Anda di halaman 1dari 6

Rembulan Ayu NP & Ratna Dewi Puspita Sari | Peran Kortikosteroid dalam Pematangan Paru Intrauterin

Peran Kortikosteroid dalam Pematangan Paru Intrauterin

Rembulan Ayu NP1, Ratna Dewi Puspita Sari2


1
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
2
Bagian Obstetrik dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak

Sindroma gawat napas memiliki hubungan yang erat dengan maturitas paru janin. Surfaktan dihasilkan sel alveolus tipe II yang
mulai tumbuh pada gestasi 22-24 minggu dan mulai mengeluarkan keaktifan pada gestasi 24-26 minggu, yang mulai berfungsi pada
masa gestasi 32-36 minggu. Kekurangan surfaktan akan menyebabkan terjadinya atelektasis secara progresif dan peningkatan
distres pernafasan pada 24-48 jam pasca lahir. Strategi untuk mengurangi kejadian sindroma gawat napas pada bayi yang lahir
secara prematur dilakukan dengan cara memberikan kortikosteroid kepada wanita dengan risiko persalinan preterm sebelum 32-34
minggu kehamilan. Pemberian kortikosteroid sebelum paru matang akan memberikan efek berupa peningkatan sintesis fosfolipid
surfaktan pada sel pneumosit tipe II dan memperbaiki tingkat maturitas paru.

Kata kunci: kortikosteroid, intrauterin, pematangan paru.

The Role of Corticosteroids in Intrauterine Lung Maturation

Abstract

Respiratory distress syndrome has a strong relationship with fetal lung maturity. Surfactants are produced by type II alveolar cells
that begin to grow at 22-24 weeks of gestation and begin to activated at 24-26 weeks of gestation, which begins to function at 32-
36 weeks of gestation. Surfactant deficiency would result in progressive atelectasis and increased respiratory distress at 24 hours
after birth. Strategies to reduce the incidence of respiratory distress syndrome in preterm infants include administering
corticosteroids in pregnant women with risk of preterm delivery before 32-34 weeks of gestation. Corticosteroids administration
before the lung mature will give the effect of increased surfactant phospolipid synthesis in tyoe II pneumocytes cell and improved
the level of lung maturity.

Keywords: corticosteroids, intrauterine, lung maturation.

Korespondensi: Rembulan Ayu NP | Perumahan Jaya Pura Indah Blok F3 Wayhalim Bandar Lampung | HP 082178277469 e-mail:
raniendhita@gmail.com

Pendahuluan
Pematangan paru intrauterine meliputi endotel (kapiler) yang sudah berkembang dengan
empat periode, yaitu periode pseudoglandula, baik.1-3
periode kanalikuler, periode sakus terminalis dan Sebelum lahir, paru-paru berisi cairan yang
periode alveolaris. Periode pseudoglandula mengandung kadar klorida tinggi, sedikit protein,
dimulai dari 5 - 16 minggu dimana cabang-cabang sedikit lendir dari kelenjar bronkus dan surfaktan
berlanjut membentuk bronkiolus terminalis. dari sel epitel alveoli tipe II. Jumlah surfaktan
Periode kanalikuler terjadi pada 15 - 26 minggu dalam cairan tersebut semakin lama semakin
dimana setiap bronkiolus terminalis terbagi bertambah banyak, terutama selama dua minggu
menjadi dua atau lebih bronkiolus respiratorius terakhir sebelum lahir, tanpa adanya lapisan
yang kemudian terbagi menjadi 3 - 6 duktus surfaktan ini alveoli akan tetap menguncup.3
alveolaris. Periode sakus terminalis terjadi pada 26 Penggunaan analisis terhadap cairan
minggu sampai lahir dimana terbentuk sakus amnion untuk memprediksi maturitas paru-paru
terminalis (alveoli primitif) dan kapiler janin telah diterima secara luas. Hasil analisis ini
membentuk hubungan erat. Periode alveolaris telah dimanfaatkan untuk menentukan saat yang
terjadi saat 8 bulan sampai masa kanak-kanak tepat untuk melakukan terminasi kehamilan
dimana alveoli matang dengan hubungan epitel secara elektif. Di Amerika Serikat, berdasarkan
hasil pemeriksaan maturitas paru secara luas,
Majority | Volume 6| Nomor 3 | Juli 2017| 142
Rembulan Ayu NP & Ratna Dewi Puspita Sari | Peran Kortikosteroid dalam Pematangan Paru Intrauterin

sindroma gawat napas telah diprediksi terjadi semakin terpisah membentuk calon bronkhi. Pada
pada 40.000 bayi-bayi yang baru lahir setiap fase pseudoglandular, pembelahan cepat
tahun. Mortalitas sindroma gawat napas yaitu membentuk 15 hingga 20 saluran udara. Saluran
sebesar 30% dan dalam jangka panjang udara yang terbentuk dilapisi oleh selapis sel
dihubungkan dengan risiko yang bermakna untuk kuboid yang kaya akan glikogen. Pembuluh darah
timbulnya gejala sisa, baik neurologis maupun arteri dan paru juga berkembang seiring dengan
pulmonologis.3 perkembangan saluran udara. Di akhir fase
Apabila karena sesuatu keadaan, kehamilan pseudoglanduler saluran udara, arteri dan vena
harus diakhiri atau menunda suatu persalinan, telah berkembang menyerupai pola yang
maka perlu diketahui kondisi maturitas paru-paru ditemukan pada paru dewasa. Pada fase ini pula
janin. Maturitas paru-paru janin ini sangat erat diafragma terbentuk dan memisahkan rongga
hubungannya dengan terjadinya sindroma gawat dada dan abdomen, kegagalan penutupan akan
napas. menyebabkan hernia diafragma dan hipoplasia
paru.3
Diskusi Fase kanalikuler, antara 17 hingga 26
Tahap Pematangan Paru Intrauterin minggu kehamilan, menunjukkan perubahan dari
Perkembangan paru normal dapat dibagi paru yang praviabel menjadi paru yang berpotensi
dalam beberapa tahap. Organogenesis paru dibagi viabel dengan kemampuannya untuk melakukan
menjadi lima tahapan yang berbeda. Tahapan pertukaran gas. Perubahan utama yang terjadi
awal meliputi fase embrionik (hari ke 26 hingga pada fase ini adalah terbentuknya asinus,
52) dan fase pseudoglanduler (hari ke 52 hingga diferensiasi epitel dengan pembentukan sawar
akhir minggu ke-16 kehamilan), yang berikutnya udara-darah (air blood barrier) dan dimulainya
adalah fase kanalikuler (17 hingga 26 minggu sintesis surfaktan di sel tipe II. Struktur asinus
kehamilan), fase sakuler (26 hingga 36 minggu terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus
kehamilan) dan terakhir adalah fase alveolar (36 alveolar, dan alveoli rudimenter. Setelah usia
minggu sampai 24 bulan postnatal).1 kehamilan 20 minggu, sel kuboid yang kaya akan
glikogen ini akan mulai membentuk badan lamelar
dalam sitoplasmanya menandakan dimulainya
produksi surfaktan. Badan lamelar mengandung
protein surfaktan dan fosfolipid dalam pneumosit
tipe II dapat ditemui dalam asinus tubulus pada
stadium ini.3
Fase sakuler merupakan fase
1 perkembangan paru pada janin yang dianggap
Gambar 1. Perkembangan morfologi paru manusia.
viabel yaitu pada usia kehamilan 26 hingga 36
minggu. Sakulus merupakan struktur terminal dari
Setelah lima tahapan perkembangan paru,
paru janin, yang terdiri dari tiga tahapan
paru memasuki tahapan postnatal growth pada
pembentukan, yaitu bronkiolus repiratorik, duktus
usia 2-18 tahun.2
alveolaris, baru kemudian terjadi septasi sekunder
2 dari sakulus yang akan membentuk alveoli.
Tabel 1. Tahap pertumbuhan dan pematangan paru.
Alveolarisasi dimulai pada usia kehamilan 32
Waktu (Minggu)
Embryonic 3 - 5 minggu
hingga 36 minggu dari sakulus terminalis dengan
Pseudoglandular 5 – 16 minggu munculnya septa yang mengandung kapiler, serat
Canalicular 16 – 26 minggu elastin, dan kolagen. Selama tahap alveolar,
Saccular 26 – 36 minggu dibentuk septa alveolar sekunder yang terjadi dari
Alveolar 36 minggu – 2 tahun gestasi 36 minggu sampai 24 bulan setelah lahir.3
Post Natal Growth 2 tahun – 18 tahun
Surfaktan
Pada fase embrional, paru pertama kali Surfaktan adalah suatu senyawa
muncul sebagai sebuah ventral bud yang terpisah percampuran yang dapat menurunkan tegangan
dari esofagus dan kaudal dari sulkus permukaan (atau tegangan antar permukaan)
laringotrakheal. Celah antara bud paru dan antara dua zat cair atau antara zat cair dengan zat
esofagus akan semakin dalam, disertai dengan padat. Surfaktan pada paru manusia merupakan
semakin memanjangnya bud dan mesenkim dan senyawa lipoprotein dengan komposisi yang
Majority | Volume 6| Nomor 3 | Juli 2017| 143
Rembulan Ayu NP & Ratna Dewi Puspita Sari | Peran Kortikosteroid dalam Pematangan Paru Intrauterin

kompleks dengan variasi berbeda sedikit diantara waktu ekspirasi. Kurangnya surfaktan adalah
spesies mamalia. Senyawa ini terdiri dari fosfolipid penyebab terjadinya atelektasis secara progresif
(hampir 90% bagian), berupa dan menyebabkan meningkatnya distres
Dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC) yang juga pernafasan pada 24-48 jam pasca lahir.5
disebut lesitin, dan protein surfaktan sebagai SPA,
SPB, SPC dan SPD (10% bagian).3 Fisiologis Surfaktan
Surfaktan merupakan suatu senyawa Efek fisiologis surfaktan pada paru preterm,
organik yang bersifat ampifilik, yaitu mempunyai antara lain:
bagian hidrofobik (pada bagian ekor) sekaligus 1. Mempertahankan stabilitas alveoli
bagian hidrofilik (bagian kepala). Sehingga sebuah Alveoli digambarkan sebagai bidang berbentuk
surfaktan mengandung kedua komponen yang bola dimana surfaktan berfungsi untuk
bersifat tidak larut air (larut minyak) dan juga mempertahankan ukurannya. Alveoli bersifat
komponen larut air. Surfaktan akan menyebar di interdependen dimana struktur mereka
air dan menyerap pada antarmuka udara dan air ditentukan oleh bentuk dan elastisitas dinding
(atau minyak dan air pada percampuran minyak alveoli lain yang saling bersinggungan.3 Pada
dan air). Bagian hidrofobik surfaktan dapat keluar saat alveoli mengalami kolaps maka alveoli di
dari zat cair menuju udara atau minyak, sekitarnya akan teregang oleh alveoli
sementara bagian hidrofilik masih tetap berada tersebut.6
dalam zat cair. Keberadaan surfaktan pada 2. Menurunkan tegangan permukaan
permukaan suatu zat akan merubah sifat dari Kemampuan surfaktan untuk menurunkan
permukaan air pada antarmukanya dengan udara tegangan permukaan berasal dari komponen
atau minyak.3 fosfolipid yang dikandungnya. Fosfolipid
Surfaktan dibuat oleh sel alveolus tipe II memiliki bagian hidrofilik dan sekaligus bagian
yang mulai tumbuh pada gestasi 22-24 minggu hidrofobik.
dan mulai mengeluarkan keaktifan pada gestasi 3. Reduksi ultra-filtrasi
24-26 minggu, yang mulai berfungsi pada masa Selain menurunkan tegangan permukaan
gestasi 32-36 minggu. Produksi surfaktan pada secara keseluruhan dan menciptakan stabilitas
janin dikontrol oleh kortisol melalui reseptor alveolar, surfaktan juga mencegah terjadinya
kortisol yang terdapat pada sel alveolus type II. edema paru. Apabila tidak terdapat surfaktan,
Produksi surfaktan dapat dipercepat lebih dini untuk mengembangkan alveoli, tekanan
dengan meningkatnya pengeluaran kortisol janin transpulmoner harus meningkat hingga
yang disebabkan oleh stres, atau oleh pengobatan mencapai -28 cm H2O, ini akan menyebabkan
betamethasone atau deksamethason yang net gradient tekanan yang bekerja dengan arah
diberikan pada ibu yang diduga akan melahirkan keluar. Namun dengan adanya surfaktan,
bayi dengan defisiensi surfaktan atau kehamilan tegangan permukaan akan menurun, sehingga
preterm 24-34 minggu.4 mengurangi tekanan transpulmoner yang
Paru-paru janin berhubungan dengan cairan dibutuhkan, akibatnya net gradien tekanan
amnion, maka jumlah fosfolipid dalam cairan akan bekerja kearah dalam dan menjaga
amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, interstisial alveoli tetap kering.6
sebagai tolak ukur kematangan paru, dengan cara Prematuritas merupakan salah satu
menghitung rasio lesitin/sfingomielin dari cairan penyebab mortilitas dan morbiditas pada bayi.
amnion. Sfingomielin adalah fosfolipid yang Salah satu penyebab kematian pada bayi
berasal dari jaringan tubuh lainnya kecuali paru- prematur adalah respiratory distress syndrome
paru. Jumlah lesitin meningkat dengan (RDS). RDS berhubungan dengan struktur dan
bertambahnya gestasi, sedangkan sfingomielin fungsi paru yang imatur. Imaturitas struktur dan
jumlahnya menetap. Rasio L/S biasanya 1:1 pada fungsi paru akan mengurangi produksi surfaktan
gestasi 31-32 minggu, dan menjadi 2:1 pada oleh sel alveolar tipe II sehingga terjadi defisiensi
gestasi 35 minggu. Rasio L/S 2:1 atau lebih surfaktan dan mengakibatkan RDS. Rasio
dianggap fungsi paru telah matang sempurna, lecithin/sphingomyelin (L/S) merupakan gold
rasio 1,5-1,9 sejumlah 50% akan menjadi RDS, dan standard pemeriksaan maturitas paru dari cairan
rasio kurang dari 1,5 sejumlah 73% akan menjadi amnion. Paru janin imatur jika rasio L/S<2.0 dan
RDS. Bila radius alveolus mengecil, surfaktan yang matur jika rasio L/S ≥ 2.0.6
memiliki sifat permukaan alveolus, dengan
demikian mencegah kolapsnya alveolus pada
Majority | Volume 6| Nomor 3 | Juli 2017| 144
Rembulan Ayu NP & Ratna Dewi Puspita Sari | Peran Kortikosteroid dalam Pematangan Paru Intrauterin

Pemberian Kortikosteroid pada Kehamilan


Preterm
Strategi mengurangi kejadian RDS pada bayi
yang lahir secara prematur dilakukan dengan
memberikan kortikosteroid kepada wanita dengan
risiko persalinan preterm sebelum 32-34 minggu
kehamilan.6 Kortikosteroid yang diberikan pada
ibu dengan risiko persalinan preterm secara
signifikan menurunkan insiden respiratory distress
syndrome (RDS) pada bayi baru lahir, utamanya Gambar 2. Peran kortikosteroid terhadap pematangan
11
jika persalinan terjadi dalam waktu 24 jam hingga paru.
7 hari setelah pemberian kortikosteroid.7
Cochrane review terhadap 21 penelitian Pemberian kortikosteroid pada saat
(melibatkan 3885 wanita dan 4269 bayi) antenatal terhadap fungsi paru neonatus terjadi
menunjukkan bahwa pemberian kortikosteroid melalui dua mekanisme, yaitu memicu maturasi
antenatal menurunkan risiko kematian bayi arsitektur paru dan menginduksi enzim paru yang
sebesar 31%, RDS 44% dan intraventricular bermain dalam maturasi secara biokimia.10 Dalam
haemorrhage sebesar 46%. Kortikosteroid embriogenesis paru, alveoli tersusun atas 2 tipe
antenatal juga berkaitan dengan penurunan sel, yaitu pneumosit tipe 1 (berperan untuk
kejadian necrotising enterocolitis, kebutuhan akan pertukaran gas di alveoli) dan tipe 2 (berfungsi
alat bantu pernapasan, perawatan intensif dan untuk produksi dan sekresi surfaktan). Adanya
infeksi sistemik dalam 48 jam pertama kehidupan kortikosteroid mempercepat perkembangan dari
dibandingkan dengan kelompok pasien tanpa kedua sel tersebut, seperti secara histologi sel
terapi atau plasebo. Tidak didapatkan adanya efek epitel menjadi lebih gepeng, penipisan septa
samping dari pemberian kortikosteroid antenatal alveoli, serta peningkatan sitodiferensiasi. Selain
ini.7 Hasil yang signifikan pada luaran bayi itu, obat tersebut secara khusus menstimulasi
diperoleh apabila persalinan terjadi setidaknya 48 sintesis fosfolipid dan pelepasan surfaktan.
jam setelah pemberian kortikosteroid dan pada Kortikosteroid akan memasuki pneumosit tipe 2
usia kehamilan di atas 24 minggu.8 Pemberian fetal dan berikatan dengan reseptornya di
kortikosteroid pada kehamilan >34 minggu tidak intraseluler sehingga membentuk kompleks
memberikan manfaat dan dapat menyebabkan kortikosteroid-reseptor. Kompleks tersebut akan
komplikasi pada janin.9 berikatan dengan glucocorticoid response element
(GRE) yang berada di sepanjang genom.
Mekanisme Kortikosteroid dalam Pematangan Akibatnya, terjadi peningkatan transkripsi gen
Paru Intrauterin tertentu dan menghasilkan messenger ribonucleis
Pemberian kortikosteroid sebelum paru acid (mRNA) yang akan ditranslasi menjadi protein
matang akan memberikan efek berupa spesifik (choline-phosphate cytidylyltransferase).
peningkatan sintesis fosfolipid surfaktan pada sel Akhirnya, proses enzimatik tersebut menstimulasi
pneumosit tipe II dan memperbaiki tingkat sintesis fosfolipid.10,11
maturitas paru. Kortikosteroid bekerja dengan
menginduksi enzim lipogenik yang dibutuhkan Dosis dan Tehnik Pemberian Kortikosteroid
dalam proses sintesis fosfolipid surfaktan dan Betametason dan deksametason adalah
konversi fosfatidilkolin tidak tersaturasi menjadi kortikosteroid sintetis kerja panjang dengan
fosfatidilkolin tersaturasi, serta menstimulasi potensi glukokortikoid yang serupa dan efek
produksi antioksidan dan protein surfaktan. Efek mineralokortikoid yang tidak bermakna. Adanya
fisiologis glukokortikoid pada paru meliputi perbedaan dalam hal ikatan dengan albumin,
peningkatan kemampuan dan volume maksimal transfer plasenta dan afinitas pada reseptor
paru, menurunkan permeabilitas vaskuler, kortikosteroid, maka dibutuhkan dosis kortisol,
meningkatkan pembersihan cairan paru, maturasi kortison, hidrokortison, prednisone dan
struktur parenkim, memperbaiki fungsi respirasi, prednisolon yang lebih tinggi untuk mencapai
serta memperbaiki respon paru terhadap ekuivalensi dosis yang sama dengan
pemberian terapi surfaktan post natal. deksametason dan betametasone pada janin.12
Deksametason dan betametason
merupakan long acting glucocorticoids dimana
Majority | Volume 6| Nomor 3 | Juli 2017| 145
Rembulan Ayu NP & Ratna Dewi Puspita Sari | Peran Kortikosteroid dalam Pematangan Paru Intrauterin

keduanya mampu menembus plasenta dalam dosis lebih rendah dalam mempercepat maturitas
bentuk aktif.12 Betametason tersedia dalam paru janin. Pemberian deksametason antara dosis
bentuk betamethasone sodium phosphate solution 4 mg dan 6 mg setiap 12 jam selama 2 hari pada
dengan waktu paruh 36-72 jam dan ibu hamil dengan resiko persalinan preterm tidak
betamethasone acetate suspension dengan waktu menunjukkan perbedaan nilai rasio L/S.16
paruh relatif lebih lama. Deksametason secara Deksametason secara intramuskular lebih
umum tersedia dalam bentuk deksametason dipilih karena rute intramuskular memiliki
sodium phosphate solution dengan waktu paruh pelepasan yang lebih lambat dengan durasi yang
36-72 jam. Regimen yang sering digunakan adalah lebih lama. Administrasi intravena tidak
2 kali dosis 12 mg betametason intramuskular direkomendasikan karena akan memberi paparan
dengan interval 24 jam dan 4 kali dosis 6 mg kortikosteroid terhadap wanita hamil dan janin
deksametason dengan interval 12 jam nya dengan konsentrasi tinggi pada tahap awal
intramuskular. Betametasone injeksi sulit sehingga meningkatkan efek samping akibat
ditemukan di Indonesia dan sangat mahal penetrasi deksametason secara cepat ke plasenta.
sehingga deksametason lebih sering digunakan Deksametason diberikan 4 kali dosis selama 2 hari
karena lebih murah dan lebih mudah karena terapi kortikosteroid antenatal dilakukan
ditemukan.13,14 menyerupai paparan kortikosteroid endogen yang
Regimen pemberian kortikosteroid yang terjadi selama kehamilan dimana induksi kortisol
direkomendasikan oleh Royal College of endogen pada ibu juga terjadi selama 48 jam (2
Obstetricians and Gynaecologists (RCOG) tahun hari), sehingga durasi deksametason juga
2010 adalah 2 dosis betametasone 12 mg berjarak diberikan selama 2 hari.17
24 jam dari dosis pertama, diberikan
intramuskuler atau 4 dosis deksametason 6 mg Simpulan
tiap 6 jam, diberikan intramuskuler. Menurut Pematangan paru intrauterine meliputi fase
rekomendasi dari RCOG setiap klinisi sepatutnya embrionik, pseudoglanduler, kanalikuler, fase
menawarkan pemberian terapi kortikosteroid sakuler dan fase alveolar. Paru mulai
antenatal ini pada setiap wanita dengan risiko memproduksi surfaktan pertama kali antara
persalinan preterm dengan usia kehamilan 24 minggu ke 28 dan 32 kehamilan. Imaturitas pada
minggu + 0 hari hingga 34 minggu + 6 hari.15 struktur dan fungsi paru akan mengakibatkan
Betametason dan deksametason adalah produksi surfaktan yang rendah oleh sel alveolar
antenatal kortikosteroid yang digunakan dalam tipe II, sehingga defisiensi surfaktan dapat
penurunan respiratory distress syndrome (RDS). mengakibatkan sindrom distres pernafasan pada
RDS terkait dengan imaturitas struktur dan fungsi bayi baru lahir. Pemberian kortikosteroid sebelum
paru yang ditentukan dengan rasio paru matang akan memberikan efek berupa
lesitin/sfingomielin (L/S) sebagai gold standard. peningkatan sintesis fosfolipid surfaktan pada sel
Suatu penelitian telah dilakukan untuk pneumosit tipe II dan memperbaiki tingkat
menganalisis penggunaan deksametason dengan maturitas paru.

Daftar Pustaka
1. Jobe AH. Fetal lung development and 6. Mwansa-Kambafwile J, Cousens S, Hansen
surfactant. Philadelphia: Saunders Elsevier; T, Lawn JE. Antenatal cortiocosteroids in
2009. hlm. 193-205. preterm labour for the prevention of
2. Jobe AH. Lung development and neonatal deaths due to complications of
maturation. United States: Mosby Elsevier; preterm birth. Int J Epidemiol. 2010;
2006. hlm. 407-18 39(1):22-33.
3. Sherwood L. Human physiology : from cells 7. Jobe AH, Ikegami M. Antenatal
to system. United States: Brooks Cole; 2010. infection/inflammation and postnatal lung
hlm. 461-511. maturation and injury. Respir Res. 2001;
4. Kotecha S. Lung growth: implications for the 2(1):27–32.
newborn infant. Arch Dis Child Fetal 8. Kamath-Rayne BD, DeFranco EA, Marcotte
Neonatal. 2000; 82(1):69–74. MP. Antenatal steroids for treatment of
5. Mercer BM. Assesement and induction of fetal lung immaturity after 34 weeks of
fetal pulmonary maturity. Philadelphia: gestation: an evaluation of neonatal
Saunders Elsevier; 2009. hlm. 421-31.
Majority | Volume 6| Nomor 3 | Juli 2017| 146
Rembulan Ayu NP & Ratna Dewi Puspita Sari | Peran Kortikosteroid dalam Pematangan Paru Intrauterin

outcomes. Obstet Gynecol. 2012; birth. Cochrane Database Syst Rev. 2006;
119(5):909–16. 3(4):44-5.
9. Peebles D. Management of preterm 13. Jobe AH, Soll RF. Choice and dose of
premature ruptured membranes. Dalam: corticosteroid for antenatal treatments. Am
Norman J, Greer I, editor. Preterm labour : J Obstet Gynecol. 2004; 190(1):878-81.
managing risk in clinical practice. England: 14. Katzung BG. Basic and clinical
Cambridge University Press; 2005. hlm. 171- pharmacology. New York: McGraw Hill;
91. 2004. hlm. 641-60.
10. Brownfoot FC, Gagliardi DI, Bain E, 15. Royal College of Obstetricians and
Middleton P, Crowther CA. Different Gynaecologists. Antenatal corticosteroids to
corticosteroids and regimens for reduce neonatal morbidity and mortality.
accelerating fetal lung maturation for London: Royal College of Obstetricians and
women at risk of preterm birth. Cochrane Gynaecologists; 2010.
Database Syst Rev. 2013; 4(1):1-34. 16. Faizah RN, Yahya M, Yulistiani, Abadi A.
11. Porto AM, Coutinho IC, Correia JB, Amorim Deksametason study for prenatal lung
MM. Effectiveness of antenatal maturation on lecithin/sphingomyelin ratio
corticosteroids in reducing respiratory in women at risk of preterm birth. Folia
disorders in late preterm infants: Medica Indonesiana. 2015; 51(1): 45-52.
randomised clinical trial. British Med J. 17. Sekhavat L, Firouzabadi RD, Karbasi SA.
2011; 34(2):16-96. Comparison of interval duration between
12. Roberts D, Dalziel S. Antenatal single course antenatal corticosteroid
corticosteroids for accelerating fetal administration and delivery on neonatal
lung maturation for women outcomes. J Turk Ger Gynecol Assoc. 2011;
at risk of preterm birth. 12(1):86-9.

Majority | Volume 6| Nomor 3 | Juli 2017| 147

Anda mungkin juga menyukai