Anda di halaman 1dari 5

Sindrom Nefrotik

Tanda dan gejala:

 protein dalam urin lebih dari 3gr/24 jam,


 albumin serum kurang dari 3g/dl,
 edem dan hiperkolesterolnemia.

Jumlah dari protein dalam urine dapat diperkirakan melalui perbandingan antara protein dan
kreatinin(mg/mg). Pada keadaan normal perbandingan ini kurang dari 0,15 (protein kurang
dari 150mg/24jam). Pada pasien dengan sindroma nefrotik perbandingan dapat lebih dari 3,5
(protein >3g/24 jam). Adanya proteinuria dapat mengindikasikan telah terjadi kerusakan pada
glomerular.

Etiologi dan Diagnosis

Penyebab tersering pada sindroma nefrotik dalam kehamilan adalah preeklamsia.

Kadang sindroma nefrotik dapat ditemukan pada wanita dengan nefropati diabetik atau
systemic lupus erythematous (SLE). Sangat jarang ditemukan kasus sindroma nefrotik yang
disebabkan penyakit glomerulus yang baru terjadi pada masa kehamilan. Dalam kebanyakan
kasus diagnosis banding untuk mengetahui penyebab sindrom nefrotik selama kehamilan
(preeklamsia, nefropati diabetik, lupus nefritis, penyakit glomerular primer) sangat
disarankan berdasarkan riwayat klinis pasien. wanita dengan preeklamsia menunjukan tanda
dan gejala pada kondisi tersebut dan memiliki gula darah yang normal kecuali menderita
diabetes yang berkembang menjadi preeklamsia. Nefropati diabetic dapat menyebabkan
sindrom nefrotik biasanya pada wanita yang sudah lama menderita diabetes, dengan diabetes
tidak terkontrol. Pasien dengan SLE biasanya sudah didiagnosis sebelum kehamilan dan
memiliki riwayat malar rush, serositis, buccal ulcers, dan kelainan serologis. Penyakit
glomerulus primer karena immunologi atau infeksi sangat jarang terjadi saat kehamilan,
proteinuria tidak dalam batasan nefrotik dan sering ditemukan hematuri.

Tanda dan gejala tidak dapat digunakan dalam menentukan penyebab dari sindrom
nefrotik selama kehamilan. Semua kondisi yang terjadi pada sindrom nefrotik menunjukan
hipertensi dan perubahan pada hasil laboraturium. Pemeriksaan pada sedimen urin sangat
berguna pada kasus ini. Banyaknya gambaran, silinder granul kasar biasanya dapat
ditemukan pada preeklamsia sedangkan tampilan sel darah merah dan silinder darah merah
adalah diagnosis dari glomerulonefritis akut. Tampilan dari bintik lemak, sel silinder, dan
gambaran lemak ganda mengarah kepada penyakit ginjal kronik. Pemeriksaan laboratorium
lain yang berguna untuk menentukan diagnosis banding adalah pemeriksaan untuk kelainan
autoimmune (ANA titer, anti native-DNA, anti-Sm, antibodi antiphospholipid, dan panel
komplemen). Hasil positif pada pemeriksaan serologis autoimun menunjukan diagnosis SLE.

Perubahan pada panel komplemen (C3, C4, dan CH50) dapat berguna untuk
menentukan diagnosis banding pada sindrom nefrotik. Walaupun banyak penyakit
glomerulus yang dapat menyebabkan penurunan nilai dari komplemen, penemuan ini pada
pasian hamil dengan sindrom nefrotik kemungkinan besar mengarah ke lupus nefritis.

Biopsi ginjal sering dilakukan untuk mendiagnosis pasien dengan sindrom nefrotik.
Indikasi terbanyak adalah penyakit glomerulus akut karena dapat menentukan diagnosis dan
pengobatan spesifik sesuai kondisi. Panduan ultrasonografi digunakan pada saat dilakukan
biopsi ginjal untuk menurunkan resiko komplikasi yang dapat terjadi pada saat prosedur
dilaksanakan dimana angka kejadian sama dengan wanita tidak hamil (Packham dan Fairley,
1987). Meskipun komplikasi dari prosedur ini jarang terjadi pada orang yang berpengalaman,
tetapi hal ini tidak dapat diabaikan dan kecuali informasi yang didapat dari biopsi secara
signifikan dapat mengubah terapi yang diberikan, lebih baik untuk menunda prosedur ini
sampai periode sesudah melahirkan (Chen et al.,2001).

Gambar diatas adalah langkah dalam mendiagnosis yang dapat diikuti dalam mempelajari
pasien sindrom nefrotik dalam kehamilan.
Penanganan

Pada kebanyakan wanita hamil penyebab dari sindrom nefrotik adalah preeklamsi,
dan pengobatan yang paling penting adalah persalinan. Meskipun demikian, pada kehamilan
preterm (kurang dari 32 minggu) kebutuhan untuk persalinan harus diimbangi dengan angka
kesakitan yang disebabkan karena persalinan yang cepat dan terdapat situasi dimana
pengobatan konservatif yang ketat untuk maternal dan keselamatan janin merupakan pilihan
terbaik. Informasi mengenai penanganan pada wanita hamil dengan preeklamsi berat dapat
ditemukan dalam bab sesuai buku ini.

Perhatian utama dalam penanganan sindrom nefrotik pada wanita hamil adalah untuk
menangani peningkatan tekanan darah yang agresif, untuk memberikan pengobatan
antikoagulan dikarenakan resiko tinggi terjadinya tromboemboli vena, untuk mengurangi
kelebihan cairan dengan diuretics, dan untuk mengobati penyakit penyebab jika diketahui.
Dari sudut pandang janin masalah utama adalah untuk perkembangan janin dan pengawasan
terus menerus untuk mendeteksi dan mengevaluasi efek dari penyakit terhadap oksigenasi
janin.

Penanganan terhapad hipertensi dalah salah satu poin penting dalam penanganan pada
wanita hamil dengan sindrom nefrotik. Target dalam pemberian obat antihipertensi adalah
tekanan darah dibawah 140/90 mmHg, yang merupakan definisi hipertensi dalam kehamilan.
Untuk pengobatan peningkatan tekanan darah akut adalah labetalol atau hydralazine
intravena. Tidak jarang, diperlukan penggunaan sodium nitroprusside atau nitrogliceryn
intravena. Untuk terapi pemeliharaan pilihannya adalah labetalol, calcium chanel blocker,
hydralazine, dan methyldopa. ACE-inhibitors merupakan kontraindikasi pada kehamilan.
Terdapat beberapa variasi dalam dosis dan pemberian pada obat tersebut, variable tersebut
sangat dipengaruhi pada tingkat keparahan hipertensi dan respon seseorang terhadap terapi
yang diberikan.

Wanita hamil dengan sindrom nefrotik memiliki kemungkinan yang tinggi terhadap
terjadinya tromboemboli. Kondisi ini merujuk kepada hiperkoagulasi fisiologis yang ditandai
dengan keluarnya antithrombin melalui urin pada kehamilan yang normal dan perubahan
pada sistem fibrinolisis, yang menyebabkan hampir sebanyak 40% kejadian thrombosis vena
dalam. Target yang paling sering terjadinya trombosis pada pasien dengan sindrom nefrotik
adalah pada vena ginjal yang tidak memiliki gejala. Tromboemboli muncul lebih sering pada
wanita dengan serum albumin kurang dari 2g/dl. Pemberian antikoagulan sebagai pencegahan
merupakan indikasi pada kasus ini, penggunaan heparin 5000-10.000U subkutan dua kali
sehari atau low-molecular-weight heparin 40.000U perhari. Jika tromboemboli sudah terjadi,
pasien membutuhkan antikoagulan secara penuh.

Perkembangan volume intravaskular normal selama kehamilan terbatas pada wanita


dengan sindrom nefrotik dikarenakan penurunan secara signifikan dari serum albumin dan
tekanan onkotik plasma yang menyebabkan perpindahan cairan intravaskuler ke jaringan
intersisial dan menyebabkan edema. Respon balik akibat berkurangnya volume intravaskular
adalah disekresikannya antidiuretic hormone, yang menyebabkan retensi cairan, melanjutkan
perpindahan cairan ke jaringan intersisial, dan menambah edema. Penanganan awal adalah
dengan loop diuretic dan dengan thiazide apabila terjadi kekebalan terhadap furosemide. Efek
dari diuretik pada volume plasma harus diawasi secara ketat dengan memantau konsentrasi
hematokrit/hemoglobin setiap hari.

Pemberian albumin kepada pasien dengan sindrom nefrotik jarang diberikan, karena
tidak adekuat dalam mengkompensasi kehilangan cariran akibat buang air kecil. Meskipun
demikian, jika proses edem menjadi anasarka, konsentrasi albumin plasma adalah 2g atau
dibawah, dan pasien menjadi oliguri, pemberian salt-poor albumin dapat menghilangkan
gejala sementara.

Penyebab sindrom nefrotik selama kehamilan selain preeklamsi sangatlah jarang.


Ketika penyebab diketahui kadang diperlukan pengobatan khusus. Pasien dengan nefritis
lupus dapat diobati dengan pemberian prednisone, 60-100 mg/hari. Penyakit glomerulus
lainnya yang dapat bereaksi dengan pemberian steroid adalah glomelurosklerosis fokal
segmental. Pada kasus ini pemberian prednisone (1 mg/kg/hari) dapat diberikan karena lebih
dari 50% dari pasien memberikan respon terhadap steroid pada proses glomerulus.

Pasien hamil dengan sindrom nefrotik memiliki resiko tinggi terjadinya infeksi,
khususnya infeksi saluran kemih. Berdasarkan itu dapat diberikan pengobatan antibiotik
pencegahan. Pengobatan yang dianjurkan adalah 500 mg ampicillin, 500 mg cephalosporin,
atau 200 mg nitrofurantoin diminum sebelum tidur.

Pasien hamil dengan sindrom nefrotik harus ditimbang setiap harinya. Fungsi ginjal
harus dimonitor setidaknya dua kali seminggu dengan pemeriksaan BUN, kreatinin, dan
ureum acid, maupun elektrolitnya. Mereka sering kali terjadi anemia yang tidak respon
terhadap pemberian zat besi dikarenakan transferrin yang keluar melalui saluran kemih.
Kondisi ini mengharuskan dilakukan transfusi jika hematokrit turun dibawah 25%.

Janin pada wanita dengan sindrom nefrotik beresiko terjadinya gangguan


pertumbuhan, persalinan prematur, dan fetal distress selama kehamilan. Komplikasi ini
biasanya muncul pada saat kondisi maternal memburuk. Komplikasi yang memiliki dampak
terbesar terhadap kondisi akhir janin adalah hipertensi selama kehamilan. Jika kondisi ini
muncul, penanganan terhadap pasien tergantung tingkat keparahan hipertensi. Secara umum,
jika ibu dalam keadaan stabil, resiko komplikasi terhadap janin sangatlah kecil. Metode
terbaik dalam menilai status janin adalah pemeriksaan ultrasound secara serial setiap 3
minggu untuk mengawasi perkembangan janin, umbilikus dan arteri cerebral media setiap
minggu, dan NST’s(nontress test) dua minggu sekali dan pemeriksaan volume cairan.

Anda mungkin juga menyukai