Anda di halaman 1dari 5

ISLAM DAN KEPEDULIAN SOSIAL

Kepedulian sosial merupakan tema penting dari sekian banyak tema-tema dalam Al
Qur'an dalam surat Al-Baqarah ayat 177 Allah berfirman:

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat,
kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anakanak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang
yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan
menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orangorang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah
orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS:Al
Baqarah: 177)

Jadi disini jelas segala perbuatan ibadah apapun itu yang disebut sebagai kebajikan atau
amal shaleh juga harus diikuti dengan penghayatan dan perasaan saling mengasihi sesama
manusia, peduli pada orang lain itulah yang disebut kebajikan, dan orang yang berbuat
demikian adalah orang yang bertaqwa.
Allah mengecam orang-orang yang menumpuk-numpuk harta hanya untuk mengejar
simbol, meraih kekuasaan dan kesenangan hidup didunia saja tanpa peduli dengan kesusahan
sesama, dan kepedulian sosial. Dan Allah swt mengancam orang yang berbuat demikian
dengan neraka jahim.
Konsep kepedulian sosial dalam Islam sungguh cukup jelas dan tegas . Bila diperhatikan
dengan seksama, dengan sangat mudah ditemui bahwa masalah kepedulian sosial dalam
Islam terdapat dalam bidang akidah dan keimanan , tertuang jelas dalam syariah serta jadi
tolak ukur dalam akhlak seorang mukmin.
Begitu juga Allah menghargai mereka yang melaksanakan amal sosial dalam konteks
kepedulian sosial tersebut sebagaimana juga Alah sangat mengecam mereka yang tidak
mempunyai rasa kepedulian sosial.
Di saat kondisi seperti sekarang ini, sesungguhnya sebuah ladang jihad maal menanti bagi
kaum yang berada. Rasululullah bersabda : Belum beriman seseorang itu sebelum ia mencita
saudara nya seperti mencitai dirinya sendiri.

Hadis ini shahih dan cukup populer di kalangan kau muslimin umum sekalipun. Yang
subtansif pada hadis ini adalah mengaitkan iman dengan masalah sikap hati dalam hal ini
mencintai orang lain selain dirinya. Mencintai orang itupun ditentukan bobotnya oleh
Rasulullah yaitu sama dengan mencintai diri sendiri. Rasanya ini sangat berat dan sulit
dilaksanakan, namun jika iman itu benar - benar ada dan hidup dalam jiwa maka yang berat
dan sulit itupun sangat bisa terealisir.
Terdapat beberapa dimensi dalam pemaparan islam terhadap konsep-konsep kepedulian
islam diantaranya adalah :
1.

Dari Dimensi Aqidah dan Keimanan.


Iman kepada Allah merupakan rukun utama dan pertama dalam Islam. Bagaimana
implikasi kepada Allah dijelaskan oleh AlQuran dan hadis. Salah satunya berkaitan dengan
kepedulian sosial.antara lain, misalnya surah alAnfal ayat 2:
Sesungguhnya orangorang beriman itu hanyalah (1). mereka yang jika disebut nama
Allah maka gemeyar hatinya. (2) dan apabila dibacakan kepadanya bertambah keimanannya
(3) dan mereka bertawakkal kepadanya.(4) Mereka yang melaksanakan sholat dan (5)
menafkahkan sebagian harta yang diberikan kepada mereka
Jadi menafkahkan sebagian harta (no:5) untuk orang lain termasuk indikasi/ukuran bagi
keimanan sesorang dalam kehidupan ini.Hadishadis yang menekan hal ini cukup banyak
antara lain Siapa yang beriman dengan Allah dan hari akhirat hendaklah ia memuliakan
tamu/tetangga.
2. Dari Dimensi Syariah/Hukum
Dalam Islam, para pemberontak negara harus diperangi sampai habis total dan
tuntas.Termasuk disini adalah mereka yang tak mau bayar zakat.Artinya tidak mau bayar
zakat merupakan kesalahan besar di mata hukum Islam. Islam juga mewajibkan amar makruf
nahi mungkar yang kesemuanya terkait dengan hukum dan segala konsekwensinya. Orang
yang yang tidak memberi makan fakir miskin dapat terjerat vonis pedusta agama.
3. Dimensi Akhlak
Dalam Islam seseorang dianggap mulia, jika ia memelihara anak yatim. Orang yang
paling disenangi Allah adalah mereka yang paling dermawan. Orangoarang yang
berinfaq/bersedekah diberi ganjaran pahala sampai 70 x lipat. Dalam hadis Rasulullah
disebutkan bahwa Allah akan selalu membantu hambaNya selama hamba tersebut membantu
saudaranya. Pada hadis lain Rasulullah menyebutkan, bahwa bakhil itu sifat tercela dan
pemboros itu adalah kawankawan setan.
Jika dibahas secara terinci, tentang kepedulian Islam terhadap masalah sosial maka
kita akan menemukan bahwa ternyata amal ibadah secara umum lebih banyak berurusan
dengan hamblum minannas ketimbang hablum minallah. Cuma kesemuanya itu harus dikunci
dengan prinsip utama
kepedulian sosial, terutama kepada orang-orang yang lemah secara ekonomi, saat ini
terasa semakin banyak diabaikan. Orang-orang yang mampu banyak yang sibuk dengan
kariernya, bisnisnya atau sibuk mementingkan kehidupannya sendiri, sehingga terlena dan
akhirnya lalai dengan kepedulian sosialnya. Mereka mengabaikan dengan kondisi orangorang yang lemah seperti ini. Kondisi ini secara nyata semakin terlihat di kota-kota besar
seperti Jakarta, dimana jurang pemisah antara si mampu dengan si lemah semakin lebar.

Makin lebar dan dalam jurang menganga, keharmonisan hubungan sosial diantara kita bisa
rusak dan hancur.
Islam sebagai agama rahmatan lilalamin telah memberikan petunjuk-petunjuk
muamalah (interaksi sosial) dan mengatur hak-hak individu dengan yang lainnya. Ajaran
kasih sayang, kewajiban zakat fitrah dan zakat harta, anjuran-anjuran berinfaq dan
bersedeqah, petunjuk agar saling tolong menolong di dalam kebaikan dan taqwa, ajaran
persaudaraan, hak-hak tetangga, perintah agar berlaku adil dan petunjuk-petunjuk muamalah
lainnya merupakan ajaran-ajaran kepekaan dan kepedulian sosial.
Berbagi dengan orang lain adalah salah satu wujud kepedulian social yang tercermin
dalam beberapa contoh, antara lain :

Kalau kita memiliki waktu, berbagilah dengan waktu kita untuk membantu orang lain.

Kalau kita memiliki tenaga berbagilah tenaga kita untuk membantu orang lain.

Kalau kita memiliki harta, berbagilah dengan harta kita untuk membantu orang lain.

Kalau kita memiliki ilmu, berbagilah dengan ilmu yang kita miliki untuk membantu
orang lain.

Kalau kita memiliki semangat dan motivasi, berbagilah dengan semangat dan
motivasi dengan orang lain.

Bahkan kalaupun hanya sekedar senyum, berbagilah senyum kebaikan dengan orang
lain.

Hubungan islam terhadap kepedulian sosial


Hubungan islam terhdap kepedulian sosial itu sangat erat, karena Ajaran Islam pada
dasarnya ditunjukan untuk kesejahteraan manusia, termasuk dalam bidang sosial Islam
menjunjung tinggi tolong menolong, saling menasehati tentang hak dan kesabaran,
kesetiakawaan, egaliter (kesamaan drajat), tentang rasa dan kebersamaan. Dalam islam juga
mengajarkan kepada kita untuk senantiasa berbagi kepada orang yang membutuhkan.
Misalnya dalam islam mengajarkan kepada kita untuk sedekah,infaq, zakat, dan lain-lain.
Kepedulian sosial adalah minat atau ketertarikan kita untuk membantu orang lain.
Lingkungan terdekat kita yang berpengaruh besar dalam menentukan tingkat kepedulian
sosial kita. Lingkungan yang di maksud disini adalah keluarga, teman, dan
lingkungan. Kepedulian sosial juga bias di maksut fitrah manusia. Kepedulian sosial sangat
beragam ada yang berupa memberikan bantuan uang makanan dan pakaian, tenaga relawan,
obat- obatan, dan masih banyak lagi bentuk kepedulian sosial.[4]
Contoh kepedulian sosial pada masa Rasulullah SAW. Pada saat itu ada rombongan
bangsawan yang baru masuk islam datang ke masjid nabi, pada saat itu Nabi sedang berada
dekat dengan para budak. Bangsawan itu mencibir dan menunjukan keberaniannya, mereka
berkata kepada nabi Kami minta dibuatkan majlis khusus untuk kami. Mereka
berkata orang-orang arab akan mengenal kemuliaan kita para utusan dari berbagai
kabilah arab akan datang menemuimu. Mereka (kabilah arab) berkata bahwa mereka malu
melihat bangsawan duduk dengan budak-budak ini. Jika urusan kami selesai anda (nabi)
bolehlah duduk bersama mereka sesuka anda (nabi).

Para kafilah arab tidak suka kalau nabi duduk berdampingan dengan orang miskin.
Mereka meminta kepada nabi untuk membuatkan suatu majlis yang khusus bagi para
bangsawan. Allah tidak suka terhadap kaum yang seperti itu, kemdian turunlah malaikat jibril
menyampaikan wahyu Allah yaitu Surah al-Anan [6] ayat 52.[5]
Yang artinya :
Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan di
petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaan-Nya. Kamu tidak memikul tanggung
jawab sedikitpun terhadap perbuatan mereka. Begitu pula mereka tidak memikul tanggung
jawab sedikitpun terhadap perbuatanmu,yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir
mereka, sehingga kamu termasukorang-orang yang zalim.[6]
Dalam ayat di atas menjelaskan bahwa Allah tidak suka terhadap orang-orang yang suka
mengucilkan, mencibir orang karena status yang dimiliki. Sebab Allah tidak pernah
mengajarkan sikap seperti itu, dan orang-orang yang suka mengucilkan, mencibir, termasuk
orang-orang yang zalim.
Allah menegaskan lagi dalam Surat al-Balad [90] ayat 10 -18.
Yang artinya :
Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan Maka tidakkah sebaiknya (dengan
hartanya itu) ia menempuh jalan yang mendaki lagi sukar? Tahukah kamu apakah jalan
yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi
MAKAN pada hari kelaparan (kepada) anak YATIM yang ada hubungan kerabat, atau orang
MISKIN yang sangat fakir. Dan dia termasuk orang-orang beriman dan saling berpesan
untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih saying Mereka (orang-orang yang
beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan
Ayat-ayat di atas menjelaskan bahwa ada dua jalan yang bisa kita pakai dalam memanfaatkan
harta kita. Al-Quran menyarankan kita untuk mengambil jalan yang sukar dan mendaki,
yaitu memerdekakan budak atau memberi makan pada anak yatim atau orang miskin. Allah
tidak menjelaskan tentang jalan yang mudah, melainkan memberi contoh jalan yang sukar.
Mengapa disebut jalan yang sukar? karena kebanyakan manusia enggan atau merasa berat
atau merasa sukar untuk melakukannya. Bila kita mampu mengalahkan rasa berat dan rasa
sukar pada diri kita dalam beramal, maka Allah menjanjikan kita termasuk golongan yang
kanan; ahli surga. Bukalah cermin hati kita sekali lagi. Apakah kita merasa sukar untuk
beramal pada orang miskin dan anak yatim? Hanya cermin hati yang teramat dalam yang
mampu menjawabnya dengan jujur.

Allah berfirman dalam Surat al-Maarij [70] ayat 19-25


Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi KIKIR, Apabila ia
ditimpakesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir,
kecualiorang-orang yang mengerjakan SHALAT, yang mereka itu tetap mengerjakan
shalatnya,dan orang-orang yang dalam HARTAnya tersedia bagian tertentu, bagi orang
(miskin) yangmeminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau
meminta)[7]
Secara tegas Allah menyebutkan bahwa keluh kesah dan kikir itu telah menjadi sifat bawaan
manusia sejak ia diciptakan. Allah melukiskan sifat manusia dengan sangat baik. Bagi saya
pribadi, ayat di atas telah menelanjangi sifat kita. Bukankah kalau kita tidak memiliki harta
kita sering berkeluh kesah, sebaliknya, kalau memiliki banyak harta kita cenderung untuk
kikir. Lalu bagaimana caranya agar sifat bawaan (keluh kesah & kikir) kita tersebut tidak
menjelma atau dapat kita padamkan.
Allah menyebutkan, paling tidak, dua jalan. Pertama, mengerjakan sembahyang secara
kontinu. Kedua, menyadari bahwa dalam harta yang kita miliki terkandung bagian tertentu
untuk fakir miskin. Dua resep ini insya Allah akan mampu memadamkan sifat keluh kesah
dan sifat kikir yang kita miliki, untuk tetap peduli terhadap sesama.
Sesungguihnya pintu-pintu kepedulian sosial itu ada banyak sekali. Yang diperlukan
adalah Kesadaran kita untuk mau berbagi dengan sesama kehidupan ini, bukan hanya
mementingkan ego pribadi kita. Orang yang mengaku beriman, hakikatnya bukan beriman
(tidak sempurna) kalau tidak peduli dengan orang-orang lemah di sekitarnya.
Dengan kepedulian sosial maka akan tercipta keharmonisan sosial yang kuat, suasana
kekeluargaan, dan saling membantu satu sama lain. Sudah selayaknya kita yang diberikan
anugerah yang tak ternilai dari Allah Tuhan Yang Maha Pengasih ini, bersyukur dengan mau
berbagi dan peduli dengan sesama kehidupan yang membutuhkan pertolongan. Marilah kita
saling mengingatkan dan terus.

Anda mungkin juga menyukai