Anda di halaman 1dari 16

Karya Ilmiah

Stase Kamar Operasi Obstetri

Infeksi Luka Operasi pada Bekas Luka Operasi Sesar

Oleh :
Jimmy Sakti Nanda B.
PPDS Tahap 2A

Pembimbing :
dr. T. Indang Dewi, SpOG (K)

Departemen Obstetri dan Ginekologi


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
RSPAD Gatot Subroto
2017
PENDAHULUAN
Infeksi luka operasi pada bekas luka operasi sesar adalah faktor yang menyebabkan morbiditas dan
mortalitas serta meningkatkan lama rawat inap pasien di rumah sakit dan biaya perawatan. Kejadian
infeksi luka operasi setelah operasi sesar bervariasi antara 3-5% bergantung dari populasi, metode
yang digunakan untuk mengidentifikasi dan memonitor kasus serta antibiotik yang digunakan untuk
profilaksis.

Faktor resiko untuk infeksi luka operasi pada bekas luka operasi sesar adalah persalinan memanjang,
manipulasi berlebihan pada vagina, manual plasenta, dan persalinan prematur. Faktor lain yang turut
mempengaruhi adalah infeksi HIV, anemia berat, dan diabetes dalam kehamilan. Keuntungan
menggunakan antibiotik profilaksis dalam mengurangi angka kejadian infeksi. Pada banyak institusi
antibiotik digunakan setelah tali pusat dipotong, mempertimbnagkan efek antibiotik tersebut pada
bayi baru lahir.

The Centers for Disease ontrol and Prevention’s (CDC) national Nosocomial Infection Surveillance Syste
(NNIS) risk menetapkan indeks yang secara internasional dikenal sebagai metode yang digunakan
untuk menstratifikasi resiko SSI menjadi tiga faktor. Pertama, the American Society of
Anesthesiologists’ skor menggambarkan kondisi kesehatan pasien sebelum dilakukan operasi. Kedua,
klasifikasi luka menggambarkan derajat kontaminasi luka. Ketiga durasi operasi menggambarkan
aspek tehnik pembedahan. Kejadian infeksi akan meningkat seiring meningkatnya skor indeks resiko
ini.

Tehnik operasi untuk menutup kulit dan bahan material yag dipilih juga mempengaruhi resiko luka
operasi. Jahitan menggunakan benang monofilamen reiko infrksinya lebih kecil dibandingkan dengan
bahan lain. Jahitan subkutikuler yang terabsorbsi di dalam luka operasi juga dikaitkan dengan resiko
infeksi.

DEFINISI
Infeksi luka operasi adalah infeksi dari luka yang didapat setelah operasi. Dapat terjadi diantara 30
hari setelah operasi, biasanya terjadi antara 5 sampai 10 hari setelah operasi. Infeksi luka operasi ini
dapat terjadi pada luka yang tertutup ataupun pada luka yang terbuka. Dapat juga terjadi pada
jaringan maupun pada bagian dari organ tubuh dan juga dapat terjadi pada jaringan superfisial (yang
dekat dengan kulit) ataupun pada jaringan yang lebih dalam. Pada kasus yang serius dapat mengenai
organ tubuh.
Menurut sistem CDC’s terdapat standarisasi pada kriteria untuk mendefinisikan infeksi luka operasi,
yaitu :
1. Infeksi Superfisial
yaitu infeksi yang terjadi diantara 30 hari setelah operasi dan infeksi hanya mengenai pada kulit
atau jaringan subkutan pada daerah bekas insisi dan pasien harus memenuhi setidaknya satu dari
kriteria berikut:
a. Dari infeksi superfisial tersebut keluar pus
b. Dari infeksi superfisial diidentifikasi organisme yang diambil dari insisi superfisial atau
jaringan subkutaneus dengan kultur atau non kultur berdasar tes mikrobiologi yang
dikerjakan untuk tujuan penegakan diagnosa klinis atau untuk pengobatan.
c. Insisi superfisial dibuka oleh ahli bedah atau dokter dan pasien mengalami setidaknya
salah satu dari gejala sakit, tegang, edema lokal, kemerahan, atau panas.
d. Diagnosis infeksi superfisial dilakukan oleh ahli bedah atau dokter yang berpengalaman.
Ada dua jenis infeksi superfisial:
 Infeksi Superfisial Primer: infeksi superfisial yang diidentifikasi saat insisi primer pada
pasien dengan satu atau lebih insisi.
 Infeksi Superfisial Sekunder: infeksi superfisial yang diidentifikasi saat insisi sekunder pada
pasien dengan satu atau lebih insisi.
Kriteria berikut tidak memenuhi definisi kriteria dari infeksi superfisial:
 Diagnosa atau penatalaksanaan selulitis (merah/hangat/bengkak).
 Abses (inflamasi minimal dan cairan yang keluar dari jahitan penetrasi)
 Luka lokal atay infeksi keci, yang dipertimbangkan sebagai kulit atau jaringan lunak
bergantung pada kedalamannya.
 Luka akibat sirkumsisi
 Luka bakar yang terinfeksi

2. Infeksi Dalam
yaitu infeksi yang terjadi diantara 30 hari atau 90 hari setelah prosedur operasi sesuai tabel 1
dibawah ini dan mengenai jaringan lunak yang dalam seperti fascial dan lapisan otot, dan
memenuhi setidaknya salah satu dari kriteria dibawah ini:
a. Keluar cairan pus dari luka insisi
b. Ada dehisesn pada insisi yang dlam atau lukanya terbuka, dikonfirmasi oleh ahli bedah atau
dokter yang berpengalaman, dan orginisma diidentifikasi dengan kultur atau non kultur
berdasarkan metoda tes mikrobiologi, dan pasien setidaknya mengalami satu gejala ini:
demam (>38 C), sakit yang terlokalisir atau tegang.
c. Abses atau infeksi yang berkaitan dengan luka yang dalam yang terdeteksi pada gross
anatomi atau tes histopatologi atau tes imaging.
Ada dua jenis infeksi superfisial:
 Infeksi Dalam Primer: infeksi dalam yang diidentifikasi saat insisi primer pada pasien
dengan satu atau lebih insisi.
 Infeksi Dalam Sekunder: infeksi dalam yang diidentifikasi saat insisi sekunder pada pasien
dengan satu atau lebih insisi.

Tabel 1 :
3. Organ atau ruang
yaitu infeksi yang terjadi diantara 30 hariatau 90 hari setelah operasi dan operasi berkaitan
dengan bagian tubuh yang lebih dalam daripada fascial atau otot yang terbuka atau termanipulasi
selam operasi berlangsung, dan pasien setidaknya mengalami salah satu gejala berikut:
a. Keluar cairan pus dari drain yang diletakkkan dalam organ atau ruang ( contoh: sistem drain
suction tertutup, drain terbuka, T-tube drain, CT drain terarah)
b. Organisme diidentifikasi dari cairan atau jaringan di organ atau ruang dengan kultur atau non
kultur berdasar tes mikrobiologi yang dikerjakan dengan tujuan untuk diagnosis klinik atau
therapi.
c. Abses atau infeksi yang berkaitan dengan organ atau ruang yang terdeteksi dengan tes
histopatologi atau tes imaging.
DAN memenuhi setidaknya salah satu dari kriteria untuk organ atau ruang spesifik yang terdaftar
pada tabel 2 dibawah ini

Tabel 2.

PENYEBAB
Infeksi yang terjadi pada luka operasi disebabkan oleh bakteri, yaitu bakteri gram negatif (E. coli), gram
positif (Enterococcus) dan terkadang bakteri anaerob dapat yang berasal dari kulit, lingkungan, dari
alat-alat untuk menutup luka dan operasi. Bakteri yang paling banyak adalah Staphylococcus.
PATOGENESIS
Pada akhir operasi, bakteri dan mikroorganisme lain mengkontaminasi seluruh luka operasi, tapi
hanya sedikit pasien yang secara klinis menimbulkan infeksi. Infeksi tidak berkembang pada
kebanyakan pasien karena pertahanan tubuhnya yang efektif untuk menghilangkan organisme yang
mengkontaminasi luka operasi. Infeksi potensial terjadi tergantung pada beberapa faktor, diantaranya
yang terpenting adalah :
 Jumlah bakteri yang memasuki luka
 Tipe dan virulensi bakteri
 Pertahanan tubuh host

Faktor eksternal, seperti : berada di rumah sakit beberapa hari sebelum pembedahan dan operasi
yang berlangsung lebih dari 4 jam.

Selain itu juga dipengaruhi faktor lain yaitu :


1. Operating suite
yaitu tidak adanya batas yang jelas antara ruang untuk operasi dan ruang untuk
mempersiapkan pasien atau untuk pemulihan dan juga pakaian yang digunakan hampir tidak
ada bedanya.
2. Operating room
ruangan yang digunakan untuk operasi harus dijaga sterilitasnya.
3. Tim operasi
yaitu harus ada orang yang merawat pasien dari sebelum, saat dan setelah operasi. Operator,
asisten dan instrumen harus menjaga sterilitas karena berhubungan langsung dengan daerah
lapang operasi. Orang-orang yang tidak ikut sebagai tim operasi harus menjauhi daerah lapang
operasi dan menjauhi daerah alat karena mereka tidak steril dan pasien bisa terinfeksi
nantinya.

Faktor pasien :
1. Status nutrisi yang buruk Dapat menjadi atau tidak dapat menjadi faktor yang mengkontribusi.
Sayangnya beberapa penelitian tidak dilakukan pada negara berkembang dimana malnutrisi
berat lebih banyak terjadi.
2. Diabetes Mellitus yang tidak terkontrol
3. Merokok
4. Kegemukan Meningkatkan resiko pada lapisan lemak abdomen subkutan yang lebih dari 3 cm
(1,5 inch). Resiko meningkat dikarenakan dibutuhkan incisi yang lebih luas, sirkulasi yang
berkurang pada jaringan lemak atau kesulitan teknik operasi saat melewati lapisan lemak
5. Infeksi koeksisten pada tempat lain di tubuh Dapat meningkatkan resiko penyebaran infeksi
melalui aliran darah
6. Kolonisasi dengan mikroorganisme
7. Perubahan respon imun ( HIV / AIDS dan pengguna kortikosteroid jangka panjang)
8. Lamanya perawatan sebelum operasi

Faktor Operasi
1. Pencukuran sebelum operasi
2. Persiapan kulit sebelum operasi
3. Lamanya operasi
4. Profilaksis antimikroba
5. Ventilasi ruang operasi
6. Pembersihan atatu sterilisasi instrumen
7. Material asing pada tempat pembedahan
8. Drain
9. Teknik pembedahan
10. Hemostasis yang buruk
11. Kegagalan untuk menutupi dead space
12. Trauma jaringan

GEJALA DAN TANDA


Pasien merasakan beberapa gejala yang dirasakan saat terjadi infeksi pada luka operasi :
1. Nyeri
2. Hipotermi atau hipertermi
3. Tekanan darah rendah
4. Palpitasi
5. Keluar cairan dari luka operasi, bisa berupa darah ataupun nanah (bisa berwarna dan berbau)
6. Bengkak (pasien merasa nyeri, sekitar daerah yang membengkak terasa hangat dan berwarna
merah)
DIAGNOSA
Untuk mendiagnosa apakah itu suatu infeksi luka operasi dapat dengan cara :
1. Pemeriksaan fisik, dengan memeriksa apakah ada pembengkakan, cairan atau sekret yang
keluar. Harus diperhatikan juga apakah ada penyebaran dari infeksi.
2. Tes darah, darah dapat mengetahui bagaimana keadaan tubuh kita dan bakteri apa yang
terdapat dan yang menginfeksi.
3. Tes pencitraan, termasuk X-ray, MRI, scan tulang
4. Kultur dari luka dan biopsi jaringan, untuk mengidentifikasikan bakteri apa yang terdapat pada
luka, jenis infeksi dan pengobatan apa yang tepat.

Faktor luka lokal dihubungkan dengan fakta bahwa pembedahan merusak mekanisme benteng
pertahanan seperti kulit dan mukosa saluran pencernaan selam dilakukan pembedahan. Teknik
pembedahan yang baik adalah jalan terbaik untuk mencegah infeksi luka operasi.

KLASIFIKASI LUKA OPERASI


Luka dibagi menjadi 4 kelas:
Clean (class I)
Luka operasi yang tidak terinfeksi yang mana tidak ada peradangan yang ditemukan pada saluran
pernafasan, saluran pencernaan, genital, atau traktus urinarius tidak terkena. Luka biasanya tertutup
dan jika perlu drainase dengan closed drainage. Luka operasi diikuti dengan trauma tumpul
seharusnya dimasukkan pada kategori ini jika masuk dalam kriteria. Contoh : Hernia repair, biopsi
mammae 1-5,4%

Clean-contaminated (Class II)


Luka operasi yang mana saluran pencernaan, saluran pernafasan, traktus urinarius dan genital
terkena dengan kondisi terkontrol dan tanpa kontaminasi yang tidak biasanya. Contoh :
Cholecystectomy, operasi saluran pencernaan elektif

Contaminated (Class III)


Terbuka, baru, luka tiba-tiba. Sebagai tambahannya, pembedahan dengan potongan besar dengan
tknik yang steril atau kebocoran besar pada saluran pencernaan, dan sayatan yang akut, inflamasi
yang nonpurulen termasuk dalam kategori ini. Contoh : Trauma, luka jaringan yang luas, enterotomy
saat obstrusi usus
Dirty (Class IV)
Luka traumatik yang lama yang tertahan pada jaringan yang dilemahkan yang termasuk infeksi klinis
yang ada atau visera yang perforasi. Definisi ini menunjukkan bahwa organisme penyebab infeksi
post operasi Contoh : Perforasi diverculitis, infeksi nekrotik jaringan lunak 3,1-12,8%

PENATALAKSANAAN
1. Pembersihan luka
Hal ini bisa dilakukan dengan mencuci luka dengan air steril. Hal ini bisa dilakukan dengan
menggunakan tekanan tinggi dengan jarum atau kateter dan alat penyemprot yang besar.
Solusi pembunuhan kuman dapat digunakan unuk membersihkan luka.
2. Debridement
Hal ini dilakukan untuk membersihkan dan membuang objek, atau kulit mati dan jaringan dari
daerah luka. Dokter dapat membatasi area yang rusak pada luka atau sekitar luka. Pembalut
basah bisa ditempatkan pada luka dan dibiarkan mengering. Dokter juga bisa mengeringkan
luka untuk membersihkan pus.
3. Penutup luka
Hal ini juga disebut pembalut luka. Pembalut digunakan untuk melindungi luka dari kerusakan
lebih lanjut dan infeksi. Hal ini juga menolong menyediakan tekanan untuk mengurangi
pembengkakan. Pembalut bisa berbagai bentuk. Pembalut bisa mengandung beberapa
substansi untuk menlong mempercepat penyembuhan.
4. Obat-obatan
Dokter mungkin memberikan antibiotik untuk mengatasi infeksi. Pasien juga mungkin
diberikan obat-obatan untuk mengurangi sakit, pembengkakan, atau demam.
5. Terapi oksigen hyperbarik Juga disebut HBO.
HBO digunakan untuk memperoleh oksigen lebih banyak ke dalam tubuh. Oksigen diberikan
dibawah tekanan untuk menolong oksigen supaya sampai ke jaringan dan darah. Pasien
dimasukkan ke ruangan yang berbentuk seperti tabung yang disebut ruangan hiperbarik atau
ruangan tekanan. Pasien bisa melihat dokter dan berbicara dengan mereka melalui pengeras
suara. Pasien mungkin mebutuhkan terapi ini lebih dari sekali.
6. Terapi tekanan negatif
Juga sisebut vacuum-assisted closure (VAC). Pembalut berbentuk spesial dengan melekat
pada sebuah tabung diletakkan didalam kavitas luka dan ditutup dengan ketat. Tabung
berhubungan ke sebuah pompa yang akan menolong menyedot keluar cairan berlebih dan
kotoran dari luka. VAC juga mungkin menolong untuk meningkatkan aliran darah dan
mengurangi jumlah bakteri di luka.
7. Pengobatan lain
Mengontrol atau mengobati kondisi medis yang menyebabkan penyembuhan luka yang
buruk menolong mengobati infeksi pada luka. Pasien mungkin perlu minum obat untuk
mengontrol penyakit seperti diabetes atau tekanan darah tinggi. Dokter mungkin memberikan
pasien supplemen atau menyarankan diet spesial untuk meningkatkan nutrisi dan kesehatan
pasien. Pembedahan mungkin dilakukan untuk meningkatkan aliran darah jika pasien
mempunyai masalah dengan pembuluh darah

PENCEGAHAN
I. Preoperative
a. Persiapan pasien
1. Kapanpun jika memungkinkan, identifikasi dan obati semua infeksi yang terlokalisir di daerah
operasi sebelum operasi elektif dan operasi elektif yang tertunda pada pasien dengan dearah
infeksi pada luka sampai infeksi terobati.
2. Jangan mencukur rambut sebelum operasi kecuali jika rambut tersebut atau sekitar daerah
insisi akan mengganggu operai.
3. Jika rambut dicukur, cukur secepatnya sebelum operasi, lebih baik dengan pemotong elektrik.
4. Kontrol tingkat glukosa darah serum secara adekuat pada semua pasien diabetes dan selalu
hindari hiperglikemi sebelum operasi.
5. Sarankan penghentian merokok. Minimal instruksikan pasien untuk tidak merokok kretek,
tembakau, atau bentuk konsumsi tembakau lain selama paling tidak 30 hari sebelum operasi
elektif.
6. Jangan menahan darah pasien yang di operasi untuk mencegah infeksi luka operasi.
7. Minta pasien untuk mandi dengan cairan atiseptik pada paling tidak malam sebelum operasi
dilaksanakan.
8. Cuci dan bersihkan dengan benar sekitar daerah insisi untuk membuang kontaminasi sebelum
menyiapkan antiseptik kulit.
9. Gunakan antiseptik yang tepat.
10.Oleskan antiseptik secara lingkaran yang dimulai dari tengah bergerak menuju pinggir. Daerah
yang dipersiapkan harus cukup besar untuk memperpanjang sayatan atau membuat sayatan
baru jika diperlukan.
11.Usahakan pre operasi pasien di rumah sakit sesingkat mungkin.
12.Tidak direkomendasikan untuk menurunkan atau menghentikan penggunaan steroid sistemik
sebelum operasi selektif.
13.Tidak direkomendasikan untuk hanya meningkatkan support nutrisi untuk pasien operasi yang
dimaksudkan untuk mencegah infeksi luka operasi.
14.Tidak direkomendasikan untuk menggunakan mupicorin ke hidung untuk mencegah infeksi
luka operasi.

b. Antiseptik tangan/ lengan bawah untuk anggota tim bedah.


1. Potong pendek kuku dan jangan memakai kuku palsu.
2. Lakukan pencucian tangan sebelum operasi paling tidak 2 sampai 5 menit menggunakan
antiseptik yang tepat. Cuci tangan dan lengan bawah sampai ke siku.
3. Setelah mencuci tangan, jaga tangan di atas dan tidak bersentuhan dengan tubuh (siku pada
posisi fleksi) sehingga air bergerak dari ujung jari menuju siku. Keringkan tangan dengn handuk
steril dan pakai baju operasi steril dan sarung tangan steril.
4. Bersihkan bawah tiap kuku sebelum mencuci tangan pertamakali.
5. Jangan menggunakan perhiasan.
6. Tidak direkomendasikan menggunakan cat kuku.

c. Penanganan personel bedah yang terinfeksi


1. Edukasi dan sarankan personel bedah yang memiliki gejala dan tpasien penyakit infeksi yang
menular agar melaporkan keadan mereka dengan segera kepada supervisor dan personel
kesehatan kerja.
2. Membuat kebijakan yang baik mengenai tanggungjawab perawatan pasien ketika personal
potensial berada pada kondisi infeksius yang menular.
Kebijakan-kebijakan ini seharusnya mengatur :
(a) Tanggungjawab personel dalam menggunakan pelayanan kesehatan dan melaporkan
penyakit,
(b) pembatasan kerja, dan
(c) ijin untuk kembali bekerja setelah menderita penyakit yang membutuhkan pembatasan
kerja. Kebijakan-kebijakan tersebut seharusnya mengidentifikasi individu yang memiliki
kekuasaan untuk mengistirahatkan personel dari kerja mereka.
3. Menghentikan dari tugas operasi personel yang mempunyai lesi kulit yang telah mengering
sampai infeksi hilang atau personel tersebut telah menerima terapi adekuat dan infeksi telah
sembuh.
4. Jangan secara rutin mengeluarkan personel operasi yang terkolonisasi dengan organisasi
seperti S. aureus (hidung, tangan atau bagian tubuh lain) atau grup A Streptococcus, kecuali
personel tersebut telah dihubungkan secara epidemiologi kepada penyebaran organisme di
wilayah pusat kesehatan.

d. Profilaksis antimicrobial
1. Berikan antimikroba profilaksis hanya ketika diindikasikan, dan dipilih berdasarkan patogen
yang paling umum menyebabkan infeksi luka operasi untuk operasi spesifik dan rekomendasi
yang dipublikasikan.
2. Berikan dosis inisial antimikroba profilaktik secara intravena, dihitung seperti konsentrasi
bakterisidal obat yang ada dalam serum dan jaringan ketika insisi dilakukan. Pertahankan
tingkat terapeutik agen dalam serum dan jaringan selama operasi dan sampai, kebanyakan,
beberapa jam setelah insisi ditutup di kamar operasi.
3. Sebelum operasi elektif kolorektal sebagai tambahan diatas, persiapkan kolon secara mekanik
dengan menggunakan enema dan agen katartik. Berikan agen antimikroba nonabsorbel dalam
dosis terbagi sehari sebelum operasi.
4. Untuk seksio sesaria risiko tinggi, berikan agen antimikroba profilaktik segera setelah tali
pusat diklem.
5. Jangan gunakan vankomisin sebagai anti mikroba profilaksis.

II. Intra operatif


a. Ventilasi
1. Pertahankan ventilasi tekanan positif di kamar operasi dengan memperhatikan koridor
dan area yang berdekatan.
2. Pertahankan minimal pergantian udara 15 kali perjam, yang mana paling tidak 3 sebaiknya
udara segar.
3. Saring semua udara, disirkulasi ulang dan segar, melalui filter yang baik sesuai
rekomendasi institut arsitek Amerika.
4. Memasukkan semua udara di langit-langit, dan alat pembuangan uap dekat lantai.
5. Jangan menggunakan radiasi UV di kamar operasi untuk mencegah infeksi luka operasi.
6. Tetap tutup pintu ruang operasi kecuali dibutuhkan untuk jalan peralatan, personel dan
pasien.
7. Pertimbangkan melakukan operasi implan ortopedik dimana tesedia udara sangat bersih.
8. Batasi jumlah personel yang memasuki ruang operasi sesuai yang dibutuhkan.

b. Membersihkan dan diinfeksi permukaan lingkungan


1. Ketika kotoran yang terlihat atau kontaminasi dengan darah atau cairan tubuh permukaan
atau peralatan terjadi selama operasi, gunakan disinfektan untuk membersihkan area
yang terkena sebelum operasi berikutnya.
2. Jangan melakukan pembersihan khusus atau menutup kamar operasi setelah
terkontaminasi atau operasi yang kotor.
3. Jangan menggunakan keset kaki yang lengket di jalan masuk kamar operasi atau kamar
operasi individu untuk mengontrol infeksi.
4. Vakum basah lantai kamar operasi setelah operasi terakhir dengan disinfektan.
5. Tidak ada rekomendasi untuk disinfeksi permukaan lingkungan atau peralatan yang
digunakan di kamar operasi dalam beberapa operasi jika tidak terlihat kotoran

c. Sterilisasi peralatan bedah


1. Sterilisasi instrumen operasi sesuai dengan panduan yang dipublikasikan.
2. Lakukan sterilisasi cepat hanya pada item peralatan perawatan penyakit yang akan
digunakan segera. Jangan gunakan sterilisasi cepat untuk alasan kenyamanan, seperti
sebuah alternatif membeli peralatan tambahan, atau untuk menghemat waktu.

d. Pakaian operasi
1. Pakai masker operasi yang menutup keseluruhan mulut dan hidung ketika memasuki
ruang operasi jika operasi akan dimulai atau sedang berjalan atau jika instrument steril
sedang terekspos. Pakai masker selama operasi.
2. Gunakan topi atau tudung untuk menutupi rambut secara keseluruhan di kepala dan
wajah ketika memasuki ruang operasi.
3. Jangan menggunakan penutup sepatu untuk mencegah infeksi luka operasi.
4. Pakai sarung tangan steril jika menjadi tim operasi. Pakai sarung tangan setelah memakai
baju steril.
5. Gunakan jubah operasi dan penutup yang merupakan barier efektif ketika basah.
6. Ganti baju operasi yang terlihar sudah kotor, terkontaminasi danatau dipenetrasi oleh
darah atau material lain yang potensial infeksius.

e. Asepsi dan teknik operasi


1. Mengikuti prinsip asepsis ketika menempatkan peralatan intravascular, kateter
anesthesia spinal atau epidural, atau ketika memberikan obat secara intravena.
2. Susun peralatan steril dan obat cair sebelum digunakan.
3. Perlakukan jaringan dengan lembut, pertahankan hemotasis efektif, minimalkan jaringan
lemah dan benda asing dan eradikasi ruang mati di tepat operasi.
4. Lakukan penutupan tunda kulit primer atau biarkan sebuah sayatan terbuka agar sembuh
kemudian jika ahli bedah memperkirakan daerah operasi terkontaminasi berat.

III. Perawatan insisi setelah operasi


1. Lindungi dengan penutup steril untuk 24 sampai 48 jam setelah operasi, sebuah sayatan
yang telah tertutup secara primer.
2. Cuci tangan sebelum dan sah mengganti penutup dan setelah kontak dengan tempat
operasi.
3. Ketika penutup sayatan harus diganti, gunakan teknik yang steril.
4. Edukasi pasien dan keluarga menyangkut perawatan sayatan yang baik, gejala infeksiluka
operasi, dan perlunya melapor segera.
5. Tidak ada rekomendasi untuk menutupi sayatan yang tertutup secara primer melebihi 48
jam

KESIMPULAN
Infeksi luka operasi pada bekas luka operasi sesar dapat menyebabkan mobiditas dan mortalitas serta
meningkatkan lama rawat inap pasien di rumah sakit serta biaya perawatan. Menurut The Centers for
Disease Control and Prevention’s (CDC) infeksi luka operasi dibagi menjadi tiga kriteria yaitu infeksi
superfisial, infeksi dalam, dan infeksi organ atau ruang. Serta diklasifikasi menjadi empat kelas yaitu
clean (bersih), clean-contaminated (bersih terkontaminasi), contaminated (terkontaminasi), dirty
(kotor).

Infeksi potensial terjadi bergantung pada beberapa faktor diantaranya adalah: jumlah bakteri yang
memasuki luka, tipe dan virulensi bakteri, pertahanan tubuh host, faktor pasien, dan faktor operasi.
Penatalaksanaan untuk infeksi luka operasi dapat dilakukan pembersihan luka, debridement, penutup
luka, obat-obatan, terapi oksigen hiperbarik, terapi tekanan negatif, dan pengobatan lain. Infeksi luka
operasi dapat dicegah dengan cara dilakukan persiapan preoperatif dan intraoperatif.

Dengan pencegahan dan perawatan yang benar infeksi luka operasi dapat dicegah sehingga dapat
mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pasien post operasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Townsend C M, Beauchamp R D, Evers B M, Mattox K L. 2012. Sabiston Textbook of Surgery. The


Biological Basis of Modern Surgical Practice 19th edition. Elsevier Saunders; Philadelphia. p240–
271
2. Burnicardi F C, Anderson D K, Bizliar T R, Durin D L, Hunter J G, Pollock M E. 2006. Schwartz’s
manual of surgery eight edition. MacGrawhill; New York. p90–96
3. Mangram A J, Horan T C, Pearson M L,Silver L C, Jarvis W R. 1999. Guidline for prevention of
Surgical Site of Infection. Columbia University School of Nursing; New York
4. Infections. http://www.cdc.gov/ncidod/eid/vol7no2/gordon.html, 24 Feb 2009.
5. Joint commission Resource. 2008. http://www.jcrinc.com/Surgical-Site-Infections/, Januari 2016
6. College’s Committee on Operating Room Environment (CORE). 1999.
http://www.facs.org/about/committees/cpc/ssiguide0700.pdf, 24 Februari 2009
7. Anderson D. Strategies to Prevent Surgical Site Infections in Acute Care Hospitals: 2014. Infection
Control and Hospital Epidemiology, Vol. 35, No. 6. June 2014, p605–627
8. Haynes AB, Weiser TG, Berry WR, et al. A surgical safety checklist to reduce morbidity and
mortality in a global population. N Eng J Med 2009; 360(5):491–499
9. Alexander JW, Solomkin JS, Edwards MJ. Updated recommendations for control of surgical site
infections. Ann Surg 2011; 253(6):1082–1093
10. Anthony T, Murray BW, Sum-Ping JT, et al. Evaluating an evidence-based bundle for preventing
surgical site infection: a randomized trial. Arch Surg 2011; 146(3):263–269

Anda mungkin juga menyukai