Anda di halaman 1dari 25

MODEL SUKSESI KEKUASAAN MASA KHULAFA RASYIDIN

MAKALAH
Disusun guna Memenuhi Mata Kuliah Fiqh Siyasah dan Jinayah
Dosen Pengampu: Dr. Hj. Naili Anafah, S.HI., M.Ag

Disusun oleh:

Kelompok 3 PAI 5B

Siti Robiul Awalia 2103016008


Niken Ayu Khoirun Nisa’ 2103016015
Naqiya Sabila Elhidaya 2103016021
Fathul Mubarir Hanafi 1703016041

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2023

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Karena dengan limpahan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya kami bisa
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Sholawat serta salam semoga
selalu terlimpahkan kepada beliau baginda Nabi Muhammad SAW yang kita
nantikan syafa’atnya di akhirat kelak.

Kami ucapkan puji syukur atas limpahan kesehatan yang diberikan Allah SWT,
baik berupa sehat fisik, akal pikiran sehingga bisa menyelesaikan tugas makalah
dari mata kuliah Fiqh Siyasah dan Jinayah dengan judul “MODEL SUKSESI
KEKUASAAN MASA KHULAFA RASYIDIN”. Terimakasih kepada semua pihak
khusunya kepada Dr. Hj. Naili Anafah, S.HI., M.Ag yang telah membimbing kami
dan terimakasih kepada teman-teman kelompok yang telah menuangkan ide-idenya
sehingga makalah ini bisa selesai tepat waktu.

Tidak ada kata sempurna di dunia ini, dalam pembuatan makalah ini kami
menyadari masih banyak kekurangan didalamnya. Untuk itu kami mengharapkan
kritik dan saran, supaya makalah ini lebih baik lagi kedepannya. Akhir kata, apabila
ada banyak kesalahan kami minta maaf dan semoga makalah ini bisa memberi
manfaat bagi pembaca.

Semarang, 29 Agustus 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang ........................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan .................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3

A. Model Suksesi Kekuasaan Pada Masa Abu Bakar as-Shidiq ................. 3


B. Model Suksesi Kekuasaan Pada Masa Umar bin Khattab ...................... 7
C. Model Suksesi Kekuasaan Pada Masa Utsman bin Affan .................... 12
D. Model Suksesi Kekuasaan Pada Masa Ali bin Abi Thalib ................... 16

BAB III PENUTUP ................................................................................... 20

A. Kesimpulan ........................................................................................... 20
B. Saran ..................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rasulullah Saw Wafat tanpa meninggalkan wasiat kepada seseorang untuk
meneruskan kepemimpinannya (kekhalifahan). Sekelompok orang lebih
berpendapat bahwa Abu Bakar berhak atas kekhalifahan karena Rasulullah
meridhoinya dalam soal-soal agama, salah satunya dengan memintanya
mengimami sholat berjamaah selama beliau sakit. Oleh karena itu, mereka
menghendaki agar Abu Bakar memimpin urusan keduniaan, yakni kekhalifahan.
Kelompok yang lain berpendapat bahwa orang yang palig berhak atas kekhalifahan
ialah Ahlul bait Rasulullah Saw, yaitu Abdullah bin Abbas atau Ali bin Abi Thalib.
Selain itu, masih ada sekelompok lain yang berpendapat bahwa yang paling berhak
atas kekhalifahan ialah salah satu seorang dari kaum Quraisy yang termasuk di
dalam kaum Muhajirin, kelompok lainnya berpendapat bahwa yang paling berhak
atas kekhalifahan ialah kaum Anshar.1

Dalam pertemuan di balai pertemuan Bani Sa’idah di Madinah, kaum Anshar


mencalonkan Sa’ad bin Ubadah, pemuka Khazraj, sebagai pemimpin umat.
Sedangkan Muhajirin mendesak Abu Bakar sebagai calon mereka karena
dipandang paling layak untuk menggantikan nabi. Dipihak lain terdapat
sekelompok orang yang menghendaki Ali bin Abi Thalib, karena nabi telah
menunjuk secara terang-terangan sebagai penggantinya, di samping itu Ali bin Abi
Thalib adalah menantu dan kerabat nabi.
Masing-masing golongan merasa paling berhak menjadi penerus nabi. Namun
berkat tindakan tegas dari tiga orang, yaitu Abu Bakar, Umar bin Khatab, dan Abu
Ubaydah bin Jarrah dengan melakukan semacam kudeta terhadap kelompok,
memaksa Abu Bakar sendiri sebagai deputi nabi. Dengan semangat Ukhuwah
Islamiyah, terpilihlah Abu Bakar. Ia adalah orang Quraisy yang merupakan pilihan
ideal, karena sejak pertama menjadi pendamping nabi, ia sahabat yang paling

1
Ahmad Amin, Islam Dari Masa ke Masa (Terjemahan dari Yaumul Islam), (Bandung: Rosda,
1987), hlm. 80.

1
memahami risalah Muhammad, bahkan ia merupakan kelompok As-Sabiqun Al-
Awwalul yang memperoleh gelar Abu Bakar As-Sidiq.
Sepeninggal Rasulullah, empat orang pengganti beliau adalah para pemimpin
yang adil dan benar. Meraka menyelamatkan dan mengembangkan dasar-dasar
tradisi dari sang guru Agung bagi kemajuan Islam dan umatnya. Oleh karena itu,
gelar Al-Khulafah Ar-Rasydin yang mendapat bimbingan di jalan lurus diberikan
kepada mereka.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahannya
sebagai berikut:

1. Bagaimana model suksesi kekuasaan pada masa Abu Bakar as-Shidiq?


2. Bagaimana model suksesi kekuasaan pada masa Umar bin Khattab?
3. Bagaimana model suksesi kekuasaan pada masa Utsman bin Affan?
4. Bagaimana model suksesi kekuasaan pada masa Ali bin Abi Thalib?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, dapat disimpulkan beberapa tujuan
sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui model suksesi kekuasaan pada masa Abu Bakar as-Shidiq
2. Untuk mengetahui model suksesi kekuasaan pada masa Umar bin Khattab
3. Untuk mengetahui model suksesi kekuasaan pada masa Utsman bin Affan
4. Untuk mengetahui model suksesi kekuasaan pada masa Ali bin Abi Thalib

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Model Suksesi Kekuasaan Pada Masa Abu Bakar as-Shidiq


1. Pengangkatan Abu Bakar as-Shidiq Sebagai Khalifah
Pengangkatan Abu bakar sebagai khalifah merupakan awal terbentuknya
pemerintahan model khilafah dalam sejarah Islam. Ia adalah lembaga pengganti
kenabian dalam memelihara urusan agama dan urusan dunia yang meneruskan
pemerintahan negara Madinah yang dibangun oleh Nabi. Pengangkatannya untuk
memangku jabatan tersebut, merupakan hasil musyawarah atau syura yang
dilakukan oleh golongan Anshar dan Muhajirin disuatu balai pertemuan yang
disebut Tsaqifah Bani Saidah. Pelaksanaan syura tersebut awalnya diprakarsai oleh
golongan Anshar secara spontan sehari setelah wafatnya Rasulullah. Sikap
spontanitas mereka ini, menunjukkan bahwa mereka lebih memliki kesadaran
politik dari pada golongan Muhajirin untuk memikirkan siapa pengganti Rasul
dalam memimpin umat Islam.2
Pelaksanaan syura dalam balai pertemuan tersebut berlangsung alot dan terdapat
tiga pandangan yang berbeda: Pertama, pandangan golongan Anshar yang meyakini
bahwa hak kepemimpinan pasca Rasul adalah milik mereka, karena merekalah yang
telah banyak menolong Rasulullah ketika hijrah ke Madinah, mereka membantu
baik dengan harta maupun jiwa, sehingga mereka mengajukan calon yang
merupakan pemimpin suku Khazraj yaitu Sa’ad bin Ubadah. Kedua, panadangan
yang dikemukakan oleh Habbab bin Munzir yang juga termasuk goloangan Anshar
ia mengatakan bahwa untuk golongan Anshar sebaiknya memiliki pemimpin
sendiri, demikian pula golongan Muhajirin memiliki pemimpin sendiri. Namun
gagasannya tersebut ditolak oleh golongan Anshar dan Muhajirin yang hadir pada
saat itu, bahkan Umar sangat menetang keras pendapat tersebut. Ketiga, pandangan
golongan Muhajirin yang diwakili oleh Abu Bakar. Ia mengatakan bahwa
kontribusi dan perjuangan golongan Anshar dalam menolong Rasulullah dan
membela Islam tidak diragukan lagi, khususnya Sa’ad bin Ubadah sebagai calon
yang diusung golongan Anshar. Bahkan Rasulullah bersabda: “Jika seandainya

2
Suyuti Pulungan “Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran” (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002), hlm 102.

3
orang-orang berjalan disuatu lembah, dan orang-orang Anshar berjalan dilembah
yang lain maka aku memilih berjalan di lembah yang dilalui oleh orang-orang
Anshar”. Namun, anda juga tahu bahwa Rasulullah pernah bersabda bahwa “Kaum
Quraisy adalah orang-orang yang memimpin urusan ini”. kemudian Abu Bakar
selanjutnya berkata, ini dia Umar dan Abu Ubaidah terserah kalian mau membaiat
yang mana. Tetapi, keduaanya berkata kami tidak mengambil posisi ini darimu,
karena anda adalah tokoh Muhajirin terbaik, yang pernah bersama-sama Rasulullah
di dalam gua dan yang pernah men ggantikan Rasulullah untuk menjadi imam
shalat ketika ia seang sakit. Setelah itu, Umar mengulurkan tangannya kepada Abu
Bakar dan membaiatnya, disusul oleh Abu Ubaidah, Basyir bin Sa’ad dan seluruh
peserta syura ang hadir pada saat itu.3
Baiat yang berlangsung dibalai pertemuan itu disebut Bai’at Tsaqifah atau Bai’at
Khasahat, yaitu baiat yang terbatas yang dilakukan oleh orang-orang khusus,
golongan elit sahabat. Sedangkan baiat yang kedua pada esok harinya dilakukan di
Mesjid Nabawi yang disebut Bai’at Ammat yaitu baiat yang dilakukan oleh kaum
Muslimin, penduduk Madinah.4
2. Sistem Pemerintahan Khalifah Abu Bakar as-Shidiq
Masa kepemimpinan Abu Bakar yang sangat singkat tersebut kebanyakannya
habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri, terutama tantangan yang
ditimbulkan oleh suku-suku Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintahan
di Madinah sepeninggal Nabi Saw. Mereka beranggapan bahwa perjanjian yang
mereka buat dengan Nabi Saw, dengan sendirinya telah habis dan batal (berakhir
sendirinya) setelah Nabi meninggal dunia. Karenanya, mereka menentang Abu
Bakar. Mereka itulah yang dikenal dengan orang-orang murtad.5
Karena mereka tetap keras kepala, tidak mau tunduk, bahkan penentangan
mereka dipandang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, maka Abu
Bakar menyelesaikan masalah tersebut dengan perang yang disebut dengan perang
riddah (perang melawan kemurtadan).6 Menghadapi kelompok-kelompok ini, Abu

3
Muhammad Elvandi “Inilah Politikku”, (Solo: Era Adicitra Intermedia, 2011), hlm. 82-84.
4
Suyuti Pulungan “Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran”, hlm 106.
5
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 1997), hlm.36.
6
Nur Mufid dan A. Nur Fuad, Bedah Al-Ahkamus Sulthaniyyah Al-Mawardi, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 2000), hlm. 45.

4
Bakar melakukan cara persuasif sebelum melakukan penumpasan terhadap mereka
yang masih membangkang. Cara persuasif ini tidak lain melalui pengiriman surat
yang berisi nasihat dan peringatan-peringatan.
Dalam mengembangkan wilayah Islam ke luar Arab, yang ditujukan ke Syiria
dan Persia. Untuk perluasan Islam Syiria yang dikuasai oleh Romawi (Kaisar
Heraklius) ditugaskan empat panglima perang, yaitu Yazid bin Abu Sofyan di
Damascus, Abu Ubaidah di Homs, Amir bin Ahs di Palestina dan Surahbil bin
Hasanah di Yordan. Usaha tersebut diperkuat oleh kedatangan pasukan Khalid bin
Walid serta Mutsannah bin Harits, yang sebelumnya Khalis telah berhasil
mengadakan perluasan ke beberapa daerah di Irak dan Persia. Dalam peperangan
Persia disebut sebagai “pertempuran Berantai” karena perlawanan dari Persia yang
beruntun dan membawa banyak korban. Pada akhirnya pada kaum muslimin tetap
menang.7
Untuk melengkapi sistem pemerintahannya, Abu Bakar kemudian membentuk
“majelis syura”, semacam perlemen yang anggotanya terdiri dari para sahabat Nabi
yang terkemuka. Beliau tidak memiliki wazir, tetapi memiliki beberapa pembantu
untuk membidangi tugas-tugas tertentu, seperti Umar membidangi kehakiman dan
sebagai hakim agung, Abu Ubaidah sebagai bendaharawan baitul mal, serta
beberapa sekretaris, antara lain: Zaid bin Tsabit, Utsman dan Ali.8
Dalam rangka memudahkan dalam melakukan koordinasi dan pengawasan, Abu
Bakar kemudian membagi jazirah Arab menjadi beberapa wilayah yang mirip
dengan negara-negara bagian, dan setiap wilayah dikepalai seorang amir yang
bertugas untuk menegakkan shalat dan menjadi penengah perkara. 9
Mengenai praktek kepemimpinan Abu Bakar ash-Shiddiq di bidang pranata
ekonomi dan sosial adalah berusaha mewujudkan keadilan dan kesejahteraan
sosial,rakyat. Untuk kemaslahatan rakyat ini, beliau mengelola zakat, infaq,
sadaqah yang berasal dari kaum muslimin, ghanimah harta rampasan perang dan
jizyah dari warga negara non-muslim, sebagai sumber pendapatan baitul mall.
Beliau juga mempelopori sistem penggajihan aparat negara, misalnya untuk
khalifah digaji amat sedikit, yaitu 2,5 atau 2,75 dirham setiap hari hanya dari baitul

7
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm.36.
8
Suyuti Pulungan Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, hlm 195.
9
Suyuti Pulungan Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, ,hlm 115.

5
mall. Tunjangan tersebut kurang mencukupi sehingga ditetapkan 2.000 atau 2.500
dirham dan menurut keterangan lain 6.000 dirham pertahun.10
Abu Bakar sangat memperhatikan keakuratan perhitungan zakat. Zakat selalu
didistribusikan setiap priode dengan tanpa sisa. Sistem pendistribusian ini tetap
dilanjutkan, bahkan hingga beliau wafat hanya satu dirham yang tersisa dalam
perbendaharaan keuangan. Ketika sumber pendanaan negara semakin menipis,
menjelang mendekati wafatnya maka digunakanlah kekayaan pribadinya untuk
pembiayaan negara.11
3. Kemajuan Masa Khalifah Abu Bakar as-Shidiq
Meskipun fase permulaan dari kekhalifahan Abu Bakar penuh dengan
kekacauan, beliau tetap berkeras melanjutkan rencana Rasulullah Saw untuk
mengirim pasukan ke daerah Shiria dibawah pimpinan Usama bin Zaid. Beliau
berpendapat, bahwa itu rencana Rasulullah dan demi memantapkan keamanan
wilayah Islam dari serbuan Persia dan Bizantium. Langkah politik yang ditempuh
Abu Bakar itu adalah sangat strategis dan membawa dampak yang sangat positif
dan sukses.12
Selanjutnya melakukan ekspansi ke daerah Irak dan suriah. Ekspansi ke Irak
dipimpin oleh panglima Khalid bin Walid. Sedangkan ke Suria dipimpin oleh Amru
Ibn Ash, Yazid bin Abi Sufyan dan Syurahbil bin Hasan. Pasukan Khalid dapat
menguasai Al-Hirrah pada tahun 634. Akan tetapi tentara Islam yang menuju Suria,
kecuali pasukan Amru Ibn Ash mengalami kesulitan karena pihak lawan yaitu
tentara Bizantium memiliki kekuatan yang jauh lebih besar dan perlengkapan
perangnya jauh lebih sempurna. Untuk membantu pasukan Islam di Suriah, Abu
Bakar memerintahkan Khalid bin Walid segera meninggalkan Irak menuju Suria,
dan kepadanya diserahi tugas memimpin seluruh pasukan. Khalid mematuhi
instruksi Abu Bakar. Mereka berhasil memenangkan pertempuran, tapi sayang
kemenangan itu tidak sempat disaksikan oleh Abu Bakar karena ketika pertempuran

10
P3EI (Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam), Ekonomi Islam, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2008), hlm. 101-102.
11
P3EI (Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam), Ekonomi Islam, hlm 491.
12
Hugh Kennedy, The Prophet and The Age of The Caliphates. (London: Longman, 1986), hlm
53.

6
itu sedang berkecamuk beliau jatuh sakit dan tak lama kemudian beliau meninggal
dunia.13
Selain usaha perluasan wilayah Islam, beliau juga berjasa dalam pengumpulan
ayat-ayat Al-Qur’an yang selama ini berserakan di berbagai tempat. Usaha ini
dilakukan atas saran Umar bin Khattab. Pada mulanya beliau agak berat melakukan
tugas ini karena belum pernah dilakukan oleh nabi. Akan tetapi 'Umar banyak
mengemukakan alasan. Di antara alasannya adalah bahwa banyak sahabat
penghafal Qur’an gugur di medan perang dan dikhawatirkan akan habis seluruhnya.
Pada akhirnya Abu Bakar menyetujuinya. Untuk selanjutnya ia menugaskan Zaid
bin Thabit untuk mengerjakan tugas pengumpulan itu. Abu bakar sebagai seorang
sahabat nabi yang berupaya meneladani beliau berusaha semaksimal mungkin
untuk meningkatkan kesejahteraan umum. Untuk itu ia membentuk lembaga Bait
al-Mal, semacam kas negara atau lembaga keuangan. Pengelolaannya diserahkan
kepada Abu Ubaidah sahabat nabi yang digelari Amin Al-'Ummah (Kepercayaan
Ummat).14
Pada masa Abu Bakar, kegiatan bait al-mal masih tetap seperti pada masa nabi
Muhammad Saw. Fungsi Bait al-Mal ini adalah untuk mengelola pemasukan dan
pengeluaran negara secara bertanggung jawab guna terpeliharanya kepentingan
umum. Bait al-Mal adalah amanat Allah dan masyarakat kaum muslimin. Karena
itu, beliau tidak mengizinkan pemasukan atau pengeluarannya berlawanan dengan
apa yang telah ditetapkan oleh syari'at.15
B. Model Suksesi Kekuasaan Pada Masa Umar bin Khattab
1. Pengangkatan Umar bin Khattab Sebagai Khalifah
Pergantian kepemimpinan pada periode Umar bin Khattab yaitu ketika khalifah
sebelumnya Abu Bakar ash-Shiddiq menjelang wafat, kepemimpinan diserahkan
kepada Umar bin Khattab. Hal ini bermula pada saat Abu Bakar merasa kondisi
fisiknya telah melemah dan mendapat firasat akan segera dipanggil oleh Tuhan,
Abu Bakar memanggil Utsman bin Affan, lalu mendiktekkan pesannya. Baru saja

13
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Von Hoeve,
1994), hlm 39.
14
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, hlm 40.
15
Abul A’la al-Maudadi, Khilafah dan Kerajaan. Ter. Muhammad al-Baqir. (Bandung: Mizan,
1996), hlm 116.

7
setengah pesan itu didiktekkan, Abu Bakar tiba-tiba jatuh pingsan, tetapi Utsman
terus saja menuliskannya. Setelah Abu Bakar sadar kembali, dia meminta Utsman
membacakan apa yang telah dia tuliskan. Utsman membacakan pesan tersebut yang
pada intinya Abu Bakar menunjuk Umar sebagai penggantinya sebagai khalifah.
Setelah mendengarkan pesan tersebut Abu Bakar bertakbir tanda puas dan
berterima kasih kepada Utsman. Perbuatan tersebut dilakukan sepeninggalnya jika
tidak ada wasiat yang ditinggalkan berkaitan kepemimpinan oleh Abu Bakar karna
khawatir kemungkinan terjadinya perpecahan umat setelahnya.16
Wasiat tersebut ditulis oleh Utsman bin Affan dan dibacakan dihadapan seluruh
kaum Muslimin. Dari situlah Umar bin Khattab sebagai pengganti Abu Bakar dan
meminta kaum muslimin untuk membai’atnya pada tahun 13 H/634 M.17 Pemilihan
Umar bin Khattab secara langsung ditunjuk oleh Abu Bakar atas pertimbangan para
tokoh sahabat seperti Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Awf,
Talhah bin Ubaidillah, Usaid bin Khudar tanpa sebab.
Ada beberapa faktor yang mendorong Abu Bakar untuk menunjuk Umar sebagai
khalifah. Pertama, kekhawatiran peristiwa yang sangat menegangkan di Tsaqifah
Bani Sa’idah yang nyaris menyeret umat Islam kejurang perpecahan akan terulang
kembali, bila ia tidak menunjuk seseorang yang akan menggantikannya, pada saat
itu dikarenakan kaum Anshar dan Muhajirin itu saling mengklaim sebagai golongan
yang berhak menjadi khalifah. Kedua, umat Islam pada saat itu baru saja selesai
menumpas kaum murtad dan pembangkang. Ketiga, karena sebagian pasukan
mujahidin sedang bertempur di luar kota Madinah melawan tentara Persia di satu
pihak dan Romawi di pihak.18
2. Sistem Pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab
Ketika Umar bin Khattab terbaiat sebagai khalifah, dengan teguh ia berpegang
pada pendirian pejabat manapun yang mengganggu atau berlaku tidak adil
terhadap rakyatnya ia harus ditindak sesuai dengan perbuatannya.19 Dari
pemaparan tersebut dapat dipahami bahwa, ketika Umar menjabat sebagai khalifah,

16
Munawir Sjadzali “Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran”, (Jakarta: UI
Press, 1993), hlm. 24
17
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm.79.
18
Syamsudin, Sejarah Dakwah Islam, (Bandung: Insan Komunika, 2013), hlm. 129.
19
M. Dahlan, Sejarah Peradaban Islam (SPI): Islam dari Masa Nabi Muhammad Saw dan
Perkembangannya ke Penjuru Dunia di Era Modern, (Alauddin University, 2013), hlm. 33.

8
ia menata sistem pemerintahannya dengan meberikan keadilan dan kejujuran
kepada masyarakat serta meletakkan dasar-dasar negara yang bersifat demokratis,
karena Umar beranggapan bahwa rakyat mempunyai hak atau kesempatan untuk
campur tangan di dalam pemerintahan.
Selain itu, selama sepuluh tahun pemerintahan Umar (13 H/ 634 M-23 H/ 644
M) ekspansi sistem pemerintahan Umar sebagian besar ditandai oleh penaklukan-
penaklukan untuk melebarkan pengaruh Islam ke luar Arab.20 Di zaman Umar bin
Khattab, gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama kali terjadi,
ibu kota Syiria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun demikian, setelah tentara
Bizantium kalah dipertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syiria jatuh ke bawah
kekuasaan Islam. Wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia,
Palestina, Syiria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir. Dengan perluasan
daerah terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur administrasi Negara dengan
mencotoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Pada masanya
mulai diatur dan diterbitkan sistem pembayaran gajih dan pajak tanah. Pengadilan
didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dan lembaga eksekutif.
Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk. Demikian
pula jawatan pekerjaan umum. Umar juga mendirikan Bait al-Mal, menempa mata
uang, dan menciptakan tahun hijriah.21
Luasnya kekuasaan Islam ini membuat Umar merasa perlu memperbaharui dan
menyempurnakan sistem pemerintahan yang telah dijalankan Abu Bakar
sebelumnya. Umar mengadakan pembaruan signifikan dalam bidang administrasi
Negara. Dengan tetap menjadikan kota Madinah sebagai pusat pemerintah Islam.
Umar meminta kepada tokoh-tokoh sahabat senior (al-sabiqun al-awwalun) untuk
tidak meninggalkan kota Madinah. Umar membutuhkan tenaga mereka untuk
memberikan masukan-masukan dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. Para sahabat
senior inilah yang menjadi anggota “majelis Syuara” sebagai tempat
bermusyawarah atau penasihat untuk menentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan
politik. Umar juga menetapkan Utsman bin Affan sebagai sekertaris Negara.

20
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 80.
21
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Cet. 24; Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 37-38.

9
Dari pemaparan di atas, dapat dipahami bahwa dalam memutuskan suatu perkara
dalam sistem perintahannya, Umar bin Khattab melakukan dengan jalan
musyawarah karena tidak ada kebaikan dalam sebuah urusan yang diputuskan tanpa
jalam musyawarah.
Lembaga-lembaga keuangan dan peradilan pada masa Umar bin Khattab serta
perkembanganya
1) Lembaga keuangan
Ketika membahas tentang harta dan bagaimana cara membelanjakannya al-
Qur’an selalu membicarakan masalah ini. Di antaranya ayat-ayat al-Qur’an yang
membahas masalah tersebut dalam adalah sebagai berikut: Allah Swt., berfirman
dalam QS. Al-Hadid/ 57: 7
۟ ِ۟ ِ ‫َنف ُقو۟ا ِﳑﱠا جعلَ ُكم ﱡمستخلَ ِف ِ ِ ﱠ‬
ِ ‫ء ِامنُو۟ا بِٱ ﱠِ ورسولِِهۦ وأ‬
ٌ‫َجٌﺮ َﻛﺒِﲑ‬
ْ ‫ين ءَ َامنُوا من ُك ْم َوأَن َف ُقوا َﳍُْم أ‬
َ ‫ﲔ فيه ۖ فَٱلذ‬
َ ْ َْ ََ َ ُ ََ َ
Artinya: Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah
sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka
orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari
hartanya memperoleh pahala yang besar.
Dengan berpijak pada ayat al-Qur’an di atas, maka Umar bin Khattab mulai
memperhatikan harta kekayaan Negara yang sumber-sumber pendapatannya
mulai bertambah banyak. Pada masanya, wilayah pemerintahan Islam mulai
bertambah banyak dan berbagai suku-suku bangsa berada di bawah kekuasaan
Negara Islam. Umar mulai berfikir untuk membuat undang-undang yang
mengatur hubungan antara pemerintah dengan bangsa-bangsa tersebut sesuai
dengan syari’at Islam. Jadi, dapat dipahami bahwa dalam masa
kepemerintahannya umar tidak terlepas dari menerapkan hukum yang terdapat
dalam al-Qur’an. Dalam mengembangkan lembaga keuangan tersebut dia
berusaha selalu menggunakan ijtihad yang sesuai dengan tujuan syariat Islam dan
kemaslahatan umat.
2) Lembaga peradilan
Ketika pada masa Umar bin Khattab agama Islam sudah tersebar ke berbagai
penjuru, wilayah negara menjadi semakin luas. Umat Islam mulai berhubungan
dengan bangsa-bangsa lain. Keadaan seperti ini mengharuskan negara Islam yang
masih di awal kemunculannya perlu untuk mengembangkan sistem peradilan.
Mulai saat itu, kesibukan khalifah bertambah, pekerjaan para gubernur di wilayah-

10
wilayah juga bertambah. Jadi dapat dipahami bahwa lembaga peradilan di adakan
oleh Umar bin Khattab dengan tujuannya agar seorang hakim hanya mengurus
hal-hal yang berhubungan dengan pengadilan. Agar tidak terjadi munculnya
perpecahan dan perselisihan umat. Di tengah agama Islam yang sudah tersebar ke
berbagai penjuru, dan wilayah negara menjadi semakin luas. Dengan demikian
Umar bin Khattab adalah orang yang pertama kali memberikan kepada lembaga
peradilan wewenang khusus.22
3. Kemajuan Masa Khalifah Umar bin Khattab
Kemajuan dibidang ekonomi terutama ditandai dengan adanya pemerataan
kesejahteraan rakyat dan peningkatan perokonomian negara.23 Adapun terobosan
dalam hal kebijakan antara lain adanya pembentukan departemen-departemen
pengelola, menyisakan cadangan kas di Baitul Maal, membatalakan zakat untuk
muallaf, memberikan zakat dua kali lipat kepada mustahik, pemberian zakat
konsumtif dan produktif, serta program jaminan social. Dalam membentuk
departemen-departemen pengelola, menjadi salah satu kebijakan yang membuat
pemerintahan khalifah Umar bin Khattab berhasil.
Dengan adanya departemen-departemen khusus yang dikepalai oleh pejabat-
pejabat amanah dan administrasi pengelolaan keuangan yang jelas menjadikan
perekonomian negara maju pesat dan kebijakan fiskal sukses menstabilkan
ekonomi masyarakat. Dalam hal menyisakan harta Baitul Maal sebagai cadangan,
juga belum pernah dilakukan oleh khalifah sebelumnya, bahkan Rasul tida pernah
mengajarkannya. Tetapi khalifah Umar memiliki pandangan futuristic bahwa
sebuah negara membutuhkan dana cadangan sebagai antisipasi adanya kebutuhan
yang mendesak. Kebijakan ini juga berfungsi ketika terjadi krisis kekeringan hebat
(ramadah) di mana banyak tumbuhan dan hewan mati, yang menyebabkan krisis air
dan kelaparan.
Keberhasilan khalifah Umar bin Khattab di atas, tidak lepas dari kecerdasannya
dalam memanajemen segala urusan negara dan kepatuhannya terhadap Allah, yakni
dengan selalu menjadikan al-Quran dan as-Sunnah sebagai landasan dalam

22
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Biografi Umar bin Khattab (Jakarta: Al-Kautsar, 2008), hlm.
412.
23
Khoirul Anwar, “Ka’b Al-Ahbar: Founder of the Transformation Jewish Tradition to Islam”
2021, hlm. 17-19.

11
memutuskan ijtihadnya. Faktor-faktor lain yang mendukung keberhasilannya
adalah instrumen fiskal yang diterapkan khalifah Umar, yaitu: (1) Peningkatan
pendapatan dan partisipasi kerja, dimana Khalifah Umar selalu memantau
pendapatan dan hak-hak pada Baitul Maal, dan selalu memantau tanah-tanah
garapan agar tidak ada yang terbengkalai. Jadi pengawasan adalah hal yang penting
bagi khalifah Umar untuk memastikan apakah kebijakannya berjalan sesuai dengan
tujuan. (2) Pemungutan pajak, kebijakan ini berhasil menciptakan stabilitas harga
dan mengurangi inflasi. Pada saat stagnasi, menurunnya permintaan dan penawaran
agregat, pemerintah dapat mendorongnya dengan pajak khums. Dengan kebijakan
ini, harga tetap stabil dan produksi tetap berjalan. (3). Pengaturan anggaran yang
cermat dan proporsional menjaga keseimbangan tidak akan terjadi defisit anggaran
bahkan menjadi surplus.24

C. Model Suksesi Kekuasaan Pada Masa Utsman bin Affan


1. Pengangkatan Utsman bin Affan Sebagai Khalifah
Setelah penikaman yang dialami oleh khalifah Umar Bin Khattab oleh Abu
Lu’luah al Majusi yang kemudian menyebabkan sakit parah dan sebab kematian
Umar. Sebagian besar kalangan sahabat pada saat itu menginstruksikan agar umar
menunjuk langsung suksesi kepemimpinan setelahnya, namun Umar tidak
melakukan itu dengan pertimbangan kondisi umat pada saat itu tidak sama dengan
kondisi ketika Abu Bakar menunjuk dirinya karena pada saat pemerintahan Umar
kondisi masyarakat islam pada saat itu sudah stabil dan tentara islam sudah
memperoleh kemenangan. Tapi karena desakan yang dilakukan oleh para sahabat
yang begitu khawatir akan terjadinya perpecahan maka Umar pada saat itu tidak
menunjuk langsung penggantinya namun hanya menunjuk suatu formatur atau
majelis Syura.
Menjelang wafatnya, Umar bin Khattab berpesan selama tiga hari dan diantara
pesannya adalah imam masjid hendaknya diserahkan pada Suhaib al-Rumi. Namun
pada hari keempat hendaknya telah dipilih seorang pemimpin penggantinya. Umar
memberikan enam nama. Mereka adalah Ali bin Abu Thalib, Utsman bin Affan,
Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqqas, Abdurrahman bin Auf dan Thalhah bin

24
Ferry Khusnul Mubarok, Analisis Kebijakan Fiskal dalam Perspektif Ekonomi Islam: Sebuah
Kajian Historis Pada Masa Umar bin Khattab, Vol. 8 No. 1 (2021), hlm.95.

12
Ubaidillah ra. Keenam orang itu berkumpul, Abdurrahman bin Auf memulai
pembicaraan dengan mengatakan siapa diantara mereka yang bersedia
mengundurkan diri. Ia lalu menyatakan dirinya mundur dari pencalonan. Tiga orang
lainnya menyusul. Tinggallah Utsman, dan Ali, maka Abdurrahman ditunjuk
menjadi penentu. Ia lalu menemui banyak orang meminta pendapat mereka. Namun
pendapat masyarakat pun terbelah. Imar anak Yasir mengusulkan Ali. Begitu pula
Miqdad. Sedangkan Abdullah bin Abu Sarah berkampanye keras untuk Utsman.
Abdullah dulu masuk Islam, lalu balik menjadi kafir kembali sehingga dijatuhi
hukuman mati oleh Rasul. Atas jaminan Utsman hukuman tersebut tidak
dilaksanakan. Abdullah dan Utsman adalah “saudara susu”. Disebutkan bahwa,
sebagian besar warga memang cenderung memilih Utsman.
Abudurrahman selanjutnya memanggil Ali bin Abi thalib untuk tampil kedepan
umum seraya bertanya “jika engkau terpilih mejadi khalifah apakah engkau akan
tetap berpegang kepada kitab Allah dan sunnah rasulullah serta tradisi dua orang
khalifah sebelumnya?” Ali bin Abi talib menjawab “saya berharap demikian dan
akan bertindak sesuai dengan ilmu dan kemampuan saya” setelah mengulangi
pertanyaan ini sebanyak tiga kali Ali menjawab “Aku akan memperlakukan kamu
sesuai dengan kitab Allah dan Sunnah Rasulullah tanpa meneladani siapapun”.
Karena curiga dibalik motif penekanan abd rahman atas jawaban kategoris
terhadap tuntutannya, Ali berkata sambil menuduh, “kamu tidak berhak
menghalangi dalam merebut hak saya terhadap jabatan ini”.25
Selanjutnya Abdurrahman bin Auf memanggil Usman bin Affan tampil kedepan
dan mengajukan pertanyaan yang sama seperti yang diajukan kepada Ali bin Abi
Talib. Dengan tegas Usman bin Affan menjawab : “ya saya akan melakukannya!”
seketika itu juga Abdurrahman bin Auf menengadahkan tangannya sambil berdoa,
Ya Allah, dengar dan saksikanlah, beban beratku telah aku pindahkan kepada
Usman bin Affan. Iapun menyalami Usman bin Affan sebagai tanda baiat
kepadanya.
Tangan kanan yang pertama menjabat tangan kanan Usman untuk membai’at
adalah tangan Ali bin Abi Thalib, baru kemudian diikuti oleh seluruh kaum

25
Wahyuddin, Kepemimpinan Khalifah Usman Bin Affan. (Makasar: Alauddin University, 2011).
hlm. 134

13
muslimin. Demikianlah Usman memikul beban-beban khalifah yang dipikulnya
ketika ia hampir mencapai usia 70 tahun.26 atau sekitar bulan Muharram tahun 24
H ketika itu sahabat Umar ra. berusia 68 menurut hitungan masehi atau 70 menurut
hitungan hijriyyah.27

2. Sistem Pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan


Setelah Usman bin Affan resmi terangkat jadi Khalifah, maka ada beberapa hal
yang dilakukan dalam bidang politik yang menjadi prestasi dalam masa
pemerintahannya antara lain, yaitu:
a. Pembantu (Wazir/Muawwin)
Tugas dari Wazir/Muawwin ini adalah membantu khalifah dalam bidang
pemerintahan (Muawwin Tanfidz) dan membantu khalifah dalam bidang
administrasi (Muawwin Tafwidz).
b. Pemerintahan daerah/gubernur
Awal pemerintahan khalifah Utsman bin Affan para pemimpin daerah yang telah
diangkat oleh Umar bin Khattab telah menyebar ke berbagai dan kota Islam.
Utsman bin Affan menetapkan kekuasaan para gubernur sebelumnya yang sudah
diangkat oleh Umar bin Khattab.
c. Hukum
Pentingnya masa khalifah Utsman bin Affan dalam bidang hukum terlihat dalam
dua hal yang mendasar, antara lain :
1) Menjaga teks-teks pada masa Nabi Muhammad dalam bidang hukum, terikat
dengan apa yang ada di dalam teks, mengikuti dan mentaati teks yang ada.
2) Meletakkan sistem hukum baru untuk memperkuat pondasi negara Islam yang
semakin luas dan menghadapi hal-hal yang baru yang tambah beraneka ragam.
d. Baitul Mal (keuangan)
Baitul Mal adalah tempat yang mengatur masalah keuangan. Bentuk peran
Baitul Mal ini mengurusi semua masalah keuangan negara. Tugas Baitul Mal mulai
dari membayar gaji para khalifah, gaji para pemimpin daerah (gubernur), gaji para

26
Muhammad Husain Haekal, Usman bin Affan (Bogor: Pustaka litera Antarnusa, 2007), hlm.
244.
27
Ali Mufrodi. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. (Jakarta : Logos,1997).

14
tentara, dan gaji para pegawai yang bekerja di pusat pemerintahan. Baitul Mal juga
mengatur semua masalah pajak, dan masalah-masalah sarana dan prasarana.
e. Militer
Utsman bin Affan memilih tokoh-tokoh yang mampu memimpin kekuatan Islam
seperti al-Walid, Abu Musa al-Asy’ari, dan Said bin al-Ash. Tokoh militer tersebut
sangat berjasa dalam menumpas pemberontakan yang terjadi setelah pemerintahan
Umar.

f. Majelis Syuro
Majelis syuro adalah tempat untuk menyampaikan pendapat sebagai
pertimbangan khalifah, dan juga sebagai tempat pengaduan tentang kedazaliman
penguasa dalam pelaksanaan hukum islam. Majelis syuro dibagi menjadi tiga,
yaitu; dewan penasehat, dewan penasehat umum, dan dewan penasehat tinggi dan
umum.
3. Kemajuan Masa Khalifah Utsman bin Affan
Utsman bin Affan terpilih sebagai Khalifah pengganti Umar bin Khattab.
Khalifah Usman bin Affan dipilih di usia 70 tahun. Beliau menjadi Khalifah se-
lama 12 tahun. Selama itu prestasi yang dicapai Utsman bin Affan :
a. Penyeragaman Mushaf Al-Qur’an
Mushaf yang telah dikompilasi pada zaman Abu Bakar r.a., setelah wafatnya,
berpindah kepada Umar bin al Khattab ra., lalu berpindah lagi ke tangan putrinya,
Hafshah. Kemudian, khalifah Usman meminta mushaf tersebut hingga dilakukan
penyalinannya setelah di beberapa wilayah taklukan tampak terjadi perbedaan
dalam membaca teks ayat-ayat Al-Qur’an.
Usman menugaskan empat orang sahabat besar untuk mengedit teksnya.
Mereka adalah Zaid bin Tsabit, Sabit bin al-Ash, Abdullah bin as-Zubair, dan
Abdullah bin al-Harits bin Hisyam. Setelah dilakukan penyalinan mushaf dengan
dialek Quraisy, ia mengembalikan naskah aslinya kepada Hafshah, lalu naskah
salinan dikirimkan ke beberapa wilayah yang telah dikuasai Islam. Selanjutnya,
penyalinannya kembali dan pendistribusiannya dilakukan oleh para fuqaha dan para

15
ulama. Mushaf yang telah disalin itu dinamakan Mushaf Utsmani, dinisbahkan
kepada Usman bin Affan, sebagai penghormatan atas karya besarnya.28.
b. Renovasi Masjid Nabawi
Masjid Nabawi adalah masjid yang pertama kali didirikan oleh Nabi Muham-
mad Saw. pada saat pertama kali tiba di Madinah dari perjalanan hijrahnya. Mas-
jid ini pada mulanya hanya kecil dan masih sangat sederhana. Dengan semakin
banyaknya jumlah umat Islam, maka Khalifah Umar bin Khattab mulai memper-
luas masjid ini. Masjid Nabawi telah mulai dibangun sejak masa Khalifah Umar bin
Khattab yang kemudian dilanjutkan merenovasinya dan diperluas oleh Khali- fah
Utsman bin Affan.
c. Pembentukan Angkatan Laut
Pada masa Khalifah Usman bin Affan, wilayah Islam sudah mencapai Afrika,
Siprus, hingga konstantinopel. Muawiyah saat itu menjabat gubernur Suriah men-
gusulkan dibentuknya angkatan laut. Usul itu disambut dengan baik oleh khalifah
Usman bin Affan.
d. Perluasan Wilayah
Utsman bin Affan melaksanakan politik ekspansi untuk menaklukkan daerah-
daerah seperti; Azerbaijan, Ar-Ray, Alexandria, Tunisia, Tabaristan, dan Cyprus
adalah wilayah yang sangat kaya akan sumber daya alamnya, dan hasil bumi yang
sangat melimpah. Wilayah yang ditaklukkan Islam pada masa khalifah Utsman bin
Affan bukan hanya ke enam wilayah tersebut. Masih ada wilayah-wilayah yang
menjadi taklukkan Islam diantaranya: Armenia, Tripoli, An-Nubah, Kufah, Fars,
dan Kerman.
D. Model Suksesi Kekuasaan pada Masa Ali bin Abi Thalib
1. Pengangkatan Ali bin Abi Thalib Sebagai Khalifah
Beliau mempunyai nama lengkap sebagai Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib
bin Hasyim bin Abdul Manaf al-Hasyimi. Pada saat tahun kesepuluh pra kenabian,
Ali bin Abi Thalin lahir ke dunia, tepatnya di kota Makkah. Pasca kepemimpinan
khalifah yang ketiga Utsman bin Affan, umat Islam mengalami kekosongan
kekuasaan dan hal tersebut tidak diperbolehkan terjadi. Para pemberontak memiliki

28
Abdul Halim al-‘Afifi, Mausu’ah Alf Huduts Islami, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), hlm.
491.

16
statemen bahwa Ali bin Abi Thaliblah yang layak dan memenuhi kriteria sebagai
sosok khalifah umat muslim. Maka dari itulah Ali mendapat desakan dari kaum
tersebut untuk menerima baiat.29
Setelah utsman terbunuh, kaum pemberontak mendatangi sahabat senior satu
persatu seperti Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair, Sa’ad bin Abi Waqas agar
bersedia menjadi khalifah, namun mereka semua menolak. Akan tetapi para
pemberontak dan juga golongan Anshar dan Muhajirin lebih menginginkan Ali
menjadi khalifah. Ia didatangi beberapa kali oleh kelompok-kelompok tersebut
akan tetapi Ali menolaknya. Sebab ia menghendaki persoalan tersebut diselesaikan
melalui musyawarah dan mendapat persetujuan dari para sahabat sebagaimana
ketiga khalifah sebelumnya.30
Setelah didesak oleh masa rakyat bahwa jika ia tidak bersedia untuk dibaiat akan
terjadi kekacauan yang lebih besar. Akhirnya Ali bersedia untuk dibaiat menjadi
khalifah. Ia dibaiat oleh mayoritas umat atau rakyat dari Muhajirin dan Anshar,
kalangan pemberontak yang membunuh Utsman dan beberapa sahabat senior
seperti Thalhah dan Zubair. Akan tetapi ada beberapa sahabat senior yang waktu itu
berada di Madinah tidak mau ikut membaiat Ali.
Pada prinsipnya, beberapa sahabat tidak bisa menyetujui sistem pemilihan dan
pengukuhan khalifah versi golongan pemberontak yang seakan-akan lebih
memaksakan kehendak satu golongan tersebut. Akibat dari adanya hal tersebut,
akhirnya mereka terbagi dalam tiga golongan. Golongan pertama yaitu kelompok
yang mau memberikan sumpah setianya. Golongan kedua yaitu para penolak baiat.
Dan golongan ketiga yaitu golongan yang bisa terbilang moderat, artinya kelompok
ini tidak menyatakan secara tegas pendapatnya yang mau menerika atau tidak.
Walaupun proses suksesi kepemimpinan Ali berbeda dengan ketiga khalifah
sebelumnya yaitu melalui proses musyawarah yang dilakukan oleh kalangan
sahabat senior, namun suksesi kepemimpinan Ali mendapat legitimasi yang kuat
dari umat. Sebagai bukti bahwa baik dari kalangan pemberontak yang membunuh
Utsman, maupun kalangan Muhajirin dan Anshar dan juga beberapa sahabat senior,

29
Mohamad Aso Samsudin, Telaah Proses Suksesi Khilafah Pada Materi Sejarah Perkembangan
Islam Masa Khulafaurrasyidin Kelas X Madrasah Aliyah, Vol. 6, No. 1, Jurnal edupedia, 2021, hlm
27.
30
Suyuti Pulungan, Fiqh Siyasah: Ajaran Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002), hlm. 152-153.

17
sangat mendukung kepemimpinan Ali walaupun ia sebenarnya tidak menghendaki
kepemimpinan tersebut. Ini membuktikan peran umat atau rakyat sangat-sangat
menentukan dalam suksesi kepemimpinan Ali.
2. Sistem Pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib
Hal pertama yang dilakukan Ali setelah menjabat khalifah adalah
memberhentikan gubernur-gubernur yang diangkat Utsman sebelumnya dan
menarik kembali untuk negara tanah yang telah dibagi-bagi Utsman kepada
kerabatnya. Dalam hal yang pertama, Ali mengangkat Utsman ibn Junaif menjadi
gubernur Basrah menggantikan Abdullah ibn Amir, Umarah ibn Syihab gubernur
Kufah menggantikan Saad ibn al-Ash, Ubaidillah ibn Abbas gubernur Yaman, Qais
ibn Sa’d gubernur Mesir, Abdullah ibn Sa’d ibn Abi Sarh dan Sahl ibn Junaif
gubernur Syam. Gubernur-gubernur baru tidak dengan mulus masuk menggantikan
pejabat lama. Meskipun sebagian besar mereka diterima di daerah, tidak jarang pula
ada yang menolaknya. Bahkan serta merta Mu’awiyah, gubernur Syam masa
Utsman mengusir Sahl.31
Meskipun masa pemerintahan Ali yan selama enam tahun tidak sunyi dari
pergolakan politik, Ali berusaha menciptakan pemerintahan yang bersih,
berwibawa dan egaliter. Ali mengambil kembali harta negara yang dibagikan
kepada para pejabatnya, juga mengirim surat kepada para gubernur dan pejabat
daerah lainnya untuk bijaksana dalam menjalankan tugasnya dan tidak
mengecewakan rakyat, selain itu Ali menyusun undang-undang perpajakan. Kepada
pejabatnya di daerah, Ali memerintahkan agar aib orang ditutupi dari pengetahuan
orang lain. Untuk keamanan daerah, Ali menyebar mata-mata (intel).32
Dalam sikap egalitarian, Ali bahkan mencontohkan sosok seorang kepala negaa
yang berkedudukan sama dengan rakyat lainnya. Ali ingin mengembalikan citra
pemerintahan Islam sebagaimana pada masa Umar dan Abu Bakar sebelumnya.
Namun kondisi masyarakat yang kacau balau dan tidak terkendali lagi menjadikan
usaha Ali tidak banyak berhasil. Umat lebih memperhatikan kelompoknya daripada

31
Ibn jarir al-Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, (Beirut: DAR AL-Fikr, 1987), Jilid 5, hlm.
446.
32
Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah: Kontektualisasi Doktrin Politik Islam, (Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2007), hlm. 78.

18
kesatuan dan persatuan. Akhirnya selama pemerintahannya, Ali lebih banyak
mengurus persoalan pemberontakan di berbagai daerah.
3. Kemajuan Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib
Pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib, tanah yang telah dibagikan Utsman bin
Affan kepada keluarga dan kaum kerabatnya diambil semua. Selain itu memberikan
kepada kaum muslimin tunjangan yang diambil dari baitul mal, seperti yang pernah
dilakukan oleh Abu Bakar, pemberian secara merata, tanpa membedakan sahabat
yang lebih dulu memeluk agama Islam atau belakangan. Pada masa Ali wilayah
kekuasaan Islam telah sampai di Sungan Efrat, Tigris, dan Amu Dariyah, bahkan ke
Indus. Akibat luasnya wilayah kekuasaan Islam dan banyaknya masyarakat yang
bukan berasal dari kalangan Arab, banyak ditemukan kesalahan dalam membaca Al-
Qur’an atau hadits sebagai sumber hukum Islam.
Pada bidang pembangunan masa khalifah Ali bin Abi Thalib juga mengalami
perkembangan yaitu terdapat usaha positif yang dilaksanakannya, terutama dalam
masalah tatakota. Salah satu kota yang dibangum adalah Kuffah. Semula
pembangunan Kuffah bertujuan politis untuk dijadikan sebagai basis pertahanan
kekuatan Khalifah Ali dari berbagai rongrongan para pembangkang, misalnya
Muawiyyah bin Abi Sufyan. Akan tetapi, lama kelamaan kota itu berkembang
menjadi sebuah kota yang sangat ramai dikunjungi bahkan menjadi pusat
pengembangan ilmu pengetahuan.

19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengangkatan Abu bakar sebagai khalifah merupakan awal terbentuknya
pemerintahan model khilafah dalam sejarah Islam. Pengangkatannya untuk
memangku jabatan tersebut, merupakan hasil musyawarah atau syura yang
dilakukan oleh golongan Anshar dan Muhajirin disuatu balai pertemuan yang
disebut Tsaqifah Bani Saidah. Masa kepemimpinan Abu Bakar yang sangat
singkat tersebut kebanyakannya habis untuk menyelesaikan persoalan dalam
negeri, terutama tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku Arab yang tidak
mau tunduk lagi kepada pemerintahan di Madinah sepeninggal Nabi Saw. Usaha
yang dilakukan beliau pada masa pemerintahannya selain perluasan wilayah
Islam, juga berjasa dalam pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an yang selama ini
berserakan di berbagai tempat. Usaha ini dilakukan atas saran Umar bin Khattab.
2. Pergantian kepemimpinan pada periode Umar bin Khattab yaitu ketika khalifah
sebelumnya Abu Bakar ash-Shiddiq menjelang wafat, kepemimpinan diserahkan
kepada Umar bin Khattab. Hal ini bermula pada saat Abu Bakar merasa kondisi
fisiknya telah melemah dan mendapat firasat akan segera dipanggil oleh Tuhan,
Abu Bakar memanggil Utsman bin Affan, lalu mendiktekkan pesannya. Utsman
membacakan pesan tersebut yang pada intinya Abu Bakar menunjuk Umar
sebagai penggantinya sebagai khalifah. Selain itu, selama sepuluh tahun
pemerintahan Umar ekspansi sistem pemerintahan Umar sebagian besar ditandai
oleh penaklukan-penaklukan untuk melebarkan pengaruh Islam ke luar Arab.
Pada masanya mulai diatur dan diterbitkan sistem pembayaran gajih dan pajak
tanah. Umarmendirikan Baitul Mal untuk menempa mata uang dan
menciptakantahun hijriah.
3. Menjelang wafatnya, Umar bin Khattab membentuk suatu formatur atau majelis
syuro. Beliau menunjuk enam nama yang akan menggantikannya nanti. Mereka
adalah Ali bin Abu Thalib, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi
Waqqas, Abdurrahman bin Auf dan Thalhah bin Ubaidillah ra. Setelah berbagai
pertimbangan akhirnya Utsman bin Affan yang akan menggantikan khalifah
Umar bin Khattab. Pada masa Utsman beliay membentuk wazir/muawwin yaitu

20
pembantu khalifah. Pada masa Khalifah Usman bin Affan, wilayah Islam sudah
mencapaiAfrika, Siprus, hingga konstantinopel. Beliau juga melaksanakan
politik ekspansi untuk menaklukkan daerah-daerah seperti; Azerbaijan, Ar-Ray,
Alexandria, Tunisia, Tabaristan, dan Cyprus.
4. Pasca kepemimpinan khalifah yang ketiga Utsman bin Affan, umat Islam
mengalami kekosongan kekuasaan dan hal tersebut tidak diperbolehkan terjadi.
Para pemberontak memiliki statemen bahwa Ali bin Abi Thaliblah yang layak
dan memenuhi kriteria sebagai sosok khalifah umat muslim. Setelah didesak
oleh masa rakyat bahwa jika ia tidak bersedia untuk dibaiat akan terjadi
kekacauan yang lebih besar. Akhirnya Ali bersedia untuk dibaiat menjadi
khalifah. Hal pertama yang dilakukan Ali setelah menjabat khalifah adalah
memberhentikan gubernur-gubernur yang diangkat Utsman sebelumnya dan
menarik kembali untuk negara tanah yang telah dibagi-bagi Utsman kepada
kerabatnya. Pada masa Ali wilayah kekuasaan Islam telah sampai di Sungan
Efrat, Tigris, dan Amu Dariyah, bahkan ke Indus.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini banyak kesalahan dan sangat jauh dari
kesempurnaan. Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah yang mengacu
pada sumber yang dapat dipertanggung jawabkan nantinya. Oleh karena itu, penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah diatas.

21
DAFTAR PUSTAKA

Al-‘Afifi, Abdul Halim. (2002). Mausu’ah Alf Huduts Islami. Bandung: Pustaka
Hidayah.
Al-Maudadi, Abul A’la. (1996). Khilafah dan Kerajaan. Ter. Muhammad al-Baqir.
Bandung: Mizan.
Al-Thabari, Ibn jarir. (1987). Tarikh al-Umam wa al-Muluk. Beirut: DAR AL-Fikr.
Anwar, Khoirul. (2021). “Ka’b Al-Ahbar: Founder of the Transformation Jewish
Tradition to Islam”
Amin, Ahmad. (1987). Islam Dari Masa ke Masa (Terjemahan dari Yaumul Islam).
Bandung: Rosda.
Ash-Shalabi, Ali Muhammad. (2008). Biografi Umar bin Khattab. Jakarta: Al-
Kautsar.
Dahlan, Muhammad. (2013). Sejarah Peradaban Islam (SPI): Islam dari Masa Nabi
Muhammad Saw dan Perkembangannya ke Penjuru Dunia di Era Modern.
Makasar: Alauddin University.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam (1994). Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT Ichtiar
Baru Von Hoeve.
Elvandi, Muhammad. (2011). “Inilah Politikku”. Solo: Era Adicitra Intermedia.
Haekal, Muhammad Husain. (2007). Usman bin Affan. Bogor: Pustaka litera
Antarnusa.
Iqbal, Muhammad. (2007). Fiqh Siyasah: Kontektualisasi Doktrin Politik Islam.
Jakarta: Gaya Media Pratama.
Kennedy, Hugh. (1986). The Prophet and The Age of The Caliphates. London:
Longman.
Mubarok, Ferry Khusnul. (2021). Analisis Kebijakan Fiskal dalam Perspektif
Ekonomi Islam: Sebuah Kajian Historis Pada Masa Umar bin Khattab.
Jurnal IQTISAD.
Mufid, Nur dan Nur Fuad (2000). Bedah Al-Ahkamus Sulthaniyyah Al-Mawardi.
Surabaya: Pustaka Progressif.
Mufrodi, Ali. (1997). Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta : Logos.
Pulungan, Pulungan. (2002). Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
P3EI (Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam). (2008). Ekonomi
Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Samsudin, Mohamad Aso. (2021). Telaah Proses Suksesi Khilafah Pada Materi
Sejarah Perkembangan Islam Masa Khulafaurrasyidin Kelas X Madrasah
Aliyah. Jurnal edupedia.
Supriyadi, Dedi. (2008). Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Sjadzali, Munawir. (1993). Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan
Pemikiran. Jakarta: UI Press.
Syamsudin. (2013). Sejarah Dakwah Islam. Bandung: Insan Komunika.
Wahyuddin. (2011). Kepemimpinan Khalifah Usman Bin Affan. Makasar: Alauddin
University.
Yatim, Badri. (1997). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Press.

22

Anda mungkin juga menyukai