Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Tasawuf merupakan salah satu aspek esoteris (rahasia) Islam, sebagai
perwujudan dari ihsan yang berarti kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung
seorang hamba dengan Tuhan. Sebagai ilmu keislaman tasawuf adalah hasil kebudayaan
Islam sebagaimana ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti Fiqh dan Ilmu Tauhid. Pada
masa Rasulullah SAW belum dikenal istilah tasawuf, yang dikenal pada masa itu
hanyalah sebutan sahabat Nabi SAW.
Pada dasarnya tasawuf itu adalah suatu faham yang mengajarkan kepada kita
tentang etika, moral, tingkah laku atau perangai sehari-hari, dimana kita dituntut untuk
berintegrasi dan prihatin dengan kondisi social masyarakat disekitar kita. Tetapi pada
pelaksanaannya ternyata faham tasawuf telah disalahartikan. Dalam pandangan mereka
(baca: sufisme) tasawuf itu adalah memisahkan diri dari dunia nyata dengan cara melulu
ibadah kepada Tuhan melalui zikir, sholat atau lain-lainnya karena terobsesi oleh janji
tentang surga yang ada di kehidupan akhirat nanti.
Padahal di dalam al-Quran telah diperintahkan kepada kita untuk tidak
meninggalkan dunia, bahkan kita diwajibkan untuk menjaga keseimbangan antara
kebutuhan dunia dan kebutuhan akhirat. Bahkan Nabi SAW sendiri telah wanti-wanti
kepada umatnya untuk tidak mengesampingkan kehidupan dunia, sebab dunia
merupakan perantara menuju akhirat nanti.
Oleh karena itu hendaklah kita mesti menginterpretasi kembali makna tasawuf
yang sebenarnya itu, yaitu suatu bentuk tasawuf yang sesuai dengan tatanan masyarakat
Islam, seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dengan tanpa meninggalkan
kehidupan dunia atau mengesampingkannya. Seiring dengan kebutuhan terhadap
tasawuf semakin kuat, maka muncullah apa yang dinamakan dengan Tasawuf
Modern atau dalam istilah kerennya Neo Sufisme, sebagaimana yang dicetuskan
oleh seorang ulama kharismatik Indonesia yaitu Hamka.
B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang Tasawuf
Modern.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tasawuf Modern
Sebelum kita menjelaskan apa sebenarnya tasawuf modern itu, ada baiknya
terlebih dahulu kita merujuk ke-apa sebenarnya tasawuf itu sendiri. Arti tasawuf dan
asal katanya secara etimologis menjadi perdebatan para ulama ahli bahasa. Sebagian
mengatakan bahwa tasawuf itu diambil dari kata shafa artinya suci bersih. Sebagian lagi
mengatakan bahwa kata tasawuf itu berasal dari kata shuf yang artinya bulu binatang
domba, karena orang-orang yang memasuki dunia tasawuf pada zaman dahulu sering
memakai pakaian dari bulu domba, dan ada juga yang mengatakan asal katanya dari
shuffah yaitu sahabat-sahabat Nabi yang tinggal disalah satu ruang masjid Nabawi yang
bernama sufah, ada pula yang mengatakan berasal dari shaf yang artinya barisan
(pertama) dalam sholat, karena sufi selalu memaksimalkan perbuatan kesempurnaan
disetiap ibadah (sholat). Bahkan ada pula yang mengatakan bahwa tasawuf itu berasal
dari bahasa Yunani yaitu shofia yang artinya hikmah kebijaksanaan.1
Tetapi dari sekian banyak pengertian dari asal kata tasawuf secara etimologis,
yang kami anggap paling mendekati adalah kata shuf yang artinya bulu domba tadi. Ada
beberapa alasan mengapa penulis menganggap kata tersebut lebih mendekati yaitu:
pertama, karena ada seorang sahabat dari ahli sufi yang bernama Hasan al-Basri pernah
meriwayatkan bahwasanya dia telah bertemu tujuh puluh pasukan Badar yang semuanya
mengenakan pakaian dari bulu domba. Kedua, diriwayatkan bahwasanya Khalifah Umar
RA pernah mimpi bertemu Rasulullah yang sedang memakai pakaian dari bulu domba.
Ketiga, karena orang yang memakai jubah dari bulu domba pada masa dulu, biasa
dipanggil dengan sufi.
Sedangkan secara terminologis, para ulama juga berbeda pendapat, menurut
Ibnu Khaldun, tasawuf itu adalah semacam ilmu syariyah yang timbul kemudian dalam
agama. Ada juga yang berpendapat bahwa tasawuf itu adalah ilmu yang mengkaji segala
upaya/uasaha mendekatkan diri kepada Allah SWT dalam rangka mencari keridloan
Allah SWT atau segala bentuk ibadah yang bertujuan mencari keridloan Allah SWT.2
Tasawuf merupakan suatu system latihan dengan penuh kesungguhan untuk
1
2

Usman Said, Pengantar Ilmu Tasawuf, cet. 1, Medan: IAIN Sumatera Utara, 1982.
Hamka, Tasawuf Modern, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1987, hlm. 13.

membersihkan, mempertinggi dan memperdalam nilai-nilai kerohanian dalam rangka


mendekatkan diri kepada Allah, sehingga dengan cara itu, segala konsentrasi seseorang
hanya tertuju kepada-Nya. Oleh karena itulah maka al-Suhrawardi mengatakan bahwa
semua tindakan yang mulia adalah tasawuf.3
Kalau kita menilik dari pengertian tasawuf tadi, sesungguhnya tasawuf modern
itu tidak jauh berbeda dari makna tasawuf itu sendiri, hanya mungkin pada tasawuf
modern ini, lebih dipentingkan adalah bagaimana kita mengaplikasikan ajaran-ajaran alQuran dalam kehidupan kita sehari-hari serta bagaimana kita bertingkah laku dalam
kehidupan ini sehingga tidak adanya kesenjangan social dalam tatanan social
masyarakat. Sebenarnya tasawuf modern itu hanya merupakan kelanjutan dari tasawuf
klasik, tapi mungkin sudah mendapat polesan revisi disana-sini, sehingga kesannya
tidak lagi eksklusif terhadap dunia, bahkan menyesuaikan dengan perkembangan
zaman.
Jadi bisa juga kita artikan tasawuf modern itu dengan meninggalkan segala
praktek tasawuf yang memisahkan diri dari kehidupan dunia dan menggantikannya
dengan praktek tasawuf yang tidak memisahkan diri dari tatanan social kemasyarakatan,
sebabkita adalah makhluk social yang tentunya akan saling membutuhkan satu sam
lainnya, atau bisa juga kita artikan dengan keluar dari budi, perangai yang tercela dan
masuk kepada budi, perangai yang terpuji sebagaimana yang dikatakan oleh seorang
ahli sufi yaitu al-Junaid.
Oleh karena itu kami kira tasawuf modern ini lebih sesuai dengan makna
tasawuf yang sebenarnya, sebab dalam tasawuf modern kita diajarkan untuk lebih
memperhatikan sesama dalam social kemasyarakatan, selain itu juga lebih ditekankan
untuk membangkitkan semangat Islam yang selama ini seolah-olah terkebiri, sebab
semangat Islam adalah semangat berjuang, semangat berkurban, bekerja, bukan
semangat malas, lemah dan melempem.
Tasawuf pada mula-mula timbulnya adalah suci maksudnya, yaitu hendak
memperbaiki budi pekerti, sebagaimana yang dikatakan oleh al-Juanid tadi. Ketika
mula-mula timbulnya semua orang bisa menjadi sufi, tidak perlu memakai pakaian
tertentu, atau bendera tertentu, atau berkhalwat mengasingkan diri dari khalayak ramai

M. Amin Syukur, Menggugat Tasawuf: Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial Abad 21, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1999, hlm. 18.

atau mengadu kening dengan kening guru, sebab semua itu tidak lebih hanya merupakan
kesalahan pemahaman kita tentang makna tasawuf itu sendiri.4
Dengan melihat segala keterangan tadi, bisa kita katakana bahwa sesungguhnya
tasawuf modern itu adalah tasawuf dalam arti yang sebenarnya sebagaimana yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW semasa hidupnya, tanpa meninggalkan
kesenangan duniawi, bahkan sebaliknya, kita diwajibkan untuk membangun dunia ini,
karena kita adalah khalifah dimuka bumi yang mempunyai tanggung jawab untuk
memakmurkan bumi ini dan membebaskannya dari tangan-tangan jahat yang mencoba
untuk merusak bumi ini, serta menghancurkan segala bentuk penindasan terhadap kaum
dhuafa sekaligus menolong para dzalimin dari budi pekerti yang buruk untuk hijrah
kebudi pekerti yang baik dan sholeh.
B. Latar Belakang Kemunculan Tasawuf Modern
Kalau kita pandang dari sejarah perjalanannya, tasawuf modern ini merupakan
kelanjutan atau implikasi dari tasawuf klasik, karena kemunculan tasawuf modern ini
adalah imbas dari pertentangan tentang makna dari tasawuf itu sendiri yang terusmenerus menjadi perdebatan hangat dikalangan ilmuwan-ilmuwan maupun ulamaulama sekarang ini.
Oleh karena itu, seolah-olah ada mata rantai yang sangat erat antara tasawuf
klasik dengan tasawuf modern sekarang ini. Jadi, dalam rentangan sejarah
perkembangannya, tasawuf modern ini merupakan babak kedua bagi kemasyuran kaum
sufi, yang kalau pada masa klasik dulu, praktek tasawuf itu hanya semata-mata ibadah
mendekatkan diri kepada Sang Khalik melalui ibadah-ibadah ritual, seperti zikir,
sholawat, sholat dan lain-lainnya yang menyangkut hubungan pribadi kita dengan
Tuhan.
Tetapi dalam tasawuf modern sekarang ini, konsep itu agaknya sudah bergeser
kalau tidak mau disebut digeser jauh dari aslinya karena sudah mendapat polesan atau
pengurangan disana-sini, makna dari tasawuf itu lebih diperluas lagi, tidak hanya
semata-mata memuji Tuhan sebab Tuhan itu tidak mabuk pujian lagi pula kalau
dimaknai seperti itu, kayaknya terlalu sempit, sebab aspek-aspek itu hanya menekankan
pendekatan diri pribadi kita kepada sang khalik. Sekarang ini tasawuf itu lebih
4

Hamka, Tasawuf Modern, ., hlm. 15.

dikaitkan dengan rasa social kita terhadap sesama, atau rasa penghormatan kita
terhadap orang lain yang disini mungkin bisa kita sebut dengan etika, akhlak atau
tingkah laku.5
Kalau memandang dari sosio-historis-religiusnya ada beberapa factor yang
kami pandang merupakan latar belakang dari kemunculan tasawuf modern atau istilah
tasawuf modern, yaitu:
1. Bergesernya paradigma pemikiran tentang makna dari tasawuf itu sendiri.
Seiring dengan perkembangan zaman, maka secara otomatis pemikiran
manusia juga berubah, tidak lagi hanya semata-mata memikirkan tentang ibadah
ritual atau ibadah mahdloh, tetapi lebih dikedepankan tentang bagaimana cara
menyelesaikan bagaimana cara menyelesaikan problema-problema social yang
terjadi sekarang ini. Kalau dulu tasawuf itu identik dengan melulu zikir, sholawat,
sholat atau ibadah mahdloh dalam arti konkrit lainnya, bahkan sekarang ini tasawuf
sudah merambah dalam segenap sendi kehidupan terutama kehidupan social
kemasyarakatan. Jadi tasawuf itu, menurut pemikiran para ilmuwan dan ulamaulama sekarang ini tidak harus diidentikkan dengan hal tersebut tadi.
Dalam pandangan ulama-ulama sekarang ini, tasawuf adalah bagaimana kita
mengaplikasikan kehidupan sehari-hari kita dengan landasan al-Quran dan alHadist, sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi SAW. Sehingga disetiap denyut
nadi dan nafas kita ada hembusan nada keduanya.
Fazlur Rahman (1338 H/ 1919M) seorang ulama yang hidup dipenghujung
abad XX mempunyai pandangan yang sangat positif terhadap dunia. Dia menolak
pandangan negative yang menjauhkan diri dari dunia. Dia mencita-citakan Neo
Sufisme, yaitu sufisme yang cenderung menumbuhkan aktivisme.6
Hamka (1326H/ 1908M) sebagai ulama Indonesia mempunyai pandangan
positif pula terhadap dunia, dan tasawuf merupakan sikap jiwa yang tidak ingin dan
tidak demam terhadap harta, serta tidak terikat oleh materi. Harta boleh dimiliki
tetapi diperuntukkan pada hal-hal yang bermanfaat. Beliau menyatakan bahwa
manusia harus menciptakan keseimbangan antara kebutuhan jasmani dan rohani,
antara materi dan non materi. Dan lebih dari itu mereka harus aktif diatas dunia ini.7

Baca Abu Bakar Aceh, Tasawuf (Pelajaran Akhlak), Solo: Ramadlani, 1970.
Fazlur Rahman, Konsepsi Masyarakat Islam Modern, terjemahan Ir. Juniarso dkk., Bandung: Risalah, 1983.
7
M. Damami, Tasawuf Positif dalam Pemikiran Hamka, Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2000.
6

Perilaku dan pemikiran ulama tersebut perlu dikaji ulang secara Qurani. AlQuran sebagai kitab suci umat Islam, yang isinya telah diwujudkan dalam perilaku
Nabi Muhammad SAW. Khususnya mengenai tasawuf, beliau telah memberi uswah
(suri tauladan) kepada umatnya untuk hidup integrative dalam segala aspek
kehidupan dan aktif ditengah-tengah masyarakat.8
2. Reaksi Terhadap Pemikiran Para Ulama Modern Tentang Tasawuf
Dengan banyaknya pandangan-pandangan para ulama modern sekarang ini
tentang tasawuf, maka timbullah reaksi-reaksi terhadap pandangan atau pemikiran
mereka tersebut. Dari reaksi-reaksi ini maka muncullah apa yang kita sebut Neo
Sufisme. Nah, dari sufi-sufi modern ini berkembanglah praktek praktek tasawuf
yang lebih mengedepankan tentang pengembangan-pengembangan social yang
terjadi di masyarakat modern. Mereka ini lebih cenderung menumbuhkan aktivitasaktivitas kemasyarakatan social yang lebih konkret

dan lebih berguna untuk

masyarakat, sebab dalam pandangan mereka, praktek tasawuf klasik selama ini
hanya identik dengan pesimisme dan isolasionisme. 9 Padahal sifat ini jauh dari
nilai-nilai ajaran al-Quran yang mengutamakan implementasi actual dari cita-cita
moral secara realistic dalam suatu konteks social. 10 Karena tujuan utama al-Quran
adalah tegaknya sebuah tatanan social yang bermoral, adil dan dapat bertahan di
muka bumi. Konsep taqwa hanya memiliki arti dalam sebuah konteks social.11
Pemikiran ini adalah penentangan terhadap aksklusif yang banyak dilakukan
para sufi-sufi klasik. Kesucian seseorang bukan karena keterangannya dari dunia
dan proses social, tetapi berada dalam gerakan menciptakan sejarah. Jadi ada
kecenderungan dalam reaksi-reaksi ini untuk lebih mengedepankan kemasyarakatan
dan proses sosial.
3. Perubahan Dinamika-dinamika Sosial yang terjadi dari Klasik ke Modern
Dalam kehidupan masyarakat modern ini, banyak timbulnya problemaproblema social atau banyak terjadinya perubahan-perubahan dalam dinamika
social kemasyarakatan, sehingga mereka harus mencari sendiri solusi (problem
8

M. Amin Syukur, Zuhud di Abad Modern, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997, bagian pengantar.
Pesimisme adalah pandangan yang tidak mengandung harapan baik, Isolasionisme adalah kecenderungan
suka memisahkan atau memencilkan diri dari orang lain.
10
Ibid, hlm166.
11
Fazlur Rahman, Tema Pokok al-Quran, terjemahan Mahyuddin, Bandung: Pustaka, 1983, hlm. 54.
9

solving) untuk menyelesaikan problem-problem tersebut, karena dirasakan oleh


mereka bahwa jawaban-jawaban penyelesaian masalah yang dulu tidak sesuai lagi
dengan masa sekarang ini, sebab problema-problema dinamika social sekarang ini
sudah sangat kompleks sekali, berbeda jauh dengan yang terjadi dimasa dulu
(klasik).
Dalam kaitannya dengan problema masyarakat modern, maka secara praktis
tasawuf (baca: tasawuf modern) mempunyai potensi besar, karena mampu
menawarkan spiritual yang tidak melulu ibadah ritual (mahdloh). Tasawuf modern
dapat memberi jawaban-jawaban terhadap kebutuhan spiritual mereka akibat
pendewaan mereka terhadap selain Tuhan, seperti materi dan sebagainya.12
Tasawuf modern memberikan solusi-solusi terbaik bagi masyarakat modern
sekarang ini, misalnya dalam bidang spiritual, tasawuf modern bisa memberikan
kesejukan kepada masyarakat, terutama pada masa kritis. Dalam aspek psikologis
tasawuf bisa memberikan solusi bagi problema penyakit modern, seperti stress,
depresi dan sebagainya. Dalam aspek politik tasawuf modern dituntut untuk
memecahkan

ketidakadilan

dan pemihakan

terhadap

kaum dhuafa

dan

mustadhafin.
Demikian juga dalam bidang moral, tasawuf modern mampu menaggulangi
kenakalan remaja dan kaum tua yang sangat

menyedihkan dengan cara

mengarahkan mereka untuk mengikuti kkegiatan-kegiatan positif, sedangkan dalam


aspek intelektual, tasawuf (baca: tasawuf modern) mampu menawarkan solusi
untuk melakukan kontemplasi yang bersifat intuitif (ilham) sebagai alternative
pemecahan masalah disamping rasionalisme dan empirisme.13
Jadi sebenarnya tasawuf modern itu memang diperuntukkan dan dituntut untuk
lebih menyentuh kebutuhan riil manusia modern serta mampu memecahkan
problema dinamika social masyarakat modern sekarang ini serta dituntut
peranannya dalam mengembangkan cita-cita untuk kebahagiaan di dunia dengan
upaya pembangunan dengan memenuhi kebutuhan pokok: fisik, psikis (kejiwaan),
moral dan cultural dalam rangka memelihara kehidupan di bumi secara individual

12

M. Amin Syukur, Zuhud di Abad Modern,., hlm. 179.


--------------, Menggugat tasawuf: Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial Abad 21, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1999, bagian pengantar.
13

dan social, bukan berbicara tentang penghuni kubur dan problematikannya, tetapi
tentang penghuni bumi dan serangkaian permasalahan yang dihadapi.14
4. Kegelisahan Masyarakat Modern
Abu al-Wafa al-Taftazani mengklasifikasikan sebab-sebab kegelisahan
masyarakat modern. Pertama, kegelisahan karena takut kehilangan apa yang
dimiliki, seperti uang, jabatan, sebab dalam tasawuf tidak mementingkan dimensi
tersebut, tetapi bagaimana caranya kita memegang amanah tersebut sehingga
memberi dampak positif bagi semua orang tanpa adanya ketimpangan-ketimpangan
social akibat dari penyalahgunaan hal yang tersebut tadi. Kedua, kegelisahan karena
timbul rasa takut terhadap masa depan yang tidak disukai (trauma imajinasi masa
depan) dalam artian takut masa depannya dan keturunannya terutama anak-anaknya
tidak akan terjamin atau suram.
Ketiga, kegelisahan yang disebabkan oleh rasa kecewa terhadap hasil kerja
yang tidak mampu memenuhi harapan dan kepuasan spiritual. Keempat,
kegelisahan yang disebabkan karena dirinya banyak melakukan pelanggaran dan
dosa serta banyak melakukan penindasan terhadap orang lain melalui kekuasaan
mereka sehingga terciptalah jurang pemisah dan ketimpangan-ketimpangan social
yang mengakibatkan terjadinya kemiskinan yang merajalela disemua sendi
kehidupan social.15
Dari keempat macam kegelisahan tersebut yang paling mendominasi adalah
kegelisahan yang pertama dan kegelisahan yang kedua. Karena kegelisahankegelisahan tersebut, maka mereka membuat terjemahan serta praktek tersendiri
tentang arti tasawuf (baca: zuhud) tadi yang kiranya bertentangan dengan fitrah
manusia dan hati nuraninya serta sesuai dengan perkembangan zaman. Karena
dalam tasawuf modern yang lebih dipentingkan adalah rasa bahagia, baik didunia
maupun diakhirat nanti atau dalam artian lain adanya kepuasan jasmani dan
kepuasan rohani bagi yang mengamalkannya. 16 Sehingga muncullah praktekpraktek tasawuf yang menyesuaikan dengan tradisi dan kondisi sosio histories

14

M. Amin Syukur, Menggugat Tasawuf: Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial Abad 21,..,hlm. 5.
Abu al-Wafa al-Taftazani, The Role of Sufism, Makalah Seminar, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 1993.
16
Hamka, Tasawuf Modern, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1987.
15

masyarakat disuatu tempat yang dalam istilah kerennya sufisme kota atau
sufisme lokal.17
C. Bentuk dan Karakteristik Tasawuf Modern
Didalam memahami dan mencari bentuk dan karakteristik tasawuf modern,
secara otomatis kita akan dihadapkan pada era yang sekarang ini dikatakan sebagai era
globalisasi, dimana sesuatu yang dianggap pasti menurut akal menjadi tolak ukur dan
ini merupakan hal yang berseberangan dengan dunia tasawuf yang dalam hal ini sering
menggunakan sesuatu yang irrasional, dan akal tidak mungkin dapat menjangkaunya,
kecuali sesuatu yang bisa mengalami pengalaman kerohanian, yang tak lain dan tak
bukan adalah hati.
Adapun bentuk dan karakteristik tasawuf modern sekarang ini lebih menekankan
kepada sikap ihsan, baik itu ihsan kepada Allah maupun ihsan terhadap sesama
manusia, yang tentunya dengan sikap ihsan ini akan tercapailah kebahagiaan didunia
dan akhirat yang merupakan aplikasi dari hasil ibadah dan interaksi kita kepada Allah
dan sesama manusia. Jadi secara konkret bentuk tasawuf modern ini tidak lain dan
tidak bukan adalah ihsan. Tetapi ihsan disini terbagi kepada dua bentuk, yaitu ihsan
kepada Allah dan ihsan kepada sesama manusia. Sebenarnya hamper sama dengan
bentuk tasawuf klasik, tetapi kalau dalam tasawuf klasik lebih dipentingkan dan
ditonjolkan adalah ihsan kepada Allah, sedangkan pada tasawuf modern ini adalah
bagaimana menjaga keseimbangan antara ihsan kepada Allah dengan ihsan kepada
sesama manusia.sehingga tercapai apa yang dinamakan dengan kebahagiaan dunia dan
akhirat yang merupakan tujuan utama dari tasawuf modern itu sendiri.
Tasawuf modern ini merupakan imbas dari perkembangan pemikiran modern
yang mengembangkan dimensi logika rasional, sehingga berdampak serius terhadap
karakteristik dari tasawuf modern ini, yang tentunya mau tidak mau tasawuf modern ini
harus menyesuaikan dengan perkembangan masa dan waktu serta harus menyesuaikan
dengan kondisi dan situasi suatu tempat dimana tasawuf modern ini timbul dan
berkembang, sehingga tidak terjadi kesenjangan antara pengamalan tasawuf ini dengan
kondisi social kemasyarakatan ditempat itu.

17

Ahmad Najib Burhani, Sufisme Kota: Berfikir Jernih Menemukan Spiritualitas Positif, Jakarta: Serambi,
2001.

Karena dalam tasawuf modern ini, yang merupakan pembeda dari tasawuf klasik
adalah kemauan untuk memperbaiki kehidupan social masyarakat yang sedang
mengalami suatu krisis baik itu krisis moral maupun krisis ekonomi. Jadi dalam
tasawuf modern ini tidak ada kehendak untuk mengasingkan dan bersikap eksklusif
dari masyarakat, berbeda jauh dengan tasawuf klasik yang seringkali pengamalannya
itu dengan cara menjauhkan diri dari kontak social dengan masyarakat, padahal kita
diciptakan sebagai makhluk social atau dalam bahasa Aristoteles-nya, zoon politicon,
yang tentunya memerlukan makhluk lain dalam setiap interaksi kita.18
Kalau kita seandainya melupakan tanggung jawab kita sebagai makhluk social,
apakah itu tidak menyalahi kodrat kita dan menafikan diri kita sebagai khalifah dimuka
bumi yang ditugaskan oleh Allah untuk memakmurkan dan mensejahterakan kehidupan
bumi. Apakah hal tersebut bukannya merupakan kekufuran kita terhadap nimat dunia
yang Allah berikan. Tidak takutkah kita dengan murka Allah yang akan ditimpakan
kepada kita, jika seandainya kita tidak melaksanakan tanggung jawab kita untuk
memakmurkan bumi ini dan menyelamatkan dari tangan-tangan jahat yang ingin
menghancurkan bumi ini.
Jadi sebenarnya tasawuf modern ini, lebih mengutamakan ihsan yang bersifat
konkret yang menyentuh langsung dengan kehidupan social kemasyarakatan, bukan
dengan sesuatu yang bersifat abstrak, karena ibadah (baca: ibadah mahdloh) itu adalah
hal yang wajib bagi setiap hamba, tetapi hanya menyangkut hubungan seseorang
dengan sangg khalik yang tentunya tidak berdampak apa-apa bagi orang lain, sebab itu
hanyalah untuk kebahaggiaan akhirat saja. Sedangkan dalam tasawuf modern, harus
ada keseimbangan antara dunia dengan akhirat, sehingga akan tercapailah apa yang
dinamakan dengan kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat.
D. Sasaran dan Tujuan Tasawuf Modern
Sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian terdahulu, bahwa sebenarnya
tujuan tasawuf modern itu tidak lain dan tidak bukan adalah untuk mencapai
kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Jadi antara kebutuhan dunia dan
kebutuhan akhirat itu ada suatu keseimbangan dari segi aplikasinya. Sebab kebahagiaan
dunia itu merupakan jembatan untuk mencapai kebahagiaan akhirat, karena Nabi SAW
18

Ahmad Tafsir, Filsafat Umum: Akal dan Hati sejak Thales sampai Capra, Bandung: Remaja Rosdakarya,
1990, hlm. 59-62.

10

sendiri sudah bersabda dalam salah satu hadistnya yang artinya: bekerjalah kamu
untuk duniamu, seakan-akan kamu akan hidup selamanya dan bekerjalah kamu untuk
akhiratmu seakan-akan kamu mati besok pagi.19
Dengan merujuk kepada matan hadist tersebut sudah selayaknyalah kita untuk
tidak mengabaikan kehidupan dunia, sebab Nabi SAW sendiri tidak pernah
mengajarkan kita untuk hidup eksklusif dari masyarakat, bahkan beliau sangat
menganjurkan kepada kita agar peduli terhadap orang lain, karena hal tersebut
merupakan salah satu jalan menuju dua kebahagiaan, sebagaimana perkataan Ibnu
Khaldun: bahagia itu ialah tunduk dan patuh mengikuti garis-garis Allah dan
perikemanusiaan.20
Jadi pada dasarnya tasawuf modern ini lebih sesuai dengan ajaran tasawuf yang
diajarkan oleh Nabi SAW yaitu senantiasa berintegratif dengan kehidupan masyarakat
dan senantiasa peduli dengan problem social kemasyarakatan yang terjadi. Sasaran
tasawuf modern ini tidak hanya terbatas pada aspek keakhiratan saja, bahkan sangat
netral sekali, sehingga tercapailah tujuannya yaitu kebahagiaan di dunia dan di akhirat,
sebagaimana yang tersurat dalam kitab suci al-Quran yang artinya: Ya Allah berilah
kami kebahagiaan di dunia dan beri pula kami kebahagiaan di akhirat, serta jauhkanlah
kami dari azab neraka.21

19

Abu Bakar Muhammad, Hadist Tarbawi, Surabaya: Karya Abditama, 1997.


Hamka, Tasawuf Modern, , hlm. 21.
21
Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 201.
20

11

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas tadi bisalah kiranya kita ambil suatu kesimpulan
bahwasannya tasawuf modern itu adalah arti tasawuf yang sebenarnya, karena pada
tasawuf modern ini tidak melulu dipentingkan hubungan manusia secara vertical
kepada Tuhannya, tetapi juga hubungan manusia secara horizontal kepada sesama
manusia. Dalam tasawuf modern tidak dikenal istilah mengasingkan diri dari
kehidupan social, bahkan seharusnya kitalah yang harus prihatin dengan kehidupan
social tersebut, prihatin dalam artian kesadaran kita sebagai khalifah dimuka bumi yang
punya tanggung jawab untuk memakmurkan bumi serta melawan segala penindasan
dan

perusakan

dimuka

bumi,

karena

nanti

kita

akan

dituntut

untuk

mempertanggungjawabkan kedudukan kita sebagai khalifah dimuka bumi ini.


B. Penutup
Demikianlah pembahasan yang dapat kami sajikan, semoga dengan
membacanya lebih membuka cakrawala kita dalam memahami tasawuf yang
sebenarnya yang sesuai dengan tuntunan ajaran Islam dan sesuai dengan perilaku Nabi
Muhammad SAW sebagai panutan dan suri tauladan kita dalam bertasawuf
sebagaimana yang dicontohkan oleh beliau semasa hidupnya.

12

Anda mungkin juga menyukai