ETIOLOGI
Penyebab infertilitas yang sudah sempat di jelaskan diatas, dapat terbagi menjadi
faktor pria, faktor wanita dan unexplained infertilitas. penyebab pada wanita adalah
sebagai berikut:
Kegagalan ovulasi yaitu gangguan pada hipotalamus-hipofisis, tiroid, adrenal
atau ovarium yang menyebabkan kegagalan ovulasi, kegagalan endometrium
uterus untuk berproliferasi sekresi, sekresi vagina dan cervix sehingga
menghalangi spermatozoa mencapai uterus.
1
o Kelas 2: Gangguan fungsi ovarium (normogonadotropin-
normogonadism)
Karakteristik dari kelas ini adalah kelainan pada gonadotropin namun
estradiol normal. Anovulasi kelas 2 terjadi sekitar 85% dari seluruh
kasus kelainan ovulasi. Manifestasi klinik kelainan kelompok ini
adalah oligomenorea atau amenorea yang banyak terjadi pada kasus
sindrom ovarium polikistik (SOPK). Delapan puluh sampai sembilan
puluh persen pasien SOPK akan mengalami oligomenorea dan 30%
akan mengalami amenorea.
o Kelas 3: Kegagalan ovarium (hipergonadotropin-hipogonadism)
Karakteristik kelainan ini adalah kadar gonadotropin yang tinggi
dengan kadar estradiol yang rendah. Terjadi sekitar 4-5% dari seluruh
gangguan ovulasi.
o Kelas 4: Hiperprolaktinemia
Gangguan pada tuba berupa obstruksi sehingga membuat suatu obstruksi yang
menghalangi bertemunya sperma dan ovum. Obstruksi ini dapat disebabkan
oleh kelinan kongenital, penyakit radang pelvis atau pelvic inflamasi disease
(PID) seperti peritonitis yang salah satunya disebabkan oleh infeksi gonore,
clamidia.
2
Uterus yang abnormal yaitu berubahan uterus yang dapat disebabkan oleh
fibroid sehingga menghambat implantasi ovum, erosi cervix yang
mempengaruhi pH sekresi sehingga merusak sperma, kelainan kongenital
vagina, cervix atau uterus yang menghalangi pertemuan sperma dan ovum.
Mioma uteri juga dapat menyebabkan tekanan pada tuba, distrorsi, atau
elongasi kavum uteri, iritasi miometrium, atau torsi oleh mioma yang
bertangkai.
Pada kasus infertilitas pada pria dapat dikaitkan melalui analisis sperma yaitu
rendahnya persentase jumlah sperma, viskositas, pH, konsentrasi, motilitas dan
morfologi yang abnormal. Selain itu, obstruksi dan ketidakmampuan ejakulasi juga
menjadi masalah infertilitas pada pria. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
infertilitas pada pria yaitu sebagai berikut.
DIAGNOSA
Anamnesis
Dilakukan terhadap pasien dengan menanyakan identitas pasangan suami istri
meliputi umur, pekerjaan, lama menikah dan evaluasi dari pasien wanita mengenai
adakah infeksi organ reproduksi yang pernah dialami, riwayat adanya bedah pelvis,
3
riwayat sanggama, frekuensi sanggama, dispareunia, riwayat komplikasi pascapartum,
abortus, kehamilan ektopik, kehamilan terakhir, konstrasepsi yang pernah digunakan,
pemeriksaan infertilitas dan pengobatan sebelumnya, riwayat penyakit sistematik
(tuberkulosis, diabetes melitus, tiroid), pengobatan radiasi, sitostatika, alkoholisme.
Pada wanita yang paling utam aditanyakakan yaitu frekuensi dan keteraturan
menstuasi harus ditanyakan kepada seorang perempuan. Perempuan yang mempunyai
siklus dan frekuensi haid yang teratur setiap bulannya, kemungkinan mengalami
ovulasi.
Pemeriksaan Fisik
Pada wanita yaitu pengukuran temperatur basal tubuh tidak direkomendasikan untuk
mengkonfirmasi terjadinya ovulasi. Pengukuran Body Mass Indeks, wanita dengan
tampilan overweight atau obesitas mengalami kelainan berupa resistensi insulin atau
bahkan sindroma metabolik. Wanita dengan siklus menstruasi yang tidak teratur dan
tampilan fisik obesitas mungkin saja berhubungan dengan diagnosis sindrom ovarium
polikistik. Pemeriksaan gangguan endokrin seperti pertumbuhan pertumbuhan seks
sekunder, jerawat, hirsutisme, kebotakan, acanthosis nigrican, gangguan lapang
pandang, gondok, adanya ciri penyakit tiroid dan adanya gangguan galaktorea.
4
mikropenis atau hipospadia dapat mengganggu proses transportasi sperma mencapai
bagian proksimal vagina. Pemeriksaan colok dubur dapat mengidentifikasi
pembesaran prostat dan vesikula seminalis.
Pemeriksaan Penunjang
Pada pria dilakukan pemeriksaan analisis sprema, untuk melakukan analisis sperma,
teknik pengambilan sample harus dipastikan media dalam keadaan steril, tidak
melakukan hubungan minimal 2 hari atau maksimal 7 hari dan dipastikan sample
terjaga dalam suhu 20-36 derajat celcius.
Term Definition
Aspermia No ejaculate
5
setelah 3 bulan, namun pada kasus azoospermia atau oligozoospermia berat
pemeriksaan untuk konfirmasi harus dilakukan secepatnya. Selain analisis sperma,
penilaian antibodi antisperma merupakan bagaian standar analisis semen. Menurut
kriteria WHO, pemeriksaan ini dilakukan dengan pemeriksaan imunologi atau dengan
cara melihat reaksi antiglobulin. Namun saat ini pemeriksaan antibodi antisperma
tidak direkomendasikan untuk dilakukan sebagai penapisan awal karena tidak ada
terapi khusus yang efektif untuk mengatasi masalah ini
Penilaian kelainan uterus dapat dilakukan pemeriksaan HSG, USG transvaginal, SIS
dan histeroskopi. Histeroskopi merupakan baku emas dalam pemeriksaan yang
mengevaluasi kavum uteri. Namun pemeriksaan HSG sama akuratnya dengan
histeroskopi dalam hal diagnosis. Peran histeroskopi dalam pemeriksaan infertilitas
adalah untuk mendeteksi kelainan kavum uteri yang dapat mengganggu proses
implantasi dan kehamilan serta untuk mengevaluasi manfaat modalitas terapi dalam
memperbaiki endometrium.
Pemeriksaan USG tranvaginal bertujuan untuk mengetahui kelainan pada uterus dan
ovarium. Kelainan pada uterus berupa massa yang dapat menghambat implantasi
6
ovum. Kelainan pada tuba berupa berupa hidrosalphing yang disebabkan oleh karena
infeksi dan kelainan pada ovarium seperti polycystic ovarian. Gambaran polycystic
ovarian yaitu berupa volume ovarium lebih dari 10 mm, jmlah folikel hingga lebih
dari 20 dan berukuran 2-9 mm. Beberapa teknik pemeriksaan tuba yang dapat
dilakukan:
TATALAKSANA
Penanganan infertilitas pada prinsipnya didasarkan atas 2 hal yaitu Mengatasi faktor
penyebab / etiologi dan meningkatkan peluang untuk hamil. Untuk penanganan
gangguan ovulasi dapat ditatalaksana berdasarkan WHO 2010, yaitu: (gambar 1)
o Kelas 1: Kegagalan pada hipotalamus hipofisis (hipogonadotropin
hipogonadism)
peningkatan berat badan menjadi normal akan membantu mengembalikan
ovulasi dan kesuburan. Pengobatan yang disarankan untuk kelainan
anovulasi pada kelompok ini adalah kombinasi rekombinan FSH (rFSH)-
rekombinan LH (rLH), hMG atau hCG.
o Kelas 2: Gangguan fungsi ovarium (normogonadotropin-normogonadism)
dapat dilakukan dengan cara pemberian obat pemicu ovulasi golongan anti
estrogen (klomifen sitrat), tindakan drilling ovarium, atau penyuntikan
gonadotropin. Pengobatan lain yang dapat digunakan adalah dengan
menggunakan insulin sensitizer seperti metformin.
klomifen sitrat sebagai penanganan awal selama maksimal 6 bulan. Efek
samping klomifen sitrat diantaranya adalah sindrom hiperstilmulasi, rasa
7
tidak nyaman di perut, serta kehamilan ganda. Pada pasien SOPK dengan
IMT > 25, kasus resisten klomifen sitrat dapat dikombinasi dengan
metformin karena diketahui dapat meningkatkan laju ovulasi dan
kehamilan.
o Kelas 3: Kegagalan ovarium (hipergonadotropin-hipogonadism)
Hingga saat ini tidak ditemukan bukti yang cukup kuat terhadap pilihan
tindakan yang dapat dilakukan. Konseling yang baik perlu dilakukan pada
pasangan yang menderita gangguan ovulasi WHO kelas III sampai
kemungkinan tindakan adopsi anak.
o Kelas 4: Hiperprolaktinemia
Pemberian agonis dopamin (bromokriptin atau kabergolin) dapat membuat
pasien hiperprolaktinemia menjadi normoprolaktinemia sehingga
gangguan ovulasi dapat teratasi.
8
Pada gangguan tuba dapat disebabkan oleh infeksi (Chlamidia, Gonorrhoea, TBC)
maupun endometriosis. Tindakan bedah mikro atau laparoskopi pada kasus infertilitas
karena gangguan tuba dapat dipertimbangkan sebagai pilihan penanganan dan
pemberian antibiotik setelah dilakukan kultur. Untuk tatalaksanan endometriosis,
terapi medisinalis terbukti dapat mengurangi rasa nyeri namun belum ada data yang
menyebutkan bahwa pengobatan dapat meningkatkan fertilitas.
Menurut review sistematik dan meta analisis 16 penelitian acak yang dilakukan pada
kelompok yang menggunakan obat-obatan penekan ovulasi dibandingkan dengan
kelompok tanpa pengobatan atau danazol, melaporkan bahwa pengobatan obat-obatan
penekan ovulasi (medroksi-progesteron, gestrinone, pil kombinasi oral, dan agonis
GnRH) pada perempuan infertilitas yang mengalami endometriosis tidak
meningkatkan kehamilan dibandingkan kelompok tanpa pengobatan (OR 0.74; 95%
CI 0.48 to 1.15) atau dengan danazol (OR 1.3; 95% CI 0.97 to 1.76).
9
REFERENSI
Speroff L, Glass R, Kase N. Clinical gynecologic endocrinology and
infertility, 7th edition, 2005.
WHO laboratory manual for the examination and processing of human semen.
5th ed. 2010
Konsensus Penanganan Infertilitas . Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan
Fertilitas Indonesia (HIFERI). 2013
Schorge J, dkk., Cunningham. Williams Gynecology: McGraw-Hill. 2012
10