Anda di halaman 1dari 26

TUGAS MAKALAH

Aspek Ibadah, Latihan Spiritual, dan Ajaran Moral dalam Islam


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Studi Islam
Dosen Pengampu: Alfiah, S.Ag. M.Ag

Disusun Oleh :
Kelompok 13 PSIK B 2019

Aliya Rahmawati 11191040000054


Haifa Maulidia 11191040000077
Aisyah Nisa Hafiyya 11191040000086

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan nikmat
iman dan islam sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan
tepat waktu. Sholawat serta salam tidak lupa terlimpah curahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya dari zaman kegelapan menuju zaman
yang terang benderang seperti saat ini.

Selaku penulis, kami menyadari bahwa makalah kami yang berjudul Aspek Ibadah,
Latihan Spiritual, dan Ajaran Moral dalam Islam ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami mohon kritik dan sarannya agar selanjutnya kami dapat membuat makalah
yang lebih baik lagi. Mohon maaf jika ada kesalahan pada makalah ini, karena yang benar
datangnya dari Allah SWT. dan yang salah datangnya dari diri kami pribadi.

Demikian makalah ini kami buat, semoga bermanfaat bagi kehidupan kita sebagai
umat manusia.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ciputat, 2 November 2019

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................3
A. Latar Belakang................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................5
PEMBAHASAN........................................................................................................................5
A. Pengertian dan Fungsi Ibadah.........................................................................................5
1. Pengertian Ibadah........................................................................................................5
2. Fungsi Ibadah..............................................................................................................7
B. Macam-macam Ibadah....................................................................................................9
1. Ibadah Mahdhah (Khusus)..........................................................................................9
2. Ibadah Ghairu Mahdhah............................................................................................14
C. Hikmah Ibadah Mahdhad Dalam Pembinaan Akhlak Mulia........................................19
BAB III.....................................................................................................................................24
PENUTUP................................................................................................................................24
A. Kesimpulan...................................................................................................................24
B. Saran..............................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................25

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seseorang yang mengaku berislam tidak akan pernah lepas dari beribadah
kepada Sang Khalik. Ibadah adalah suatu wujud pengaplikasian keimanan setiap
muslim dalam mempercayai adanya suatu Dzat Yang Maha Kuasa. Ibadah dapat
dijadikan sebagai tolok ukur penilaian sudah seberapa jauh seseorang dalam
mengimani agamanya.

Dalam pengaplikasiannya, seringkali kita menganggap ibadah hanyalah


sekedar menjalankan rutinitas dari hal-hal yang dianggap kewajiban, seperti sholat
dan puasa. Sedangkan di sisi lain ibadah memiliki makna yang sangat dalam karena
berkaitan erat dengan hikmah penciptaan manusia seperti halnya yang difirmankan
oleh Allah Swt dalam surat Adz Dzariyat ayat 56. Ibadah tidak mungkin lepas dari
pencapaian kepada tauhid terlebih dahulu karena keduanya berkaitan erat. Mustahil
kita mencapai tauhid tanpa memahami konsep ibadah dengan sebenar-benarnya.

Oleh karena itu, alangkah baiknya setiap muslim memahami akan pentingnya
ibadah dalam kehidupan sehari-hari. Dimulai dari memahami pembagian ibadah dari
segi ruang lingkupnya hingga menyadari hikmah yang akan didapat dari kesempunaan
ibadah yang kita lakukan, baik ibadah yang khusus untuk Allah (Mahdhah) maupun
yang bersifat umum atau sosial (Ghairu Mahdhah). Hingga akhirnya kita dapat
melatih diri kita untuk memiliki akhlak dan moral yang baik seperti halnya akhlak
Rasulullah SAW.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian ibadah?


2. Apa saja fungsi ibadah?
3. Apa definisi ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah?
4. Apa perbedaan ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah?
5. Bagaimana hubungan ibadah dengan latihan spiritual?
6. Apa hikmah ibadah mahdhah dalam pembinaan akhlak mulia?

4
A. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui konsep dan definisi ibadah


2. Untuk mengetahui pengertian ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah
3. Untuk mengetahui hubungan ibadah mahdhah dengan latihan spiritual
4. Untuk mengetahui hikmah ibadah mahdhah dalam pembinaan akhlak mulia

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Fungsi Ibadah

1. Pengertian Ibadah

Ibadah secara bahasa berarti patuh (al-tha’ah) dan tunduk (al-khudlu). Ubudiyah
artinya tunduk dan merendahkan diri. Menurut al-Azhari, kata ibadah tidak dapat
disebutkan kecuali untuk kepatuhan kepada Allah SWT. Menurut kamus Al-Muhith
alabdiyah, al-ubudiyah, dan al-íbadah artinya taat. Dan dalam Mukhtar AshShihhah ,
makna dasar al-ubudiyah adalah ketundukan dan kepasrahan, sementara atta’bid artinya
kepasrahan. Dikatakan thariq (jalan) muábbad dan unta yang muábbad artinya yang
sudah disiapkan. Semua makna ini sesuai dengan isytiqaq-nya. Sedangkan úbudiyah
artinya menampakkan ketundukan, walaupun kata ibadah dalam maknanya karena
merupakan puncak ketundukan dan tidak ada sesuatu pun yang berhak mendapat
penghambaan, kecuali yang memiliki puncak keutamaan yaitu Allah SWT. Firman Allah
SWT: Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah
kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum
kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik
kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. kemudian kamu tidak
memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.
(QS. Al- Baqoroh [2]:3)
Pengertian Ibadah secara terminologis menurut ulama tauhid, dan hadits
ibadah adalah “Mengesakan dan mengagungkan Allah SWT sepenuhnya serta
menghinakan diri dan menundukkan jiwa kepadanya.” Para ahli di bidang akhlak
mendefisikan ibadah sebagai berikut: “Mengerjakan segala bentuk kataatan
badaniyah dan menyelenggarakan segala syariat (hukum).” Ulama tasawuf
mendefinisikan ibadah sebagai beriku “ Pekerjaan seorang mukallaf yang berlawanan
dengan keinginan nafsunya untuk membesarkan Tuhannya.”
Menurut ahli fiqih ibadah adalah: “Segala bentuk ketaatan yang engkau
kerjakan untuk mencapai keridaan Allah SWT dan mengharapkan pahala-Nya di
akhirat.” Menurut Jumhur Ulama Ibadah itu yang mencakup segala perbuatan yang
disukai dan diridai oleh Allah SWT, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik

6
terang-terangan maupun tersembunyi dalam rangka mengagungkan Allah SWT dan
mengharapkan pahalaNya.” Dengan melihat hakikat dan pengertiannya Yusuf Qardhawi
mengemukakan bahwa ibadah merupakan kewajiban dari apa yang disyari‟atkan Allah
SWT yang disampaikan oleh para rasul-Nya dalam benyak perintah dan larangan.
Kewajiban itu muncul dari lubuk hati orang yang mencintai Allah SWT.
Ibadah dalam arti umum adalah segala perbuatan orang Islam yang halal
yang dilaksanakan dengan niat ibadah. Sedangkan ibadah dalam arti yang khusus adalah
perbuatan ibadah yang dilaksanakan dengan tata cara yang telah ditetapkan oleh
Rasulullah SAW. Ibadah dalam arti yang khusus ini meliputi Thaharah, Shalat, Zakat,
Shaum, Hajji, Kurban, Aqiqah Nadzar dan Kifarat. Ibadah adalah nama sebutan bagi
segala sesuatu yang disukai Allah dan di Ridhoi-Nya, baik berupa ucapan, perbuatan,
yang tampak maupun yang batin. Shalat, zakat, puasa, haji, berkata jujur, menjalankan
amanah, berbakti kepada orangtua dan menjaga tali silaturrahim, memenuhi janji, amar
ma‟ruf nahi munkar, berjihad melawan orang kafir dan munafiq, berbuat baik kepada
tetangga, anak yatin, orang miskin, orang yang berjuang di jalan Allah, hamba sahaya,
termasuk binatang peliharaan, doa, dzikir, membaca Al-Qurán, dan yang lainnya.
Termasuk juga mencintai Allah dan Rosul-Nya, rasa mengkhawatirkan Allah, bertaubat,
ikhlas, sabra terhadap ujian, syukur nikmat, ridho dengan qadha, tawakal, berharap akan
selamat, khawatir dengan azab dan yang lainnya, semua termasuk ibadah.

2. Fungsi Ibadah

Setiap muslim tidak hanya dituntut untuk beriman, tetapi juga dituntut
untuk beramal sholeh. Karena Islam adalah agama amal, bukan hanya keyakinan. Ia
tidak hanya terpaku pada keimanan semata, melainkan juga pada amal perbuatan yang
nyata. Islam adalah agama yang dinamis dan menyeluruh. Dalam Islam, Keimanan harus
diwujudkan dalam bentuk amal yang nyata, yaitu amal sholeh yang dilakukan karena
Allah. Ibadah dalam Islam tidak hanya bertujuan untuk mewujudkan hubungan antara
manusia dengan Tuhannya, tetapi juga untuk mewujudkan hubungan antar sesama
manusia. Islam mendorong manusia untuk beribadah kepada Allah SWT dalam semua
aspek kehidupan dan aktifitas. Baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari
masyarakat. Ada tiga aspek fungsi ibadah dalam Islam :

7
1. Mewujudkan hubungan antara hamba dengan Tuhannya.
Mewujudkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya dapat
dilakukan melalui “muqorobah” dan “khudlu”. Orang yang beriman dirinya akan selalu
merasa diawasi oleh Allah. Ia akan selalu berupaya menyesuaikan segala perilakunya
dengan ketentuan Allah SWT. Dengan sikap itu seseorang muslim tidak akan melupakan
kewajibannya untuk beribadah, bertaubat, serta menyandarkan segala kebutuhannya pada
pertolongan Allah SWT. Demikianlah ikrar seorang muslim seperti tertera dalam Al-
Qur’an surat Al-Fatihah ayat 5 “Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada
Engkaulah Kami meminta pertolongan.”Atas landasan itulah manusia akan terbebas dari
penghambaan terhadap manusia, harta benda dan hawa nafsu.
2. Mendidik mental dan menjadikan manusia ingat akan kewajibannya
Dengan sikap ini, setiap manusia tidak akan lupa bahwa dia adalah
anggota masyarakat yang mempunyai hak dan kewajiban untuk menerima dan memberi
nasihat. Oleh karena itu, banyak ayat Al-Qur'an ketika berbicara tentang fungsi ibadah
menyebutkan juga dampaknya terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat.
Contohnya: ketika Al-Qur'an berbicara tentang sholat, ia menjelaskan fungsinya:
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan
dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan
mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya
dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Dalam ayat ini Al-Qur'an menjelaskan bahwa fungsi sholat adalah mencegah
dari perbuatan keji dan mungkar. Perbuatan keji dan mungkar adalah suatu perbuatan
merugikan diri sendiri dan orang lain. Maka dengan sholat diharapakan manusia dapat
mencegah dirinya dari perbuatan yang merugikan tersebut.
Ketika Al-Qur'an berbicara tentang zakat, Al-Qur'an juga menjelaskan fungsinya:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan
dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
mengetahui.”
Zakat berfungsi untuk membersihkan mereka yang berzakat dari kekikiran dan
kecintaan yang berlebih-lebihan terhadap harta benda. Sifat kikir adalah sifat buruk yang
anti kemanusiaan. Orang kikir tidak akan disukai masyarakat zakat juga akan
menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati pemberinya dan memperkembangkan harta
benda mereka. Orang yang mengeluarkan zakat hatinya akan tentram karena ia akan

8
dicintai masyarakat. Dan masih banyak ibadah-ibadah lain yang tujuannya tidak hanya
baik bagi diri pelakunya tetapi juga membawa dapak sosial yang baik bagi
masyarakatnya. Karena itu Allah tidak akan menerima semua bentuk ibadah, kecuali
ibadah tersebut membawa kebaikan bagi dirinya dan orang lain. Dalam hal ini Nabi
SAW bersabda:
“Barangsiapa yang sholatnya tidak mencegah dirinya dari perbuatan keji dan
munkar, maka dia hanya akan bertambah jauh dari Allah” (HR. Thabrani)
3. Melatih diri untuk berdisiplin
Adalah suatu kenyataan bahwa segala bentuk ibadah menuntut kita untuk
berdisiplin. Kenyataan itu dapat dilihat dengan jelas dalam pelaksanaan sholat, mulai
dari wudhu, ketentuan waktunya, berdiri, ruku, sujud dan aturan-aturan lainnya,
mengajarkan kita untuk berdisiplin. Apabila kita menganiaya sesama muslim, menyakiti
manusia baik dengan perkataan maupun perbuatan, tidak mau membantu kesulitan
sesama manusia, menumpuk harta dan tidak menyalurkannya kepada yang berhak. Tidak
mau melakukan “amar ma'ruf nahi munkar”, maka ibadahnya tidak bermanfaat dan tidak
bisa menyelamatkannya dari siksa Allah SWT.

B. Macam-macam Ibadah

Di dalam agama Islam segala sesuatu atau seluruh kegiatan yang dilakukan manusia
akan bernilai ibadah apabila diniatkan dengan penuh ikhlas demi mencapai keridhoan-
Nya serta dikerjakan sesuai dengan syariat Allah. Islam tidak membatasi ruang lingkup
ibadah kepada sudut-sudut tertentu saja karena seluruh kehidupan manusia adalah medan
amal dan persediaan bekal bagi para mukmin sebelum mereka kembali bertemu Allah di
hari pembalasan nanti.

Ditinjau dari segi ruang lingkupnya terdapat pembagian dua jenis ibadah. Ibadah ada
yang umum dan ada yang khusus. Yang umum ialah segala amalan yang diizinkan Allah,
sedangkan yang khusus ialah apa yang telah ditetapkan Allah akan perincian-
perinciannya, tingkat, dan cara-caranya yang tertentu. (Nata, 2004)

Dua pembagian ibadah dalam Islam, yaitu ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah.
Ibadah mahdhah, yaitu ibadah yang berhubungan dengan syariat Islam yang terkandung
dalam rukun Islam. Contoh ibadah mahdhah antara lain sholat, zakat, puasa dan haji.
Sementara ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah yang dilaksanakan umat Islam dalam

9
hubungannya dengan sesama manusia dan lingkungannya. Ibadah ghairu mahdhah
dikenal juga dengan ibadah muamalah (Nata, 2002)

1. Ibadah Mahdhah (Khusus)

A. Pengertian Ibadah Mahdhah

Ibadah mahdhah adalah perbuatan-perbuatan dan perkataan-perkataan yang asalnya


memang merupakan ibadah, berdasarkan nash atau lainnya yang menunjukkan perkataan
dan perbuatan tersebut haram dipersembahkan kepada selain Allah. (Al-Atsari, 2016)

Ibadah mahdhah yaitu hubungan langsung antara hamba dan Tuhannya, yang cara,
acara, dan upacaranya telah diatur secara terinci dalam al-Quran dan sunnah Rasul.
Dalam fiqih Islam, pembahasan bagian ibadah ini biasanya, meliputi: thaharah, shalat,
zakat, shaum, dan hal-hal yang secara langsung berhubungan dengan kelimanya
(Anshari, 1992).

Menurut Jalaluddin Rakhmat yang dimaksud dengan ibadah yang pertama bersifat
ritual, sedang ibadah yang kedua bersifat sosial. Untuk tidak mengacaukan orang awam,
para fuqaha menyebut ibadah pertama adalah ibadah mahdhah dan ibadah kedua lazim
disebut mua’malah” (Rahmat, 1986).

Ibadah mahdhah adalah hubungan manusia dengan Tuhannya, yaitu


hubungan yang akrab dan suci antara seorang muslim dengan Allah SWT yang bersifat
ritual (peribadatan). Ibadah mahdhah merupakan manifestasi dari rukun Islam yang lima.
Atau juga sering disebut ibadah yang langsung. Selain itu juga ibadah mahdhah adalah
ibadah yang perintah dan larangannya sudah jelas secara zahir dan tidak memerlukan
penambahan atau pengurangan. (Amaliyah, 2016)

Dalam kitab ad-Dinul Khalish, 1/215, disebutkan pengertian ibadah mahdhah,


"Segala yang diperintahkan oleh Pembuat syari'at yaitu Allah baik berupa perbuatan atau
perkataan hamba yang dikhususkan kepada keagungan dan kebesaran Allah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan, "Wudhu adalah ibadah, karena ia tidak
diketahui kecuali dari Pembuat syari'at, dan semua perbuatan yang tidak diketahui
kecuali dari Pembuat syari'at, maka itu adalah ibadah, seperti shalat dan puasa, dan

10
karena hal itu juga berkonsekuensi pahala." (Al-Mustadrak 'ala Majmu' al-Fatawa, 3/29;
Mukhtashar alFatawa al-Mishriyah, hlm. 28)

Maka semua perbuatan atau perkataan yang ditunjukkan oleh nash atau ijma' atau
lainnya, atas kewajiban ikhlas padanya, maka itu adalah ibadah dari asal
disyari'atkannya, sedangkan yang tidak demikian maka itu bukan ibadah dari asal
disyari'atkannya, namun bisa menjadi ibadah dengan niat yang baik, sebagaimana
penjelasan berikutnya.

Ibadah mahdhah ini mencakup hal-hal sebagai berikut:

a. Ibadah Hati Yaitu Keyakinan dan Amalan

Ibadah hati terbagi menjadi dua bagian:

1. Qaulul qalbi (perkataan hati), dan dinamakan i'tiqad (keyakinan; kepercayaan).


Yaitu keyakinan bahwa tidak ada Rabb (Pencipta; Pemilik; Penguasa) selain Allah, dan
bahwa tidak ada seorangpun yang berhak diibadahi selain Dia, mempercayai seluruh
nama-Nya dan sifat-Nya, mempercayai para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-
Nya, hari Akhir, taqdir baik dan buruk, dan lainnya.

2. 'Amalul qalbi (amalan hati), di antaranya ikhlas, mencintai Allah mengharapkan


pahala-Nya, takut terhadap siksa-Nya, tawakkal kepada-Nya, bersabar melaksanakan
perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya dan lainnya.

b. Ibadah Perkataan atau Lisan

Di antaranya adalah mengucapkan kalimat tauhid, membaca Al-Qur'an, berdzikir


kepada Allah dengan membaca tasbih, tahmid, dan lainnya; berdakwah untuk beribadah
kepada Allah, mengajarkan ilmu syariat, dan lainnya.

c. Ibadah Badan

Di antaranya adalah melaksanakan shalat, bersujud, berpuasa, haji, thawaf, jihad,


belajar ilmu syari'at, dan lainnya.

d. Ibadah Harta

11
Di antaranya adalah membayar zakat, shadaqah, menyembelih kurban, dan lainnya.

B. Contoh Ibadah Mahdhah

Contoh ibadah yang termasuk ibadah mahdhah, adalah:

1. Shalat
Secara lughawi atau arti kata shalat mengandung beberapa arti yang beragam
salah satunya adalah berarti do’a yang dapat ditemukan contohnya dalam Al-Qur’an
surat At-Taubah ayat 103:
Artinya: “Berdo’alah untuk mereka, sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi)
ketentraman jiwa bagi mereka.”1
Secara terminologis ditemukan beberapa istilah diantarnya: “Serangkaian perkataan
dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir dan disudahi salam”.

2. Zakat
Zakat adalah salah satu ibadah pokok dan termasuk salah satu rukun Islam,
yang berarti membersihkan, bertumbuh dan berkah. Zakat itu ada dua macam: yaitu
zakat harta atau disebut juga zakat mal dan zakat diri yang dikeluarkan setiap akhir bulan
ramadhan yang disebut juga zakat fitrah.

3. Puasa
Puasa adalah ibadah pokok yang ditetapkan sebagai salah satu rukun Islam.
Puasa secara bahasa bermakna, menahan dan diam dalam segala bentuknya. Secara
terminologis puasa diartikan dengan “menahan diri dari makan, minum dan berhubungan
seksual mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan syarat-syarat yang
ditentukan”.

4. Ibadah Haji dan Umrah


Secara arti kata, lafaz haji yang berasal dari bahasa Arab, berarti “bersengaja”.
Dalam artian terminologis adalah menziarahi Ka’bah dengan melakukan serangkaian
ibadah di Masjidil Haram dan sekitarnya, baik dalam bentuk haji ataupun umroh.
1
QS. At-Taubah: 103.

12
Perbedaan haji dan umrah ialah bahwa pada umrah tidak ada wuquf di Arafah, berhenti
di Muzdalifah, melempar jumrah dan menginap di Mina.  Dengan begitu ia merupakan
haji dalam bentuknya yang lebih sederhana, sehingga sering umroh itu disebut dengan
haji kecil.

5. Bersuci dari Hadas Kecil Maupun Besar

C.Prinsip Ibadah Mahdhah


Ibadah mahdhah memiliki 4 prinsip:
1. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari Al-
Qur’an maupun as-Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh
akal atau logika keberadaannya.
2. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul SAW. Salah satu tujuan
diutus rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh:
ٍ ‫بِإ ِ ْذ ِن هَّللا ِ إِال لِيُطَا َع َو َما أَرْ َس ْلنَا ِم ْن َرس‬
‫ُول‬
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin
Allah…”2
3. Bersifat suprarasional (di atas jangkauan akal), artinya ibadah bentuk ini
bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya
berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri’.
4. Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini
adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan
Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk
Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi

Pokok dari semua ajaran Islam adalah “Tawhiedul ilaah” (KeEsaan Allah) ,
dan ibadah mahdhah itu salah satu sasarannya adalah untuk mengekpresikan ke Esaan
Allah itu, sehingga dalam pelaksanaannya diwujudkan dengan:

1. Tawhiedul Wijhah (menyatukan arah pandang). Seperti hal nya shalat


semuanya harus menghadap ke arah ka’bah, itu bukan menyembah ka’bah, ka’bah
adalah batu tidak memberi manfaat dan tidak pula memberi madharat, tetapi syarat sah
shalat menghadap ke sana  untuk menyatukan arah pandang, sebagai perwujudan Allah

2
QS. An-Nisa: 64.

13
yang diibadati itu Esa. Allah SWT berfirman :“Di mana pun orang shalat ke arah
sanalah kiblatnya.”  (QS. Al-Baqarah 2: 144).

2. Tawhiedul Harakah (Kesatuan gerak). Seperti halnya semua orang yang


shalat gerakan pokoknya sama, terdiri dari berdiri, membungkuk (ruku’), sujud dan
duduk. Demikian halnya ketika thawaf dan sa’i, arah putaran dan gerakannya sama,
sebagai perwujudan Allah yang diibadati hanya satu.

3. Tawhiedul Lughah (Kesatuan ungkapan atau bahasa).


Karena Allah yang disembah (diibadati) itu satu maka bahasa yang dipakai
mengungkapkan ibadah kepadanya hanya satu yakni bacaan shalat, tak peduli bahasa
ibunya apa, apakah dia mengerti atau tidak, harus satu bahasa, demikian juga membaca
Al-Qur’an, dari sejak turunnya hingga kini Al-Qur’an adalah bahasa Al-Qur’an yang
membaca terjemahannya bukan membaca Al-Qur’an.

2. Ibadah Ghairu Mahdhah

A. Pengertian Ibadah Ghairu Mahdhah

Ibadah Ghairu Mahdhah berarti mencakup semua perilaku manusia yang berkaitan
dengan hubungan antara sesama manusia dalam semua aspek kehidupan yang sesuai
dengan ketentuan Allah SWT, yang dilakukan dengan ikhlas untuk mendapat ridho Allah
SWT. Ibadah ini sering disebut juga sebagai ibadah umum atau muamalah, yaitu segala
sesuatu yang dicintai dan diridhoi oleh Allah baik berupa perkataan atau perbuatan, lahir
maupun batin yang mencakup seluruh aspek kehidupan seperti aspek ekonomi, sosial,
politik, budaya, seni dan pendidikan.

Ibadah ghairu mahdhah adalah perbuatan-perbuatan dan perkataan-perkataan yang


asalnya bukan ibadah, akan tetapi berubah menjadi ibadah dengan niat yang baik. (Al-
Atsari, 2016). Ibadah Ghairu Mahdah, yaitu segala amal perbuatan yang titik tolaknya
ikhlas, tujuannya mencari ridha Allah dan garis amalnya amal shaleh. (Anshari, 1992:85)

Contoh dari Ibadah ini adalah qurban, pernikahan, jual beli, aqiqah, sadaqah, wakaf,
warisan, dan lain sebagainya.  Selain itu ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah yang cara
pelaksanaannya dapat direkayasa oleh manusia, artinya bentuknya dapat beragam dan

14
mengikuti situasi dan kondisi, tetapi substansi ibada-hnya tetap terjaga. Seperti perintah
melaksanakan perdagangan dengan cara yang halal dan bersih.

Namun, jika perbuatan-perbuatan dan perkataan-perkataan ini dilakukan dengan niat


yang buruk akan berubah menjadi kemaksiatan, dan pelakunya mendapatkan dosa.
Seperti, melakukan jual beli untuk mendapatkan harta dengan niat untuk melakukan
maksiat; makan minum agar memiliki kekuatan untuk mencuri; mempelajari ilmu yang
mubah, seperti kedokteran atau teknik, dengan niat untuk mendapatkan pekerjaan yang
dengan pekerjaan itu dia bisa melakukan perbuatan maksiat. Jika seseorang melakukan
perbuatan-perbuatan dan perkataan-perkataan ini dengan tanpa niat yang baik atau niat
buruk, maka perbuatan tersebut tetap pada hukum asalnya, yaitu mubah.

Ibadah ghairu mahdhah ini mencakup hal-hal berikut:

a. Melaksanakan Wajibat (perkara-perkara yang diwajibkan) dan Mandubat


(perkara-perkara yang dianjurkan) yang asalnya tidak masuk ibadah, dengan niat
mencari kasih sayang Allah

Misalnya:

1. Mengeluarkan harta untuk keperluan diri sendiri, seperti makan, minum, dan
sebagainya, dengan niat menguatkan badan dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah
2. Berbakti kepada orang tua dengan niat melaksanakan perintah Allah

3. Memberi nafkah kepada anak dan istri dengan niat melaksanakan perintah
Allah

4. Mendidik anak dan membiayai sekolahnya dengan niat agar mereka bisa
beribadah kepada Allah dengan baik.

5. Menikah dengan niat menjaga kehormatan diri sehingga tidak terjatuh ke


dalam zina.

6. Memberi pinjaman hutang dengan niat menolong dan mencari pahala Allah

7. Memberi hadiah kepada orang dengan niat mencari kasih sayang Allah

8. Memuliakan tamu dengan niat, melaksanakan perintah Allah

15
9. Memberi tumpangan kepada seorang yang tua agar sampai ke tempat
tujuannya dengan niat mencari kasih sayang Allah

Di antara dalil yang menunjukkan hal itu sebagai ibadah adalah hadits Nabi,
yaitu :

Dari Abu Mas'ud dari Nabi, Beliau bersabda, "Jika seorang laki-laki mengeluarkan
nafkah kepada keluarganya yang dia mengharapkan kasih sayang Allah dengannya,
maka itu shadaqah baginya". (HR. AlBukhari, no. 55)

Dalam hadits lain diriwayatkan:

Dari Sa'ad bin Abi Waqqash, bahwa Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya engkau
tidak mengeluarkan nafkah yang engkau mencari kasih sayang Allah dengan-Nya kecuali
engkau diberi pahala padanya, termasuk apa yang engkau taruh di mulut istrimu". (HR.
Al-Bukhari, no. 56)

b. Meninggalkan Muharramat (perkara-perkara yang diharamkan) untuk


Mencari Kasih Sayang Allah

Termasuk dalam hal ini adalah meninggalkan riba, meninggalkan perbuatan


mencuri, meninggalkan perbuatan penipuan, dan perkara-perkara yang diharamkan
lainnya. Jika seorang Muslim meninggalkannya karena mencari pahala Allah, takut
terhadap siksa-Nya, maka itu menjadi ibadah yang berpahala.

Namun jika seorang Muslim meninggalkan suatu perbuatan maksiat karena tidak
mampu melakukannya, atau karena takut terhadap had dan hukuman, atau tidak ada
keinginan, atau sama sekali tidak pernah memikirkannya, maka dia tidak mendapatkan
pahala.

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, "Allah berfirman: Jika hamba-
Ku berkeinginan melakukan keburukan, maka janganlah kamu menulisnya sampai dia
melakukannya. Jika dia telah melakukannya, maka tulislah dengan semisalnya. Dan jika
dia meninggalkannya karena Aku maka tulislah satu kebaikan untuknya. Jika dia
berkeinginan berbuat kebaikan, kemudian dia tidak melakukannya, maka tulislah satu

16
kebaikan untuknya. Jika dia telah melakukannya, maka tulislah baginya sepuluh kalinya
sampai 700 kali". (HR. Al-Bukhari, no. 7501)

Melakukan mubahat (perkara-perkara yang dibolehkan) untuk mencari kasih sayang


Allah. Di antaranya tidur, makan, menjual, membeli, dan usaha lainnya dalam rangka
mencari rezeki. Semua ini dan yang semacamnya hukum asalnya adalah mubah. Jika
seorang Muslim melakukannya dengan niat menguatkan diri untuk melaksanakan
ketaatan kepada Allah, maka hal itu menjadi ibadah yang berpahala.

Demikian juga perkataan Mu'adz bin Jabal, ketika ditanya oleh Abu Musa al-
Asy'ari, "Bagaimana engkau membaca al-Qur'an?" Beliau menjawab: Aku tidur di awal
malam, lalu aku bangun dan aku telah memberikan bagian tidurku, lalu aku membaca
apa yang Allah takdirkan untukku. Sehingga aku mengharapkan pahala pada tidurku,
sebagaimana aku mengharapkan pahala pada berdiri (shalat) ku". (HR. Al-Bukhari, no.
4341)

B. Contoh Ibadah Ghairu Mahdhah

1. I’tikaf
Berdiam di masjid untuk berdzikir kepada Allah.
2. Wakaf
Wakaf menurut bahasa berarti menahan, sedangkan menurut istilah wakaf ialah
memberikan suatu benda atau harta yang kekal zatnya kepada suatu badan yang dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.
3. Qurban
Qurban secara bahasa berarti dekat, sedangkan secara istilah adalah menyembelih hewan
yang telah memenuhi syarat tertentu di dalam waktu tertentu yaitu bulan Dzulhijjah
dengan niat ibadah guna mendekatkan diri kepada Allah.
4. Shadaqah
Shadaqah adalah memberikan sesuatu tanpa ada tukarannya karena mengharapkan
pahala di akhirat.
5. Aqiqah
Aqiqah dalam bahasa Arab berarti rambut yang tumbuh di kepala anak/bayi. Istilah
aqiqah kemudian dipergunakan untuk pengertian penyembelihan hewan sehubungan
kelahiran bayi.

17
6. Dzikir dan Do’a

Prinsip Ibadah Ghairu Mahdhah


a. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama
Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diselenggarakan.
b. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya dalam
ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah “bid’ah” , atau jika ada yang menyebutnya, segala
hal yang tidak dikerjakan rasul bid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah hasanah,
sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut bid’ah dhalalah.
c. Bersifat rasional,  ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya,
manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika.  Sehingga jika
menurut logika sehat, buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.
d. Azasnya “manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.

C. Hubungan Ibadah dan Latihan Spiritual


Spiritualitas adalah kesadaran dan kesatuan dengan orang lain, dan
juga kombinasi dari filosofi dasar kita tentang kehidupan, sikap dan praktek. Spiritualitas
remaja adalah kemampuan mereka untuk menemukan makna hidup. Mujib dkk (Japar,
2014) menunjukkan bahwa kecerdasan spiritual tidak harus berhubungan dengan agama.
Bagi sebagian orang, kecerdasan spiritual mungkin menemukan cara-cara ekspresi
melalui agama formal, tetapi beragama tidak menjamin kecerdasan spiritual yang tinggi.
Ada banyak humanis dan ateis yang memiliki kecerdasan spiritual yang sangat tinggi,
tetapi ada juga banyak orang secara aktif religius yang memiliki rendah spiritual intelijen
( Julia Aridhona, 2017 ).
Menurut Murray dan Zentner sebagaimana dikutip oleh Sri
Purwaningsih dalam buku yang berjudul Hati Nurani Adi Personal dalam Al-qur’an
mendefinisikan bahwa spiritualitas adalah: “a quality that goes beyond religious
affiliation, that strives for inspirations, reverence, awe, meaning and purpose, even in
those who do not believe in any god. The spiriual dimension tries to be in harmony with
the universe, and strives for answer about the infinite, and comes into focus when the
person faces emotional stress, phisical illness or death”. Jadi, Murray dan Zentner
mengusulkan bahwa spiritualitas harus ditempatkan dalam konteks keseluruhan alam
semesta dan keterkaitan isi dunia ini. Spiritualitas melampui afiliasi terhadap agama

18
tertentu. Spiritualitas merupakan suatu kualitas yang juga dapat dicapai bahkan oleh
mereka yang tidak percaya pada Tuhan. Pada prinsipnya, dimensi spiritual manusia
selalu berusaha melakukan penyelarasan dengan alam semesta dan menjawab pertanyaan
tentang yang tak terbatas. Di samping itu, spiritualitas juga mencakup kemampuan
memusatkan diri kepada satu pemahaman totalitas semesta ketika berhadapan dengan
stress emosional, penyakit fisik, dan kematian.
Pendidikan akhlak sangat penting
dalam pendidikan manusia. Karena pendidikan akhlak itu sendiri adalah keimanan
seseorang atau kekuatan jiwa. Kalau manusia tidak memiliki akhlak maka manusia tidak
akan bisa menjalankan kehidupan ini dengan baik. Akhlak merupakan cerminan dalam
jiwa seseorang, akhlak yang baik merupakan dorongan dari keimanan seseorang. Dan
harus ditampilkan dalam perilaku nyata sehari-hari. Inilah yang menjadi misi diutusnya
Rasul sebagaimana disabdakan : “ Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak
manusia”.
( Hadits Riwayat Ahmad )
Ibadah adalah tunduk dan patuh kepada Allah SWT. Dengan cara
menjalankan perintah-Nya dan menjauhi laranganNya. Sedangkan tujuannya adalah
mendekatkan diri kepada Allah, agar dengan demikian manusia senantiasa diingatkan
kepada hal-hal yang baik lagi suci. Sehingga akhirnya rasa kesucian seseorang menjadi
kuat dan tajam yang akan membawa kepada budi pekerti yang baik dan luhur.
Contohnya adalah Sholat, sholat itu erat kaitannya dengan pendidikan akhlak. Karena
didalam sholat kita di didik untuk melatih moral kita agar berbuat kebaikan sesama
manusia dan juga sholat dapat mencegah orang dari perbuatan jahat dan tidak baik.
Seperti QS. Al-Ankabut ayat 45 :
“ Sholat mencegah orang dari perbuatan jahat dan tidak baik”.

Dalam hadits qudsi disebut : Tuhan akan menerima sholat orang yang
merendah diri tidak sombong, tidak menentang tetapi selalu ingat kepada Allah dan suka
menolong orang-orang yang dalam kesusahan seperti fakir miskin, orang yang dalam
perjalanan, janda dan orang yang kena bencana. Jadinya salah satu tujuan sholat adalah
menjauhi manusia dari perbuatan-perbuatan jahat dan mendorong untuk membuat
perbuatan yang baik.

19
C. Hikmah Ibadah Mahdhad Dalam Pembinaan Akhlak Mulia

Pengertian Akhlak
Kedudukan moral spiritual dalam ajaran Islam adalah identik dengan ajaran agama
Islam itu sendiri dalam segala bidang kehidupannya. Pelaksanaan ajaran agama Islam
yaitu dengan meyakini dalam berakhlak Islamiyah, melaksanakan ajaran agama Islam,
meyakini shirotul mustaqim, jalan yang lurus yang terdiri dari iman dan ikhsan. Moral
dalam Islam disebut akhlak. Dalam kehidupan, manusia menempati tempat yang penting
sekali, baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat.
Kata “akhlak” berasal dari bahasa Arab, jama’ dari “khuluqan” yang menurut bahasa
berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Pengertian akhlak timbul sebagai
media yang memungkinkan adanya hubungan antara Khaliq dengan makhluk dan antara
makhluk dengan makhluk.
Secara kebahasaan akhlak adalah budi pekerti (kelakuan). Adapun secara
terminologi, akhlak suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang sifat itu timbul perbuatan
dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran. Secara istilah, akhlak
adalah sistem nilai yang mengatur pola sikap dan tindakan yang mencakup pola-pola
hubungan dengan Allah, sesama manusia dan dengan alam.
Menurut Islam ada beberapa kriteria moral yang benar, yang pertama memandang
martabat manusia dan yang kedua mendekatkan diri kepada Allah. Dalam hal ini
Rasulullah telah menyatakan bahwa ia diutus untuk menyempurnakan martabat dan
derajat manusia. Manusia harus memiliki dan mengembangkan sifat mulia. Dalam hal ini
manusia terlepas dari keuntungan dan kerugian yang didapatkan dari tindakan dan
kebiasaannya selalu mengetahui apakah tindakan-tindakan atau sifat-sifat tertentu akan
menjaga martabatnya. Kejayaan kemuliaan umat di muka bumi adalah karena akhlak
mereka, dan kerusakan yang timbul di muka bumi ini adalah disebabkan oleh perbuatan
mereka sendiri. Sebagai Dzat yang serba Maha, Allah SWT memberikan kebebasan
mutlak kepada manusia untuk memilih antara perbuatan baik atau perbuatan buruk.
Kebebasan memilih tersebut kemudian menjadi potensi manusia untuk cenderung
memiliki nilai baik dan buruk dalam dirinya.
Karena pentingnya kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia ini, maka risalah
Rasulullah SAW itu sendiri adalah keseluruhannya, yaitu untuk menyempurnakan akhlak
yang mulia. Tuhan menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, kebaikan
manusia dan kemuliaannya yang diberikan Tuhan adalah karena manusia telah diberi

20
hidayah sebagai senjata hidup yang lebih lengkap dari pada yang diberikan kepada
makhluk lainnya selain manusia.
Pelaksanaan moral spiritual dilandasi dengan iman yaitu iman kepada Allah,
malaikat, rasul, kitab-kitab Allah, kepada hari akhir dan setiap muslim wajib mematuhi
rukun Islam yaitu pengikraran (syahadat) serta pelaksanaan ibadah, serta ikhsan yang
diartikan sebagai adanya suatu hubungan yang tidak ada hentinya antara seorang hamba
dengan Allah.
Jika ibadah tidak berdampak pada kesucian jiwa (tazkiyatun nafs), itu oertanda
ibadah jauh dari hakikat sesungguhnya. karena membersihkan diri dari kata-kata dan
perbuatan yang buruk adalah hakikat ibadah.
Oleh karena itu tidak ada ruang untuk terjadinya kesenjangan antara keberagamaan
dengan akhlak. karena iman, syariah dan akhlak merupakan trilogi, satu kesatuan yang
terkait satu sama lain, Kesenjangan yang terjadi menunjukkan keberagamaan yang
minus. (Tamam, 2017)

Kaitan Ibadah Mahdhah dengan Pembentukan Akhlak


1. Hakikat Shalat
Allah SWT berfirman, "Dan dirikanlah shalat. sesungguhnya shalat mencegah dari
perbuatan-perbuatan keji dan mungkar. Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) lebih
besar keutamannya (dari ibadah-ibadah yang lain)" (Al- Ankabut [29] : 45)
Shalat akan berfungsi sedemikian rupa untuk kehidupan sehari-hari bila
dilaksanakan dengan penuh keikhlasan dan kerendahan hati. Shalat melatih kita untuk
senantiasa bersyukur dan menghilangkan bibit kesombongan dari dalam hati. Sejatinya,
shalat menanamkan nilai kekhusyukan dalam hati setiap muslim yang menegakkan shalat
dengan sungguh-sungguh.

Khusyu’ merupakan manifestasi tertinggi dari sehatnya hati seorang manusia, jika
ilmu khusyu’ telah sirna maka menandakan hati telah rusak. Bila khusyu’ tidak ada
berarti hati telah didominasi berbagai penyakit hati yang berbahaya, seperti kecintaan
berlebih terhadap dunia sehingga kehilangan kecondongan akan akhirat. (Hawwa, 2004)
Jika sudah tidak nampak kekhusyukan dalam hati seorang muslim maka hatinya
cenderung sulit dalam menerima nasehat dan hawa nafsu akan mendominasi hati yang
rusak. Hawa naafsu inilah yang nantinya akan menentukan perilaku manusia dalam
kehidupan sehari-hari.

21
Terdapat 6 makna batin yang akan tercapai dari kehidupan Shalat :
1. Kehadiran Hati, yaitu mengosongkan hati dari hal-hal yang tidak boleh
mencampurinya.
2. Tafahhum (kepahaman)
3. Ta’zhim (rasa hormat)
4. Haibah (rasa takut yang bersumber dari rasa hormat)
5. Raja’ (Harap)
6. Haya’ (rasa malu)
Shalat kita akan dikatakan sempurna ketika keenam nilai ini sudah terealisasi
sempurna dalam shalat. Sehingga diri kita akan terjaga untuk terus menjauhi perbuatan
keji dan mungkar. Hati yang senantiasa menjaga perbuatannya dalam segala aspek
kehidupan akan melatih diri untuk berakhlak mulia dan menjauhi segala akhlak yang
buruk.

2. Hakikat Puasa
Allah SWT berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (Q.S.
Al-Baqarah/2: 183)
Puasa merupakan salah satu ibadah yang penting karena puasa adalah pembiasaan
terhadap jiwa dalam mengendalikan dua potensi syahwat yang paling besar, diantaranya
syahwat perut dan kemaluan. Jika kesabaran merupakan kedudukan jjiwa yang tertinggi
maka puasa merupakan pembiasaan jiwa untuk bersabar. Seperti yang telah disebutkan
oleh suatu hadits “Puasa adalah separuh keesabaran. (Diriwayatkan oleh Tirmizdi dan
Ibnu Majah, Hadits Hasan)
Puasa merupakan ibadah yang dapat mensucikan jiwa, membersihkan hati, dan
menyehatkan tubuh. Puasa juga dijadikan sebagai sarana untuk mencapai ketaqwaan. (Al
Bugha, 1998). Ketika tingkat ketaqwaan yang dicapai sempurna maka seharusnya akan
membaik pula seluruh akhlak dan perbuatannya.
Al Hasan Al Bashri menggambarkan keadaan orang yang mencapai tingkat taqwa
yang sebenarnya dengan ungkapan : “Anda akan menjumpai orang tersebut : teguh
dalam keyakinan, teguh tapi bijaksana, tekun dalam menuntut ilmu, semakin berilmu
semakin merendah, semakin berkuasa semakin bijaksana, tampak wibawanya di depan
umum, jelas syukurnya di kala beruntun, menonjol qana’ah (kepuasan) nya dalam
pembagain rezeki, senantiasa berhias walaupun miskin, selalu cermat, tidak boros walau

22
kaya, murah hati dan murah tangan, tidak menghina, tidak mengejek, tidak
menghabiskan waktu dalam permaianan, dan tidak berjalan membawa fitnah, disiplin
dalam tugasnya, tinggi dedikasinya, serta terpelihara identitasnya, tidak menuntut yang
bukan haknya dan tidak menahan hak orang lain.
Jika ditegur ia menyesal, kalau bersalah ia beristighfar, bila dimaki ia tersenyum
sambil berkata ‘ Jika makian Anda benar, maka aku bermohon semoga Tuhan
mengampuniku. Dan jika makian Anda salah, maka aku bermohon semoga Tuhan
mengampunimu.” (Shihab, 1994)

3. Hakikat Zakat dan Infaq


Allah SWT berfirman, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat
itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (At Taubah : 103)
Zakat berarti memberikan bagian tertentu dari harta yang dimiliki kepada mustahik
(orang-orang yang berhak menerima zakat), ketika harta tersebut telah mencapai nishab
(batas minimal wajib zakat) dan telah terpenuhi berbagai syarat wajib zakat. Zakat
merupakan ibadah yang berhubungan dengan harta benda. Melalui zakat akan tercipta
keseimbangan social, terhapusnya kemiskinan, terjalin kasih saying, dan saling
menghargai sesame muslim. (Al Bugha, 1998)
Zakat dan infaq adalah salah satu ibadah yang dapat membersihkan hati dari sifat
kikir, karena sifat ini merupakan sifat yang membinasakan. Sifat kikir ini dapat hilang
dengan membiasakan diri menginfakkan harta, karena kecintaan kepada sesuatu hanya
dapat dihilangkan dengan memaksa diri sendiri untuk meninggalkannya.
Zakat dalam pengertian ini berarti penyucian yakni menyucikan pemiliknya dari
kotoran kekikiran. Puncak dari hikmah berzakat akan memunculkan rasa syukur atas
nikmat yang telah Allah SWT berikan. (Hawwa, 2004)

4. Hakikat Haji
Allah Swt berfirman, “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang diketahui,
barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka
tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berdebat di dalam masa mengerjakan haji.”
(Al Baqarah :197)

23
Haji adalah pergi ke Baitullah di Makkah Al-Mukarramah pada bulan-bulan
haji, yaitu Syawwal, Dzulqa’dah dan sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah. Haji
dilakukan dengan menjalankan semua manasik (amalan-amalan ibadah haji) yang telah
diajarkan Rasulullah SAW. Haji merupakan ibadah yang berhubungan dengan harta dan
jiwa, yang membawa berbagai dampak positif bagi individu dan dimana umat muslim
dari seluruh penjuru dunia berkesempatan untuk saling mengenal.
(Al Bugha, 2004)
Ibadah haji memiliki keterikatan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Salah satu bukti
yang mendukung hal ini adalah isi khutbah Nabi Muhammad SAW pada haji Wada’
yang menekankan : (a) persamaan; (b) keharusan memelihara jiwa, harta, dan
kehormatan orang lain; (c) larangan melakukan penindaasan atau pemerasan terhadap
kaum lemah baik di bidang ekonomi maupun bidang-bidang lain. (Shihab, 2004).

24
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ibadah merupakan semua hal yang mencakup segala perbuatan yang disukai dan diridhai
oleh Allah SWT, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik terang-terangan maupun
tersembunyi dalam rangka mengagungkan Allah SWT dan mengharapkan pahala-Nya.
Fungsi ibadah adalah mewujudkan hubungan antara hamba dengan Tuhannya,
mendidik mental, dan menjadikan manusia ingatakan kewajibannya, serta
melatih diri untuk berdisiplin.

Pembagian ibadah terbagi menjadi dua, yaitu Ibadah mahdhah dan Ibadah Ghairu
Mahdhah. Ibadah Mahdhah adalah ibadah yang umum, sudah ditetapkan oleh Allah segala
ketentuan-ketentuannya. Misalnya Shalat, thaharah, puasa, zakat, haji. Sedangkan Ibadah
Ghairu Mahdhah adalah ibadah yang dalam pelaksanaanya tidak ada aturan tertentu, akan
berpahala selama tidak melanggar yang Allah larang, misalnya bermuamalah.

Hikmah Ibadah berkaitan erat dengan latihan spiritual dan pembentukan moral atau
akhlak islami. Seorang muslim yang senantiasa beribadah dengan ikhlas, khusyuk, sungguh-
sungguh semata-mata untuk mendekatkan diri kepada-Nya akan memiliki jiwa yang bersih.
Sehingga akan berimplikasi pada kehidupan nya sehari-hari untuk selalu berbuat kebaikan
dan meninggalkan hal-hal yang buruk dan dilarang Allah SWT.

B. Saran

Sebagai seorang muslim, sudah sharusnya menjalankan perintah Allah dengan sebaik-
baiknya, menjalankan dengan sepenuh hati dan memahami hakikat dari masing-masing
ibadah, baik itu ibadah mahdhah maupun ghairu mahdhah.

25
DAFTAR PUSTAKA

Al-Atsari, Abu Ismail Muslim. 2016. Makna dan Cakupan Ibadah. Disalin dari Majalah as-
Sunnah Ed.11

Al-Bugha, Musthafa Dieb. 1998. Menyelami Makna 40 Hadits Rasulullah SAW. Jakarta : Al-
I’tishom Cahaya Umat

Al-Qur’an Al-Karim Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya/Harun Nasution. – Cet. 5. –


Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 1985.

Aridhona, Julia. 2017. Hubungan Antara Kecerdasan Spiritual Dan Kematangan Emosi
Dengan Penyesuaian Diri Pada Remaja. Diakses dari
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/INTUISI/article/view/14113, diakses pada
Sabtu, 2 November 2019 pukul 16.18 WIB

Endrayani, E. 2012 . Ibadah Moral dan Spiritual. Diakses pada tanggal 3 November 2019
melalui http://eprints.walisongo.ac.id/1242/3/084411006_Bab2.pdf pukul 10.05 WIB
Hawwa, Muhammad Daib. 2004. Intisari Ihya’ Ulumuddin Al Ghazali Mensucikan Jiwa. Bab
2 : Induk Sarana Tazkiyah. Jakarta : Rabbani Press
Mukhtar Ash-Shihhah. Ar-Razi (Muhammad bin Abu Bakr bin Abdul Qadir).Cairo: Al-
Mathabi‟ AlAmiriyyah, 1355 H
Nata, Abuddin. 2004. Metodologi Studi Islam : Karakteristik Ajaran Islam dalam Bidang
Ibadah. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Saleh, Hasan. Kajian Fiqih Nabawi dan Kontemporer, Jakarta: Karisma Putra Utama Ofset.
2008
Shihab, M. Quraish. 2004. Membumikan Al Quran. Bab 3 : Islam dan Tuntunan Ibadah.
Bandung : Mizan Media Umum.
Syarifudin, Amir. Garis-Garis Besar Fiqih, Jakarta: Kencana, Cet. Ke2. 2003
Tamam, Abas Mansur. 2017. Islamic Worldview Paradigma Intelektual Muslim. Bab 2 :
Hubungan Akhlak dan Syariah. Jakarta : Spirit Media Press
Yusuf, Qardhawi. 1979. Al-Ibadah Fi Al-Islam, Beirut: Muassasah al-Risalah.
Yusuf, Qardhawi. Al-Ibadah Fi Al-Islam, menukil tulisan ibnu Taimiyyah dalam kitab
Risalah Al-Ibadah.

26

Anda mungkin juga menyukai