Anda di halaman 1dari 14

‫علم مختلف الحديث‬

‫"يتم تقدمي هذه الورقة كواحدة من مهام تطوير دراسة القرآن واحلديث تعليم اللغة‬
‫العربية"‬
‫مشرف ‪:‬‬
‫الدكتور فهمي الكوتسر فخر الدين امالجيست‬

‫كتب بواسطة ‪:‬‬

‫ديدى سافطرا ‪230104210061 :‬‬

‫قسم تعليم اللغة العربية‬


‫كلية علوم التبية والتعليم‬
‫جامعة مواالن مالك ابرهيم االسالمية احلكومية ماالنج‬

BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Umat Islam mengalami kemajuan pada zaman klasik (650-1250 M.). Dalam
sejarah, puncak kemajuan ini terjadi pada sekitar tahun 650-1000 M. Pada masa ini
telah hidup ulama besar, yang tidak sedikit jumlahnya, baik di bidang tafsir, hadits,
fiqih, ilmu kalam, filsafat, tasawuf, sejarah maupun bidang pengetahuan lainnya1.
Dalam proses perkembangannya ilmu hadits mengalami beberapa kemajuan dalam
tingkat kualitasnya, hal ini didukung karena adanya perkembangan pemikiran yang
lahir dari para pemikir-pemikir modern yang berkecimpung dalam dunia penelitian
hadits.
Oleh karenanya banyak sudah kitab-kitab khusus yang membahas tentang
hadits-hadits. Baik dari segi pembagiannya ataupun ilmu-ilmu yang mendukung
adanya pembukuan hadits. Dan juga dalam perkembangananya hadits juga
membutuhkan berbagai ilmu yang membahas tentang bagaimana caranya memahami
hadits. Dalam hal ini penulis bermaksud menguraikan seputar masalah ilmu Muhtalif
al-Hadîts. Hal ini disebabkan banyak di antara hadits-hadits yang ikhtilaf yang
mungkin hanya karena perbedaan pemahaman terhadap hadits tersebut. Oleh
karenanya dalam menyelesaikan berbagai masalah seputar hadits-hadits mukhtalif
ataupun hadits musykil maka dibutuhkan ilmu Mukhtalif al-Hadîts.
Sebagaimana kita ketahui Hadist adalah sumber rujukan kedua umat Islam
dalam menentukan sebuah hukum dalam kehidupan. Rasulullah datang untuk
menjawab segala permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan. Dengan demikian
menunjukkan bahwa Hadist merupakan sumber kedua hukum islam yang dapat

1
memenuhi kebutuhan umat manusia. Dalam makalah ini akan dipaparkan secara
singkat tentang pengertian Ikhtilaf Al-Hadist dan pendekatan-pendekatan yang
digunakan dalam penyelesaian hadist-hadist yang secara lahiriah tersebut dianggap
berlawanan, yang merupakan bagian dari ilmu hadist.Pembahasan ini ditempuh
melalui pengkajian kepustakaan yang berkaitan dengan topik pembahasan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian ilmu Mukhtalif al-Hadits ?
2. Bagaimana urgensi Ilmu Mukhtalif al-Hadis?
3. Apa saja Kajian Mukhtalifil Hadits?
4. Apa saja Sebab-sebab Mukhtalif Hadits ?
5. Bagaimana Pendekatan dan metode penyelesaian Hadist-hadist Mukhtallif ?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian ilmu Mukhtalif al-Hadits
2. Untuk mengetahui urgensi Ilmu Mukhtalif al-Hadis
3. Untuk mengetahui Kajian Mukhtalifil Hadits
4. Untuk mengetahui Sebab-sebab Mukhtalif Hadits
5. Untuk mengetahui Pendekatan dan metode penyelesaian Hadist-hadist
Mukhtallif

2
BAB 11
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Mukhtalif al-Hadits

Dalam kaidah bahasa Arab mukhtalif al-Hadı͂ ts adalah susunan dua kata
yakni mukhtalif dan al-Hadı͂ ts. Menurut bahasa mukhtalif adalah isim fa’il dari
ikhtilaf (berbeda) yang merupakan lawan dari ittifaq (sesuai),1 maksudnya Hadis-
Hadis yang sampai kepada kita dan berbeda satu sama lain dalam makna, artinya
maknanya saling bertentangan.2 Sedangkan menurut istilah:

‫اْلِع ْلُم اَّل ِذ ْي َیْبَح ُث ِفى ْاَألَح اِد ْیِث اَّلِتْي َظاِھُرَھ ا ُم َتَع اِرٌض َفُیِزْی ُل‬
‫َتَع اُر َض َھا َأْو ُیَو ِّفُق َبْیَنَھا َك َم ا َیْبَح ُث ِفى ْاَألَح اِد ْیِث اَّلِتْي َیْش ُك ُل َفْھُمَھ ا‬
3
.‫َأْو َتَص ُّو ُرَھا َفَیْدَفُع َأْش َك اَلَھا َو ُیَو ِّض ُح َح ِقْیقتها‬
“Ilmu yang membahas hadis-hadis yang tampaknya saling bertentangan, lalu
menghilangkan pertentangan itu atau mengkompromikannya, di samping
1
Usamah bin ‘Abdullah Khayyath, Mulhtalif al-Hadits baina al-Muhadditsin wa al-
Usuliyyin al-Fuqaha’, (Beirut: Dar Ibn Hazm, 2001), h. 25.
2
Mahmud al-Thahhan, Taisir Musthalah al-Hadits (Iskandariyah: Markaz al-Huda al-
Dira͂ sat, 1405), h. 46.
3
Muhammad ‘Ajaj al-Khatib, Ushul al-Hadits, (Beirut: Dar al-Fikr, 1971), h. 283.

3
membahas hadis yang sulit difahami atau dimengerti, lalu menghilangkan kesulitan
itu dan menjelaskan hakikatnya.”
Menurut Muhammad Thahhan mukhtalif Hadı͂ ts adalah:
4
.‫الحدیث المقبول الٌمَع اَر ض بمثله مع إمكان الجمع بینھما‬
Hadis maqbul yang saling bertentangan dengan yang semisalnya, “
sehingga kemungkinan kedua hadis tersebut bisa dikompromikan
Oleh karena itu, sebagian ulama menyebut ilmu ini dengan sebutan Ilmu
Musykil al-Hadı͂ ts, Ilmu Ikhtilaf al-Hadı͂ ts, Ilmu Ta’wil al-Hadı͂ ts ataupun Talfiq
al-Hadı͂ ts. Semuanya memiliki pengertian yang sama.
Al-Suyuthi menyebutkan dalam Tadrib al-Ra͂ wi, bahwa hadis-hadis
mukhtalif adalah dua buah hadis yang saling bertentangan pada makna zhahir- nya,
maka di antara keduanya itu dikompromikan atau di-tarjih salah-satunya. Ilmu ini
merupakan sebuah pengetahuan antara fiqih dan hadis sehingga sampai kepada
sebuah kesimpulan yang benar.5
Secara umum apabila ada dua hal yang bertentangan, hal tersebut bisa
dikatakan mukhtalaf atau ikhtilaf. Sedangkan dalam istilah ahli hadis, mukhtalif al-
Hadı͂ ts (dengan dibaca kasroh lam) adalah hadis yang secara zhahir tampak saling
bertentangan dengan hadis lain. dan dengan dibaca fathah lam-nya adalah dua hadis
yang secara makna saling bertentangan. dari dua definisi diatas bisa disimpulkan
bahwa mukhtalif al-Hadı͂ ts adalah esensi hadis itu sendiri, sedangkan mukhtlaf al-
Hadı͂ ts adalah pertentangannya.Para imam dan tokoh kritikus hadis secara umum
membagi hadis yang mengandung problem di atas menjadi dua kelompok.6
Kelompok pertama, adalah
hadis-hadis mukhtalif yang dapat dikompromikan dan diambil titik temunya.
Kelompok pertama inilah yang terbanyak jumlahnya. Kelompok kedua, adalah
4
Ibid.
5
Abdirrahman bin Abi Bakar al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi fı͂ Syarhi Taqrib al-Nawawi,
(Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1992), Juz 1, h. 310.
6
Nuruddin al-‘Itr, ‘Ulum al-Hadits, Diterjemahkan oleh: Mujiyo, (Bandung: Rosda,
2012), h. 351-354.

4
hadis-hadis mukhtalif yang sama sekali tidak dapat dikompromikan dan tidak
diambil titik temunya. Hadis ini terbagi menjadi dua bagian. Pertama, adalah satu
dari hadis yang bertentangan itu merupakan nasikh sedangkan yang lain mansukh,
maka nasikh diamalkan dan mansukh ditinggalkan. Kedua, tidak ada tanda dan
petunjuk bahwa salah-satu riwayat itu merupakan nasikh dan yang lain mansukh.
Maka jalan penyelesaiannya adalah dengan tarjih. Apabila kedua hadis mukhtalif
sama kuatnya dan tidak dapat dikompromikan diambil titik temunya, maka
keduanya dihukumi sebagai Hadı͂ ts mudhtharib.
B. Urgensi Ilmu Mukhtalif al-Hadis
Membaca sepintas perkataan dari al-Sakhawiy menjadikan ilmu mukhtalif ini
sebagai ilmu yang terpenting disamping ilmu hadis yang lain. Karena jika seseorang
yang membaca atau memahami hadis tanpa adanya bantuan ilmu ini, seseorang
dapat mengatakan suatu hadis yang shahih menjadi dha’if dan sebaliknya, jika
menemukan hadis yang tampaknya bertentangan. Berikut adalah perkataan al-
sakhawiy : ”Ilmu ini termasuk jenis yang terpenting yang sangat dibutuhkan oleh
ulama’ di berbagai disiplin ilmu. Yang bisa menekuninya secara tuntas adalah
mereka yang berstatus sebagai imam yang memadukan antara hadis dan fiqh dan
yang memiliki pemahaman yang sangat mendalam.7
Selain itu di antara pentingnya memahami ilmu ini adalah: 8
1. Menolak syubhat terhadap hadis Nabi SAW., dan menetapkan terjaganya Nabi
SAW. serta terpeliharanya syari’at Islam, karena syari’at Islam selalu bermanfaat
untuk setiap waktu dan tempat.
2. Menjelaskan tidak adanya pertentangan pada dalil yang shahih, tetapi yang
demikian itu menunjukkan kesempurnaan.
3. Menyingkap sebagian kesalahan periwayatan serta menjelaskan adanya syubhat
pada riwayat tersebut.
4. Menetapkan bahwa kritik terhadap nash (matan hadis) muncul lebih awal

7
Nafiz Husain al-Hammad, Mukhtalif Hadits bain al-Fuqaha wa al-Muhadditsin, (Dar al-
Wafa’: 1993), h. 83.

5
sebelum kritik sanad.8
C. Kajian Mukhtalifil Hadits Secara Umum
Hadits mukhtalif adalah hadits–hadits yang mengalami pertentangan satu
sama lain. Namun boleh jadi diantara pertentangan itu hanya terdapat pada dhohirnya
saja, dan ketika ditelusuri sebenarnya masih memungkinkan untuk dikompromikan.
Sementara menurut Nuruddin ‘Itr, hadits-hadits mukhtalif ialah hadits-hadits yang
secara lahiriah bertentangan dengan kaidah-kaidah yang baku, sehingga mengesankan
makna yang batil atau bertentangan dengan nash-nash syara’ yang lain.9 Atau lebih
jelasnya tentang mukhtalif ini adalah adanya pertentangan dengan Al-Quran, akal,
sejarah, atau ilmu pengtahuan dan sains modern. Dan yang termasuk dalam
pengertian hadits mukhtalif adalah hadits-hadits yang sulit dipahami (Musykil ).10 Dr.
Abu al-Layth mendefinisikan hadits musykil sebagai hadits maqbul (sahih dan hasan)
yang tersembunyi maksudnya kerana adanya sebab dan hanya diketahui setelah
merenung maknanya atau dengan adanya dalil yang lain. Dinamakan musykil kerana
maknanya yang tidak jelas dan sukar difahami oleh orang yang bukan ahlinya. Ibn
Furak (w. 406 H.) dalam kitabnya yang berjudul Musykil al-Hadits wa Bayanuhu,
berpendapat bahwa hadits musykil adalah hadits yang tidak dapat dengan jelas
dipahami tanpa menyertakan penjelasan lain, seperti hadits-hadits yang
kandungannya berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan dzat Allah, sifat-sifat
maupun perbuatan-Nya yang menurut akal tidak layak dikenakan penisbatannya
kepada-Nya kecuali setelah dilakukan ta’wil terhadap hadits-hadits tersebut.
D. Sebab-Sebab Terjadinya Hadis Mukhtalif
Nabi Muhammad adalah sumber ilmu bagi sahabat. Beliau sering diminta
petunjuknya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini berlangsung selama kehidupan
Nabi SAW. dan segala persoalan sahabat beliau berikan penyelesaian dengan tuntas.

8
Syarif al-Qadhah, ‘Ilmu Mukhtalif al-Hadits Ushuluh wa Qawa’iduh, Majallah Dirasat al-
Jami’ah Arnidiyah, 2012, Jil. 28, h. 7.
9
Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadits, (Bandung:Remaja Rosdakarya),h.114.
10
Abdul Mustaqim, Ilmu Ma’anil Hadits (Yogyakarta:Idea Press,2008).h.87.

6
Nasehat yang diberikan kepada seseorang kadang-kala belum dipahami secara
penuh oleh sahabat. Disamping itu sahabat juga memahami perbuatan Rasul SAW.
dalam kehidupan sehari-hari. Sebagian sahabat melihat perbuatan Rasul SAW.
dalam kaitannya dengan ibadah sekilas bertentangan dengan hadis yang
disampaikannya dengan lisan, sehingga pemahaman yang tidak komprehensif ini
menjadikan dua hadis dalam tema yang sama seolah-olah bertentangan.
Al-Hafnawi telah berhasil menemukan faktor-faktor penyebab timbulnya
ta’a͂ rudh al-had͂ its itu, yang disimpulkan sebagai berikut:9
1. Nash yang menjadi dalil itu berupa zhanny al-dhala͂ lah (sesuatu yang menunjukkan
atas suatu makna, tetapi boleh jadi di-ta’wil-kan dan dipalingkan makna dan
maksudnya adalah makna lain), sehingga membuka peluang untuk pemahaman
yang beragam dan keberagaman ini membawa ta’ar͂ udh.
2.Adanya dua hadis yang terlihat saling bertentangan untuk masalah yang sama
disebabkan karena diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. pernah menetapkan
hukum yang berbeda untuk kasus yang sama.
3.Kadang-kala salah-satu di antara dua hadis dipandang ta’ar͂ udh yang sebenarnya
salah-satunya berstatus na͂ sikh dan yang lain mansu͂ kh.
4.Kadang-kala Nabi menyebutkan lebih dari satu cara untuk sautu perbuatan yang
ketentuan hukumya sama, yang sebenarnya ada kebolehan untuk memilih salah-
satu cara dari beberapa cara yang disebutkan.
5.Kadang-kala terdapat lafaz nash yang datang dalam bentuk ‘am dan yang dimaksud
memamg ‘am. Namun ada lafaz ‘am yang datang bukan maksudnya ‘am
melainkan khash dan begitu juga sebaliknya.11

E. Metode Penyelesaian Hadis-Hadis Mukhtalif


Prinsip pokok dalam penyelesaian hadis-hadis yang saling
bertentangan, menurut jumhur ushuliyyun urutannya sebagai berikut:12

11
Suhefri, Nasah al-Hadits Menurut Imam Sya͂ fi’i, (Jakarta: Bina Pratama, 2007), h. 56.
12
Syarif al-Qadhah, op. cit, h. 14.

7
1. Al-Jam’u wa al-Taufiq
Salah satu hal penting untuk memahami sunnah dengan baik adalah
menyesuaikan hadis-hadis yang tampak bertentangan serta menggabungkan antara
hadis satu dengan hadis lainnya, meletakkan masing-masing hadis sesuai dengan
tempatnya sehingga menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi, tidak
saling bertentangan. Maksudnya adalah penyelesaian hadis- hadis yang tampak
(makna lahiriyahnya) dengan cara menelusuri titik temu kandungan makna masing-
masing. Sehingga maksud yang sebenarnya yang dituju oleh yang satu dengan yang
lainnya dapat dikompromikan.13
Sementara itu Hasbi al-Shiddieqy menggunakan kata jama’ atau taufiq yang
diartikan mengumpulkan dua hadis yang bertentangan. Apabila kelihatan
pertentangan antara dua hadis, maka hendaklah kita berusaha untuk mengumpulkan
atau mentaufiqkan antara keduanya. Imam al-Nawawi mengatakan, ikhtilaf al-
Hadı͂ ts ialah datangnya dua hadis yang berlawanan maknanya pada lahirnya lalu
ditaufiqkan (dikumpulkan) antara keduanya atau ditarjihkan salah satu diantara
kedua hadis yang bertentangan.14 Sedangkan al Qarafi mengartikan al jam’u sebagai
mengkompromikan hadis-hadis yang tampak bertentangan untuk diamalkan dengan
melihat seginya masing- masing.15 Dari sekian definisi tentang al-jam’u dapat
disimpulkan bahwa al- jam’u adalah usaha yang dialakukan guna
mengkompromikan antara dua hadis dan yang secara zhahir tampak bertentangan
yang kemudian kedua hadis tersebut diamalkan secara bersama-sama tanpa
meniadakan salah satunya dengan melihat seginya masing-masing.
Edi safri menjelaskan secara rinci metode Imam Syafi’i dalam
menyelesaikan hadis-hadis mukhtalif dalam bentuk jam’u wa al-taufiq,16pertama,

13
Edi Safri, Al-Imam Al-Syafi’i Metode Penyelesaian Hadits-Hadits Mukhtalif, (Padang:
IAIN IB Press, 1999), h. 82.
14
T.M. Hasbi al-Shadieqy, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits, (Jakarta: Bulan bintang,
1994), Jil. 2, h. 274.
15
Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadits, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 143.
16
Kaizal Bay, Jurnal Ushuluddin “Metode Penyelesaian Hadis-Hadis Mukhtalif Menurut
Imam Syafi’i”, Jurnal Ushuluddin, Badan Penelitian dan Pengembangan Fakultas ushuluddin UIN

8
penyelesaian dengan pendekatan kaidah ushul fikih dengan memperhatikan lafaz
‘am dan khas,17 muthlaq dan muqayyad18 dan lainnya. Kedua, penyelesaian dengan
pemahaman kontekstual, yaitu memahami hadis- hadis Rasulullah SAW. dengan
memperhatikan dan mengkaji keterkaitannya dengan peristiwa (situasi yang
melatarbelakangi munculnya sebuah hadis tersebut), dengan kata lain
memperhatikan dan mengkaji konteksnya. Ketiga, penyelesaian berdasarkan
pemahaman korelatif, mengkaji hadis-hadis mukhtalif bersama hadis lain terkait,
dengan memperhatikan keterkaitan makna satu dengan yang lainnya, agar maksud
yang dituju dari hadis-hadis tersebut dapat dipahami dengan baik. Keempat,
penyelesaian denga cara takwil, maksudnya menakwilkan hadis dari makna
lahiriyah yang tampak bertentangan kepada makna lain karena adanya dalil,
sehingga pertentangan yang tampak itu dapat ditemukan pengkompromiannya.

2.Tarjih

Secara bahasa tarjı͂ h ialah tafdhı͂ l yaitu mengutamakan, taqawiyah yaitu


menguatkan.19
Menurut istilah Ahli Hadis:20
“Menjadikan rajih salah-satu dari dua hadis yang berlawanan yang tak bisa
dikumpulkan, dan menjadikan yang sebuah lagi marjuh, dengan karena ada sesuatu
sebab dari sebab-sebab tarjih”
Defenisi lain menyebutkan, Yaitu memperbandingkan hadis-hadis yang
tampak bertentangan yang bisa dikompromikan dan tidak pula terkait sebagai na͂

SUSKA RIAU, V. XVII, No. 2, 2011. H. 189-194.


17
‘am adalah suatu kata yang pemakaiannya mencakup seluruh afrad atau satu yang tercakup
dalam arti kata tersebut. Sedangkan khas suatu kata yang pemakaiannya, hanya untuk sebagian makna
yang dicakup oleh kata tersebut. Lih. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana Pernada Media
Group, 2008), jil. 2, h. 47-48.
18
Muthlaq adalah lafaz yang mencakup pada jenisnya, tetapi tidak mencakup seluruh afrad di
dalamnya. Adapun bedanya dengan ‘am, adalah ‘am itu bersifat syumul dan muthlaq bersifat badali.
Sedangkan muqayyad adalah lafaz yang menunjukkan hakikat sesuatu yang diikatkan kepada lafaz itu
suatu sifat. Lih. Ibid, h. 116-119.
19
T.M. Hasbi al-Shadieqy, op.cit.,Jil. 2, h. 277.
20
Ibid.

9
sikh dan mansu͂ kh, dengan mengkaji lebih jauh hal-hal yang terkait dengan masing-
masingnya agar dapat diketahui manakah sebenarnya di antara hadis-hadis tersebut
yang lebih kuat atau lebih tinggi nilai hujjahnya dibanding dengan yang lain, untuk
selanjutnya dipegang dan diamalkan yang kuat dan ditinggalkan yang lemah.21
Adapun jalan untuk mentarjih dua dalil yang tampaknya bertentangan itu
dapat ditinjau dari beberapa segi, pertama, segi sanad (I’tibar al-sanad), kedua,
segi matan (I’tibar al-matan). ketiga, segi penunjukkan (madlul), misalnya, madlul
yang positif, merajihkan yang negatif (didahulukan mutsbit ‘ala al-na͂ fi). Keempat,
dari segi luar (al-umur’ul kharijah), misalnya dalil quliyah merajihkan dalil fi’liyah.

3. Nasakh

Maksudnya adalah bahwa suatu hukum yang sebelumnya berlaku kemudian


dinyatakan tidak berlaku lagi oleh syar’i (Allah dan RasulNya), yakni dengan
didatangkannya dalil syar’i yang baru yang membawa ketentuan lain dari yang
berlaku sebelumnya. Hukum lama lama yang tidak berlaku lagi disebut mansu͂ kh,
sedangkan hukum yang baru datang disebut na͂ sikh.22

Ulama yang membolehkannya nasakh, mengemukakan beberapa syarat,


pertama, yang di nasakh itu adalah hukum syara’ yang bersifat ‘amaliyah, bukan
hukum ‘aqli dan bukan yang menyangkut hal ‘aqidah. Kedua, dalil yang
menunjukkan berakhirnya masa berlaku hukum yang lama itu datang secara terpisah
dan terkemudian dari dalil yang di-nasakh. Kekuatan kedua dalil itu adalah sama,
dan tidak mungkin untuk dikompromikan. Ketiga, dalil dari hukum yang dinasakh
tidak menunjukkan berlakunya hukum untuk selamanya, karena pemberlakuan
secara tetap mentup kemungkinan pembatalan berlakunya hukum dalam suatu
waktu. Adapun cara untuk mengetahui adanya nasakh suatu hadis di antaranya : a).
Dengan penjelasan dari nash atau sya͂ ri’, dalam hal ini penjelasan langsung dari

21
Suhefri, loc.cit.
22
Kaizal Bay, op.cit, h. 195

10
Rasulullah SAW. b). Dengan penjelasan dari sahabat. c). Dengan mengetahui tarikh
diucapkannya hadis tersebut.23

BAB 11

PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Ikhtilaf al-hadist berasal dari bahasa Arab yang berarti ketidaksamaan,
ketidakserasian, atau ketidakcocokan
2. Ilmu ikhtilaf al - hadis adalah ilmu yang membahas tentang hadis-hadis yang
lahirrnya saling berlawanan, lalu menghilangkan pertentangan atau mempertemukan
antara satu dengan yang lainnya, sebagaimana juga membahas hadis yang sulit
dipahami lalu menghilangkan kesukaran dan menjelaskan hakikatnya.
3. Dalam menyelesaikan hadist-hadist yang mukhtalif ada bebrapa pendekatan yang
dilakukan oleh para ulama, yaitu :
- Al – Jam’u (Mengkompromikan)
- Tarjih (Menguatkan salah satu dari kedua hadist)
- Nasakh – Mansukh (Menghapus salah- satu hadis)

Daftar Pustaka

‘am adalah suatu kata yang pemakaiannya mencakup seluruh afrad atau satu
yang tercakup dalam arti kata tersebut. Sedangkan khas suatu kata yang
pemakaiannya, hanya untuk sebagian makna yang dicakup oleh kata tersebut. Lih.
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana Pernada Media Group, 2008).
Abdirrahman bin Abi Bakar al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi fı͂ Syarhi Taqrib al-

23
Ibid, h. 196.

11
Nawawi, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1992).
Abdullah Usamah bin ‘Khayyath, Mulhtalif al-Hadits baina al-Muhadditsin
wa al- Usuliyyin’ al-Fuqaha, (Beirut: Dar Ibn Hazm, 2001).
al-Khatib, Ajaj’ Muhammad , Ushul al-Hadits, (Beirut: Dar al-Fikr, 1971).

al-‘Itr’ Nuruddin, ‘Ulum al-Hadits, Diterjemahkan oleh: Mujiyo,


(Bandung: Rosda, 2012).
al-Qadhah, Syarif, ‘Ilmu Mukhtalif al-Hadits Ushuluh wa Qawa’iduh,
Majallah Dirasat al-Jami’ah Arnidiyah, 2012.
al-Thahhan’ Mahmud, Taisir Musthalah al-Hadits (Iskandariyah: Markaz al-
Huda al-Dira͂ sat, 1405).
Bay, Kaizal, Jurnal Ushuluddin “Metode Penyelesaian Hadis-Hadis
Mukhtalif Menurut Imam Syafi’i”, Jurnal Ushuluddin, Badan Penelitian dan
Pengembangan Fakultas ushuluddin UIN SUSKA RIAU, V. XVII, No. 2, 2011
Hasbi, T.M. al-Shadieqy, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits, (Jakarta: Bulan
bintang, 1994).
Husain’ Nafiz al-Hammad, Mukhtalif Hadits bain al-Fuqaha wa al-
Muhadditsin, (Dar al-Wafa’: 1993).
Ismail, Syuhudi, Metodologi Penelitian Hadits, (Jakarta: Bulan Bintang,
1992).
Itr, Nuruddin , Ulumul Hadits, (Bandung:Remaja Rosdakarya).
Kaizal Bay, op.cit,
Mustaqim, Abdul, Ilmu Ma’anil Hadits (Yogyakarta:Idea Press,2008).
Muthlaq adalah lafaz yang mencakup pada jenisnya, tetapi tidak mencakup
seluruh afrad di dalamnya. Adapun bedanya dengan ‘am, adalah ‘am itu bersifat
syumul dan muthlaq bersifat badali. Sedangkan muqayyad adalah lafaz yang
menunjukkan hakikat sesuatu yang diikatkan kepada lafaz itu suatu sifat. Lih.

Safri, Edi, Al-Imam Al-Syafi’i Metode Penyelesaian Hadits-Hadits Mukhtalif,


(Padang: IAIN IB Press, 1999).
Suhefri, loc.cit.

12
Suhefri, Nasah al-Hadits Menurut Imam Sya͂ fi’i, (Jakarta: Bina Pratama,
2007).
Syarif al-Qadhah, op. Cit.
T.M. Hasbi al-Shadieqy, op.cit.

13

Anda mungkin juga menyukai