umat-umat pendahulunya
5. Dan mengetahui bagaimana urgensi mempelajari Qiroat Al-Quran.
Dapat menguatkan ketentuan-ketentuan hukum yang telah
disepakati

para

ulama.

dapat

men-tarjih

hukum

yangdiperselisihkan para ulama, d a p a t m e n g g a b u n g k a n


d u a k e t e n t u a n h u k u m y a n g b e r b e d a , d apat menunjukkan
dua ketentuan hukum yang berbeda dalam kondisi berbeda
pula5 . d a p a t

23

memberikan

penjelasan

terhadap

suatu

Qiroatul Quran

k a t a d i d a l a m Al - Q u r a n y a n g m u n g k i n sulit dipahami
maknanya.

DAFTAR PUSTAKA
Nur, Muhammad Qadirun. 2001. Ikhtisar Ulumul Quran Praktis. Jakarta.
Pustaka Amani.
Ash-Shabuni, Muhammad Ali. 2003. At-Tibyan Fi Ulumil Quran. Jakarta.
Darul Kutub Al- Islamiyah.
Al-Qattan, Manna Khalil. 1973. Mabahis Fi Ulumil Quran. Surabaya.
Al-hidayah.
Al-Qodi, Abdul Fattah Abdul Ghoni. 2009. Al-Wafi fi Syarhi Asy-Syathibiy. Mesir.
Dar el-Islam
Anwar, Rosihan. 2008. Ulum Al-Quran. Bandung: Pustaka Setia
Ahmad Syadali, Ahmad Rofii. 2008. Ulumul Quran. Bandung: Pustaka Setia

24

Qiroatul Quran

Anda mungkin juga menyukai