Anda di halaman 1dari 22

Tugas : Pendidikan Agama

Dosen : Edison, S.Pd.,M.Pd.

FIQIH IBADAH

Disusun Oleh:

Kelompok 2

Melda Widya Rosadi (012201015)

Abdul Faizul (012201016)

Naila Rahmi Ananda (012201035)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah Swt. Atas limpahan rahmat dan
hidayahnya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Fiqih Ibadah” makalah
ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Agama

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna,
baik dari segi penyusunan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari guru
mata pelajaran guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk
lebih baik di masa yang akan datang.

Baubau, Oktober 2022

Penyusun

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

Hal.

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................2
PEMBAHASAN.....................................................................................................2
A. Pengertian dan Ruang Lingkup Fiqih Ibadah...............................................2
B. Bentuk dan Macam-macam Ibadah..............................................................8
A. BEBERAPA ketentuan pokok ibadah........................................................10
D. Filosofi dan Hikmah Ibadah..........................................................................12
BAB III..................................................................................................................16
PENUTUP.............................................................................................................16
Kesimpulan...........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ketika zaman dulu sampai pada saat ini kita mungkin sudah mengetahui

kewajiban kita sebagai hamba Allah yang lemah , dan banyak yang tahu

kewajiban kita di muka bumi ini yakni hanya untuk beribadah kepada Allah

SWT. Pendapat seperti ini memang tidak salah karena sudah tertulis dalam

Al-Qur’an. Fiqih merupakan sebuah cabang ilmu yang tentunya memiliki sifat

ilmiah, logis. Fiqih tidak seperti tasawuf yang lebih merupakan gerakan hati

dan perasaan, juga bukan terikat yang merupakan pelaksanaan ritual-ritual.

Ibadah merupakan salah satu aktivitas atau kegiatan yang ada di setiap agama

yang ada di seluruh dunia. Di dalam agama Islam juga terdapat banyak ibadah

yang harus dilaksanakan dan dipatuhi oleh setiap umatnya kepada Allah SWT.

Salah satu kegiatan ibadah yang sangat penting dan dijadikan tiang agama

dalam agama islam adalah shalat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dibuat suatu rumusan

masalah.Adapun rumusan masalahnya:

1. Pengertian dan Ruang Lingkup Fiqih Ibadah

2. Bentuk dan Macam-macam Ibadah

3. Beberapa Ketentuan Pokok Ibadah

4. Filosofi dan Hikmah Ibadah

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Ruang Lingkup Fiqih Ibadah


1. Ibadah menurut bahasa

Menurut kamus Al-Muhith[1], al-abdiyah, al-ubudiyah, dan al-íbadah

artinya taat. Dan dalam Mukhtar Ash-Shihhah[2], makna dasar al-ubudiyah

adalah ketundukan dan kepasrahan, sementara at-ta’bid artinya kepasrahan.

Dikatakan thariq ( jalan ) muábbad dan unta yang muábbad artinya yang

sudah disiapkan. Semua makna ini sesuai dengan isytiqaq-nya. Allah SWT

berfirman : “Masuklah dalam ibadah-Ku”(QS. Al-Fajr 89 : 29). Artinya

dalam kelompok-Ku, Allah menambah satu makna baru yaitu loyalitas

Sedangkan úbudiyah artinya menampakkan ketundukan, walaupun kata

ibadah dalam maknanya karena merupakan puncak ketundukan dan tidak

ada sesuatu pun yang berhak mendapat penghambaan, kecuali yang

memiliki puncak keutamaan yaitu Allah SWT.

Allah SWT berfirman :

Janganlah kalian menyembah selain Allah. (QS. Hud 11 : 2 )

Dan Allah SWT berfirman :

Hanya kepada-Mu kami menyambah dan hanya kepada-Mu kami meminta

pertolongan. (QS. Al-Fatihah 1 : 5)

2
3

2. Ibadah menurut istilah

Sesuai dengan pemakaian secara etimologi dari kata á-ba-da. Al-

Maududi[4] berpendapat bahwa makna utama ibadah adalah jika seseorang

menyatakan ketinggian seseorang dan kekuasaannya lalu ia menyerahkan

kebebasan dan kemerdekaannya serta meninggalkan semua perlawanan dan

pembangkangan lalu ia tunduk secara total. Inilah makna hakiki yang

terkandung dalam kata ibadah, taábbud dan úbudiyah. Bahkan ketika orang

Arab mendengar kata hamba atau ibadah, maka yang pertama kali terbetik

dalam pikiran mereka adalah gambaran tentang sebuah penghambaan

sebagaimana penghambaan seorang budak kepada tuannya.

Lebih dari itu, jika seorang hamba sudah menyerahkan diri kepada

tuannya, penuh taat dan kepasrahan, ia juga meyakini akan keagungan dan

ketinggian tuannya, hatinya diselimuti rasa syukur atas segala nikmat dan

karunianya. Ia selalu berusaha secara maksimal untuk mengagungkannya

dengan berbagai cara agar bias bersyukur atas segala anugerahnya dan

senantiasa menjalankan syiar-syiar ibadahnya. Pemahaman ini tidak akan

bisa digabungkan dengan makna ubudiyah kecuali jika seorang hamba tidak

hanya menyerahkan segala ketaatan kepada tuannya saja, tetapi juga

menyerahkan hatinya. Disini seakan beliau menegaskan bahwa makna

utama dari ibadah adalah kepatuhan dan ketundukan total serta ketaatan

mutlak. Terkadang makna ini ditambah dengan aspek perasaan hati berupa

penghambaan dan peribadatan dan menjalankan syariat.

Pengertiaan Fiqih Ibadah


4

Secara bahasa : Pemahaman yang dalam

Secara istilah : ilmu tantang hukum-hukum perbuatan menurut syari’at

berdasarkan dalil-dalilnya terperinci.sedangkan Arti ibadah yaitu

penyembahan seorang hamba terhadap Tuhannya yang dilakukan dengan

merendahkan diri serendah-rendahnya. Dengan hati yang ikhlas menurut

cara-cara yang ditentukan oleh agama.

Ibadah yang bermakna penghambaan dan ketaatan. (Al Baqarah 2:172; Asy

Syua'ara 26:22; Al Mu'minun 23:45-47)

Pengertian fiqih ibadah adalah pemahaman terhadap hal yang berkaitan

dengan peribadatan manusia kepada allah ,yakni antara makhluk yang

tercipta kepada sang penciptanya.

Ruang lingkup Fiqih Ibadah

a. Shalat

Sholat merupakan salah satu perbuatan yang dimulai dari tahbirotul

ihram dan diakhiri dengan salam sesuai dengan syarat-syarat tertentu.

Sholat diwajibkan bagi setiap umat islam karena barang siapa yang

mendirikan sholat maka maka ia menegakkan agama dan barang siapa

yang meninggalkan sholat maka ia merobohkan agama .

b. Zakat

Zakat adalah sebuah ibadah yang menuntut keridhoan umat Islam

untuk mengeluarkan sebagian hartanya sesuai ketentuan yang

ditetapkan. seperti yang terdapat dalam alquran yang artinya :“Ambillah

zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan
5

dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka.Sesungguhnya

doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan AllahMaha

Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (At Taubah : 103)

c. Puasa

Puasa adalah tindakan sukarela dengan berpantang dari makanan,

minuman, atau keduanya, perbuatan buruk dan dari segala hal yang

membatalkan puasa untuk periode waktu tertentu. Puasa mutlak

biasanya didefinisikan sebagai berpantang dari semua makanan dan

cairan untuk periode tertentu, biasanya satu hari (24 jam), atau beberapa

hari. Puasa lain mungkin hanya membatasi sebagian, membatasi

makanan tertentu atau zat. Praktik puasa dapat menghalangi aktivitas

seksual dan lainnya serta makanan. Seperti dalam firman allah swt yang

artinya

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa

sebagaimanadiwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu

bertakwa.” (Al Baqoroh :183)

d. Haji

Kata haji berasal dari bahasa arab yang bermakna tujuan dan

dapat di baca dengan dua lafazh Al-hajj .Haji menurut istilah syar’i

adalah beribadah kepada Allah dengan melaksanakan manasik yang

telah ditetapkan dalam sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam

dan ada pula ulama yang berpendapat: “Haji adalah bepergian dengan

tujuan ke tempat tertentu pada waktu yang tertentu untuk melaksanakan


6

suatu amalan yang tertentu pula. Akan tetapi definisi ini kurang pas

karena haji lebih khusus dari apa yang didefinisikan di sini, karena

seharusnya ditambah dengan satu ikatan yaitu ibadah, maka apa yang

ada pada definisi pertama lebih sempurna dan menyeluruh.

Ibadah tidak hanya terbatas pada shalat, puasa, haji, zakat, dan

semua turunannya seperti membaca alqur’an, dzikir, doa dan istighfar

seperti yang dipahami oleh kebanyakan kaum muslimin ketika mereka

di ajak untuk beribadah kepada Allah SWT. Ibadah adalah nama sebutan

bagi segala sesuatu yang disukai Allah dan di Ridhoi-Nya, baik berupa

ucapan, perbuatan, yang tampak maupun yang batin. Shalat, zakat,

puasa, haji, berkata jujur, menjalankan amanah, berbakti kepada

orangtua dan menjaga tali silaturrahim, memenuhi janji, amar ma’ruf

nahi munkar, berjihad melawan orang kafir dan munafiq, berbuat baik

kepada tetangga, anak yatin, orang miskin, orang yang berjuang di jalan

Allah, hamba sahaya, termasuk binatang peliharaan, doa, dzikir,

membaca Al-Qurán, dan yang lainnya. Termasuk juga mencintai Allah

dan Rosul-Nya, rasa mengkhawatirkan Allah, bertaubat, ikhlas, sabra

terhadap ujian, syukur nikmat, ridho dengan qadha, tawakal, berharap

akan selamat, khawatir dengan azab dan yang lainnya, semua termasuk

ibadah.[6]

Dari penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa rukun utama

dari bangunan islam terdiri dari sebagian kecil makna ibadah kepada
7

Allah dan bukan semuanya seperti yang diinginkan oleh Allah dari

Hamba-nya.

Seorang muslim bisa menjadikan semua pekerjaan biasa dan

bersifat rutinitas menjadi sebuah ibadah jika diikhlaskan niatnya. Ibadah

bukan sebatas bertauhid seperti dalam firman Allah SWT :

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah

dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama

yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat,

dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS. Al-Bayyinah 98 : 5)

Namun, ibadah mencakup tauhid dan semua jenis amal baik. Setiap

ibadah harus mengacu pada nash yang ada dan telah disyariátkan Allah,

tidak ditambah-tambahi dan dikurangi. Tidak semua orangpun boleh

meng-Qiyas-kan atau mengandalkan pendapat pribadi termasuk juga

ijtihadnya. Sebab, jika ada orang boleh menambah syiar-syiar agama

dengan cara qiyas atau ijtihadnya sendiri pastilah jumlah taklif akan

lebih banyak dari apa yang ada di zaman Rasulullah SAW. Sehingga

sulit untuk membedakan mana yang syariat dasar dan mana yang

tambahan. Dan kaum muslimin tidak ubahnya seperti orang nashrani.

Setiap orang yang membuat syariat baru atau ibadah tertentu maka ia

adalah sesuai dengan firman Allah SWT :

Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah

yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?

Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah


8

mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim

itu akan memperoleh azab yang amat pedih. (QS. Asy-Syura 42 : 21)

Adapun yang termasuk ijihad dalam ibadah misalnya, jika

seseorang berupaya sekuat tenaga agar amal ibadahnya diterima allah,

sementara termasuk yang sia-sia jika ada orang yang mengerjakan

ibadah yang ia sendiri tidak tahu manfaatnya. Namun tetap dilakukan

karena diberi tahu orang yang sepadan dengannya padahal ia sendiri

dapat memahaminya sendiri. Kesia-siaan ini tidak akan terjadi dalam

melaksanakan perintah Allah karena kita yakin rahmat dan hikmah

Allah dalam menurunkan syariat yang sudah pasti membawa maslahat

karena Dia Maha Mengetahui segala sesuatu apa yang tidak kita ketahui.

B. Bentuk dan Macam-macam Ibadah

Ibadah-ibadah yang kita laksanakan berdasarkan bentuk nya :

1. Ibadah-ibadah yang berupa perkataan dan ucapan. Ibadah ini semisal

membaca Al-Qurán, tasbih, tahmid, tahlil, takbir, taslim, doa, membaca

hamdalah oleh orang yang bersin.

2. Ibadah-ibadah yang berupa perbuatan yang tidak disifatkan dengan sesuatu

sifat. Ibadah ini contoh nya menolong orang, berjihad di jalan Allah,

membela diri dari gangguan, menyelenggarakan urusan jenazah.

3. Ibadah-ibadah yang berupa menahan diri dari mengerjakan suatu pekerjaan.

Ibadah semacam ini ialah puasa, yakni menahan diri dari makan, minum,

dan dari segala yang merusakkan puasa.


9

4. Ibadah-ibadah yang melengkapi perbuatan dan menahan diri dari sesuatu

pekerjaan. Ibadah ini contoh nya ialah I’tikaf (duduk di dalam masjid),

menahan diri dari jima’ dan mubasyarah, bernikah dan menikahkan, haji.

5. Ibadah-ibadah yang bersifat menggugurkan hak. Umpamanya,

membebaskan orang-orang yang berhutang, memaafkan kesalahan orang

lain, memerdekakan budak untuk kaffarat.

6. Ibadah-ibadah yang melengkapi perkataan, pekerjaan, khudhuk, khusyuk

menahan diri dari berbicara dan dari berpaling lahir dan batin dari yang

diperintahkan kita menghadapinya.

Macam-macam ibadah :

a. Ibadah-ibadah itu, terbagi beberapa macam.

1) Bersifat makrifat yang tertentu dengan soal ketuhanan.

2) Ucapan-ucapan yang tertentu untuk Allah, seperti : takbir, tahmid, tahlil

dan puji-pujian.

3) Perbuatan-perbuatan yang tertentu untuk Allah, seperti : haji, umrah,

rukuk, sujud, puasa, thawaf dan I’tikaf.

4) Ibadah-ibadah yang lebih mengutamakan hak Allah walaupun terdapat

pula padanya hak hamba, seperti : Sholat fardhu dan Sholat Sunnah.

5) Mencakup kedua-dua hak, tetapi hak hamba lebih berat, seperti : zakat,

kaffarat dan menutup aurat.Dalam soal harta, hak Allah mengikuti hak

hamba dengan dalil bahwa harta itu menjadi mubah bila dibolehkan oleh

mereka yang mempunyai harta dan dapat dimanfaatkan dengan seizin

mereka.
10

b. Muamalah juga terdapat beberapa macam :

1) Ada yang diwujudkan untuk menghasilkan maslahat yang cepat, seperti :

jual-beli dan sewa-menyewa.

2) Ada yang maslahatnya memperoleh ganti yang cepat, seperti : menerima

upah untuk haji dan umrah, dan mengajar Al-Qurán.

3) Ada yang salah satu maslahatnya segera diperoleh, sedangkan yang

keduanya lambat diperoleh, seperti : memberi pinjaman (memberi

hutang). Maslahatnya untuk yang menerima uang cepat diterimanya,

untuk yang memberi hutang lambat diperolehnya bila ia maksudkan

keridhaan Allah.

4) Salah satu maslahatnya cepat diterimanya, sedangkan yang lain oleh

pemberinya dapat dicepatkan atau dilambatkan, seperti : menjamin

hutang. Kemaslahatannya yang cepat diperoleh oleh yang dijaminkan.

Jika penjaminan dengan ganti, cepatlah ia menerima maslahatnya. Jika ia

jamin dengan tak ada sesuatu agunan dipahalai dia, jika ia kehendaki

keridhaan Allah.

5) Kemaslahatannya lambat untuk yang memberi, cepat untuk yang

menerima, seperti wakaf, hibah, wasiat dan hadiah.

A. BEBERAPA ketentuan pokok ibadah

Ibadah sebagaimana pendapat imam Syathibi, merupakan tujuan yang

mendasar dan maksud-maksud yang mengikuti. Adapun tujuan yang mendasar

(pokok) di dalam ibadah adalah Tawajjuh (menghadap) kepada Allah SWT dan
11

mengesakan-Nya dengan niat ibadah dalam setiap keadaan. Hal itu diikuti

tujuan menyembah guna memperoleh kedudukan di akhirat, atau agar menjadi

seorang di antara wali-wali Allah atau yang serupa dengannya. Termasuk

tujuan-tujuan mengikuti ibadah adalah untuk perbaikan jiwa dan mencari

anugerah. Demikian pula seluruh ibadah, semua itu mempunyai fungsi

ukhrawiyah, termasuk memperoleh keberuntungan dengan surga dan selamat

dari azab neraka. Jadi, hal ini termasuk dalam arti Ar-Rajaa’ (harapan)

memperoleh pahala dari Allah SWT, takut siksanya, dan merupakan bagian

dari ibadah yang tertuju kepada Tuhan semesta alam. Al-Khauf (takut) dan Ar-

Rajaa’ dalam arti ini tidak tercela, selama ikhlas karena Allah sebagaimana

yang telah dijelaskan sebelumnya.

Imam Asy-Syathibi mengatakan : salat misalnya, dasar pensyariatannya

adalah Al-Khudlu’ atau berendah diri, tunduk kepada Allah yang disertai

keikhlasan menghadap kepada-Nya, berdiri di atas pijakan berhina dan

memperkecil diri dari di hadapan Allah tanpa meninggalkan dan selalu

mengingat-Nya.

Diterima tidaknya suatu ibadah terkait pada dua faktor yang penting.

Pertama, Ibadah dilaksanakan atas dasar ikhlas.

Firman Allah SWT yang artinya :

“Katakan olehmu, bahwasanya aku diperintahkan menyembah Allah

(beribadah kepada-Nya) seraya mengikhlaskan taat kepadanya-Nya, dan

diperintahkan supaya aku merupakan orang pertama yang menyerahkan diri

kepada-Nya” (QS. Az-Zumar 39 : 11-12)


12

Kedua, ibadah dilakukan secara sah (sesuai petunjuk syara’

Firman Allah SWT yang artinya :

“Barang siapa mengharap supaya menjumpai Tuhannya, hendaklah ia

mengerjakan amal yang shalih, dan janganlah ia mensyarikatkan seseorang

dengan Tuhannya dalam ibadahnya itu” (QS. Al-Kahfi 18 : 110)

D. Filosofi dan Hikmah Ibadah

1. Filosofi

Apabila di perhatikan dengan saksama kedudukan ibadah dalam islam,

nyatalah bahwa ibadah itu jalan yang harus dilalui untuk mensucikan jiwa

dan pekerjaan.

Manusia semuanya hamba Allah. Allah sendiri yang menciptakan mereka.

Kepada Allah semuanya akan kembali. Maka mengdahapkan jiwa kepada

Allah, yang dalam bahasa arab dikatakan tawajjuh, dinamai munajjah.

Adapun membesarkan Allah dan menundukkan jiwa kepada-Nya, dinamai

ibadah.

Menurut teori dan falsafah islam, ibadah itu didasarkan untuk

kebaikan hidup yang memerlukan tiga faktor penting, yaitu :

a. Kebaikan akal.

b. Kebaikan jiwa, dan

c. Kebaikan usaha (amal)


13

Islam menegakkan ibadah atas beberapa sendi yang dapat

membersihkan jiwa dan usaha sekiranya kita melaksanakan dengan

sewajarnya dan dengan semestinya, dan kita tetap memelihara inti sari

ibadah itu.

Islam meniadakan ibadah dari perantaraan antara yang menyembah

(abid) dengan yang di sembah (ma’bud). Islam menjadikan ibadah itu

perhubungan yang langsung antara seseorang pribadi dengan Tuhannya

dengan tidak ditengahi oleh seorangpun. Para ulama’ dalam syari’at islam

bukan sekali-kali berlaku sebagai orang yang menjadi perantara antara

seoran hamba dengan Allah, Khaliqnya. Mereka dan orang lain soal ini,

sama saja. Para ulama’ hanya dibebankan member pengajaran. Karena itu,

mereka lebih berat bertanggungjawab di hadapan Allah kelak.

Firman Allah swt :

Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang

memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka. (QS.

Alghasiyah/88:21-22)

Islam menghendaki supaya hati manusia itu, senantiasa berhubungan dengan

Tuhan, tidak lalai dari-Nya. Selalu memperhatikan keadaan dirinya dan

keinginannya, manusia itu menjadikan dunia untuk jalan menempuh

keakhiratan.

Firman Allah swt:

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu

(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu


14

dari (keni'matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)

sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu

berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai

orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al Qashash/28:77)

2. Hikmah

Tidak ada ibadah yang kosong dari hikmah, apabila tiap-tiap ibadah di

dalam syari’at islam diteliti dan diselami hikmah dan rahasinya, nyatalah tak

ada suatu ibadah yang kosong dari hikmah. Hanya saja, hikmah itu ada yang

terang ada yang tersembunyi. Mereka yang terang hatinya, cemerlang

pikirannya, dapat menyelami hikmah-hikmah itu. Mereka yang bebal, tidak

terang mata hatinya, tidak tembus pikirannya, tidak dapat menyelaminya.

Pengertian hikmah yang dimaksudkan disini adalah :“illah-illah atau

rahasia-rahasia yang berdasar akal yang ada persesuaian antaranya hukum”

Contohnya :

a. Sembahyang disyari’atkan untuk mengingatkan kita kepada Allah dan

untuk bermunajat kepada-Nya.

Firman Allah swt:

“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain

Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Ak”..

(QS. Thaha/20:14)

b.Zakat disyari’atkan untuk mengkis kekikiran dan untuk mencukupkan

kebutuhan para fuqara dan masakin.

Sabda Nabi SAW :


15

“Diamlah dari hartawan-hartawan merela lalu diberikan kepada orang-

orang fakir mereka”. (HR. Bukhari - Muslim)

c. Puasa disyari’atkan untuk mematahkan dorongan nafsu dan untuk

menyiapkan kita bertakwa kepada Allah.

Firman Allah swt:

Shibghah Allah Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada

Allah? Dan hanya kepada-Nya-lah kami menyembah. (QS. Al

baqharah/2:138)

d. Haji, disyari’atkan untuk memuliakan syiar-syiar agama.

Friman Allah swt:

“Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah.

Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-'umrah,

maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. Dan

barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati,

maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha

Mengetahui”. (QS Al baqarah/2:158)

e. Hudud (hukuman-hukuman had) dan kaffarat-kaffarat disyari’atkan untuk

memperkuatkan manusia dari mengerjakan kemaksiatan.

Firman Allah swt:

“supaya ia merasa kepahitan urusannya” (QS Al Maidah/5:95)[13]


16
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Fiqih ibadah adalah pemahaman terhadap hal yang berkaitan dengan

peribadatan manusia kepada allah ,yakni antara makhluk yang tercipta kepada

sang penciptanya. rukun utama dari bangunan islam terdiri dari sebagian kecil

makna ibadah kepada Allah dan bukan semuanya seperti yang diinginkan oleh

Allah dari Hamba-nya.

Ruang Lingkup Fiqih ibadah meliputi : Shalat, Zakat, Puasa, Haji,dll.

Ibadah tidak hanya terbatas pada shalat, puasa, haji, zakat, dan semua turunannya.

Melainkan Seorang muslim bisa menjadikan semua pekerjaan biasa dan bersifat

rutinitas menjadi sebuah ibadah jika diikhlaskan niatnya.

Bentuk-bentuk ibadah meliputi : ibadah-ibadah yang berupa perkataan dan

ucapan , ibadah yang berupa perbuatan yang tidak disifatkan dengan sesuatu sifat,

ibadah-ibadah yang berupa menahan diri dari mengerjakan suatu pekerjaan,

ibadah-ibadah yang melengkapi perbuatan dan menahan diri dari sesuatu

pekerjaan, ibadah-ibadah yang bersifat menggugurkan hak., ibadah yang

melengkapi perkataan, pekerjaan .

Macam-macam ibadah meliputi : bersifat makrifat yang tertentu dengan

soal ketuhanan, ucapan-ucapan yang tertentu untuk Allah, perbuatan-perbuatan

yang tertentu untuk Allah, ibadah-ibadah yang lebih mengutamakan hak Allah

17
18

walaupun terdapat pula padanya hak hamba, yang mencakup kedua-dua hak,

tetapi hak hamba lebih berat.

Ibadah dalam konteks muamalah meliputi : Ada yang diwujudkan untuk

menghasilkan maslahat yang cepat, Ada yang maslahatnya memperoleh ganti

yang cepat, Ada yang salah satu maslahatnya segera diperoleh dan sedangkan

yang keduanya lambat diperoleh, Salah satu maslahatnya cepat diterimanya dan

sedangkan yang lain oleh pemberinya dapat dicepatkan atau dilambatkan,

Kemaslahatannya lambat untuk yang memberi dan cepat untuk yang menerima.

Ketentuan pokok ibadah meliputi : Tawajjuh, Al-Khauf, Ar-Rajaa’.

Filosofi Ibadah : Islam menegakkan ibadah atas beberapa sendi yang dapat

membersihkan jiwa dan usaha sekiranya kita melaksanakan dengan sewajarnya

dan dengan semestinya, dan kita tetap memelihara inti sari ibadah itu.

Hikmah Ibadah : Setiap ibadah memiliki hikmah. Mereka yang terang hatinya,

cemerlang pikirannya, dapat menyelami hikmah-hikmah ibadah. Mereka yang

bebal, tidak terang mata hatinya, tidak tembus pikirannya, tidak dapat

menyelaminya.
DAFTAR PUSTAKA

Natasya. Makalah Pengantar Fiqih Ibadah. Online. https://www.academia.edu.

(diakses 22 Oktober 2022)

19

Anda mungkin juga menyukai