Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Pondok pesantren merupakan sistem pendidikan agama Islam yang tertua sekaligus
merupakan ciri khas yang mewakili Islam tradisional. Indonesia yang eksistensinya telah teruji
oleh sejarah dan berlangsung hingga kini. Pada mulanya merupakan sistem pendidikan Islam
yang dimulai sejak munculnya masyarakat Islam di Indonesia. Munculnya masyarakat Islam di
Indonesia berkaitan dengan proses Islamisasi, dimana proses Islamisasi terjadi melalui
pendekatan dan penyesuaian dengan unsur-unsur kepercayaan yang sudah ada sebelumnya,
sehingga terjadi percampuran atau akulturasi. Saluran Islamisasi terdiri dari berbagai cara antara
lain melalui perdagangan, perkawinan, pondok pesantren dan kebudayaan atau kesenian. Secara
definisi, pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam untuk belajar memahami,
menghayati dan mengamalkan ajaran–ajaran agama Islam dengan menekankan pentingnya moral
agama sebagai pedoman hidup sehari-sehari dalam masyarakat (Abawihda, 2002: 86).
Di dalam lembaga pendidikan pesantren ini terdapat seorang kiai (pendidik) yang
mengajar dan mendidik para santri dengan sarana masjid yang digunakan untuk
menyelenggarakan pendidikan tersebut. Selain itu juga didukung dengan adanya pondok yang
merupakan tempat tinggal para santri. Dengan demikian, santri tidak kembali ke rumah untuk
beristirahat setelah belajar, melainkan mereka kembali ke pondok (asrama) yang sudah
disediakan. Santri yang dimaksudkan di sini adalah sebutan bagi para pelajar yang belajar
di pondok pesantren (Hasbullah, 1999: 24).
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam mengalami perkembangan bentuk
sesuai dengan perubahan zaman serta adanya dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Akan tetapi, pondok pesantren tetap merupakan lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh
dan berkembang dari masyarakat untuk masyarakat.

1
B.       Rumusan Masalah
1. Pengertian Pesantren
2.    Unsur – Unsur Pesantren
3.    Perbedaan Pesantren, Madrasah Dan Sekolah
4. Landasan Spirit Pesantren
5. Tujuan Pesantren
6. Sistem Dan Metode Pesantren

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pesantren

Pesantren adalah sejenis sekolah dasar dan menengah yang di sertai agama, di mana para
murid atau santri mempelajari kitab – kitab ke agamaan di bawah bimbingan se orang Ustad,
serta Kyai.1
Menurut pendapat para ilmuwan, istilah pondok pesantren adalah merupakan dua istilah
yang mengandung satu arti. Orang Jawa menyebutnya “pondok” atau “pesantren”. Sering pula
menyebut sebagai pondok pesantren. Istilah pondok barangkali berasal dari pengertian asrama-
asrama para santri yang disebut pondok atau tempat tinggal yang terbuat dari bambu atau
barangkali berasal dari bahasa Arab “funduq” artinya asrama besar yang disediakan untuk
persinggahan. Sekarang lebih dikenal dengan nama pondok pesantren. Di Sumatra Barat dikenal
dengan nama surau, sedangkan di Aceh dikenal dengan nama rangkang. Dari pengertian tersebut
berarti antara pondok dan pesantren jelas merupakan dua kata yang identik (memiliki kesamaan
arti), yakni asrama tempat santri, tempat murid atau santri mengaji.
Sedangkan secara terminologi pengertian pondok pesantren dapat penulis kemukakan
dari pendapat para ahli antara lain:
a. M. Dawam Rahardjo memberikan pengertian pesantren sebagai sebuah lembaga
pendidikan dan penyiaran agama Islam, itulah identitas pesantren pada awal
perkembangannya. Sekarang setelah terjadi banyak perubahan di masyarakat, sebagai
akibat pengaruhnya, definisi di atas tidak lagi memadai, walaupun pada intinya nanti
pesantren tetap berada pada fungsinya yang asli, yang selalu dipelihara di tengah-tengah
perubahan yang deras. Bahkan karena menyadari arus perubahan yang kerap kali tak
terkendali itulah, pihak luar justru melihat keunikannya sebagai wilayah sosial yang
mengandung kekuatan resistensi sterhadap dampak modernisasi.2
b. Abdurrahman Wahid, mendefinisikan pesantren secara teknis, pesantren adalah tempat di
mana santri tinggal.3

1
Martin van bruenessen, NU, Tradisi, Relasi-relasi Kuasa, pencarian Wacana Baru. (Yogyakarta: LKiS, 1999)
2
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES, 1994), hal. 18
3
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, Esai-esai Pesantren, (Yogyakarta: LKIS, 2001), hal. 17

3
c. Mahmud Yunus, mendefinisikan pesantren sebagai tempat santri belajar agama Islam.4
Secara singkat pesantren bisa juga dikatakan sebagai laboratorium kehidupan, tempat
para santri belajar hidup dan bermasyarakat dalam berbagai segi dan aspeknya. Definisi
pesantren yang dikemukakan oleh berbagai segi dan aspeknya. Definisi pesantren yang
dikemukakan oleh Imam Zarkasyi (pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor) sama dengan
definisi yang dikemukakan oleh Zamakhsyari Dhofier dalam menentukan elemen-elemen
pesantren, seperti: Kiyai, santri, masjid, pondok, dan pengajaran agama Islam. Walaupun sama
dalam menentukan elemenelemen pesantren, namun keduanya mempunyai perbedaan dalam
menentukan materi pelajaran dan metodologi pengajaran. Zamakhsyari menentukan materi
pelajaran pesantren hanya terbatas pada kitab-kitab klasik dengan metodologi pengajaran, yaitu
sorogan dan wetonan.5
Pesantren sebagai suatu lembaga keagamaan mengajarkan, mengembangkan dan
menyebarkan ilmu agama Islam, keadaan semacam ini masih terpusat pada pesantren-pesantren
di Pulau Jawa dan Pulau Madura yang bercorak tradisional. Namun pesantren yang modern tidak
hanya mengajarkan agama saja, tetapi juga mengajarkan ilmu-ilmu umum, ketrampilan dan
sebagaimana yang kita ketahui pada Peranan Pondok Pesantren Gontor, yang sudah menerapkan
sistem dan metode yangmenggabungkan antara sistem pengajaran non klasikal (tradisional) dan
sistem klasikal (sekolah).
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian pondok pesantren
adalah suatu lembaga pendidikan dan keagamaan yang berusaha melestarikan, mengajarkan dan
menyebarkan ajaran Islam serta melatih para santri untuk siap dan mampu mandiri. Atau dapat
diambil pengertian dasarnya sebagai suatu tempat dimana para santri belajar pada seorang kyai
untuk memperdalam atau memperoleh ilmu-ilmu agama yang diharapkan nantinya menjadi bekal
bagi santri dalam menghadapi kehidupan di dunia maupun di akhirat. Definisi-definisi yang
disampaikan oleh pengamat di atas baik yang barasal dari dalam maupun dari luar pesantren,
memberikan variasi dan merupakan suatu keniscayaan yang tidak dapat dipungkiri. Hal tersebut
disebabkan perbedaan semacam itu, justru semakin menambah khazanah dan wacana yang
sangat diharapkan secara akademik.

4
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Hidakarya,1990) hal.
231
5
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES, 1995) hal 44-60.

4
B. Unsur – Unsur Pesantren
Pondok pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan yang memiliki ciri khas tertentu di
dalamnya, unsur-unsur inilah yang membedakannya dengan lembaga-lembaga pendidikan lain.
Ada beberapa aspek yang merupakan unsur dasar dari pesantren yang perlu dikaji lebih
mendalam mengingat pesantren merupakan sub kultur dalam kehidupan masyarakat kita sebagai
suatu bangsa. Seperti yang dikatakan oleh Abdur Rahman Saleh, bahwa, Pondok pesantren
memiliki ciri sebagai berikut:
1) Ada kiai yang mengajar dan mendidik
2) Ada santri yang belajar dari kiai
3) Ada Masjid, dan
4) Ada Pondok/asrama tempat para santri bertempat tinggal.6
Selain itu juga, Nurcholish Madjid juga mengungkapkan bahwa: “Pesantren itu terdiri
dari lima elemen yang pokok, yaitu: kyai, santri, masjid, pondok, dan pengajaran kitab-kitab
Islam klasik. Kelima elemen tersebut merupakan ciri khusus yang dimiliki pesantren dan
membedakan pendidikan pondok pesantren dengan lembaga pendidikan dalam bentuk lain.”7
Dengan demikian dalam lembaga pendidikan Islam yang disebut pesantren sekurang-
kurangnya ada unsur-unsur: kyai yang mengajar dan mendidik serta jadi panutan, santri yang
belajar kepada kyai, masjid sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan dan sholat jamaah, dan
asrama sebagai tempat tinggal santri. Sementara itu menurut Zamakhsyari Dhofier menyebutkan
ada lima elemen utama pesantren yaitu pondok, masjid, santri, kyai, dan pengajaran kitab-kitab
klasik.8

C. Perebedaan Pesantren, Madrasah Dan Sekolah

Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok


orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan,
atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga
memungkinkan secara otodidak. Yang Mana ada pesantren, madrasah dan juga sekolah,
perbedaan lembaga pedidikan tersubut di antaranya :

6
Abdur Rahman Saleh, Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1982), hal.10
7
Nurcholish Madjid, Modernisasi Pesantren, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hal.63
8
Zamakhsyari Dlofier, Tradisi Pesantren, studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES, 1985), hal. 44

5
a. Pesantren

Pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe dan akhiran an, berarti tempat tinggal
santri. Pendapat lain, menyatakan Pesantren berasal dari kata santri yaitu seseorang yang belajar
agama Islam, sehingga dengan demikian pesantren mempunyai arti, tempat orang berkumpul
untuk belajar agama Islam. Ada juga yang mengartikan Pesantren adalah suatu lembaga
pendidikan Islam Indonesia yang bersifat “tradisional” untuk mendalami ilmu tentang agama
Islam dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian.

b. Madrasah

Kata “madrasah” dalam bahasa Arab adalah bentuk kata “keterangan tempat” (zharaf makan)
dari akar kata “darasa“. Secara harfiah “madrasah” diartikan sebagai “tempat belajar para
pelajar”, atau “tempat untuk memberikan pelajaran”. Madrasah merupakan isim makan dari
kata darasa yang berarti tempat duduk untuk belajar. Istilah madrasah ini sekarang telah menyatu
dengan istilah sekolah atau perguruan (terutama perguruan Islam). Karenanya istilah madrasah
tidak hanya diartikan sekolah dalam arti sempit tetapi juga bisa dimaknai rumah, istana, kuttab,
perpustakaan, surau, masjid, dan lain-lain. Bahkan juga seorang ibu bisa dikatakan sebagai
madrasah pemula.

c. Sekolah

Kata sekolah berasal dari bahasa latin: skhole, scola, scolae atau skhola yang memiliki arti


waktu luang atau waktu senggang, dimana ketika itu sekolah adalah kegiatan di waktu luang
bagi anak-anak ditengah-tengah kegiatan utama mereka, yaitu bermain dan menghabiskan waktu
untuk menikmati masa anak-anak dan remaja. Kegiatan dalam waktu luang itu adalah
mempelajari cara berhitung, cara membaca huruf dan mengenal tentang moral (budi pekerti) dan
estetika (seni). Untuk mendampingi dalam kegiatan scola anak-anak didampingi oleh orang ahli
dan mengerti tentang psikologi anak, sehingga memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya
kepada anak untuk menciptakan sendiri dunianya melalui berbagai pelajaran diatas.

6
Perbedaan Pesantren, Madrasah dan Sekolah dalam konsep pembelajaran

BIDANG PESANTREN MADRASAH SEKOLAH

Pendiri Kyai Masyarakat Pemerintah

Tujuan Mengenal Al Keilmuan islami Keilmuan luar


Qur’an dan
Hadist

Kurikulum Tidak Memakai Kurikulum Memakai


memakai kurikulum
kurikulum

Materi Kitab-kitab SKI Aqidah akhlaq B.Aarb, Fiqih dan Pelajaran umum
kuning Al Al Qur’an serta pelajaran umum dengan materi
Qur’an dan agama hanya 2 jam
hadist dalam satu minggu

Metode Waton dan Metoder mengajar Metode belajar


Sorogan

Evaluasi Dengan lisan Lisan dan tulisa Lisan dan tulisan

D. Landasan Spirit Pesantren

Pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam yang konsen dalam mempelajari,
memahami, mendalami, menghayati serta mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan
pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Moral keagamaan sebagai
pedoman perilaku sehari-hari ini tercermin pada suatu sikap dan perilaku yang mengarah pada
ajaran tentang tazkiyatun nufus [pembersihan hati] dan ajaran tentang fadha’il al-a’mal
[keutamaan perilaku].
7
Sikap dan perilaku yang selalu mengarah pada tazkiyatun nufus seperti sabar,
syukur, ikhlas pada akhirnya akan membentuk suatu nilai spiritualitas. Nilai spritualitas inilah
yang kelak akan menjadi sumber kearifan dan kebijaksanaan dalam memutuskan segala
sesuatunya bagi santri apabila telah kembali ke masyarakat. Sedangkan sikap dan perilaku yang
mengarah pada ajaran tentang fadha’il al-a’mal berupa ritual-ritual mulia seperti sejumlah ibadah
sunnah sebagai sebuah ibadah pelengkap terhadap ibadah wajib yang telah ditentukan dalam
syariah dan berupa akhlak yang mulia seperti ketaatan terhadap guru akan membentuk perilaku
terpuji yang sangat diharapkan dan diimpikan masyarakat untuk menjadi teladan dan contoh.
Nilai-nilai spiritual yang senantiasa diyakini dan diajarkan oleh para kiai
pesantren dalam tahap tertentu menjadi bekal berharga bagi pengikutnya untuk menghadapi
modernitas dan kemajuan zaman. Hal ini karena nilai-nilai tersebut tidak pernah tidak relevan
bahkan kecenderungannya dari waktu ke waktu semakin banyak orang yang mengharapkan
curahan nilai-nilai spiritual untuk membimbing hidup mereka. Semangat untuk membekali diri
dengan nilai-nilai spiritual ini juga menjadi sarana untuk membangun sebuah konstruksi identitas
yang melampaui pintu-pintu pesantren.
Nilai spiritualitas yang diajarkan di Pesantren diidentikkan dengan
tasawuf. Tasawuf dalam konteks modern sebetulnya memiliki posisi menarik, tasawuf ini
merupakan bidang yang sangat potensial untuk memupuk rasa keagamaan para santri dan
menuntun mereka kearah budi pekerti mulia. Hal ini [memupuk rasa keagamaan dan menuntun
kearah budi pekerti mulia] pada hakikatnya merupakan tujuan mempelajari tasawuf dan sekaligus
tujuan belajar di pesantren. Karena membentuk budi pekerti mulia dan memupuk rasa keagamaan
adalah inti dari pelajaran tasawuf yang juga menjadi tujuan utama pendidikan pesantren maka
tidak salah jika pesantren dikatakan menjadi pusat spiritualisme.
Pesantren sebagai pusat spritualisme menurut Gusdur
adalah karena kehidupan pesantren yang diwarnai oleh asketisme yang dikombinir dengan
kesediaan melakukan segenap perintah kyai guna memperoleh berkah kyai, sudah barang tentu
memberikan bekas yang mendalam pada jiwa seorang santri, dan bekas inilah yang pada gilianya
nanti akan membentuk sikap hidupnya sendiri. Sikap hidup bentukan pesantren ini, apabila
dibawakan kedalam kehidupan masyarakat luar, sudah barang tentu pula akan menjadi pilihan
ideal bagi sikap hidup rawan yang serba tak menentu yang merupakan ciri utama kondisi serba
transisionil dalam masyarakat dewasa ini.

8
E. Tujuan Pesantren
Berbeda dengan lembaga pendidikan lain memiliki tujuan yang jelas dan
dirumuskan dalam visi dan misi secara tegas, namun pada lembaga pendidikan pesantren
(terutama pesantren lama atau dikenal dengan “pesantren tradisional”) umumnya tidak
merumuskan secara eksplisit dasar dan tujuan pendidikannya. Hal ini terbawa oleh sifat
kesederhanaan pesantren yang berdirinya di dorong atas dasar “ibadah” karena semata-mata
mecari ridha Allah SWT. Aktivitas kiai untuk berkewajiban mengajar dan para santri dituntut
untuk belajar. Perbuatan yang demikian tidak dihubungkan dengan lapangan penghidupan atau
jabatan tertentu yang masuk kategori dalam struktur birokrasi kepegawaian.
Untuk mengetahui tujuan diselenggarakan
pendidikan pesantren, tidak lepas dari fungsi yang dikembangkan pesantren baik hubungannya
dengan para santri maupun dengan masyarakat sekitarnya. Kalau dikaji dengan pendekatan
kesejarahan bahwa berdirinya pesantren tidak lepas dari awal perkembangan Islam di Jawa. Para
penyebar agama Islam di Jawa di kenal kelompok Walisonggo telah merintis berdirinya
pesantren sebagai lembaga pendidikan agama Islam di daerah dakwahnya masing-masing.
Sebagai contoh
pesantren yang didirikan oleh Sunan Giri kemudian berkembang menjadi pesantren yang sangat
terkenal di Nusantara di daerah Sidomukti yang dikenal dengan Giri Kedaton. Orang-orang yang
datang mengaji pada pesantren Giri tidak saja berasal dari pulau Jawa, tetapi juga dari pulau-
pulau Indonesia di sebelah timur seperti Madura, Lombok, Bima (Sumbawa), Sulawesi, dan
Ternate. Tujuan para Wali mendirikan pesantren sebagai tempat syiar agama Islam dan mencetak
guru-guru yang akan meneruskan usaha dakwah agama Islam di daerahnya masing-masing.
Dengan
demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam
semula dipergunakan untuk penyebaran agama dan tempat mempelajari agama Islam. Sebagai
lembaga penyebaran agama karena memang berdirinya pesantren di suatu daerah agar penduduk
setempat dapat dipengaruhi kehidupannya dengan nilai-nilai Islam, dan memeluk agama Islam
secara teguh. Sedangkan sebagai tempat mempelajari agama Islam karena memang aktivitasnya
yang utama adalah sebagai tempat untuk mempelajari dan memperdalam ilmu pengetahuan
agama Islam.

9
F. Sistem Dan Metode Pesantren

Sistem dan Metode Pesantren adalah jalan yang harus ditempuh untuk mencapai suatu
tujuan. Dengan demikian yang dimaksud dengan metode pembelajaran adalah cara-cara yang
harus ditempuh dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Secara umum metode atau sistem pembelajaran yang diterapkan pondok pesantren mencakup
dua aspek, yaitu:
1. Metode yang bersifat tradisional (salaf), yakni metode pembelajaran yang
diselenggarakan menurut kebiasaan yang telah lama dilaksanakan pada pesantren atau dapat juga
disebut sebagai metode pembelajaran asli (original) pondok pesantren.
2. Metode pembelajaran modern (tajdid), yakni metode pembelajaran hasil pembaharuan
kalangan pondok pesantren dengan memasukkan metode yang berkembang pada masyarakat
modern, walaupun tidak diikuti dengan menerapkan sistem modern, seperti sistem sekolah atau
madrasah.
Pada umumnya pembelajaran di pesantren mengikuti pola tradisional, yaitu model
sorogan dan model bandongan. Baik dengan model sorogan maupun bandongan keduanya
dilakukan dengan pembacsaan kitab yang dimulai dengan pembacaan tarjamah, syarah dengan
analisis gramatikal, peninjauan morfologi dan uraian semantik. Kyai sebagai pembaca dan
penerjemah, bukanlah sekadar membaca teks, melainkan juga memberikan pandangan-
pandangan (interpretasi) pribadi, baik mengenai isi maupun bahasanya. Kedua model pengajaran
ini oleh sementara pakar pendidikan dianggap statis dan tradisional.
Secara teknis, model sorogan bersifat individual, yaitu santri menghadap guru
seorang demi seorang dengan membawa kitab yang akan dipelajari. Sedangkan model
bandongan (weton) lebih bersifat pengajaran klasikal, yaitu santri mengikuti pelajaran dengan
duduk di sekeliling Kyai menerangkan pelajaran secara kuliah dengan terjadual.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
10
Dapat kami simpulkan dari semua penjelasan di atas bawasanya Pesantren itu lembanga
pendidikan islam yang sangat menjunjung tinggi ke agamaan dan kental terhadap ilmu-ilmu
agama. Yakni di dalamnya ada kyai, santri, masjid dan juga asrama, metode atau system yang
ada di pesantren meliputi dua aspek

1) Tradisionan “salaf”

2) modern “tajdid”

11
DAFTAR PUSTAKA

Martin van bruenessen, NU, Tradisi, Relasi-relasi Kuasa, pencarian Wacana Baru

Zamakhsyari Dhofier,1994. Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES,

Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, Esai-esai Pesantren

Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, studi Tentang Pandangan Hidup Kyai

Abdur Rahman Saleh,1982. Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren, Jakarta: Departemen Agama RI,

Nurcholish Madjid,2002. Modernisasi Pesantren, Jakarta: Ciputat Press.

Zamakhsyari Dlofier,1985. Tradisi Pesantren, studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta: LP3ES,

12

Anda mungkin juga menyukai