Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PENYELESAIAN HADITS-HADITS
YANG BERTENTANGAN
Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : Ulumul Hadits

Dosen Pengampu : Khoirul Anwar,M, Pd.I

DISUSUN OLEH :

1. MUHAMAD MAELANI

2 .NISA DEA NEVITA

3 .TIA ARIFTRIANI

SEKOLAH TINGGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL MAARIF KALIREJO

KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul” penyelesaian hadits-hadits
yanfg bertentangan”ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada mata
kuliah ulumul hadits.selain itu,makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
penyelesaian hadits yang bertentangan bagi para pembaca dan juga penulis.

Kami mengucapkan terimakasih kepada bapak Khoirul Anwar,M,Pd.I selaku dosen mata
kuliah ulumul hadits yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah wawasan
pengetahuan sesuai dengan bidang studi kami.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membagi
pengetahuanya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.kami menyadari makalah
yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna,maka itu kritik dan saran sangat kami nanti

Kalirejo,18 Maret 2022

ii
DAFTAR ISI

Halaman judul...................................................................................................................... i

Kata pengantar..................................................................................................................... ii

Daftar isi.............................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang....................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Mukhtalif Hadits.................................................................................. 2


2.2 Metode Penyelesaian Hadits Mukhtalif................................................................ 3

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan........................................................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 8

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.Latar Belakang

Al-Quran yang secara lahir bertentangan, harus dikompromikan dengan menggunakan


beberapa metode dalam ta’arudh. Begitu juga dengan hadis. Ada beberapa teks sunnah yang
secara lahir tampak bertentangan. Hal ini dapat terjadi pada hadis yang validitasnya tidak
dapat diragukan lagi. Misalnya, dua hadis yang berkualitas sahih, hasan, atau dengan
bahasa maqbul. Berbeda jika salah satu dalil itu ada yang lemah (dha’if) baik dari
segi sanad (perawi) atau matan (tekstualnya). Maka hal itu tidak perlu diselesaikan
masalahnya. Tinggal dinon-aktivkan salah satunya.

Ada beberapa langkah dalam memecahkan permasalahan-permasalahan hadis yang tampak


bertentangan. Banyak pula ulama yang merumuskan dan memperbincangkannya. Hal ini
mereka kerangkakan dalam disiplin ilmu mukhtalifil hadis. Yaitu sebuah ilmu yang
memperbincangkan tentang bagaimana menangani hadis ‘bermasalah’ secara lahirnya.
Dengan beberapa langkah dan metode tertentu. Di mana fungsi dan tujuan ilmu ini adalah
menghancurkan tuduhan dan fitnah kaum ‘a’da’ Islam. Ilmu ini berkembang saat ilmu-ilmu
Islam lainnya dalam puncak kejayaan. Yaitu al-‘ushur adz-dzahabiyyah (masa-masa
keemasan).

2.RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian mukhtalifil hadits?

2. Apa saja permasalahan yang terdapat pada hadits?

3. berikan contoh hadits yang bertentangan!

4. Apa sajakah metode yang digunakan dalam penyelesaian hadits yang bertentangan?

1
BAB II
PEMBAHASAN

1.Pengertian Mukhtalif Hadits

Ilmu Mukhtalif Hadits ialah ilmu yang membahas hadits-hadits yang secara lahiriyahnya
tampak bertentangan, untuk kemudian dapat menghilangkan pertentangan tersebut atau untuk
dapat menemukan pengkompromiannya. Sebagaimana pembahasan tentang hadits-hadits
yang sulit memahami atau menggambarkannya, untuk kemudian dihilangkan kesulitan-
kesulitan itu serta menjelaskan hakikat pemahamannya.

Pengertian Ilmu Mukhtalif Hadits Dalam kajian hadits mukhtalif, para ulama telah
merumuskan teori atau ilmu yang berkaitan dengannya, yaitu ilmu Mukhtalif Hadits . dengan
memahami ilmu ini sesorang akan terhindar dari kekeliruan dan kesalahan dalam memahami
Hadits-hadits mukhtalif. Dipandang dari segi bahasa, kata “Mukhtalif” adalah bentuk
isimfa’il dari kata ikhtilaf, yang bentuk masdarnya dari kata ikhtalafa (fi’il madhi).
Dipandang dari bahasa, kata ikhtilaf bermakna “ berselisih atau tidak sepaham”.

Karena ilmu ini membahas tentang hadis-hadis yang saling berlawanan, maka objek
kajiannya adalah hadis-hadis yang saling berlawanan, agar bisa didapatkan titik temu antara
keduanyadengan jalan membatasi (taqyid) kemutlakannya, maupun dengan menkhususkan
(takhsis) keumumannya. Atau untuk mentakwilkan hadis-hadis yang musykil hingga jelas
maksudnya, walaupun hadis-hadis ini tidak saling bertentangan.

Adapun urgensi ilmu ini sebagaimana yang ditulis oleh M. Ajjaj, ilmu ini termasuk salah satu
cabang ulmul hadis yang sangat diperlukan oleh para ahli hadis, fiqih dan lainnya. Bagi orang
yang ingin menjadikan hadis-hadis yang bertentangan tersebut sebagai dalil hkum, hendaklah
mempunyai pengetahuan yang mendalam, pemahaman yang kuat, dan mengetahui
keumuman dan kekhususannya, mutlak dan muqayyadnya. Tidak cukup hanya dengan
menghapal hadis-hadis, sanad-sanad dan lafazh-lafazhnya tanpa mengetahui dan memahami
ketentuannya.

2
2. Metode Penyelesaian Hadits-Hadits Mukhtalif

Secara teoritis, imam al-syafi’i memperkenalkan teori metode penyelesaian hadts-hadits


mukhtalif ada beberapa cara, yakni: ,penyelesaian dalam bentuk kompromi ,nasakh
mansukh,tarjih,tanawwu’al-ibadah

A. Penyelesaian Dalam Bentuk Kompromi


Merupakan usaha untuk mengumpulkan dua buah hadits yang yang nampaknya saling
berlawanan maknanya itu,disebut “talfiqul hadits”.jika dua hadits yang berlawanan dapat di
talfiq-kan maknanya,maka tidak dibenarkan hanya diamalkan salah satu dari
keduanya,sedangkan yang lain ditinggalkan. Jadi yang dimaksud penyelesaian dalam bentuk
kompromi ini adalah penyelesaian hadis-hadis mukhtalif dari pertentangan yang tampak,
dengan cara menelusuri titik temu kandungan makna masing-masingnya, sehingga maksut
sebenarnya yang dituju oleh satu dengan lainya dapat dikompromikan. Atau dengan cara
mencari pemahaman yang tepat terhadap hadis yang bertentangan.
Penyelesaian hadits dalam bentuk kompromi terbentuk menjadi 4 cara,yakni:
1. Penyelesaian dengan pendekatan ushul fiqih
Dalam upaya penyelesaian perbenturan antara dua dalil hukum, para ulama usul fiqih
bertolak pada suatu prinsip yang dirumuskan dalam kaidah :
“mengamalkan dua dalil yang berbenturan, lebih baik darai pada menyingkirkan satu
diantaranya”
Ada tiga tahap penyelesaian yang tergambar dalam kaidah itu,yakni :
- Sedapat mungkin kedua dalil itu dapat digunakan sekaligus, sehingga tidak ada dalil
yang disingkirkan.
- Setelah dengan cara apapun kedua dalil tidak dapat digunakan sekaligus, maka
diusahakan satu diantaranya diamalakan, sedangkan yang satu lagi ditinggalkan.
- Sebagai langkah terakhir, tidak dapat dihindarkan kedua dalil itu ditinggalkan, dalam
arti tidak diamalkan keduanya.

Salah contoh penyelesaian hadist-hadits mukhtalif dengan kaedah pendekatan ushul fiqih
adalah hadits :

“Dari nabi SAW, beliau bersabda : “pada hasil pertanian yang disirami dengan air
hujan, zakatnya sepersepuluh (10%)” (HR.Bukhori dan Muslim). Hadits ini secara zahirnya
bertentangan dengan hadits sahih lain, yaitu: “Dari nabi Saw beliau bersabda: tidak wajib
pada hasil pertanian (kurang dari lima wusuq), shodaqoh (zakat).”(HR. Bukhari dan
Muslim).

2. Penyelesaian Dengan Pemahaman Kontekstual


Adapun pemahaman kontekstual yang dimaksut,yaitu memahami hadis-hadis Rosulullah
SAW dengan memperhatikan dan mengkaji keterkaitanya dengan peristiwa ataupun situasi
yang melatar belakangi munculnya hadis tersebut. Salah satu contoh, pertentangan hadits-
hadits mengengenai peminangan, ada hadits yang melarangdan ada hadis yang secara
lahiriyahnya memperbolehkanya yaitu:

3
“Dari nabi SAW,beliau bersabda; janganlah seorang laki-laki meminang atas pinangan
saudaranya”.(Hr.Muslim)

3. Pemahaman korelatif
Memperhatikan keterkaitan makna antara satu hadis dengan hadis yang lainya yang
dipandang mukhtalif dan juga membahas permasalahan yang sama,sehingga pertentangan
yang tampak secara lahiriyah-nya dapat dihilangkan. Oleh karena itu,semua hadis harus
dipahami secara bersamaan untuk dilihat makna antara satu dengan yang lainya sehingga
dapat membentuk suatu gambaran yang utuh tentang masalah pertentangan tersebut.
Misalnya hadis dari Uqbah Bion Amir RA, katanya:
“tiga waktu yang dilarang Rasulullah SAW untuk melakukan shalat pada waktu-waktu
tersebut,yaitu: ketika terbit matahari sampai meninggi (kira-kira satu anak panah),ketika
tegaknya matahari diatas langit (tengah hari tepat),dan ketika matahari telah condong atau
terbenam”.(HR. Bukhari)
Hadits ini secara lahiriyahnya kelihatan bertentangan dengan hadis lainya, sebagaimana
sabda Rasulullah SAW: “barang siapa yang lupa sholat, maka hendaklah ia melakukan
dikala mengingatnya”.( HR Bukhari dan Muslim).begitu pula sabda Rasululah SAW:” Hai
Bani Abdi Manaf! Janganlah kalian melarang seseorang melakukan tawaf dan sholat di
baitullah ini pada waktu kapan saja,siang ataupun malam”.(HR.Tirmidzi).

4. Cara Ta’wil
Ta’wil berarti memalingkan lafadz dari makna lahiriyahnya kepada makna lain yang
dikandung oleh lafadz karena adanya qarinah yang menghendakinya. Dengan cara
menakwilkan hadis dari makna lahiriyahnya yang tampak bertentangan kepada makna lain
karena adanya dalil, sehingga pertentangan yang tampak itu dapat ditemukan
pengkomprominya. Misalnya, hadis mengenai waktu afdol menunaikan sholat subuh :
“Rosulallah SAW, bersabda: tunaikanlah sholat subuh pada waktu subuh sudah mulai
terang,karena melaksanakanya pada waktu itu lebih besar pahala”.

4
B. Nasikh Mansukh
Nasikh maksutnya hukum yang sebelumnya berlaku, kemudian dinyatakan tidak berlaku lagi
oleh syar’i (Allah dan Rosul) yakni dengan mendatangkan dalil syar’i yang baru, yang
mendatangkan ketentuan hukum lain dari yang berlaku sebelumnya.
Kesimpulan al-syafi’i adalah jika memang terjadi nasakh maka hadits yang menghapus
dijadikan pegangan , sementara yang telah dihapus (mansukh) tidak lagi dijadikan sandaran.
nasakh dapat diketahui dari segi waktu,penegasan langsung dari nabi atau penjelasan sahabat.
Imam al-syafi’i didalam bukunya menjelaskan, nasakh adalah meninggalkan suatu perintah
yang benar pada masanya, dan dan meninggalkaya adalah suatu keharusan.
Adapun syarat nasakh adalah :
a. Nasakh hanya menyangkut hukum syar’i
b. Nasikh yang datang kemudian
c. Hukum yang dinaskahkan (mansukh) harus berlaku tanpa batas waktu
d. Nasikh mempunyai kekuatan (kualitas) yang sama dengan mansukh atau lebih
e. Nasikh-mansukh harus mengandung tuntunan hukum yang berbeda
f. Nasikh haruslah pada selain hukum (ajaran-ajaran dasar) yang diyakini tidak berubah
sepanjang jalan seperti wajib berbuat baik pada ibu bapak, menegakkan keadilan
Contohnya, tentang hukum ziarah kubur yang semula dilarang, namun kemudian
diperbolehkan. Sabda Nabi SAW: “dahulu saya melarang kamu untuk menziarahi
kubur,maka sekarang ziarahlah”.(HR.Muslim).

C. Tarjih
Tarjih adalah membandingkan dalil-dalil yang nampak bertentangan untuk dapat diketahui
manakah diantaranya yang lebih kuat dibanding dengan yang lainya.
Syarat-syarat tarjih ada tiga, yakni:
a. Kekuatanya bersamaan (hadis dengan hadis), tidak men-tarjih antara Al-Qur’an
dengan hadis .
b. Kekuatanya juga bersamaan, antara hasan degan hasan,bukan mutawatir dengan hasan
Keduanya menetapkan hukum pada waktu yang sama dan tempat yang sama.
Secara garis besar pen-tarjihan tidak terlepas dari empat hal dibawah ini :
a. Sanad : termasuk jumlah perawi,sifat perawi,mendahulukan yang lebih akurat dan
sebagainya.
b. Tentang matan : mendahulukan yang lebih akurat dan sebagainya.
c. Madlul : mendahulukan yang rasional (ma’qul),yang lebih diyakini kepastian
hukumnya.
d. Hal-hal yang turut mendukung nilai hadist tersebut.
Contohnya hadits yang menerangka perkawinan rasulullah saw dengan maimunah,
debagaimana diriwayatkan oleh ibnu abbas ra: “bahwa Rasulullah SAW mengawini
Maimunah Binti Haris, sewaktu beliau sedang menjalankan ihram”.
Hadits tersebut ditarjih dengn hadits yang diriwayatkan oleh abi rafi’ yang mengatakan;
“bahwa Rasulullah SAW mengawini Maimunah Binti Haris, pada waktu beliau sudah
tahallul.”

5
D. Tanawwu’ al-ibadah
Maksudnya adalah hadits-hadits yang memberi alternatif dalam melaksanakan ibadah.
Contohnya hadits nabi tentang membasuh anggota wudhu yang hanya dilakukan sekali,dalam
hadis yang lain diulangi sampai dua kali bahkan tiga kali.demikian juga lafadz doa iftitah
yang diajarkan nabi dengan berbagai lafadz. Dengan hadis tersebut berarti nabi memberikan
alternatif bagi umatnya untuk memilih mana yang lebigh sesuai dengan situasi dan kondisi.

6
BAB III
PENUTUP

1. KESIMPULAN

Ilmu mukhtalif hadits, termasuk salah satu ilmu-ilmu hadits yang sangat diperlukan oleh para
muhaddisin,fiqaha’ dan lainya. Metode penetapan hukum islam, secara sederhana
menetapkan,meneliti dan memahami aturan-aturan yang bersumber daei nash-nash hukum.
Al syafi’i dikenal sebagai peletak dasar pertama metodologi hukum isla, dituangkan dalam
kitabnya ar-risalah. Teori-teori penetapan hukumnya cukup baik, disusun dengan bahasa
sederhana tetapi jelas dan tegas. Al-syafi’i dipandang oleh para ulama sebagai pencipta ushul
fiqh, dan dilanjutkan pembahasanya oleh ulama generasi selanjutnya.
Adapun metode penyelesain hadits mukhtalif oleh al-syafi’i diataranyaa, : pertama
penyelesaian dalam bentuk kompromi,terdiri dari (a) penyelesaian dengan pendekatan ushul
fiqh,(b) penyelesaian berdasarkan pemehaman kontekstual, (c) penyeleesaian berdasarkan
pemahaman korelatif, (d) penyelesaian dalam bentuk taqwil. Kedua penyelesaian dalam
bentuk naskh. Ketiga penyelesaian dalam bentuk tarjih.

7
DAFTAR PUSTAKA

- Jurnal ushuluddin vol. XVII No. 2, Juli 2011-pdf

Anda mungkin juga menyukai