Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH FIQIH IBADAH

PENGANTAR IBADAH

Dosen Pengampu: Dewi urifah, Lc., M.pd.I

KELOMPOK 3 - KELAS 1D

Penyusun:

MUH.WARIS ASSIDIQ

MUHAMAD RIZAL

MUH.IZZUDIN

RAHMAT MARDANI

TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMADIYAH MATARAM 2023

i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb

Puji syukur kehadirat tuhan yang maha esa. Atas rahmat dan hidayahnya. Penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah fiqih ibadah tentang memahami konsep ibadah dalam
islam.makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia

Penulis mengucapkam terima kasih kepada bapak syafrudin muhdar,M.pd.selaku dosen


Bahasa Indonesia. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna.oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Demikian,semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih

Wassalamu’alaikum wr. Wb

Mataram, 23 februari 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................ii
BAB I............................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................4
A. Latar Belakang...............................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................................5
C. Tujuan............................................................................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................6
A. Pengertian ibadah.........................................................................................................................6
B. Kedudukan ibadah dalam agama islam........................................................................................7
C. Kaidah Fiqih Dalam Islam..............................................................................................................7
D. Pembagian ibadah.......................................................................................................................14
a) Ibadah Umum..........................................................................................................................14
b) Ibadah Khusus..........................................................................................................................15
BAB III..................................................................................................................................................16
PENUTUP.............................................................................................................................................16
A.KESIMPULAN................................................................................................................................16
B.SARAN..........................................................................................................................................16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ibadah merupakan rangkaian ritual yang dilakukan manusia dalam rangka pengabdian atau
kepatuhan kepada sang Pencipta. Ibadah dalam Islam tidak hanya terbatas pada hubungan
manusia dengan Allah semata, melainkan juga terdapat hubungan antara manusia
dengan manusia lainnya serta antara manusia dengan alam (Razak, 1993: 18). Ada dua
pembagian ibadah dalam Islam, yaitu ibadah mahdlah dan ghairu mahdhah. Ibadah
mahdlah, yaitu ibadah yang berhubungan dengan penjalanan syariat Islam yang terkandung
dalam rukun Islam. Contoh ibadah mahdhah antara lain sholat, zakat, puasa dan haji.
Sementara ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah yang dilaksanakan umat Islam dalam
hubungannya dengan sesama manusia dan lingkungannya. Ibadah ghairu mahdhah dikenal
dengan ibadah muamalah (Nata, 2002: 5)

Dari dua pembagian ibadah ini, secara implisit maupun eksplisit ibadah tidak hanya berupa
rangkaian ucapan dan gerakan semata. Lebih dari itu dibalik ibadah terdapat nilai-nilai luhur
yang mengatur hubungan antar sesama. Nilai-nilai luhur ini biasa dikenal sebagai etika atau
akhlak. Hal ini yang kemudian dijadikan sebagai pijakan bagi umat Islam untuk dapat
menjadikan kehidupannya menjadi baik dan selalu bermanfaat bagi diri dan lingkungannya.
Terkait manifestasi etika atau akhlak tersebut, di dalam Islam keberadaannya perlu
diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun wujudnya adalah 1).
Akhlak kepada Allah SWT, 2) Akhlak terhadap diri sendiri dan 3). Akhlak terhadap orang
lain (Zain dkk, 2005: xvii). Pembagian akhlak ini yang kemudian disebut sebagai nilai-nilai
luhur yang penting untuk dikembangkan bagi setiap muslim. Berangkat dari ilustrasi ini jelas bahwa

ibadah mempunyai nilai bagi yang menjalankannya. Selain nilai dari sebuah ibadah, keberadaannya
juga mempunyai tujuan yang telah ditetapkan. Perintah ibadah ini terkandung dalam filosufi tujuan
penciptaan manusia yang terkandung dalam QS. Adz Dzariyat ayat 56 yang artinya “ tidaklah aku
menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah padaku

4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka kelompok kami mengajukan beberapa
rumusan masalah, di antaranya :

1. Apa itu ibadah dan bagaimana kedudukannya ?


2. Apa itu kaidah fiqih dalam islam ?
3. Apa tujuan kita beribadah?

4. Apa itu pembagian ibadah?

C. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh tim penyusun adalah :

1. Mengetahui pengertian ibadah dan kedudukannya


2. Mengetahui kaidah fiqih dalam islam
3. Mengetahui tujuan beribadah
4. Mengetahui dan memahami pembagian ibadah

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian ibadah
Secara etimologi ibadah adalah merendahkan diri atau tunduk. Pengertian ibadah adalah
perilaku mendekatkan diri kepada sang pencipta atau Tuhan. Perilaku dari pengertian ibadah
adalah dilakukan secara rutin atau terus-menerus sampai waktu yang tidak ditentukan.
Pengertian ibadah adalah tunduk kepada segala perintah dan larangan-Nya.

arti dari kata ibadah itu adalah pengabdian diri kepada Allah Sebagai sang Khaliq. Sebagai
manusia yang beriman dan bertaqwa pada Allah SWT, tentu tidak akan pernah terlepas dari
ibadah. Selalu banyak kesempatan kita untuk melakukan ibadah kepada Allah dalam keadaan
apapun, dimanapun dan kapanpun. Untuk lebih jelasnya sebaiknya silahkan baca uraian kami
dibawah ini dengan baik.

Ibadah tersebut baik itu secara langsung kepada Allah seperti sholat, puasa, zakat, naik haji,
maupun kepada sesama umat manusia yang didalamnya berkaitan dengan masalah tolong
menolong, muamalah, menepati janji, berkata jujur, berbuat baik terhadap kedua orang tua,
dan alain-lain yang semisal itu.

Ibadah Dalam Islam Arti ‘ibadah adalah;

‫اْلِع َباَد ُة ِهَي ِاْس ٌم َج اِم ُع ِلُك ِّل َم ا ُيِح ُّبُه ُهللا َو َيْر َض اُه ِم َن اَأْلْقَو اِل َو اَأْلْع َم اِل اْلَباِط َنِة َو الَظاِهَر َة‬

Artinya: ” Ibadah adalah istilah yang digunakan untuk menyebut semua yang dicintai dan
diridhoi oleh Allah SWT , baik berupa ucapan ataupun perbuatan, yang dzahir maupun
batin.” (Risalah Al-Ubudiyah, hlm 2).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ibadah hanya ada 2, yakni

1. Melaksanakan perintah, baik yang sifatnya wajib atau anjuran

2. Meninggalkan larangan, baik yang sifatnya haram ataupun makruh

6
B. Kedudukan ibadah dalam agama islam
Secara umum pengertian ibadah dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu ibadah dalam
pengertian umum dan ibadah dalam pengertian khusus . ibadah dalam pengertian umum ialah
segala aktivitas jiwa dan raga manusia (makhluk, yang diciptakan) yang ditujukan kepada
Allah (al-khaliq, sang maha pencipta), sebagai tanda ketundukan dan kepatuhan hamba
tersebut kepada-Nya. Sedangkan ibadah dalam arti khusus ialah semua kegiatan ibadah yang
ketentuannya telah digariskan leh nash- nash Al- Qur’an dan hadits yang ketentuan-
ketentuan itu tidak boleh ditambah atau dikurangi atau diubah. Kedudukan ibadah dalam
islam menempati posisi yang paling tinggi dan penting serta menjadi titik sentral dari seluruh
aktifitas muslim. Namun tujuan islam mendirikan ibadah bukanlah untuk ibadah saja . ibadah
dalam islam adalah semua perbuatan manusia yang diarahkan kepada Allah baik berupa
ibadah ritual maupun ibadah sosial.

C. Kaidah Fiqih Dalam Islam


KAIDAH PERTAMA: SEGALA SESUATU TERGANTUNG TUJUAN (‫)األمور بمقاصدها‬

Asal dari kaidah ini adalah hadits Nabi: "Bahwasanya segala amal itu tergantung niat. Bagi
seseorang itu tergantung niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya pada Allah dan RasulNya,
maka hijrahnya pada Allah dan Rasulnya. Barangsiapa yang hijrahnya untuk mencari dunia
atau perempuan yang akan dinikahi maka hijrahnya adalah pada apa yang dituju."

Maksud dari hadits ini adalah bahwa perbuatan seorang muslim yang mukalaf dan berakal
sehat baik dari segi perkataan atau perbuatan berbeda hasil dan hukum syariahnya yang
timbul darinya karena perbedaan maksud dan tujuan orang tersebut di balik perbuatannya.

Sebagai contoh: Barangsiapa yang mengatakan pada yang lain "Ambillah uang ini", maka ia
bisa saja berniat sedekah maka itu menjadi pemberian; atau niat menghutangkan, maka wajib
dikembalikan; atau sebagai amanah, maka wajib menjaga dan mengembalikannya.

7
Kaidah cabang dari kaidah pertama ini ada tiga yaitu:

1. Yang dianggap dalam transaksi atau akad adalah dengan maksud dan maknanya; tidak
dengan lafadz dan makna (‫)العبرة في العقود بالمقاصد والمعاني ال باأللفاظ والمباني‬.

2. Niat itu mengumumkan perkara khusus, dan mengkhususkan hal yang umum ( ‫النية تعمم‬
‫ وتخصص العام‬،‫)الخاص‬.

3. Sumpah itu tergantung niat orang yang bersumpah (‫)اليمين على نية الحالف‬.

KAIDAH KEDUA: KEMUDARATAN ITU DAPAT HILANG (‫)الضرر يزال‬

Asal dari kaidah ini adalah hadits Nabi: La Darar wa La Dirar "‫"الضرر والضرار‬. Darar adalah
menimbulkan kerusakan pada orang lain secara mutlak. Sedangkan dirar adalah membalas
kerusakan dengan kerusakan lain atau menimpakan kerusakan pada orang lain bukan karena
balas dendam yang dibolehkan.

Yang dimaksud dengan tidak adanya dirar adalah membalas kerusakan (yang ditimpakan)
dengan kerusakan yang sama. Kaidah ini meniadakan ide balas dendam. Karena hal itu akan
menambah kerusakan dan memperluas cakupan dampaknya.

Contoh: Siapa yang merusak harta orang lain, maka bagi yang dirusak tidak boleh membalas
dengan merusak harta benda si perusak. Karena hal itu akan memperluas kerusakan tanpa
ada manfaatnya. Yang benar adalah si perusak mengganti barang atau harta benda yang
dirusaknya.

Adapun cabang dari kaidah ini ada 5 yaitu:

1. Kerusakan ditolak sebisa mungkin (‫)الضرر يدفع بقدر اإلمكان‬.

2. Kerusakan dapat dihilangkan (.‫)الضرر يزال‬

3. Kerusakan yang parah dihilangkan dengan kerusakan yang lebih ringan ( ‫الضرر األشد يزال‬
‫)بالضرر األخف‬.

4. Kerusakan yang khusus ditangguhkan untuk menolak kerusakan yang umum ( ‫يتحمل الضرر‬
‫)الخاص لدفع الضرر العام‬.

5. Menolak kerusakan lebih utama daripada menarik kebaikan (‫)درء المفاسد أولى من جلب المصالح‬.

8
KAIDAH KETIGA: TRADISI ITU DAPAT MENJADI HUKUM (‫)العادة محكمة‬

Kaidah ini berasal dari teks (nash) Al-Quran. Kebiasaan (urf) dan tradisi (adat) mempunyai
peran besar dalam perubahan hukum berdasarkan pada perubahan keduanya. Allah berfirman
dalam QS Al-Baqarah 2:228 "Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya menurut cara yang ma'ruf." Nabi bersabda: Tradisi dan cara yang berlaku di
antara kalian itu boleh digunakan (‫( )سنتكم بينكم‬Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari,
IV/338.

Tradisi atau adat menurut ulama fiqih adalah hal-hal yang terjadi berulang-ulang dan masuk
akal menurut akal sehat yang dilakukan oleh sejumlah individu

Adakah perbedaan antara uruf dan adat? Sebagian ulama berpendapat keduanya dua kata
dengan satu arti. Sebagian ulama yang lain menganggapnya berbeda. Adat adalah sesuatu
yang meliputi kebiasaan individu dan golongan. Sedangkan urf itu khusus untuk kebiasaan
golongan saja.

Adapun kaidah cabangnya ada 9 (sembilan) sebagai berikut:

1. Hujjah yang dipakai banyak orang wajib diamalkan (‫)استعمال الناس حجة يجب العمل بها‬.

2. Adat itu dianggap apabila dominan dan merata (‫)إنما تعتبر العادة إذا اضطردت وغلبت‬.

3. Yang dianggap adalah yang umum dan populer bukan yang jarang ( ‫العبرة للغالب الشائع ال‬
‫)النادر‬.

4. Hakikat ditinggal karena dalil adat (‫)الحقيقة تترك بداللة العادة‬.

5. Kitab atau tulisan itu sama dengan ucapan (‫)الكتاب كالخطاب‬.

6. Isyarat yang difaham orang itu sama dengan penjelasan lisan ( ‫اإلشارة المعهودة لآلخرين كالبيان‬
‫)باللسان‬.

7. Yang dikenal sebagai kebiasaan sama dengan syarat (‫)المعروف عرفًا كالمشروط شرطًا‬.

8. Menentukan dengan urf (kebiasaan) sama dengan menentukan dengan nash ( ‫التعيين بالعرف‬
‫)كالتعيين بالنص‬.

9
9. Yang dikenal antara pedagang sama dengan syarat antara mereka (‫المعروف بين التجار كالمشروط‬
‫)بينهم‬.

KAIDAH KEEMPAT: KESULITAN MENIMBULKAN KEMUDAHAN (‫)المشقة تجلب التيسير‬

Imam As-Syatibi dalam Al-Muwafaqat I/231 menyatakan: "Dalil-dalil yang meniadakan dosa
(dalam situasi darurat) bagi umat mencapai tingkat pasti." Allah berfirman dalam QS An-
Nisa' 4:28 "Allah hendak memberikan keringanan kepadamu ..." dan "Allah menghendaki
kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu" (QS Al-Baqarah 2:185).

Nabi bersabda dan hadits Sahih Bukhari no. 39 "Sesungguhnya agama itu mudah. Tidaklah
seseorang mempersulit (berlebih-lebihan) dalam agama melainkan ia akan dikalahkan. Oleh
karena itu kerjakanlah dengan semestinya, atau mendekati semestinya dan bergembiralah
(dengan pahala Allah) dan mohonlah pertolongan di waktu pagi, petang dan sebagian malam"

Maksud dari kaidah ini adalah bahwa hukum-hukum yang

menimbulkan kesulitan dalam mengamalkannya bagi diri seorang mukalaf atau hartanya,
maka syariah meringankan hukum itu sesuai kemampuannya tanpa kesulitan atau dosa.

Ada delapan cabang dari kaidah ini yaitu:

1. Apabila sempit, maka ia menjadi luas (‫)إذا ضاق األمر اتسع‬.

2. Apabila luas, maka ia menjadi sempit (‫)إذا اتسع األمر ضاق‬

3. Darurat menghalalkan perkara haram (‫)الضرورات تبيح المحظورات‬

4. Sesuatu yang dibolehkan karena darurat, maka dibolehkan sekadarnya ( ‫ما أبيح للضرورة يقدر‬
‫)بقدرها‬

5. Sesuatu yang boleh karena udzur, maka batal karena hilangnya udzur (‫)ما جاز لعذر بطل بزواله‬.

6. Kebutuhan yang umum termasuk darurat (‫)الحاجة العامة تنزل منزلة الضرورة‬.

7. Darurat tidak membatalkan hak orang lain (‫)االضطرار ال يبطل حق الغير‬

8. Apabila udzur pada yang asal, maka dialihkan pada pengganti (‫)إذا تعذر األصل يصار إلى البدل‬.

10
KAIDAH KELIMA: YAKIN TIDAK HILANG KARENA ADANYA KERAGUAN ( ‫اليقين ال‬
‫)يزول بالشك‬

Kaidah ini menjelaskan adanya kemudahan dalam syariah Islam. Tujuannya adalah
menetapkan sesuatu yang meyakinkan dianggap sebagai hal yang asal dan dianggap. Dan
bahwa keyakinan menghilangkan keraguan yang sering timbul dari was-was terutama dalam
masalah kesucian dan shalat. Keyakinan adalah ketetapan hati berdasarkan pada dalil yang
pasti, sedangkan keraguan adalah kemungkinan terjadinya dua hal tanpa ada kelebihan antara
keduanya.

Maksudnya adalah bahwa perkara yang diyakini adanya tidak bisa dianggap hilang kecuali
dengan dalil yang pasti dan hukumnya tidak bisa berubah oleh keraguan. Begitu juga perkara
yang diyakini tidak adanya maka tetap dianggap tidak ada dan hukum ini tidak berubah hanya
karena keraguan (antara ada dan tiada). Karena ragu itu lebih lemah dari yakin, maka
keraguan tidak dapat merubah ada dan tidak adanya sesuatu.

Dalil yang dipakai untuk kaidah keempat ini adalah berdasarkan pada hadits Nabi di mana
seorang lelaki bertanya pada Nabi bahwa dia berfikir apakah dia kentut apa tidak saat shalat.
Nabi menjawab: "Teruskan shalat kecuali apabila mendengar suara atau mencium bau
(kentut)." (‫)الينصرف حتى يسمع صوتا أو يجد ريحا‬

Kaidah ini masuk dalam mayoritas bab fiqih seperti bab ibadah, muamalah, uqubah (sanksi)
dan keputusan. Karena itu, ada yang mengatakan bahwa kaidah ini mengandung 3/4 (tiga
perempat) ilmu fiqih.

Kaidah cabang dari kaidah ini ada 13 sebagai berikut:

1. Yang asal itu tetapnya sesuatu seperti asalnya ( ‫)األصل بقاء ما كان على ما كان‬.

2. Hukum asal adalah bebas dari tanggungan (‫)األصل براءة الذمة‬

3. Sesuatu yang ada dengan keyakinan tidak bisa hilang kecuali dengan keyakinan (‫ما ثبت بيقين‬
‫)اليرتفع إال بيقين‬

4. Hukum asal dari sifat dan sesuatu yang baru adalah tidak ada ( ‫األصل في الصفات واألمور‬
‫)العارضة عدمها‬

11
5. Hukum asal adalah menyandarkan hal baru pada waktu yang terdekat (‫األصل إضافة الحادث إلى‬
‫)أقرب أوقاته‬

6. Hukum asal dari segala sesuatu adalah boleh menurut mayoritas ulama ( ‫األصل في األشياء‬
‫)اإلباحة عند الجمهور‬

7. Hukum asal dari farji atau kemaluan adalah haram (‫)األصل في األبضاع التحريم‬.

8. Tidak dianggap dalil yang berlawanan dengan tashrih (‫)ال عبرة للداللة في مقابلة التصريح‬.

9. Sesuatu tidak dinisbatkan pada orang yang diam (‫)ال ينسب إلى ساكت قول‬

10. Praduga itu tidak dianggap (‫)ال عبرة بالتوهم‬.

11. Perkiraan tidak dianggap apabila sudah jelas kesalahannya (‫)ال عبرة بالظن البين خطؤه‬.

12. Orang yang tercegah secara adat, seperti tercegah secara hakikat (‫)الممتنع عادة كالممتنع حقيقة‬

13. Tidak ada argumen yang disertai kemungkinan yang timbul dari dalil ( ‫ال حجة مع االحتمال‬
‫الناشئ عن الدليل‬

1. Tujuan Ibadah

Allah swt memerintahkan semua hambanya untuk beribadah bukan tanpa alasan. Terdapat
tujuan tersendiri di balik perintah untuk beribadah kepada Allah. Tujuan ibadah pada
akhirnya akan memberikan manfaat kebaikan bagi siapa saja yang melaksanakannya. Berikut
beberapa tujuan beribadah dalam Islam yang diringkas dari buku Al-Wafi: Syarah Hadits
Arbain Imam An-Nawawi karangan Dr. Musthafa Dib Al-Bugha: ibadah dilakukan untuk
menciptakan hubungan harmonis antara makhluk dan Sang Penciptanya, yaitu Allah SWT.

 Ibadah dilakukan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah karena telah menciptakan,
memelihara, mengangkat manusia sebagai khilafah di bumi, serta mengizinkan
manusia untuk mengambil manfaat yang disediakan oleh alam.

 Ibadah dilakukan untuk mengukur sejauh mana kepatuhan para makhluk ciptaan
Allah dalam melaksanakan perintah-Nya.

12
 Patuh tidaknya seorang hamba dalam melaksanakan perintah Allah akan
mempengaruhi nasib mereka di dunia maupun di akhirat untuk kehidupan yang akan
datang.

 Ibadah dapat mendatangkan rasa aman, damai, dan tenang.

 Ibadah dilakukan untuk menghilangkan rasa takabur, karena hanya Allah SWT yang
memiliki segala kesempurnaan.

 Ibadah dilakukan sebagai bentuk ekspresi bahwa manusia hanya makhluk yang lemah
dan membutuhkan setiap pertolongan dan kekuatan dari allah swt.

Ibadah tersebut pada dasarnya adalah mempunyai suatu tujuan, hakikat, serta hikmah bagi kita.
Sebagaimana diterangkan dalam firman-Nya (Q.S At-Tin (95) : 4-7);

‫ ِإاَّل اَّلِذ يَن آَم ُنوا َو َع ِم ُلوا الَّصاِلَح اِت َفَلُهْم َأْج ٌر َغْيُر َم ْم ُنوٍن‬، ‫ ُثَّم َر َد ْد َناُه َأْس َفَل َس اِفِليَن‬، ‫َلَقْد َخ َلْقَنا اِإْل نَس اَن ِفي َأْح َس ِن َتْقِو يٍم‬

Artinya: sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya,
Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-
orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-
putusnya.

Keterangan;

Jadi manusia itu diciptakan Allah hanya sekedar untuk hidup untuk menikmati dunia tanpa
tanpa pertanggung jawaban. Akan tetapi, manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadah.

Allah SWT dalam Q.S Al-Mukminun ayat 115, yang berbunyi:

‫َأَفَحِس ْبُتْم َأَّنَم ا َخ َلْقَناُك ْم َع َبثًا َو َأَّنُك ْم ِإَلْيَنا اَل ُتْر َج ُعوَن‬

Artinya: ” Apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara
main-main (tanpa ada maksud) dan bahwa kamu tidak dikembalikan kepada kami?.”

13
Tujuan Manusia Dan Jin Diciptakan

Mengenai tujuannya beribadah itu adalah sebagaimana Firman Allah SWT dalam Q.S Az-
Zariyat: 56

‫َو َم ا َخ َلْقُت اْلِج َّن َو اِإْل نَس ِإاَّل ِلَيْعُبُدوِن‬

Artinya: ” Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah
kepadaku (menyembah-Ku).”

Dari keterangan ayat-ayat diatas bisa dipahami bahwa jin dan manusia diciptakan itu adalah
untuk beribadah. Yang menarik disini adalah apa tujuan beribadah tersebut?

Tujuan inti ibadah

Tujuan uatamanya dalam beribadah adalah sebagai berikut;

Pertama, untuk menghadapkan diri ke hadiratAllah SWT serta memfokuskan di dalam


segala keadaan, supaya mencapai derajat yang tinggi yaitu taqwa.

Kedua, supaya terciptanya suatu kemaslahatan serta menghindari dari perbuatan tercela dan
mungkar. Maksudnya ialah bahwasanya manusia itu tidak terlepas dari Imtitsalu awamirihi
wajtinabu nawahihi. Kita senantiasa menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya

D. Pembagian ibadah
a) Ibadah Umum

Ibadah umum pula adalah segala perkara atau amalan selain daripada kumpulan ibadah
khusus di atas di mana ia dilakukan semata-mata untuk mencari keredaan ALLAH SWT. Ini
termasuklah seluruh perbuatan manusia dalam kehidupan sehariannya.

Ibadah-ibadah yang tidak mengikut pengkhususan di atas, bersifat mutlah yang boleh
diamalkan, selagi tidak ada dalil-dalil yang mengharamkannya untuk dilaksanakan pada
tempat-tempat tertentu, atau pada masa-masa tertentu, atau pada individu-individu tertentu
dengan sebab ada mani/halangan.

14
Antara ibadah umum adalah solat sunat mutlak dan puasa sunat mutlak. Selama tidak ada
dalil yang mengharamkan pelaksanaannya, maka ia sunat dilakukan. Contoh sesuatu ibadah
sunat mutlah yang haram adalah puasa sunat pada Hari Raya. Hal ini kerana terdapatnya dalil
pengharaman tentang puasa pada hari tersebut. Begitulah seterusnya.

Zikir adalah termasuk ibadah umum yang boleh dilakukan di mana sahaja, dalam bentuk apa
sahaja, selagi bentuk-bentuk dan cara pelaksanaannya tidak ada nas yang mengharamkannya.
Jika terdapat nas yang mengharamkannya, justeru zikir adalah haram diucapkan.

Sebagai contoh, ada dalil yang melarang zikir dengan lisan di dalam tandas. Oleh itu
perbuatan berzikir secara lisan adalah haram selama dia berada di dalam tandas. Sebaliknya,
jika terdapat dalil umum yang mengharuskan sesuatu ibadah sunat itu dan tidak ada pula dalil
pengharaman dalam segala aspek, maka ibadah umum tersebut dibenarkan untuk diamalkan.

b) Ibadah Khusus

Ibadah khusus, iaitu perkara yang wajib dilakukan oleh orang Islam sebagai satu cara
mengabdikan diri kepada ALLAH SWT. Ia merupakan perintah-perintah yang wajib
dilakukan sebagaimana yang terkandung dalam Rukun Islam seperti seperti solat, puasa,
zakat, haji dan beberapa amalan khusus seperti tilawah Al-Quran, zikir dan seumpamanya.

Ianya bersifat taufiqiyyah, iaitu dilaksanakan menurut garis-garis yang ditunjukkan oleh
Rasulullah Sallalahu Alaihi Wasallam dan berhenti setakat sempadan yang telah ditentukan
oleh syara' dan sebagaimana yang dilakukan sendiri oleh Rasulullah Sallalahu Alaihi
Wasallam tanpa boleh ditambah atau dikurangkan atau membuat sebarang perubahan
terhadapnya.

Ibadah khusus ada banyak jenis. Ada ibadah khusus yang berkaitan dengan waktu-waktu
khusus seperti solat fardhu. Ada yang berkaitan dengan kekhususan tempat dan waktu seperti
menunaikan haji. Ada berkaitan dengan kekhususan tempat seperti solat tahiyyatul masjid.

Sabda Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam: "Sembahyanglah kamu sebagaimana kamu


melihat aku sembahyang."(Sahih Bukhari)

15
BAB III
PENUTUP

A.KESIMPULAN
Ibadah meliputi segala yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, perkataan dan perbuatan lahir dan
batin. Termasuk di dalamnya shalat, puasa, zakat, haji, berkata benar dll. Sementara tujuan ibadah
itu sendiri ialah menghambakan diri kepada Allah Swt dan mengkonsentrasikan niat kepada-Nya
dalam setiap keadaan.

Beberapa hal dibalik keutamaan dan diwajibkannnya suatu ibadah; Allah memerinthkan dan
mewajibkan bagi kita untuk beribadah itu sudah pasti Allah mengetahui hikmah dibalik
perintahnya tersebut; Dasar pijak Allah memfardukan dan menetapkan pokok-pokok yang
diwajibkan itu karena terdapat hikmah bahwa:

Allah mewajibkan beriman, dengan maksud untuk membersihkan hati dari syirik, kewajiban
shalat dengan maksud untuk mensucikan diri dari takabur, diwajibkannya zakat untuk menjadi
sebab diperolehnya rizki, mewajibkan berpuasa untuk menguji kesabaran keikhlasan manusia,
mewajibkan haji bagi yang mampu untuk mendekatkan umat Islam antara satu dengan yang
lainnya, mewajibkan jihad untuk kebenaran Islam, mewajibkan amar ma’ruf untuk kemaslahatan
orang awam, mewajibkan nahi munkar untuk menjadikan cambuk bagi orang-orang yang kurang
akalnya.

B.SARAN
Dari makalah ini penulis sangat berharap pada rekan-rekan mahasiswa prodi Tekni Sipil
Umiversitas muhamadiyah mataram yang sejatinya adalah calon pemimpin sekaligus guru dapat
memahami apa sebenarnya itu ibadah dan mengerti bagaimana cara menjadi pemimpin serta guru
yang susuai dengan ajaran agama Islam. Semoga apa yang menjadi cita-cita kita sebagai
mahasiswa prodi Teknik Sipil universitas muhamadiyah mataram dapat diridoi dan dikabulkan
oleh Allah SWT. Amin ya rabbal alamin

16

Anda mungkin juga menyukai