Anda di halaman 1dari 19

HAKEKAT IBADAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ke Muhammadiyahan 2


Dosen pengampu : Hengki Nurhuda, M.Pd

Disusun oleh:
Sifa Nicky Fauziah Islamiati (1986208082)
Wahyu Nugraha (1986208114)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
TAHUN 2022/1443 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatakan kehadirat Tuhan Yang


Maha Esa yang telah memberikan limpahan rahmat, taufik, hidayah dan
inayah-Nya,sehingga kami dapat menyelsaikan penyusunan makalah yang
bertema “HAKEKAT IBADAH” untuk memenuhi tugas mata kuliah Ke
Muhammadiyahan 2.
Kami menyadari sepenuhnya, bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat kami harapkan untuk
menjadikan makalh ini menjadi lebih baik dan akhirnya kami harapkan
pula,agar makalah ini dapat berguna nantinya.

Tangerang, 27 Maret 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………..................... 1


KATA PENGANTAR ……………………………….............. 2
DAFTAR ISI …………………………………………............. 3
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ……………………………………. 4
1.2 Tujuan …………………………………………….. 5
BAB II : PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ibadah ………………………………….. 6
2.2 Ruang Lingkup Ibadah …………………………….. 7
2.3 Jenis Ibadah ……………………………………....... 7
2.4 Dasar – Dasar Ibadah …………………………….... 11
2.5 Hakikat dan Tujuan Ibadah ………………………… 13
2.6 Syarat –Syarat Diterimanya Ibadah ………………... 14
2.7 Hikmah dan Makna Spiritual Ibadah bagi Kehidupan. 15
BAB III :KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan ……………………………………….... 16
BAB IV : PENUTUP
4.1 Penutup …………………………………………….. 17
BAB V : DAFTAR PUSTAKA
5.1 Daftar Pustaka ……………………………………… 18

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Seringkali dan banyak di antara kita yang menganggap ibadah itu


hanyalah sekedar menjalankan rutinitas dari hal-hal yang dianggap
kewajiban, seperti sholat dan puasa. Sayangnya, kita lupa bahwa ibadah
tidak mungkin lepas dari pencapaian kepada Tauhid terlebih dahulu.
Mengapa? keduanya berkaitan erat, karena mustahil kita mencapai tauhid
tanpa memahami konsep ibadah dengan sebenar-benarnya. Dalam syarah
Al-Wajibat dijelaskan bahwa “Ibadah secara bahasa berarti perendahan
diri, ketundukan dan kepatuhan.” (Tanbihaat Mukhtasharah, hal. 28).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan:


“IBADAH adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang
dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan,
yang tersembunyi (batin) maupun yang nampak (lahir).

Dari definisi singkat tersebut, maka secara umum ibadah seperti


yang kita ketahui di antaranya yaitu mendirikan shalat, menunaikan zakat,
berpuasa pada bulan ramadhan (maupun puasa-puasa sunnah lainnya), dan
melaksanakan haji. Selain ibadah pokok tersebut, hal-hal yang sering kita
anggap sepele pun sebenarnya bernilai ibadah dan pahalanya tidak dapat
diremehkan begitu saja, misalnya :

 Menjaga lisan dari perbuatan dosa, misalnya dengan tidak berdusta dan
mengumbar fitnah, mencaci, menghina atau pun melontarkan
perkataan yang bisa menyakiti hati.
 Menjaga kehormatan diri dan keluarga serta sahabat.
 Mampu dan bersedia menunaikan amanah dengan sebaik-baiknya
dengan penuh tanggung jawab.
 Berbakti dan hormat kepada kedua orang tua atau orang yang lebih tua
dari kita.
 Menyambung tali silaturahim dan kekerabatan.

4
 Menepati janji.
 Memerintahkan atau setidaknya menyampaikan amar ma’ruf nahi
munkar.
 Menjaga hubungan baik dengan tetangga.
 Menyantuni anak yatim, fakir miskin, ibnu sabil (orang yang kehabisan
bekal di perjalanan).
 Menyayangi hewan dan tumbuh-tumbuhan di sekitar tempat tinggal
kita.
 Memanjatkan do’a, berdzikir, mengingat Allah kapan dan dimanapun
kita berada.
 Membaca Al Qur’an.
 Mendengarkan ceramah, dan lain sebagainya termasuk bagian dari
ibadah.

Begitu pula rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, takut kepada
Allah, inabah (kembali taat) kepada-Nya, memurnikan agama (amal
ketaatan) hanya untuk-Nya, bersabar terhadap keputusan (takdir)-Nya,
bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya, merasa ridha terhadap qadha/takdir-
Nya, tawakal kepada-Nya, mengharapkan rahmat (kasih sayang)-Nya,
merasa takut dari siksa-Nya dan lain sebagainya itu semua juga termasuk
bagian dari ibadah kepada Allah.

1.2. Tujuan
Tujuan kami untuk membuat makalah tentang “HAKEKAT
IBADAH” adalah sebagau berikut :
1. Untuk lebih memahami tentang definisi ibadah
2. Memahami ibadah mahdhah dan gairu mahdhah
3. Mengetahui dasar dan tujuan ber-ibadah
4. Meningkatkan ibadah dan ketaqwaan kepada Allah SWT.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Ibadah


Menurut bahasa kata ibadah berarti patuh (al-tha’ah), dan
tunduk (al-khudlu), Ubudiyah artinya tunduk dan merendahkan diri .
Secara etimologis diambil dari kata ‘ abada, ya’budu, ‘abdan, fahuwa
‘aabidun. ‘Abid sendiri berarti hamba atau budak, yakni seseorang
yang tidak memiliki apa-apa, harta dan dirinya sendiri milik tuannya,
sehingga seluruh aktifitas hidupnya hanya untuk memperoleh
keridhaan tuannya dan menghindarkan murkanya. Sedangkan secara
terminologis ialah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai
dan diridhoi Allah SWT, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang
zhahir maupun yang bathin.
Pengertian Ibadah secara luas dapat diartikan, ketundukan
manusia kepada Allah yang dilaksanakan atas dasar iman yang kuat
dengan melaksanakan semua perintah-Nya dan meninggalkan
larangan-Nya dengan tujuan mengharapkan keridhoan Allah, pahala,
surga, dan ampunanya. Dan beribadah pada Allah harus dilakukan
dengan Ikhlas. Manusia adalah hamba Allah “Ibaadullaah” yang jiwa
raganya hanya milik Allah, hidup matinya di tangan Allah, rizki miskin
kayanya ketentuan Allah, dan diciptakan hanya untuk ibadah atau
menghamba kepada-Nya sesuai dengan potongan ayat berikut:

‫ِنوِلَي ْع ُبُد ِإَّال َو ْاِإلْن َس اْلِج َّن َخ َلْق ُت َو َم ا‬


Artinya : Tidak Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk
beribadah kepadaku (QS. 51(al-Dzariyat ): 56).
Menurut Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Al-Ubudiyah sangat
menekankan bahwa cinta merupakan unsur yang sangat penting dan
tidak dapat dipisahkan dari pengertian ibadah. Menurutnya, agama
yang benar adalah mewujudkan ubudiyah kepada Allah dari segala
seginya, yakni mewujudkan cinta kepada-Nya. Dan semakin benar
ubudiyah seseorang maka semakin besarlah cintanya kepada Allah.

6
2.2. Ruang Lingkup Ibadah
Di dalam agama Islam segala sesuatu atau seluruh kegiatan
yang dilakukan manusia sebagai ibadah apabila diniatkan dengan
penuh ikhlas karena Allah demi mencapai keridhoan-Nya serta
dikerjakan sesuai dengan yang disyariatkan oleh Allah. Dan Islam
tidak membatasi ruang lingkup ibadah kepada sudut-sudut tertentu
saja, karena seluruh kehidupan manusia adalah medan amal dan
persediaan bekal bagi para mukmin sebelum mereka kembali bertemu
Allah di hari pembalasan nanti.

2.3. Jenis ibadah


Ditinjau dari jenisnya ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua
jenis, dengan bentuk dan sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya
yaitu :
1. Ibadah Mahdhah
Ibadah Mahdhah adalah ibadah yang dari segi perkataan,
perbuatan telah dibuat oleh Allah SWT kemudian diperintahkan
kepada Rasulullah untuk mengerjakannya. Semuanya adalah
perintah dari Allah yang diturunkan kepada Rasulullah kemudian
wajib diturukan kepada umatnya tanpa ada unsur menambah atau
memperbaharui sedikitpun.
Berikut ini adalah Jenis ibadah yang termasuk ibadah mahdhah,
antara lain yaitu :
 Wudhu
 Tayammum
 Mandi hadats
 Shalat
 Shiyam ( Puasa )
 Haji
 Umrah
Ibadah jenis ini memiliki 4 prinsip yang harus di patuhi antara
lain sebagai berikut :
a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil
perintah, baik dari al-Quran maupun al- Sunnah, jadi
merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh
akal atau logika keberadaannya.

7
b. Tata caranya harus berpola kepada contoh Rasulullah
saw. Salah satu tujuan diutusnya rasul oleh Allah adalah
untuk memberi contoh,yang sesuai dengat ayat berikut :

‫ِهَّللا ِبِإْذ ِن ِلُيَط اَع ِإاَّل َر ُسوٍل ِم ْن َأْر َس ْلَن ا َو َم ا‬


Artinya : “Dan kami tidak mengutus seseorang
Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin
Allah. (QS.An-Nisa’:64)

‫وما آتاكم الرس ول فخ ذوه وم ا نه اكم عن ه‬


‫فانتهوا‬
Artinya : “Dan apa saja yang dibawakan Rasul
kepada kamu maka ambillah, dan apa yang
dilarang,maka tinggalkanlah.”(QS Al-Hasyr: 7)
Jika melakukan ibadah mahdhah tanpa dalil perintah
atau tidak sesuai dengan praktek Rasul saw., maka
dikategorikan “Muhdatsatul umur” perkara mengada-
ada, yang disebut bid’ah. Salah satu penyebab
hancurnya agama-agama yang dibawa sebelum Nabi
Muhammad saw. adalah karena kebanyakan kaumnya
bertanya dan menyalahi perintah Rasul-rasul mereka.
c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya
ibadah magdha bukan dilihat dari ukuran logika, karena
bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal
hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya yang
disebut hikmah tasyri’. Shalat, adzan, tilawatul Quran,
dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan
ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan
ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syari’at,
atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat
dan rukun yang ketat.

8
d. Azasnya “taat” yang dituntut dari hamba dalam
melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau
ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang
diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk
kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk
Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah
untuk dipatuhi.
2. Ibadah Ghairu Mahdhah
Ibadah ghoiru mahdhah adalah seluruh perilaku seorang hamba
yang diorientasikan untuk meraih ridho Allah (ibadah). Dalam hal
ini tidak ada aturan baku dari Rasulullah. Ibadah yang di samping
sebagai hubungan hamba dengan Allah juga merupakan hubungan
atau interaksi antara hamba dengan makhluk lainnya .
Berikut ini adalah Jenis ibadah yang termasuk ibadah ghairu
mahdhah, antara lain yaitu:
belajar
dzikir
 tolong menolong.
dakwah
Ibadah jenis ini memiliki 4 prinsip yang harus di patuhi antara
lain sebagai berikut :
a. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang
melarang. Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang
maka ibadah bentuk ini boleh diselenggarakan.
b. Tata laksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul,
karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah
“bid’ah” , atau jika ada yang menyebutnya, segala hal
yang tidak dikerjakan rasul bid’ah, maka bid’ah nya
disebut bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadah
mahdhah disebut bid’ah dhalalah.
c. Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau
untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat
ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut

9
logika sehat, buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak
boleh dilaksanakan.
d. Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama
itu boleh dilakukan.
3. Hikmah Ibadah Mahdhah
Pokok dari semua ajaran Islam adalah “Tawhiedul ilaah”
(KeEsaan Allah) , dan ibadah mahdhah itu salah satu sasarannya
adalah untuk mengekpresikan ke Esaan Allah itu, sehingga dalam
pelaksanaannya diwujudkan dengan:
a. Tawhiedul wijhah (menyatukan arah pandang). Seperti hal
nya shalat semuanya harus menghadap ke arah ka’bah, itu
bukan menyembah ka’bah, ka’bah adalah batu tidak
memberi manfaat dan tidak pula memberi madharat, tetapi
syarat sah shalat menghadap ke sana untuk menyatukan
arah pandang, sebagai perwujudan Allah yang diibadati itu
Esa. Allah SWT berfirman :“Di mana pun orang shalat ke
arah sanalah kiblatnya.” (QS. Al-Baqarah 2: 144).
b. Tawhiedul harakah (Kesatuan gerak). Seperti halnya semua
orang yang shalat gerakan pokoknya sama, terdiri dari
berdiri, membungkuk (ruku’), sujud dan duduk. Demikian
halnya ketika thawaf dan sa’i, arah putaran dan gerakannya
sama, sebagai perwujudan Allah yang diibadati hanya satu.
c. Tawhiedul lughah (Kesatuan ungkapan atau bahasa). Karena
Allah yang disembah (diibadati) itu satu maka bahasa yang
dipakai mengungkapkan ibadah kepadanya hanya satu yakni
bacaan shalat, tak peduli bahasa ibunya apa, apakah dia
mengerti atau tidak, harus satu bahasa, demikian juga
membaca al-Quran, dari sejak turunnya hingga kini al-Quran
adalah bahasa al-Quran yang membaca terjemahannya
bukan membaca al-Quran.

10
2.4. Dasar-dasar Ibadah
Ibadah harus dibangun atas tiga dasar. Pertama, cinta kepada
Allah dan Rasul-Nya dengan mendahulukan kehendak, perintah, dan
menjauhi larangan-Nya. Dalam diri seorang mukmin, menjalankan
ibadah merupakan satu kenikmatan dan bukan sebagai beban, terdapat
sebuah kebahagiaan disaat mereka merasakan manisnya keimanan.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Ada tiga hal yang apabila terdapat dalam seseorang niscaya ia
akan mendapatkan manisnya iman, yaitu bahwa Allah dan Rasul-
Nya lebih ia cintai daripada yang lain; bahwa ia tidak mencintai
seseorang melainkan semata karena Allah; dan bahwa ia
membenci kembali kepada kekufuran setelah Allah
menyelamatkannya, sebagaimana ia membenci untuk
dilemparkan ke dalam neraka.”
(HR Bukhari dan Muslim, dari Anas bin Malik).
Seorang hamba harus memiliki tiga maqam cinta, yaitu:
1. Maqam takmil (level penyempurnaan). Hendaklah ia
mencintai Allah dan Rasul-Nya dengan puncak
kesempurnaan cinta.
2. Maqam tafriq (level pembedaan). Hendaklah ia tidak
mencintai seseorang melainkan hanya karena Allah. Ia harus
mampu membedakan mana yang dicintai dan yang dibenci
Allah,baik yang berkaitan dengan ucapan, perbuatan dan
manusia.
3. Maqam daf’u al-naqidh (level penolakan atas lawan iman).
Hendaknya ia membenci segala sesuatu yang berlawanan
dengan iman, sebagaimana ia membenci jika dilemparkan ke

dalam neraka.
Kedua takut. Ia tidak merasa takut sedikit pun kepada segala
bentuk dan jenis makhluk selain kepada Allah. Dalam beribadah, ia
harus merasa takut apabila ibadahnya tidak diterima atau sekadar
menjadi aktivitas rutin yang tidak memiliki dampak positif sama sekali
dalam kehidupannya. Maka, dengan rasa takut kepada Allah, seorang
11
hamba akan senantiasa khusuk di hadapan-Nya ketika ia melakukan
ibadah. Ia akan selalu memelihara dan menjaga ibadahnya dari sifat
riya’ yang sewaktu-waktu bisa menjadi virus ibadah.
Ketiga, harapan, yaitu harapan untuk memperoleh apa yang ada
di sisi Allah tanpa pernah merasa putus asa. Seorang hamba dituntut
untuk selalu berharap kepada Allah dengan harapan yang sempurna.
Seorang hamba harus senantiasa berharap kepada Allah agar ibadahnya
diterima. Ia tidak boleh memiliki perasaan bahwa semua ibadah yang
dilakukannya sangat mudah diterima oleh Allah SWT tanpa ada
harapan dan kecemasan. Begitu pula ia tidak boleh putus asa dalam
mengharap rahmat dari Allah.
Ketika ia menyadari kekurangannya dalam memenuhi
kewajiban-kewajiban kepada Allah, sebaiknya ia segera menyaksikan
karunia dan rahmat Allah. Sesungguhnya, rahmat-Nya jauh lebih
luas dari pada segala sesuatu. Ada beberapa hal yang bisa
menumbuhkan harapan dalam diri seseorang, yaitu:
1) Kesaksian seorang hamba atas karunia, ikhsan, dan
nikmat Allah atas hamba-hamba-Nya.
2) Kehendak yang jujur untuk memperoleh pahala dan
kenikmatan yang ada di sisi-Nya.
3) Menjaga diri dengan amal shaleh dan senantiasa
berlomba-lomba dalam mengerjakan kebaikan.
Ketiga dasar ibadah ini harus menyatu dalam diri seorang
hamba. Jika hilang salah satu dari ketiga hal tersebut, akan
menyebabkan kesalahan fatal dalam akidah dan tauhid. Beberapa
ulama salaf berpendapat, bahwa barang siapa beribadah kepada Allah
hanya dengan rasa cinta, maka ia adalah zindiq. Dan barangsiapa yang
beribadah kepada Allah hanya dengan rasa harap, maka ia golongan
Murji’ah, dan barang siapa yang beribadah kepada Allah hanya dengan
rasa takut, maka ia dari golongan Khawarij. Namun, barangsiapa
beribadah kepada Allah dengan rasa cinta, harap, dan takut, maka ia
mukmin yang mengesakan Allah.

12
2.5. Hakikat dan Tujuan Ibadah
Hakikat ibadah menurut Imam Ibnu Taimiyah adalah sebuah
terminologi integral yang mencakup segala sesuatu yang dicintai dan
diridhai Allah baik berupa perbuatan maupun ucapan yang tampak
maupun yang tersembunyi.
Dari definisi tersebut kita memahami bahwa cakupan ibadah
sangat luas. Ibadah mencakup semua sektor kehidupan manusia. Dari
sini kita harus memahami bahwa setiap aktivitas kita di dunia ini tidak
boleh terlepas dari pemahaman kita akan balasan Allah kelak. Sebab
sekecil apapun aktivitas itu akan berimplikasi terhadap kehidupan
akhirat. Allah SWT menjelaskan hal ini dalam firman-Nya :

٧ ‫َيَر ُه َخ ْيًر ا َذَّر ٍة ِم ْثَق اَل َيْع َمْل َفَم ن‬

٨ ‫َيَر ُه َش ًّر ا َذَّر ٍة ِم ْثَق اَل َيْع َمْل َو َم ن‬


Artinya : “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah
pun niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang
mengerjakan kejahatan sebesar zarrah pun, dia akan melihat
(balasan)nya pula.” (QS Az-Zalzalah 99: 7-8)
Tujuan yang hakiki dari ibadah adalah menghadapkan diri
kepada Allah SWT dan menunggalkan-Nya sebagai tumpuan harapan
dalam segala hal. Kesadaran akan keagungan Allah akan menimbulkan
kesadaran betapa hina dan rendahnya semua makhluk-Nya. Orang
yang melakukan ibadah akan merasa akan terbebas dari beberapa
ikatan atau kungkungan makhluk. Semakin besar ketergantungan dan
harapan seseorang kepada Allah, semakin terbebaslah dirinya dari
yang selain-Nya. Harta, pangkat, kekuasaan dan sebagainya tidak akan
mempengaruhi kepribadiannya. Hatinya akan menjadi merdeka kecuali
dari Allah dalam arti sesungguhnya. Kemerdekaan sesungguhnya
adalah kemerdekaan hati.

13
2.6. Syarat-Syarat Diterimanya Ibadah
Ibadah adalah perkara taufiqiyyah, yaitu tidak ada suatu ibadah
yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah. Apa
yang tidak di syari’atkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang
ditolak), hal ini berdasarkan sabda Nabi :
.‫َمْن َعِم َل َعَم ًال َلْيَس َعَلْيِه َأْم ُر َنا َفُه َو َر ُّد‬

“ Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntutan dari Kami, maka


amalan tersebut tertolak.”
Ibadah-ibadah itu bersangkut penerimaannya kepada dua faktor
yang penting, yang menjadi syarat bagi diterimanya. Syarat-syarat
diterimanya suatu amal (ibadah) ada dua macam yaitu :
1. Ikhlas
‫ وامرت الن اكون اول المسلمين‬.‫قل انى امرت ان اعبد اهلل مخلصا له الدين‬
“Katakan olehmu, bahwasannya aku diperintahkan
menyembah Allah (beribadah kepada-Nya) seraya
mengikhlaskan ta’at kepada-Nya; yang diperintahkan aku
supaya aku merupakan orang pertama yang menyerahkan diri
kepada-Nya.”
2. Dilakukan secara sah yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah
‫فمن كان يرجوالقاءربه فليعمل عمالصالحاواليشرك بعبادةربه احدا‬

“Barang siapa mengharap supaya menjumpai Tuhannya, maka


hendaklah ia mengerjakan amal yang sholeh, dan janganlah ia
mensyarikatkan seseorang dengan tuhannya dalam ibadahnya
itu”
Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa
ilaaha illallaah, karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya
kepada Allah dan jauh dari syirik kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua
adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia
menuntut wajib-nya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan
meninggal-kan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan.

14
Ulama’ ahli bijak berkata: inti dari sekian banyak ibadah itu ada 4,
yaitu:
1. Melakasanakan kewajiban-kewajiban Allah
2. Memelihara diri dari semua yang diharamkan Allah
3. Sabar terhadap rizki yang luput darinya
4. Rela dengan rizki yang diterimanya.

4. Hikmah dan Makna Spiritual Ibadah bagi Kehidupan Sosial


Manusia
a) Hikmah Ibadah
 Tidak syirik. Seorang hamba yang sudah berketetapan hati untuk
senantiasa beribadah menyembah kepada Nya, maka ia harus
meninggalkan segala bentuk syirik. Ia telah mengetahui segala sifat-
sifat yang dimiliki Nya adalah lebih bedar dari segala yang ada,
sehingga tidak ada wujud lain yang dapat mengungguli-Nya.
 Memiliki ketakwaan. Ketakwaan yang di landasi cinta timbul karena
ibadah yang di lakukan manusia setelah merasakan kemurahan dan
keindahan Nya munculah dorongan untuk beribadah kepada Nya.
Sedangkan ketakwaan yang dilandasi rasa takut timbul karena manusia
menjalankan ibadah dianggap sebagai suatu kewajiban bukan sebagai
kebutuhan. Ketika manusia menjalankan ibadah sebagai suatu
kewajiban ada kalanya muncul ketidak ikhlasan, terpaksa dan
ketakutan akan balasan dari pelanggaran karena tidak menajalankan
kewajiban.
 Terhindar dari kemaksiatan. Ibadah memiliki daya pensucian yang kuat
sehingga dapat menjadi tameng dari pengaruh kemaksiatan, tetapi
keadaan ini hanya bisa dikuasai jika ibadah yang di lakukan
berkualitas. Ibadah ibarat sebuah baju yang harus selalu dipakai
dimanapun manusia berada.
 Berjiwa sosial, artinya ibadah menjadikan seorang hamba menjadi
lebih peka dengan keadaan lingkungan sekitarnya, karena dia
mendapat pengalaman langsung dari ibadah yang dikerjakannya.
Sebagaimana ketika melalukan ibadah puasa, ia merasakan rasanya

15
lapar yang biasa dirasakan oleh orang-orang yang kekurangan.
Sehingga mendorong hamba tersebut lebih memperhatikan orang lain.
 Tidak kikir, harta yang dimiliki manusia pada dasarnya bukan miliknya
tetapi milik Allah SWT yang seharusnya diperuntukan untuk
kemslahatan umat. Tetapi karena kecintaan manusia yang begitu besar
terhadap keduniawian menjadikan dia lupa dan kikir akan hartanya.
Berbeda dengan hamba yang mencintai Allah SWT, senantiasa dawam
menafkahihartanya di jalan Allah SWT. Ia menyadari bahwa miliknya
adalah bukan haknya tetapi ia hanya memanfaatkan untuk
keperluannya semata-mata sebagai bekal di akhirat yang di wujudkan
dalan bentuk pengorbanan harta untuk keperluan umat.

b)Makna Spiritual Ibadah bagi Kehidupan Sosial Manusia

Pengertian ibadah dalam kehidupan masyarakat ialah pengabdian kepada


Allah dalam bentuk shalat, puasa, zakat, haji dzikir dan membaca Al-Quran. Ini
karena kehidupan tidak hanya untuk berurusan dengan hal-hal tersebut
melainkan untuk hal-hal yang menyeluruh, mencakup seluruh aspek yang
dibutuhkan manusia seperti berdagang, bertani dan bekerja, mencari ilmu dan
sebagainya guna mempertahankan dan mengembangkan kehidupan itu sendiri.
Maknanya manusia harus menerapkan apa yang telah disebutkan dalam Al-
Quran dan Hadist ke dalam kehidupan sosial.

16
BAB III
KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan
Dari apa yang telah kita pelajari bahwa Ibadah merupakan
suatu usaha kita sebagai manusia untuk mendekatkan diri kepada
Allah. Ibadah dalam islam itu ada dua macam yaitu ibadah mahdhah
dan ibadah ghairu mahdhah. Dimana ibadah mahdhah adalah segala
sesuatunya telah ditentukan oleh Allah dan ditiukan kepada nabi
Muhammad yang kemudian diajarkan kepada umatnya,sedangkan
ibadah ghairu mahdhah adalah segala sesuatu dilakukan untuk
mendapatkan ridho allah dan tidak ada aturan dari rasulullah. Hakikat
ibadah itu adalah melaksanakan apa yang Allah cintai dan ridhoi
dengan penuh ketundukan dan perendahan diri kepada Allah. Sebagai
seorang muslim yang ibadahnya ingin diterima kita harus
melaksanakan semuanya dengan ikhlas dan sesuai dengan ajaran
Rasullullah.

17
BAB IV
PENUTUP

4.1. Penutup
Alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan waktu yang telah ditentukan. Harapan kami semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Kami memohon maaf
atas segala kekurangan yang terdapat dalam penulisan dalam materi
yang disajikan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran
sangat kami harapkan dari pembaca semua. Terakhir kami sampaikan
selamat membaca.

18
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

4.1. Daftar Pustaka


1. http://PENCARI JEJAK ILALANG MASA DEPAN Ibadah Ghairu
Mahdhah.htm
2.http:// sahrun IBADAH MAHDAH dan GHAIRU MAHDAH.htm
3.http:// IBADAH MAHDHAH & GHAIRU MHADHAH _ Umay's
Weblog.htm
4.http:// index.php.htm
5.http:// /Al Qur'an Online - Surat An-Nisâ´ - Ayat Ke-64.htm
6.http:// adz-dzariyat-ayat-56-bacaan-tajwid-dan.html
7.http:// sabab-nuzul-surat-al-baqarah-ayat-142.html

19

Anda mungkin juga menyukai