IBADAH SOSIAL
Disusun Oleh :
1. Astika Amelia
2. Dwi Puspa Ningrum
3. Robi
2022
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya dan tidak lupa pula shalawat serta salam kami panjatkan
kepada Nabi kita Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman
kegelapan menuju zaman yang terang benderang seperti saat ini.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada dosen serta teman-teman yang telah
membantu kami dalam pembuatan makalah ini, sehingga kami dapat
menyelesaikannya.
Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam makah ini, sehingga
kami senantiasa terbuka untuk menerima saran dan kritik pembaca demi
penyempurnaannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ibadah ................................................................................. 3
B. Dasar Hukum ....................................................................................... 4
C. Tujuan Ibadah....................................................................................... 5
D. Macam-Macam Ibadah......................................................................... 5
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam konteks sosial yang ada, ajaran syariat yang dalam fiqih sering terlihat
tidak searah dengan bentuk kehidupan praktis sehari-hari. Hal ini pada
hakikatnya disebabkan oleh pandangan fiqih yang terlalu formalistik. Titik
tolak kehidupan yang kian hari cenderung bersifat teologis menjadi tidak
berbanding dengan konsep legal-formalisme yag ditawarkan oleh fiqih.
Teologi disini bukan hanya dalam arti tauhid yang merupakan pembuktian
ke-Esa-an Tuhan, akan tetapi teologi dalam arti pandangan hidup yang
menjadi titik tolak seluruh kegiatan kaum muslimin. Padahal di balik itu,
asumsi formalistik terhadap fiqih ternyata akan dapat tersisihkan oleh hakikat
fiqih itu sendiri.1
Sepintas yang ada di benak kita tentang ibadah adalah hanya suatu bentuk
hubungan manusia dengan sang Khaliq. Padahal tidak demikian, bentuk dari
ibadah itu ada dua, ada yang hubungannya langsung berhubungan dengan
Allah tanpa ada perantara yang merupakan bagian dari ritual formal atau
hablum minallah dan ada yang ibadah secara tidak langsung, yakni semua
yang berkaitan dengan masalah muamalah, yang disebut dengan hablum
minannas, hubungan antar manusia. Dalam makalah ini kami akan membahas
mengenai ibadah ghairu mahdhah.
1 Yasin dan Solikhul Hadi, Fiqih Ibadah, (Kudus: STAIN Kudus, 2008), hlm. 200
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Ibadah?
2. Bagaimana Dasar Hukum Ibadah?
3. Bagaimana Tujuan Ibadah?
4. Bagaimana Macam-Macam Ibadah?
5. Bagaimana Macam-Macam Ibadah Ghairu Mahdhah
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ibadah
1. Pengertian Ibadah Secara Lughawi (etimologis)
Dalam ensiklopedia Islam yang diterbitkan oleh Departemen Agama RI
(1993,2:385) terdapat penjelasan bahwa secara lughawi ibadah berarti
mematuhi, tunduk, berdo’a. Dalam Qur’an terdapat kata ta’budu dalam
arti taat. Misalnya dalam surah Yasin ayat 60:
أَلَ ْن أَ ْع َِ ْد إِلَ ْي ُك ْن يَا بٌَِي آ َد َم أَى اَّل تَ ْعبُدُّا ال ا
ٌش ْيطَاىَ إًِاَُ لَ ُك ْن َع ُد ٌّّ ُّهبِيي
Artinya: Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu, hai Bani Adam,
supaya kamu tidak menyembah setan? Sesunggubnya setan itu musuh
yang nyata bagi kamu
3
Dalam pengertian khusus, ibadah adalah segala kegiatan yang semua
ketentuannya telah ditetapkan oleh nash di dalam al-Qur’an dan As-
Sunnah dan tidak menerima perubahan, penambahan ataupun
pengurangan. Shalat misalnya, adalah ibadah dalam arti khusus yang
tidak menerima perubahan.2
B. Dasar Hukum
Hukum ibadah didasarkan kepada firman Allah dalam Q.S Al-Baqarah : 21
yang berbunyi:
َت َّتقُ ْو َۙ َن لَ َعلَّ ُك ْم َق ْبلِ ُك ْم ِمنْ َوالَّ ِذي َْن َخلَ َق ُك ْم الَّ ِذيْ َّب ُك ُم َر اعْ ُب ُد ْوا ال َّناسُ ٰٓيا َ ُّي َها
Artinya: Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan
orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.
C. Tujuan Ibadah
Allah Swt. menciptakan manusia bukannya tanpa tujuan. Maha Suci Allah
dari berbuat tanpa tujuan, bertindak serampangan, berlaku “nyintrik” atau
bersenda gurau. Allah Swt. berfirman mengenai hal itu dalam Q.S Al-
Mu’minun : 115:
َأَفَ َح ِ ْب ُ ْن أًَاوا َخلَ ٌْا ُك ْن َعبَ اً َّ أًَا ُك ْن إِلَ ْيٌا َّل ت ُْر َجعُْى
Artinya: Apakah kamu menyangka bahwa itu semua Kami jadikan dengan
sia-sia, dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami ?
2 Baihaqi, Fiqih Ibadah, (Bandung: Penerbit M2S Bandung, 1996), hlm. 9-11
4
D. Macam-Macam Ibadah
Dari segi umum dan khususnya, ibadah terbagi kepada:
1. Ibadah khusus, yaitu ibadah yang ketentuannya telah ditetapkan oleh
nash al-Qur’an atau al-Haditsm seperti shalat, puasa, haji. Ibadah yanb
terkategori ibadah khusus tidak menerima penambahan atau
pengurangan.
2. Ibadah Umum, yaitu semua perbuatan baik/terpuji yang dilakukan oleh
manusia muslim-mukmin dengan niat ibadah dan diamalkan semata-mata
karena Allah.
5
a. Nama yang paling utama dan yang paling tinggi, yaitu nama yang
dibangsakan kepada nama Tuhan. Umpamanya Abdullah, Abdur
Rahman, dan lain-lain. Sebuah hadits menyatakan: Dari Ibnu Umar
r.a dan Nabi Saw. beliau bersabda: “Sesunggunya nama yang
paling disukai Allah ialah Abdullah dan Abdur Rahman.” (H.R
Muslim)
b. Nama yang pertengahan baiknya ialah nama yang dibangsakan
kepada nama-nama Nabi, seperti Muhammad Idris, Isa da lain-
lainnya. Sabda Nabi Saw.: Dari Abu Wahab Jasya’i ia dari Nabi
Saw. beliau bersabda: “Berilah nama anakmu dengan nama nabi-
nabi, dan nama yang paling disukai Allah ialah Abdullah dan Abdur
Rahman, dan nama yang paling benar (boleh dijadikan nama) ialah
Haris dan Hamman, sedangkan nama yang paling keji ialah Harrab
dan Marrah.” (H.R Abu Dawud dan Nasa’i)
Haris dan Hamman dinamakan nama yang baik karena artinya baik
Haris artinya orang yang bertani, sedangkan Hamman artinya orang
yang tinggi cita-citanya. Adapun Harab dan Marrah dikatakan nama
yang paling keji karea artinya keji pula, yaitu perang dan pahit. Jadi
seseorang yang hendak memberi nama kepada anaknya hendaklah
memiliki arti yang baik. Apabila hendak membangsakan nama itu
kepada nama Tuhan, hendaklah menambah Abdu di awalnya,
sebagaimna dinyatakan dalam hadits di atas.4
4 Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin, Fiqih Madzhab Syafi’i (Buku 1 – Ibadah), (Bandung: CV
Pustaka Setia, 2000), hlm. 702-703
6
adalah surga, ampunan serta Ridhonya. Imam Muslim meriwayatkan
dengan sanadnya dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah bersabda:
3. Tolong-Menolong
Secara sederhana , menurut bahasa, ta’awun adalah saling tolong
menolong. Menurut istilah, ta’awun adalah sikap dan praktik membantu
sesama. Suatu masyarakat akan nyaman dan sejahtera, jika dalam
kehidupan masyarakatnya tertanam sikap ta’awun/tolong menolong dan
saling membantu satu sama lain.
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara lughawi ibadah berarti mematuhi, tunduk, berdo’a. Dalam Qur’an
terdapat kata ta’budu dalam arti taat. Sedangkan ibadah secara istilahi
adalah : kepatuhan atau ketundukan kepada dzat yang memiliki puncak
keagungan, Tuhan Yang Maha Esa.
8
DAFTAR PUSTAKA