Anda di halaman 1dari 79

tasawuf Sunni dan falsafi

1. Standart Kompetensi

Mengenal tasawuf sunni dan tasawuf falsafi serta tokoh-tokohnya

2. kompetensi Dasar

Menjelaskan pengertian tasawuf sunni dan tasawuf falsafi, serta tokoh-tokohnya

3. Indikator

Mengartikan tasawwuf Sunni dan falsafi


Menyebutkan Latar Belakang tasaawuf sunni dan falsafi
Menyebutkan tokoh-tokoh dan pemikiran tasawwuf sunni dan falsafi

Tasawwuf Sunni

A. Pengertian Tasawuf Sunni

Tasawwuf sunni ialah aliran tasaawuf yang berusaha memadukan aspek hakekat dan
syariat, yang senantiasa memelihara sifat kezuhudan dan mengkonsentrasikan pendekatan
diri kepada allah, dengan berusaha sungguh-sugguh berpegang teguh terhadap ajaran al-
Quran, Sunnah dan Shirah para sahabat.

Dalam kehidupan sehari-hari para pengamal tasawwuf ini berusaha untuk menjauhkan drii
dari hal-hal yang bersifat keduniawian, jabatan, dan menjauhi hal-hal yang dapat
mengganggu kekhusuaan ibadahnya.

Latar belakang munculnya ajaran ini tidak telepas dari pecekcokan masalah aqidah yang
melanda para ulama fiqh dan tasawwuf lebih-lebih pada abad kelima hijriah aliran syiah al-
islamiyah yang berusaha untuk memngembalikan kepemimpinan kepada keturunan ali bin abi
thalib. Dimana syiah lebih banyak mempengaruhi para sufi dengan doktrin bahwa imam
yang ghaib akan pindah ketangan sufi yang layak menyandang gelar waliyullah, dipihak lain
para sufi banyak yang dipengaruhi oleh filsafat Neo-Platonisme yang memunculkan corak
pemikiran taawwuf falsafi yang tentunya sangat bertentangan dengan kehidupan para sahabat
dan tabiin. dengan ketegangan inilah muncullah sang pemadu syariat dan hakekat yaitu
Imam Ghazali.

B. Tokoh-tokoh Tasawuf Sunni

Munculnya aliran-aliran tasawuf ini tidak terlepas dari tokoh-tokoh yang berperan di
dalamnya. Begitu juga sama halnya dengan Tasawuf sunni. Diantara sufi yang berpengaruh
dari aliran-aliran tasawuf sunni dengan antara lain sebagai berikut:

1. Hasan al-Basri.

Hasan al-Basri adalah seorang sufi angkatan tabiin, seorang yang sangat taqwa, wara dan
zahid. Nama lengkapnya adalah Abu Said al-Hasan ibn Abi al-Hasan. Lahir di Madinah
pada tahun 21 H tetapi dibesarkan di Wadi al-Qura. Setahun sesudah perang Shiffin dia
pindah ke Bashrah dan menetap di sana sampai ia meninggal tahun 110 H. setelah ia menjadi
warga Bashrah, ia membuka pengajian disana karena keprihatinannya melihat gaya hidup dan
kehidupan masyarakat yang telah terpengaruh oleh duniawi sebagai salah satu ekses dari
kemakmuran ekonomi yang dicapai negeri-negeri Islam pada masa itu. Garakan itulah yang
menyebabkan Hasan Basri kelak menjadi orang yang sangat berperan dalam pertumbuhan
kehidupan sufi di bashrah. Diantara ajarannya yang terpenting adalah zuhud serta khauf dan
raja.

Dasar pendiriannya yang paling utama adalah zuhud terhadap kehidupan duniawi sehingga ia
menolak segala kesenangan dan kenikmatan duniawi.

Prinsip kedua Hasan al-Bashri adalah al-khouf dan raja. Dengan pengertian merasa takut
kepada siksa Allah karena berbuat dosa dan sering melalakukan perintahNya. Serta
menyadari kekurang sempurnaannya. Oleh karena itu, prinsip ajaran ini adalah mengandung
sikap kesiapan untuk melakukan mawas diri atau muhasabah agar selalu memikirkan
kehidupan yang akan dating yaitu kehidupan yang hakiki dan abadi.

2. Rabiah Al-Adawiyah

Nama lengkapnya adalah Rabiah al-adawiyah binti ismail al Adawiyah al Bashoriyah, juga
digelari Ummu al-Khair. Ia lahir di Bashrah tahun 95 H, disebut rabiah karena ia puteri ke
empat dari anak-anak Ismail. Diceritakan, bahwa sejak masa kanak-kanaknya dia telah hafal
Al-Quran dan sangat kuat beribadah serta hidup sederhana.

Cinta murni kepada Tuhan adalah puncak ajarannya dalam tasawuf yang pada umumnya
dituangkan melalui syair-syair dan kalimat-kalimat puitis. Dari syair-syair berikut ini dapat
diungkap apa yang ia maksud dengan al-mahabbah:

Kasihku, hanya Engkau yang kucinta,

Pintu hatiku telah tertutup bagi selain-Mu,

Walau mata jasadku tak mampu melihat Engkau,

Namun mata hatiku memandang-Mu selalu.

Cinta kepada Allah adalah satu-satunya cinta menurutnya sehingga ia tidak bersedia
mambagi cintanya untuk yang lainnya. Seperti kata-katanya Cintaku kepada Allah telah
menutup hatiku untuk mencintai selain Dia. Bahkan sewaktu ia ditanyai tentang cintanya
kepad Rasulullah SAW, ia menjawab: Sebenarnya aku sangat mencintai Rasulullah, namun
kecintaanku pada al-Khaliq telah melupakanku untuk mencintai siapa saja selain Dia.
Pernyataan ini dipertegas lagi olehnya lagi mealui syair berikut ini: Daku tenggelam dalam
merenung kekasih jiwa, Sirna segalanya selain Dia, Karena kekasih, sirna rasa benci dan
murka.

Bisa dikatakan, dengan al-hubb ia ingin memandang wajah Tuhan yang ia rindu, ingin
dibukakan tabir yang memisahkan dirinya dengan Tuhan.
3. Dzu Al-Nun Al-Misri

Nama lengkapnya adalah Abu al-Faidi Tsauban bin Ibrahim Dzu al-Nun al-Mishri al-
Akhimini Qibthy. Ia dilahirkan di Akhmin daerah Mesir. Sedikit sekali yang dapat diketahui
tentang silsilah keturunan dan riwayat pendidikannya karena masih banyak orang yang belum
mengungkapkan masalah ini. Namun demikian telah disebut-sebut oleh orang banyak sebagai
seorang sufi yang tersohor dan tekemuka diantara sufi-sufi lainnya pada abad 3 Hijriah.

4. Abu Hamid Al-Ghazali

Al-Ghazali nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad ibn Ahmad.
Karena kedudukan tingginya dalam Islam, dia diberi gelar Hujjatul Islam.Ayahnya, menurut
sebagian penulis biografi, bekerja sebagai pemintal wol. Dari itulah, tokoh sufi yang satu ini
terkenal dengan al-Ghazzali (yang pemintal wol), sekalipun dia terkenal pula dengan al-
Ghazali, sebagaimana diriwayatkan al-Samani dalam karyanya, al-Ansab, yang dinisbatkan
pada suatu kawasan yang disebut Ghazalah. Al-Ghazali lahir di Thus, kawasan Khurasan,
tahun 450 H (diriwayatkan pula dia lahir pada 451 H). menurut periwayatan al-Subki, dia
serta saudaranya menerima pendidikan mistisnya dirumah seorang sufi sahabat ayahnya,
setelah ayahnya meninggal dunia.

Di bidang tasawuf, karya-karya Al-Ghazali cukup banyak, yang paling penting adalah Ihya
Ulum al-Din. Dalam karyanya tersebut, dia menguraikan secara terinci pendapatnya tentang
tasawuf, serta menghubungkannya dengan fiqh maupun moral agama. Juga karya-karya
lainnya, al-Munqidz min al-Dhalal, dimana ia menguraikan secara menarik kehidupan
rohaniahnya, Minhaj al-Abidin, Kimia al-Saadah, Misykat al-Anwar dan sebagainya.

TASAWWUF FALSAFI

A. Devinisi tasawwuf falsafi

Secara garis besar tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara
visi mistis dan visi rasional.Tasawuf ini menggunakan terminologi filosofis dalam
pengungkapannya,yang berasal dari berbagai macam ajaran filsafat yang telahmempengaruhi
para tokohnya.[1]

Di dalam tasawuf falsafi metode pendekatannya sangat berbeda dengan tasawuf sunni atau
tasawuf salafi. kalau tasawuf sunni dan salafi lebih menonjol kepada segi praktis () ,
sedangkan tasawuf falsafi menonjol kepada segi teoritis ( ) sehingga dalam konsep-
konsep tasawuf falsafi lebih mengedepankan asas rasio dengan pendektan-pendekatan
filosofis yang ini sulit diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari khususnya bagi orang
awam, bahkan bisa dikatakan mustahil.Kaum sufi falsafi menganggap bahwasanya tiada
sesuatupun yang wujudkecuali Allah, sehingga manusia dan alam semesta, semuanya
adalahAllah. Mereketidak menganggap bahwasanya Allah itu zat yang Esa, yangbersemayam
diatas Arsy.Dalam tasawuf falsafi, tentang bersatunya Tuhan dengan makhluknya,setidaknya
terdapat beberapa term yang telah masyhur beserta para tokohnya yaitu ; hulul,wadah
al~wujud, insan kamil, Wujud Mutlak.

1. Hulul
Hulul merupakan salah satu konsep didalam tasawuf falsafi yangmeyakini terjadinya
kesatuan antara kholiq dengan makhluk. Paham hululini disusun oleh Al-hallaj

Kata hulul berimplikasi kepada bersemayamnya sifat-sifat ke-Tuhanankedalam diri manusia


atau masuk suatu dzat kedalam dzat yang lainnya.Hulul adalah doktrin yang sangat
menyimpang. Hulul ini telah disalahartikan oleh manusia yang telah mengaku bersatu dengan
Tuhan. Sehanggadikatakan bahwa seorang budak tetaplah seorang budak dan seorang
rajatetaplah seorang raja. Tidak ada hubungan yang satu dengan yang lainnyasehingga yang
terjadi adalah hanyalah Allah yang mengetahui Allah danhanya Allah yang dapat melihat
Allah dan hanya Allah yang menyembahAllah

2.Wahdah Al-Wujud

Istilah wahdah Al-wujud sangat dekat dengan pribadi Ibnu Arabi,sehingga ketika menyebut
pemikiran Ibnu Arabi seakan-akan terlintas tentang doktrin wahdah Al-wujud sebenarnya
wihdatul wujud bukan penyebutan aari ibnu arbai sendiri melainkan sebutan yang
dilontarkan oleh musuh bebuyutannya yaitu Ibnu taimiyah.

3. Ittihad
Pengertian ittihad sebagaimana disebutkan dalam sufi terminologi
adalah;; ttihad adalah penggabungan antara dua hal yang menjadi
satu.Ittihad merupakan doktrin yang menyimpang dimana didalamnya terjadiproses
pemaksaan antara dua ekssistensi. Kata ini berasal dari katawahd atau wahdah yang berarti
satu atau tunggal. Jadi ittihad artinyabersatunya manusia dengan
Tuhan. Tokoh
pembawa faham ittihad adalah Abu Yazid Al-busthami. Menurutnya manusia adalah
pancaran Nur Ilahi,oleh karena itu manusia hilang kesadaranya [sebagai manusia] maka
padadasarnya ia telah menemukan asal mula yang sebenarnya, yaitu nur ilahiatau dengan kata
lain ia menyatu dengan Tuhan[2]

4.. insan kamil.

Al-jilli adalah seorang yang sangat terkenal di Baqhdat, riwayat hidupnya tidak banyak
diketahui oleh sejrah tapi yang jelas ajran yang al-jilli ini ialah Insan kamil. Insan kamil
menurut aljilli ialah manusia

5. Ibnu Sabin

Disamping para sufi ia juga seorang filosof yang sangat terkenal dari Andalusia, ia adalah
seorang penggagas paham tasawwuf yang lebih dikenal denan kesatuan Mutlak

B.LATAR BELAKANG BERKEMBANGNYA TASAWWUF FALSAFI

Corak dari pada tasawwuf falsafi tentunya sangat berbeda dengan tasawwuf yang pernah
diamalkan oleh masa sahabat dan tabiin, karena tasawwuf ini muncul karena pengaruh
filasafat Neo-PlatonismeBerkembangnya tasaawuf sebagai jalan dan latihan untuk merealisir
kesucia batin dalam perjalanan menuju kedekatan dengan Allah, juga menarik perhatian para
pemikir muslim yang berlatar belakang teologi dan filsafat. Dari kelompok inilah tampl
sejumlah kelompok sufi yang filosofis atau filosofis yang sufi. Konsep-konsep mereka yang
disebut dengan tasawuf falsafi yakni tasawuf yang kaya dengan pemikiran-pemikiran filsafat.
ajaran filsafat yang paling banyak dipergunakan dalam analisis tasawuf adalah Paham
emanasi neo-Plotinus.

Andanya pemaduan antara filsafat dengan tasawuf pertama kali di motori oleh para filsuf
muslim yang pada saat itu mengalami helenisme pengetahuan. Misalnya filsuf muslim yang
terkenal yang membahas tentang Tuhan dengan mengunakan konsep-konsep neo-plotinus
ialah Al-Kindi.

Dalam filsafat emanasi Plotinus roh memancar dari diri Tuhan dan akan kembali ke Tuhan.
Tapi, sama dengan Pythagoras, dia berpendapat bahwa roh masuk ke dalam tubuh manusia
juga kotor, dan tak dapat lagi kembali ke Tuhan. Selama masih kotor, ia akan tetap tinggal di
bumi berusaha. dari sini di tarik ke dalam ranah konsep tasawuf yang berkeyakinan bahwa
penciptaan alam semesta adalah pernyataan cinta kasih Tuhan yang direfleksikan dalam
bentuk empirik atau sebagai Sifat madzohir dari sifat tuhan.Namun istilah tasawuf falsafi
bulum terkenal pada waktu itu, setelah itu baru tokoh-tokoh teosofi yang populer. Abu Yazid
al-Bustami, Ibn Masarrah (w.381 H) dari Andalusia dan sekaligus sebagai perintisnya.

orang kedua yang mengombinasikan antara teori filsafat dan tasawuf ialah Suhrawardi al-
Maqtul yang berkembang di Persia atau Iran. Masih banyak tokoh tasawwuf falsafi yang
berkembang di Persia ini sepeti al-Haljj dengan konsep al-Hulul yakni perpaduan antara
Mansusia dengan sifat-sifat tuhan.Perkembangan puncak dari tasawuf falsafi, sebenarnya
telah dicapai dalam konsepsi al-wahdatul wujud sebagai karya pikir mistik Ibn Arabi.
sebelum Ibn arabi muncul teorinya seorang sufi penyair dari Mesir Ibn al-Faridh
mengembangkan teori yang sama yaitu al-wahdatasa-syuhud.

Pada umumnya konsep ini diterima dan berkembang dari kaum syiah dan bermazhabkan
Mutazilah. Makanya nama lain dari tasawuf falsafi juga di sebut dengan tasawuf Syii.
diterimanya konsep-konsep atau pola pikir tasawuf falsafi di kawasan Persia, karena
dimungkinkann disana dulu adalah kawasan sebelum Islam sudah mengenal filsafat.

Semenjak masa Abu Yazid al-Busthami, pendapat sufi condong pada konsep kesatuan wujud.
Inti dari jaran ini adalah bahwa dunia fenomena ini hanyalah bayangan dari realitas yang
sesungguhnya, yaitu Tuhan. Satu-satunya wujud yang hakiki adalah wujud Tuhan yang
merupakan dasar dan sumber kejadian dari segala sesuatu. Dunia ini hanyalah bayangan yang
keberadaannya tergantung dengan wujud Tuhan, sehingga realitasHidup ini hakikatnya
tunggal.Atas dasar seperti itu tentang Tuhan yang seperti itu, mereka berpendapat bahwa
alam dan segala yang ada termasuk manusia merupakan radiasi dari hakikat Ilahi. Dalam diri
manusia terdapat unsur-unsur ke Tuhanan Karena merupakan panacaran dari tuhan.

Dari konsep seperti ini lah para sufi dari tasawuf falsafi ini mempunyai karakteristik sendiri
sehingga dapat di pukul rata bahwa semua konsep yang ditawarkan oleh para sufi falsafi ini
adalah konsep wihdatul wujud, meskipun dalam penjabarannya mengalami perbedaan dan
perkembangan yang berbeda antara sufi yang satu

Dengan sufi yang lain.

Seperti hanya dalam konsep emanasi, Ibn Arabi menggunakan bentuk pola akal yang
bertingkat-tingkat, seperti; akal pertama, kedua, ketiga dan sampai akal kesepuluh. Dimana ia
mencoba mengambarkan bahwa proses terjadinya sesuatu ini berasal dari yang satu, kalau
meminjam Bahasanya plotinus ialah the one
Kemudian konsep itu terus disempurnakan bahwakan mengalami kritikan dari sufi-sufi yang
lain. Misalnya sufi yang memperbarui konsep ajaran Ibn Arabi ini ialah Mulla Shadra yang
lebih mencoba menggunkan konsep yang rasional dengan istilah Nur yang mana ia mencoba
merujuk dari al-quran sendiri bahwa Tuhan adalah cahaya dari segala cahaya..

[1] M. Sobirin dan Rosihan Anwar, Kamus Tasawuf, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000,
hlm. 224

[2] . Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme Dalam Islam, hlm. 82

TASAWUF SUNNI DAN


TASAWUF FALSAFI
April 2, 2013 by ZAWIYAH JAKARTA

TASAWUF SUNNI DAN TASAWUF FALSAFI

MAKALAH

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS

MATA KULIAH TASAWUF

DOSEN : DR. Hj. SRI MULYATI, M.A

Disusun oleh :
UBAIDILLAH

HAMDANI

PROGRAM PASCA SARJANA

MAHAD ALY ZAWIYAH JAKARTA

Jl. Budi Harapan Cipinang Melayu Jakarta Timur

Tahun 2011

BAB I

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ...1

BAB II TASAWUF SUNNI ...3

Pengertian tasawuf sunni ....3

Sejarah perkembangan tasawuf sunni .3

Karakter /ciri tasawuf sunni 7

Tokoh-tokoh tasawuf sunni 8

1. Hasan al-Basri .8

2. Al-Muhasibi .9

3. al-Qusyairi .10

4. Al-Ghazali ..12

BAB III TASAWUF FALSAFI ...15

Pengertian tasawuf falsafi .15

Sejarah perkembangan tasawuf falsafi ..15

Karakter /ciri tasawuf falsafi .17

Tokoh-tokoh tasawuf falsafi .17

1. Ibn Arabi 17
2. Al-Jilli 19

3. Ibn Sabiin ..20

BAB IV PENUTUP ..22

DAFTAR PUSTAKA 23

PENDAHULUAN

Al-quran merupakan kitab Allah yang di dalamnya terkandung muatan-muatan ajaran Islam,
baik aqidah, syariah maupun muamalah. Ketiga muatan tersebut banyak tercermin dalam
ayat-ayat yang termaktub dalam al-quran. Ayat-ayat al-quran itu, di satu sisi memang ada
yang perlu dipahami secara tekstual-lahiriyah, tetapi di sisi lain juga ada hal yang perlu
dipahami secara kontekstual-rohaniyah. Sebab, jika ayat-ayat al-quran dipahami secara
lahiriyah saja, akan terasa kaku, kurang dinamis, dan tidak mustahil akan ditemukan
persoalan yang tidak dapat diterima secara psikis.1

Secara umum, ajaran Islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriyah dan batiniyah.
Pemahaman terhadap unsur kehidupan yang bersifat batiniyah pada gilirannya melahirkan
tasawuf. 2 Unsur kehidupan tasawuf ini mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber
ajaran Islam, al-quran dan sunnah, serta peraktek kehidupan nabi dan para sahabatnya. 3

Dalam sejarah perkembangannya, para ahli membagi tasawuf menjadi dua arah

1. Prof. Dr. M. Solihin, M.Ag dan Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, Ilmu Tasawuf, (Pustaka setia :
Bandung 2008 M / 1429 H) hlm 18

2. Tentang asal ushul kata tasawuf / shufi terdapat beberapa pendapat yang berbeda.
Diantaranya ada yang mengganggap bahwa secara lahiriyah sebutan tersebut hanya
semacam gelar, sebab dalam dalam bahasa Arab tidak terdapat akar katanya. Sementara yang
lain berpendapat bahwa kata shufi berasal dari shafa ( bening, suci, bersih atau murni),
dengan mengemukakan syair Abu al-Fath al-Basri sebagai berikut : Tentang shufi
orangpun tak sejalan

Mereka selisih paham dan dari shuff dikirakan

Pada seseorang gelar ini tidak kukenakan

Kecuali mereka yang bening hati gelar shufi layak disandangkan

Ada juga yang berpendapat bahwa kata shufi berasal dari shafwan yang juga berarti bening.
Sementara yang lain menganggap bahwa kata shufi berasal dari shaff atau barisan, sebab
para shufi berada pada barisan paling pertama dihadapan Allah. Yang lain berpendapat kata
shufi dinisbatkan pada ahlus shuffah, sekelompok kaum muhajirin dan anshor yang miskin,
yang tinggal dalam sebuah ruangan di sisi mesjid rasulullah saw. Mereka yang tinggal dalam
ruangan tersebut dikenal tekun beribadah. Menurut pendapat yang lain lagi berpendapat
bahwa kata shufi berasal dari nama seorang penjaga kabah di jaman jahiliyyah, yaitu Shufah
ibn Murrah. Dan ada juga yang berpendapat kata shufi berasal dari kata Yunani, yaitu
Sophia, yang berarti kebajikan. Serta ada pula yang berpendapat bahwa kata shufi berasal
dari kata shuf yang berarti bulu domba. Pada masa awal perkembangan tasawwuf, pakaian
bulu domba adalah symbol para hamba Allah yang tulus dan asketis. Lihat DR. Abu al-Wafa
al-Ghanimi al-Taftazani, sufi dari zaman ke zaman, terj. Ahmad Rofi Utsmani dari Madkhal
ila al-Tashawwuf al-Islam (Bandung : Pustaka. 1418 H / 1997 M). hlm 21. Secara umum
tasawwuf adalah falsafah hidup dan cara tertentu dalam tingkah laku manusia, dalam
upayanya merealisasikan kesampurnaan moral, pemahaman tentang hakekat realitas dan
kebahagian hidup rohaniah.

3. Prof. Dr. M. Solihin, M.Ag dan Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, op.cit. hlm 19

perkembangan. Ada tasawuf yang mengarah pada teori-teori prilaku, ada pula tasawuf yang
mengarah pada teori-teori yang begitu rumit dan memerlukan pemahaman yang lebih
mendalam. Pada perkembangannya, tasawuf yang berorientasi ke arah pertama sering disebut
sebagai tasawuf salafi, tasawuf akhlaqi, atau tasawuf sunni. Adapun tasawuf yang
berorientasikan ke arah kedua disebut sebagai tasawuf falsafi. Tasawuf jenis kedua banyak
dikembangkan para sufi yang berlatar belakang sebagai filosof , disamping sebagai sufi.4

Pembagian dua jenis tasawuf di atas di dasarkan atas kecenderungan ajaran yang
dikembangkan, yakni kecenderungan pada prilaku atau moral keagamaan dan kecenderungan
pada pemikiran. Dua kecenderungan ini terus berkembang hingga masing-masing
mempunyai jalan sendiri-sendiri.

Berdasarkan hal tersebut, makalah ini akan membahas tentang tasawuf sunni dan tasawuf
falsafi. Yang terdiri dari :

BAB I PENDAHULUAN

BAB II TASAWUF SUNNI, yang mencakup :

Pengertian tasawuf sunni

Sejarah perkembangan tasawuf sunni

Karakteristik/ciri tasawuf sunni

Tokoh-tokoh tasawuf sunni

BAB III TASAWUF FALSAFI, yang mencakup :

Pengertian tasawuf falsafi

Sejarah perkembangan tasawuf falsafi

Karakteristik /ciri tasawuf falsafi

Tokohtokoh tasawuf falsafi


BAB IV PENUTUP

Adapun tujuan dari makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana Pengertian, Sejarah perkembangan tasawuf sunni,


karakteristik /ciri tasawuf sunni, dan tokoh-tokoh tasawuf sunni

2. Untuk mengetahui bagaimana Pengertian, Sejarah perkembangan tasawuf falsafi,


karakteristik /ciri tasawuf falsafi, dan tokoh-tokoh tasawuf falsafi

4. Dr. Abu al-Wafa al-Ghanimi al-Taftazani, sufi dari zaman ke zaman, terj. Ahmad Rofi
Utsmani dari Madkhal ila al-Tashawwuf al-Islam (Bandung : Pustaka. 1418 H / 1997 M).
hlm 140

BAB II

TASAWUF SUNNI

Pengertian tasawuf sunni

Tasawuf sunni adalah bentuk tasawuf yang para penganutnya memagari atau mendasari
tasawuf mereka dengan al-quran dan al-sunnah, serta mengaitkan keadaan (ahwaal) dan
tingkatan (maqoomaah) rohaniah mereka kepada kedua sumber tersebut.5

Dalam redaksi lain disebutkan bahwa tasawuf sunni adalah tasawuf yang berwawasan moral
praktis dan bersandarkan kepada al-quran dan al-sunnah.6

Sejarah perkembangan tasawuf sunni

Pada mulanya tasawuf merupakan perkembangan dari pemahaman makna institusi-institusi


Islam. Sejak zaman sahabat dan tabiin, kecenderungan orang terhadap ajaran Islam secara
lebih analitis mulai muncul. Ajaran Islam mereka dapat pandang dari dua aspek, yaitu aspaek
lahiriyah dan aspek batiniyah atau aspek luar dan aspek dalam. Pendalaman dan
pengalaman aspek dalamnya mulai terlihat sebagai hal yang paling utama, tentunya tanpa
mengabaikan aspek luarnya yang dimotifasikan untuk membersihkan jiwa. Tanggapan
perenungan mereka lebih lebih berorientasi pada aspek dalam, yaitu cara hidup yang lebih
mengutamakan rasa, lebih mementingkan keagungan Tuhan dan bebas dari egoisme.7

Sejarah dan perkembangan tasawuf sunni mengalami beberapa tahap :

Tahap pertama disebut pula dengan tahap atau fase asketisme (zuhud).8 Sikap asketisme
(zuhud) ini banyak diapndang sebagai pengantar kemunculan tasawuf. Fase ini tumbuh pada
abad ke-1 dan ke-2 Hijriah. Pada fase ini, terdapat individu-individu dari

5. Ibid, hlm. 140. Prof. Dr. M. Solihin, M.Ag dan Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, op.cit. hlm 111

6. DR. Alwi Shihab, PH.D, Antara tasawuf Sunni dan Falsafi ; Akar tasawuf di Indonesia,
Depok : Pustaka Iman. 2009/1430, hlm. 51

7. Prof. Dr. M. Solihin, M.Ag dan Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, op.cit. hlm. 62
8. para peneliti berbeda pendapat tentang factor yang menyebabkan munculnya gerakan
zuhud dalam Islam pada abad pertama dan kedua hijriyah. Abu al-Ala Afifi berpendapat ada
empat factor yang menyebabkan kelahiran gerakan zuhud dalam Islam, yaitu : 1. Ajaran
Islam itu sendiri. Kitab suci al-quran telah mendorong manusia agar hidup saleh dan taqwa
kepada Allah. 2. Revolusi ruhaniyah kaum muslimin terhadap system social politik yang
berlaku. 3. dampak asketisme masehi. Di zaman pra-Islam bangsa Arab terkena dampak para
pendeta masehi. 4. Penentangan terhadap fiqih dan kalam. ( Drs. Asmaran As, M.A.
Pengantar studi tasawuf, Jakarta : Persada, 1996, hlm. 228-229). Dua factor yang pertama
dan kedua disetujui oleh Taftazani, sedangkan dua factor terakhir tidak . lihat Taftazani,
Op.cit, hlm. 58.

kalangan kaum muslimin yang lebih memusatkan perhatian dan memprioritaskan dirinya
pada ibadah.9 Mereka menjalankan konsepsi asketis dalam kehidupan, yaitu tidak
memntingkan makanan, pakaian maupun tempat tinggal. Mereka lebih banyak beramal untuk
hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan akherat, yang menyebabkan mereka lebih
memusatkan diri pada jalur kehidupan dan tingkah laku yang asketis. Tokoh yang sangat
popular dari kalangan mereka adalah Hasan al-Basri dan Rabiah al-Adawiyah, kedua tokoh
ini dijuluki sebagai zahid.10

Tahap kedua, yaitu sejak abad ke-3 Hijriyah, para sufi mulai menaruh perhatian terhadap hal-
hal yang berkaitan dan jiwa dan tingkah laku. Perkembangan doktrin-doktrin dan tingkah
laku sufi ditandai dengan upaya menegakkan moral ditengah terjadinya dekadensi moral yang
berkembang saat itu, sehingga ditangan mereka tasawuf pun berkembang menjadi ilmu moral
keagamaan atau ilmu akhlaq keagamaan. Pembahasan mereka tentang moral akhirnya
mendorong untuk semakin mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan akhlaq.11

Kajian yang berkenaan dengan akhlaq ini menjadikan tasawuf terlihat sebagai amalan yang
sangat sederhana dan mudah diperaktekan semua orang. Kesederhanaannya dapat dilihat dari
kemudan landasan-landasan atau alur berfikirnya. Tasawuf pada alur yang sederhana ini
tampaknya banyak ditampilkan oleh kaum salaf. Perhatian mereka lebih tertuju pada realitas
pengalaman Islam dalam peraktik yang lebih menekankan keterpujian prilaku manusia. 12.

9.Di zaman nabi, telah juga ada sahabat-sahabat yang menjauhkan diri dari hidup duniawi,
banyak berpuasa di siang hari, dan bershalat serta membaca al-quran di malam hari, seperti
Abdullah ibn Umar, Abu Darda, Abu Dzar al-Ghifari, Bahlul ibn Zuaib dan Kahmas al-
Hilali. Bahkan terhadap Abdullah ibn Umar nabi berkata : Tubuhmu juga mempunyai hak
hak yang harus kau penuhi. ( Harun Nasution, Islam, ditinjau dari berbagai aspeknya, II,
Jakarta : UI-Press, 2008, hlm. 71)

10. Prof. Dr. M. Solihin, M.Ag dan Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, op.cit. hlm. 62. DR. Alwi
Shihab, PH.D, O.p. cit.,hlm. 48. Perlu ditegaskan bahwa dalam perkembangan zuhud terdapat
dua golongan zahid (orang yang zuhud). Satu golongan zahid meninggalkan kehidupan
duniawi serta kesenagngan materil dan memusatkan perhatian pada ibadat karena didorong
oleh perasaan takut akan masuk neraka di akherat. Satu golongan lain bukan oleh perasaan
takut, tetapi oleh perasaan cinta kepada tuhan. Tuhan bagi ereka bukanlah suatu zat yang
ditakuti dan harus di jauhi, tetapi sautu zat yang harus dicintai dan didekati. ( Harun
Nasution, Op. cit, hlm. 75-76)

11. Ibid, hlm. 62-63.


12. Ibid, hlm. 63

Mereka melaksanakan amalan-amalan tasawuf dengan menampilkan akhlaq-akhlaq atau


moral yang terpuji, dengan maksud memahami kandungan bathiniyah ajaran Islam yang
mereka nilai banyak mengandung muatan anjuran untuk berakhlaq terpuji. Kondisi ini mulai
berkembang ditengah kehidupan lahiriyah yang sangat formal dan cenderung kurang diterima
oleh mereka yang mendambakan konsistensi pengalaman ajaran Islam sampai aspek
terdalam. 13

Tahap ketiga, yaitu pada abad ke-4 Hijriyah, pada fase ini ilmu tasawuf mengalami
perkembangan yang lebih maju dibandingkan pada abad ke-3 Hijriyah, karena usaha
maksimal para ulama tasawuf untuk mengembangkan ajaran tasawufnya masing-masing.
Akibatnya kota Baghdad yang menjadi pusat kegiatan tasawuf yang paling besar pada masa
itu tersaingi oleh kota-kota besar lainnya.14 Namun perkembangan tasawuf di berbagai negeri
dan kota tidak mengurangi perkembangan tasawuf di kota Baghdad. Bahkan, penulisan kitab-
kitab tasawuf di sana mulai bermunculan, misalnya kitab Qutubul Qultib Fi Muamalatil
Mahbub, yang dikarang oleh Abu Thalib al-Makky (w. 386 H).15

Tahap keempat yaitu pada abad ke-5 Hijriyah, pada abad ini muncullah imam al-Ghazali
yang sepenuhnya hanya menerima tasawuf yang berdasarkan al-quran dan al-Sunnah serta
bertujuan asketisme, kehidupan sederhana, pelurusan jiwa dan pembinaan moral.
Pengetahuan tentang tasawuf dikajinya dengan begitu mendalam. Di sisi lain ia

13. Ibid

14.upaya untuk mengembangkan ajaran tasawuf di luar kota Baghdad, dipelopori oleh
beberapa ulama tasawuf yang terkenal kealimannya, antara lain : 1). Musa al-Anshari,
mengajarkan ilmu tasawuf di Khurasaan (Persia atau Iran) dan wafat di sana tahun 320 H. 2).
Abu Hamid ibn Muhammad ar-Rubazy, mengajarkan tasawuf di salah satu kota di Mesir, dan
wafat di sana tahun 322 H. 3). Abu Zaid al-Adamy, mengajarkan tasawuf di semenanjung
Arabiyah dan wafat di sana tahun 314 H. 4). Abu Ali Muammmad ibn Abdil Wahab as-
Saqafi, mengajarkan tasawuf di Naisabur dan kota Syaraz, hingga wafat tahun 328 H. (Prof.
Dr. M. Solihin, M.Ag dan Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, Ilmu Tasawuf, hlm. 64)

15. Ibid, hlm 64-65. kitabnya yang lain diantaranya adalah Qut al-Qulub. Abu Thalib al-
Makky adalah salah seorang shufi angkatan pertama yang berpengaruh besar terhadap al-
Ghazali, yang tadinya memberi judul kitabnya terseut dengan Thariq al-Murid al-Mushil ila
al-Tahid. Dialah tokoh yang menjadikan terminology jalan ( thoriq) mengandung pengertian-
pengertian syariat Islam dan al-Sunnah, dan menjadikannya sinonim dengan al-thariqoh,
as-sunnah, al-shirath al-mustaqim, al-muhajjah, al-minhaj atau al-sabil. ( Taftazani, hlm.
105-106).

melancarkan kritikan tajam kepada para filosof, kaum Mutazillah dan bathiniyah. 16 Al-
Ghazali lah yang berhasil memancangkan perinsip-perinsip tasawuf yang moderat, yang

seiring dengan aliran ahlussunnah wal jamaah, dan bertentangan dengan tasawuf al-Hallaj
dan Abu Yazid al-Bustami. 17 Tasawuf pada abad ke-5 H cenderung mengalami
pembaharuan, yakni dengan mengembalikannya ke landasan al-quran dan al-sunnah.
Tahap kelima, yaitu abad ke-6 Hijriyah. Pada abad ini tasawuf sunni semakin meluas dan
menyebar ke seluruh pelosok duna Islam. Hal ini akibat dari pengaruh kepribadian al-Ghazali
yang begitu besar bagi dunia tasawuf. Keadaan ini memberi peluang munculnya para tokoh
sufi yang mengembangkan tarekat-tarekat dalam rangka mendidik para muridnya, seperti
sayyid Ahmad al-Rifai (w.570 H), dan sayyid Abdul Qadir Jaelani (w. 651 H) yang sangat
terpengaruh oleh garis tasawuf al-Ghazali. Pilihan yang sama dilakukan generasi berikut,
antara lain yang paling menonjol adalah syeikh Abu Hasan al-Syadzili ( w.650 H) dan
muridnya Abu Abbas al-Mursi (w. 686 H) serta Ibn Attha Illah al-Sakandari (w. 709 H). 18

Al-Ghazali dipandang sebagi pembela terbesar tasawuf sunni. Pandangan tasawufnya seiring
dengan para shufi aliran pertama, para shufi abad ke-3 dan ke-4 Hijriyah. Ia sering diklaim
sebagai seorang shufi terbesar dan terkuat pengaruhnya dalam khazanah ketasawufan di
dunia Islam.19

16.Diantara hal-hal yang menjadi kritkan dan ketidaksetujuan ( bahkan memandang sebagai
ahli bidah)al-Ghazali terhadap para filosof adalah : 1. Tuhan tidak mempunyai sifat. 2.
Tuhan mempunyai substansi basit (sederhana) dan tidak mempunyai mahiyah (hakekat). 3.
Tuhan tidak mengetahui juziyyat. 4. tuhan tidak dapat diberi sifat al-jins dan al-fasl. 5. ala
mini tidak bermula. 6. ala mini kekal. 7. pembangkitan jasmani tidak ada. 8. hukum alam tak
dapat berubah. 9. jiwa planet-planet mengetahui semua juziyyat. 10. planet-planet adalh
bintang yang bergerak dengan kemauan. ( Harun Nasution, Falsaah dan mistisisme dalam
Islam, Jakarta : Bulan bintang, 2010, hlm. 31-32)

17Prof. Dr. M. Solihin, M.Ag dan Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, op.cit. hlm 65-66. lihat juga
Alwi Shihab, op.cit, hlm 49-50. Dalam orientasi umum dan rincian-rinciannya yang
dikembangkan al-Ghazali berbeda dengan konsepsi al-Hallaj dan Abu Yazid al-Bustami. Ia
menegaskan : Kiranya bermanfaat untuk ditegaskan bahwa aku yakin kaum shufi adalah
orang-orang yang menempuh jalan menuju Allah, dan bahwasanya pilihan mereka adalah
yang paling tepat, jalan mereka yang teraik, dan moral mereka lebih tinggi. Sekiranya para
rasionals, filosof, dan kaum intelektual bergabung untuk mengubah jalan hidup dan moralitas
mereka, atau hendak menggagntinya dengan sesuatu yang lain, niscaya tidak menemukan
yang lebih baik. Hal ini tiada lain karena segenap hidup kaum shufi, dalam keadaan aktif
maupun pasi, lahir dan batin seluruhnya bersumber dari cahaya kenabian. ( DR. Alwi Shihab,
PH.D, Antara tasawuf Sunni dan Falsafi ; Akar tasawuf di Indonesia, Depok : Pustaka Iman.
2009/1430, hlm 50)

18. Alwi Shihab, Ibid, hlm. 50-51

19. Prof. Dr. M. Solihin, M.Ag dan Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, op.cit. hlm. 67.

Karakteristik /ciri tasawuf sunni

Adapun karakter atau ciri dari tasawuf sunni adalah :

1. Melandaskan diri pada al-quran dan al-sunnah. Tasawuf jenis ini dalam pengejawantahan
ajaran-ajarannya cenderung memakai landasan quran dan sunnah sebagai kerangka
pendekatannya.

2. Tidak menggunakan terminologi terminologi filsafat sebagaimana terdapat pada


ungkapan-ungkapan syathahat.20 Terminologi terminologi yang dikembangkan tasawuf
sunni lebih transparan, sehinggga tidak sering bergelut dengan term-term syathahat.
Kalaupun ada term yang mirip syathaha itu dianggapnya merupakan pengalaman pribadi dan
meeka tidak menyebarkanya kepada orang lain. Juga hal itu dianggap sebagai karamah atau
keajaiban yang mereka temui.

3. Lebih bersifat mengajarkan dualisme dalam hubungan antara tuhan dan manusia. Dualisme
yang dimaksud di sini adalah ajaran yang mengakui bahwa meskipun manusia dapat
berhubungan dengan tuhan, hubungannya tetap dalam kerangka yang berbeda antara
keduanya, dala hal esensina. Sedekat apapun manusia dengan tuhannya, tidak lantas membuat
manusia dapat menyatu dengan tuhan.

4. Kesinambungan antara hakekat dengan syareat. Dalam pengertian lebih khusus


keterkaitan antara tasawuf (sebagai aspek batiniyah) dengan fiqih (aspek lahiriyah). Hal ini
merupakan konsekwensi dari paham di atas. Karena berbeda denagn tuhan, manusia dalm
berkomunikasi dengan tuhan tetap berada pada posisi sebagai objek penerima informasi dari
tuhan.

5. Lebih terkonsentrasi pada soal pembinaan moral, pendidikan akhlaq, dan pengobatan jiwa
dengan cara riyadhah (latihan mental) dan langkah takhalli, tahalli, dan tajali.21

20. Syathahat adalah ucapan-acapan ganjil yang keluar dari mulut seorang shufi. ( Harun
Nasution, Islam, hlm. 83) Menurut al-Ghazali syathahat sangat berbahaya bagi orang awam,
menurutnya keganjilan ungkapan itu ada dua : 1. pernyataan panjang lebar tentang cinta
kepada Allah maupun rasa penyatuan dengan Allah, yang mustahil dihindarkan oleh sebagian
para shufi yang berpaling dari amal-amal lahiriyah, yang akhirnya menyatakan terjadinya
penyatuan, seperti mucapan al-Hallaj : Aku yang maha besar. Ucapan begini membahayakan
kaum awam, sehingga banyak petani meninggalkan pekerjaan mereka lalu menyatakan
ungkapan yang mirip denagnnya. 2. keganjilan ungkapan yang tidak dipahami lahiriyahnya.
Ungkapan tersebut biasanya panjang tapi tidak banyak mengandung arti. Bahkan terkadang
tidak dimengerti oleh yang mengucapkannya sendiri., hanya terucap dari pikiran yang kacau
dan hanya merupakan hasil imajinasinya sendiri. . ( Taftazani, Op.cit, hlm. 116)

21. .Prof. Dr. M. Solihin, M.Ag dan Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, op.cit. hlm. 121-122.
Takhalli adalah usaha mengosongkan diri dari prilaku atau akhlaq tercela. Tahalli adalah
upaya mengisi atau menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan sikap, prilaku dan
akhlaq terpuji. Sedangkan tajalli adalah terungkapnya nur ghaib (Ibid, hlm. 115-119).

Tokoh-tokoh tasawuf sunni

Diantara tokoh-tokoh tasawuf sunni adalah :

1. Hasan al-Basri.

Nama lengkapnya adalah Abu Said al-Hasan bin Yasar, adalah seorang zahid yang amat
masyhur dikalangan tabiin. ia dilahirkan di Madinah pada tahun 21 H (632 M) dan wafat
pada hari kamis bulan Rajab tanggal 10 tahun 110 H (728 M). ia dilahirkan dua malam
sebelum khalifah Umar ibn Khattab wafat. Ia dikabarkan bertemu dengan 70 orang sahabat
yang turut menyaksikan peperangan Badr dan 300 sahabat lainnya.22
Karir pendidikan Hasan al-Basri di mulai dari Hijaz, ia berguru hampir kepada semua ulama
di sana. Bersama ayahnya ia kemudian pindah ke Basrah, tempat yang membuatnya masyhur
dengan nama Hasan al-Basri. Puncak keilmuannya ia peroleh di sana. Hasan al-Basri terkenal
dengan keilmuannya yang sangat dalam. Tak heran bila ia menjadi imam di Basrah secara
khusus dan daerah-daerah lainna secara umum. Tak heran pula bila ceramah-ceramahnya
dihadiri seluruh kelompok masyarakat. Disamping dikenal sebagai zahid, ia pun dikenal
sebagai seorang yang wara dan berani dalam memperjuangkan kebenaran. Diantara karya
tulisnya berisi kecaman terhadap aliran kalam Qadariyah dan tafsir-tafsir al-quran. 23

Diantara ajaran ajaran tasawuf Hasan al-Basri adalah :

a. Perasan takut yang menyebabkan hatimu tentram lebih baik daripada rasa tentram yang
menimbulkan perasaan takut.

b. Dunia adalh negeri tempat beramal.barang siapa bertemu dunia dengan perasan benci dan
zuhud, ia akan berbahagia dan memperoleh faedah darinya. Namun barang siapa bertemu
dengannya dengan perasan rindu dan hatinya tertambat dengan dunia, ia akan sengsara dan
akan berhadapan dengan penderitaan yang tidak dapat ditanggungnya.

c. Tafakur membawa kita kepada kebaikan dan berusaha mengerjakannnya.menyesal atas


perbuatan jahat menyebabkan kita untuk tidak mengulanginya lagi.

d. Dunia ini adalah seorang janda tua yang telah bungkuk dan beberapa kali ditinggalkan mati
suaminya.

e. Banyak duka cita di dunia memperteguh semangat amal shaleh.

22. Prof. Dr. M. Solihin, M.Ag dan Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, op.cit. hlm 122

23. Ibid, hlm. 123

f. Orang yang beriman senantiasa berduka cita pada pagi dan sore hari karena berada diantara
dua perasan takut : takut mengenang dosa yang telah lampau dan takut memikirkan ajal yang
masih tinggal serta ahaya yang akan mengancam.

g. Hendaklah setiap orang sadar akan kematian yang senantiasa mengancamnya, akan kiamat
yang akan menagih janjinya.24

2. Al-Muhasibi

Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah al-Haris ibn Asad al-Basri al-Muhasibi. Lahir di
Basrah pada tahun 165 H (781 M) dan wafat di Basrah pada tahun 243 H (857 M)..25 Ia
adalah shufi dan ulama besar yang menguasai beberapa bidang ilmu seperti tasawuf, hadits,
dan fiqih. Ia figur shufi yang dikenal selalu menjaga dan mawas diri terhadap perbuatan
dosa. Ia juga sering kali mengintropeksi diri menurut amal yang dilakukannya (karena itu ia
digelari al-Muhasibi).. Ia merupakan guru bagi kebanyakan ulama Baghdad. Orang yang
paling banyak menimba ilmu darinya dan dipandang sebagai murud yang paling dekat
dengannya adalah al-Junaid al-Baghdadi (w. 298 H).26
Al-Muhasibi adalah shufi yang pertama yang menaruh perhatian terhadap pembahasan moral
maupun hal-hal yang berkaitan dengannya secara mendalam, seperti latihan jiwa, taubat,
kesaban, ridha, tawakal, taqwa, rasa takut, rasa heran, cinta, ingat Allah, jiwa dan penyakit-
penyakitnya, dan tningkah laku maupun etika serta fase-fasenya. Ia juga shufi yang
mengkompromikan ilmu syareat dengan ilmu hakekat.27

Al-Muhasibi menulis sejmlah buku. Menurut Abd Munim al-Hifni, seorang tasawuf dari
Mesir, al-Muhasibi menulis lebih kurang 200 buku. Diantaranya adalah Al-Riayah li
Huquuqilllah, al-Washaaya, al-Aql, al-Makasib dan al-Masaail fi amal al-qulub wa al-
Jawarih. 28.

Ajaran tasawuf al-Muhasibi diantaranya :

a. Marifah. Al-Muhasibi menjelaskan tahapan-tahapan marifah, yaitu :

1. Taat. Awal dari kecintaan adalah taat. Taat merupakan wujud kongkrit ketaatan hamba
kepada Allah. Kecintaan kepada Allah hanya dapat dibuktikan dengan jalan ketaatan

24. Ibid, hlm 124.

25. Drs. Asmaran As, M.A., Op. cit, hlm. 277-278

26. Prof. Dr. M. Solihin, M.Ag dan Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, op.cit. hlm. 125-126.

27. Taftazani, Op.cit, hlm 101.

28. Prof. Dr. M. Solihin, M.Ag dan Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, op.cit. hlm. 126

bukan sekedar pengungkapan ungkapan-ungkapan kecintaan semata sebagaimana dilakukan


sementara orang. Mengekspresikan kecintaan kepada Allah hanya dengan ungkapan-
ungkapan, tanpa pengamalan merupakan kepalsuan semata. Diantara implementasi kecintaan
kepada Allah adalah memenuhi hati dengan sinar. Sinar ini kemudian melimpah pada lidah
dan anggaota tubuh yang lain.

2. Aktivitas anggota tubuh yang disinari oleh cahaya yang memenuhi hati merupakan tahap
marifah selanjutnya.

3.pada tahap ketiga ini Allah menyingkapkan khazanah-khazanah keilmuan dan keghaiban
kepada setiap orang yang telah menempuh kedua tahap di atas. Ia akan menyaksikan berbagai
rahasia yang selama ini disimpan oleh Allah.

4.Tahap keempat adalah apa yang dikatakan oleh sementara shufi dengan fana yang
menyebabkan baqa.29

b. Khauf dan raja. Dalam pandangan al-Muhasibi, khauf dan raja menempati posisi penting
dalam perjalanan seseorang membersihkan jiwa. khauf dan raja hanya bisa dilakukan dengan
sampurna hanya dengan berpegang kepada al-quran dan al-sunnah. Raja dalam pandangan
al-Muhasibi seharusnya melahirkan amal shaleh. Tatkal telah melakukan amal shaleh
seseorang berhak mengharap pahala dari Allah.30.
3. Al-Qusyairi

Nama lengkapnya adalah Abd al-Karim ibn Hawazin al-Qusyairi. Lahir di pada tahun 376 H,
di Istiwa, kawasan Naishapur, salah satu pusat ilmu pengetahuan pada masanya. 31 Disinilah
ia bertemu dengan gurunya, Abu Ali al-Daqqaq, seorang shufi terkenal, al-Qusyairi selalu
menghadiri majlis gurunya, dan dari gurunya itulah ia menempuh jalan tasawuf. Sang guru
ini menyarankannya untuk pertama-tama mempelajari syareat. Karena itu al-Qusyairi
mempelajari fiqih pada seorang faqih, Abu Bakr Muhammad ibn Abu Bakr al-Thusi (w.405
H) dan mempelajari ilmu kalam serta ushul fiqih kepada Abu Bakr ibn Faurak (w.406
H).selain itu dia pun menjadi murid Abu

29. Ibid, hlm. 127

30. Ibid, hlm. 128-130

31. Drs. Asmaran As, M.A., Op. cit, hlm. 318

Ishak al-Isfarayini (w.418 H) dan banyak menelaah karya-karya al-Baqillani. 32 Dari situlah,
al-Qusyairi berhasil menguasai doktrin ahlussunnah wal jamaah yang dikembangkan oleh al-
Asyaridan muridnya. Al-Qusyairi adalah pembela paling tangguh aliran tersebut dalam
menentang doktrin- doktrin aliran Mutazilah, Karamiyah, Mujassamah, dan Syiah. Karena
tindakannya itu, ia mendapat seranmgan keras dan dipenjara selama sebulan lebih atas
perintah Tughrul Bek karena hasutan seorang menterinya yang menganut aliran Mutazilah
Rafidhah. Bencana yang menimpa dirinya itu, yang bermula tahun 445 H, diuraikannya
dalam karyanya, Syikayah ahl as-Sunnah. Menurut Ibn Khulaikan al-Qusyairi adalah seorang
yang mampu mengkompromikan syareat dengan hakekat. Al-Qusyairi wafat tahun 465 H. 33

Adapun ajaran tasawuf al-Qusyairi diantaranya :

a. Mengembalikan tasawuf ke landasan ahlussunnah.34

b. Kesehatan bathin. Maksud dari kesehatan bathin menurut al-Qusyairi adalah dengan
berpegang teguh kepada al-quran dan al-sunnah. Hal ini ia katakan sebagai protes /kecaman
terhadap para shufi pada masanya yang gemar berpakaian orang-orang miskin, sementara
tindakan mereka bertentangan dengan mode pakaian mereka. Karena itu ia berkata bahwa
kesehatan bathin yang berpegang kepada al-quran dan al-sunnah itu lebih penting ketimbang
pakaian lahiriyah. Ia berkata : Duhai, saudarku ! janganlah engkau terpesona oleh pakaian
lahiriyah maupun sebutan yang Kau lihat (pada para

32. Taftazani, op.cit, hlm. 319

33. Prof. Dr. M. Solihin, M.Ag dan Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, op.cit. hlm. 131

34. Taftazani berkata, Seandainya karya al-qusyairi, al-Risalah al-Qusyairiyyah, dikaji secara
mendalam, maka akan tampak jelas bagaimana al-qusyairi cenderung mengembalikan
tasawuf ke atas landasan doktrin ahlussunnah. Sebagaimana pernyataannya : ketahuilah !
para tokoh aliran ini ( maksudnya para shufi) membina prinsip- prinsip tasawuf atas
landasan- landasan tauhid yang benar, sehingga terpeliharalah doktrin mereka dari
penyimpangn. Selain itu mereka lebih dekat dengan tauhid kaum salaf maupun ahlussunah,
yang tidak tertandingi serta tidak mengenal macet. Meeka pun tahu hak yang lama, dan bisa
mewujudkan sifat sesuatu yang diadakn dari etiadaannya. Karena itu, tokoh aliran ini, al-
Junaid, berkata : tauhid adalh pemisah hal yang lama dari hal yang baru. Landasan doktrin-
doktrin merka pun didasarkan pada dalil dan bukti yang kuat serta gambling. Dan ini sepeti
yang dikatakan Abu Muhammad al-Jariri : barang siapa tidak mendasarkan ilmu tauhid pada
salah satu pengokohnya, niscaya membuat tergelincirnya kaki yang tertipu ke dalam jurang
kehancurannya. (Taftazani, op.cit, hlm. 142).

shufi sezamannya). Sebab, ketika realitas-realitas itu tersingkapkan, niscaya tampak


keburukan para shufi yang mengada-ada dalam berpakaiansetiap tasawuf yang tidak
dibarengi dengan kebersihan mauoun penjauhan diri dari maksiat adalh tasawuf palsu serta
memberatkan diri; dan setiap yang bathin itu bertentangan dengan yang lahir adalah keliru
serta bukannya yang bathin.35

4. Al-Ghazali

Nama lengkapnya Abu Hamid 36 Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Ahmad
al-Thusi al-Syafii. Ia lebih dikenal dengan nama al-Ghazali.37 Ia dilahirkan pada tahun 450
H /1058 M di suatu kampong yang ernama Gazalah, di daerah Tus yang terletak di wilayah
khurasan.38

Ayahnya, Muhammad adalah seorang penenun dan mempunayi toko tenun dikampungnya.
Ayahnya itu seorang pencinta lmu yang bercita-cita tinggi. Ia selalu berdoa semoga tuhan
memberinya purta-putra yang berpengetahuan luas dan mempunyai ilmu yang banyak.dan ia
adalah seorang muslim yang saleh yang taat menjalankan agama.39 pada masa kecilnya al-
Ghazali belajar pada salah seorang faqih di kota kelahirannya, Thus, yaitu Ahmad al-
Radzkani. Lalu ia pergi ke Jurjan dan belajar pada imam Abu Nasr al-Ismaili. Setelah itu dia
kembali ke Thus dan terus pergi ke Nishapur. Di sana dia belajar pada seorang teolog aliran
asyariyah yang terkenal, Abu Maal al-Juwaini, yang bergelar imam al-Haramain. Menurut
Ibn Khulaikan, di bawah bimbingan gurunya itulah dia sungguh-sungguh belajar dan
berijtihad sampai benar-benar menguasai masalah mazhab-mazhab, perbedaan pendapatnya,
perbantahannya, teologinya, ushul fiqihnya, dan membaca filsafat maupun hal-hal lain yang
berkaitan

35.Taftazani, op.cit, hlm. 143. . Prof. Dr. M. Solihin, M.Ag dan Dr. Rosihon Anwar, M.Ag,
op.cit. hlm.133

36. Ia dipanggil Abu Hamid karena ia mempunyai anak laki-laki yang bernama Abu Hamid.
Anak ini meninggal dunia semenjak kecil sebelum wafatnya alGhazali. Karena anak inilah,
alGhazali di gelari Abu Hamid. (Prof. Dr. M. Solihin, M.Ag dan Dr. Rosihon Anwar, M.Ag,
op.cit. hlm. 135)

37. Ada dua macam penulisan nama al-Ghazali : 1. ditulis dengan al-Ghazali, ini berasal
dari nama desa /kampong tempat kelahirannya, yaitu Gazalah; karena itu sebutannya ialah al-
Ghazali (dengan satu z). dan 2. berasal dari pekerjaannya sehari-hari yang dihadapinya dan
dikerjakan oleh ayahnya, yaitu menenun dan menjal kain tenunannya yang disebut denagn
gazzal; karena itu panggilannya adalh al-Gazzali (dengan dua z). (Drs. Asmaran As,
M.A., Op. cit, hlm. 322).

38. Ibid, hlm. 322.


39. Ibid

dengannya, serta menguasai berbagai pendapat tentang semua cabang ilmu tersebut. 40

Samuel M.Zwemer mengatakan ada empat orang yang paling besar jasanya terhadap Islam,
yaitu nabi Muhammad sendiri, imam Bukhari sebagai pengumpul hadits yang paling
masyhur, imam al-Asyari sebagai teolog terbesar dan penantang rasionalisme, dan imam al-
Ghazali sebagai seorang reformer dan shufi. Nama yang disebut paling akhir ini telah
meninggalkan pengaruh yang begitu luas terhadap sejarah Islam dibandingkan dengan
siapapun setelah Muhammad. Boleh jadi karena karena jasa dan pengaruhnya yang begitu
besar itulah, maka Zwemer dan banyak kaum muslimin kata Nicholson mengatakan :
seandainya setelah nabi Muhammad ada seorang nabi, maka al-Ghazalilah nabinya.41

Diantara karya-karya al-Ghazali adalah : Maqasid al-Falasifah, Tahafut al-Falasifah, Miyar


al-Ilm (bidang filsafat). Al-Iqtishod fi al-Itiqod, al-Risalah al-qudsiyah (bidang ilu kalam).
Al-Musytasfa, al-wajiz, al-wasit, al-basit (bidang ushul fiqih). Ihya ulul al-din, al-munqiz min
al-dholal, Minhaj al-abidin (bidang tasawuf) dan lain-lain.42

Setelah mengabdiakn diri untuk ilmu pengetahuan, menulis dan mengajar, maka pada usia 55
tahun al-Ghazali meninggal dunia di kota kelahirannya, Tus, pada tanggal 14 Jumadil Akhir
505 H /19 Desember 1111M, 43 dalam pangkuan saudaranya Ahmad al-Ghazali.44

Ajaran-ajaran tasawuf al-Ghazali diantaranya :

a. Marifah. Di dalam tasawufnya al-Ghazali memilih tasawuf sunni yang berdasarkan al-
quran dan sunnah ditambah dengan doktrin ahlussunnah wal jamaah. Dari faham tasawufnya
itu, ia menjauhkan semua kecenderungan gnotis yang mempengaruhi para filosof Islam, sekte
Ismailiyyah, aliran Syiah, dan lain-lainnya. Corak tasawufnya adalah

40. Taftazani, op.cit, hlm. 148

41. Drs. Asmaran As, M.A., Op. cit, hlm. 330

42. Ibid, hlm. 327-328

43. . Ibid, hlm.. 326.

44. Saudara kandungnya, Ahmad al-Ghazali, mengatakan bahwa pada hari senin ketika waktu
shubuh, al-Ghazali berwudhu kemudian melakukan shalat, lalu mengatakan, saya harus
mengenakan kain kafan, kemudian beliau mengambil sendiri, menciumi dan menutupkan
pada kedua matanya seraya mengatakan : dengan rasa tunduk dan patuh, saya menghadap
kehadapan radja diraja, kemudian beliau memanjangkan kedua kakinya menghadap kiblat,
lalu wafatlah beliau sebelum pagi menyingsing. (Al-Sayyid Abu Bakar ibn Muhammad
Syata, Kifayat al-Atqiya wa mihaj asy-fiya, trans : Menapak jejak kaum shufi, dunia ilmu
opset, Surabaya, hlm.272)

Psiko-moral yang menutamakan pendididkan moral.hal ini dapat dilihat seperti pada karya-
karyanya seperti ). Ihya ulul al-din, Mizan al-amal, Minhaj al-abidin, Bidayah al-Hidayah,
Miraj al-salikin, dan ayuhal walad. 45
Mengenaai marifah, menurutnya, adalah mengetahui rahasia Allah dan mengetahui
peraturan-peraturan tuhan tentang segala yang ada. Alat memperoleh marifah bersandar pada
sirr, qalb, dan ruh.Qalb dapat mengetahui hakekat segala yang ada. Jika dilimpahi cahaya
tuhan, qalb dapat mengetahui rahasia-rahasia tuhan dengan sirr, qalb dan ruh yang telah suci
dan kosong, tidak berisi apapun. Saat itulah ketiganya akan menerima iluminasi (kasyf) dari
Allah. Pada waktui tu pulalah, Allah menurunkan cahaya Nya kepada sang sufi sehinnga
yang dilihat sang shufi hanyalah Allah. Di sini, sampailah ia ketingkat ma-rifah.46

Marifah seorang shufi tidak dihalangi hijab, sebagaimana ia melihat si Fulan ada di rumah
dengan mata kepalanya sendiri. Ringkasnya, marifah menurut al-Ghazali tidak seperti
marifah menurut orang awam maupun marifah ulama mutakallimin, tetapi marifah shufi
yang dibangun atas dasar dzauq ruhani dan kasyf ilahi. Marifah seperti ini dapat dicapai oleh
para khawwas auliya tanpa melalui perantara, langsung dari Allah.47

b. As-Saadah.

Menurut al-Ghazali kelezatan dan kebahagian yang paling tinggi adalah melihat Allah. Di
dalam kitab kimiya as-saadah, ia menjelaskan bahwa as-saadah (kebahagian) itu sesuai
dengan watak /tabiat, sedangkan watak sesuatu itu sesuai dengan ciptaannya. Nikmatnya
mata terletak ketika melihat gambaryang bagus dan indah, nikmatnya telinga terletak ketika
mendengar suara yang merdu.demikian jga seluruh anggota tubuh, masing-masing
kenikmatan tersndiri. Kenikmatan hati sebagai alat memperoleh marifah- terletak ketika
melihat Allah. Melihat Allah merupakam kenikmatan yang paling agung yang tiada taranya
karena marifah itu sendiri agung dan mulia.48

45. Prof. Dr. M. Solihin, M.Ag dan Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, op.cit. hlm. 140.

46. Ibid, hlm.. 142

47. Ibid, hlm.. 142-143. untuk lebih jelas mengenai perbedaan marifah menurut al-Ghazali
yang berbeda dengan marifah menurut pengertian para shufi sebelumnya, lihat al-Ghazali,
Ihya ulum al-din, (Kairo : Mustafa al-Halb, 1334 H, III, hlm. 12

48. Ibid, hlm.. 143

BAB III

TASAWUF FALSAFI

Pengertian tasawuf falsafi

Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi
rasional pengasasnya. Berbeda dengan tasawuf akhlaqi /sunni, tasawuf falsafi menggunakan
terminologi filosofis dalam pengungkapannya. Terminologi falsafi tersebut berasal dari
bermacam-macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya. 49
Sejarah perkembangan tasawuf falsafi

Tasawuf falsafi mulai muncul dengan jelas dalam khazanah Islam sejak abad ke enam
hijriyyah, meskipun para tokohnya baru dikenal seabad kemudian. Sejak itu tasawuf jenis ini
terus hidup dan berkembang terutama dikalangan para shufi yang juga filosof. 50

Adanya pemaduan antara tasawuf dan filsafat dalam ajaran tasawuf falsafi /filosofis ini,
dengan sendirinya telah membuat ajaran-ajaran tasawuf jenis ini bercampur dengan ajaran
filsafat di luar Islam, seperti Yunani, Persia, India dan agama Nasrani. Namun,
orisinalitasnya sebagai tasawuf tetap tidak hilang, karena para tokohnya meskipun
mempunyai latar belakang kebudayaan dan pengetahuan yang berbeda sejalan ekspansi Islam
yang telah meluas pada waktu itutetap berusaha menjaga kemandirian ajran-ajarannya,
terutama bila dikaitkan dengan kedudukan mereka sebagai umat Islam. Sikap ini dapat
menjawab pertanyaan mengapa para tokoh tasawuf jenis ini, begitu gigih mengkompromikan
ajaran-ajaran filsafat yang berasal dari luar Islam tersebut ke dalam tasawuf mereka, serta
menggunakan terminology-terminologi filsafat, tetapi yang maknanya telah disesuaikan
denagn ajaran tasawuf yang mereka anut.51

Para shufi yang juga filosof pendiri aliran tasawuf ini mengenal dengan baik filsafat Yunani
serta berbagai alirannya, seperti Socrates, Plato, Aristoteles, dan aliran Stoa, serta aliran Neo-
Platonisme dengan filsafatnya tentang emanasi. Bahkan mereka

49. Ibid, hlm.. 171. Taftazani,Op.cit. hlm. 187

50. . Taftazani, Ibid, hlm. 187

51. Ibid, hlm. 187.

pun cukup akrab dengan filsafat yang sering kali disebut Hermetisisme,52 yang karya-
karyanya banyak diterjemahkan ke bahasa Arab, dan filsafat-filsafat timur kuno, baik dari
Persia maupun India, serta menelaah filsafat-filsafat para filosof Islam, seperti al-Farabi, Ibn
Sina, dan lain-lain. Mereka juga dipengaruhi aliran bathiniyah sekte Ismailiyah dari aliran
Syiah, dan risalah- risalah ikhwan al-Shafa. Disamping itu mereka memilii pemahaman yang
luas dibidang ilmu-ilmu agama, seperti fiqih, kalam, hadits serta tafsir. Jelasnya mereka
bersifat ensiklopedis dan berlatar belakang budaya yang bermacam-macam. 53

Selama abad kelima hijriyah, tasawuf falsafi mengalami kemunduran.54 namun pada abad ke
enam hijriyah muncul sekelompok tokoh shufi yang memadukan tasawuf dengan filsafat,
dengan teori-teori mereka yang bersifat setengah-setengah. Artinya, disebut tasawuf murni
bukan, dan murni filsafat pun tidak. Diantara mereka tercatat al-Syuhrawardi al-Maqtul ( w.
549 H), penyusun kitab al-Hikmah al-Isyraq, syeikh akbar Muhyidin ibn Arabi ( w. 638 H),
Abd al-Haqq ibn Sabin al-Mursi ( w. 669 H). serta tokoh tokoh lain yang yang sealiran
dengannya. Mereka banyak menimba berbagai sumber dan pendapat asing , seperti filsafat
Yunani dan khususnya Neo-Platonisme, yang tentunya ajaran tasawuf mereka banyak
terpengaruh oleh teori-teori filsafat. Mereka ini

banyak mempunyai teori mendalam mengenai soal jiwa, moral, pengetahuan, wujud, yang
berdampak besar bagi para shufi sesudahnya.55
52..Filsafat Hermetis diatributkan pada Hermes. Dituturkan ia adalah nabi Idris atau Akhnu
dan kepribadiannya diperselsihi. Hermes dalam kalangan kaum muslimin dipandang sebagai
pengasas ilmu pengetahuan. Khsususnya ilmu kedokteran, filsafat , kimia, astronomi dan
astrologi. Ia banyak disebut dalam sumber-sumber rujukan Islam. Filsafat hermetis
merupakan filsafat lama yang memainkankan peran penting dalam pikiran helenis akhir di
Iskandariah dan tulisan tulisan dari filsafat ini timbul sekitar abad kedua masehi. Dituturkan
bahwa penulisnya adalah para pendeta Mesir yang menguasai bahasa Yunani yang masuk
warga Negara Mesir. Filsafat ini dipandang sebagai paduan antara Platonisme, kebijakan
Mesir, dan sebagian mitologi Yunani. Kecenderungan umumnya ialah kembali pada masa
lampau. Para pengikut filsafat ini begitu mengagungkan Plato dan Pythagoras dan mereka
lebih mendahulukan wahyu dan ilham ketimbang penelitian intelektual rasional dalam
pengetahuan. Dalam menopang pendapat-pendapat mereka, mereka mengkaitkan filsafat
dengan dunia timur dan para nabinya. Kaum muslimin mengenal filsafat hermetis setelah
penaklukan Mesir dan Syam dan mereka menelaah sebagian karya dari filsafat itu. (
Taftazani, Sufi dari zaman ke zaman, hlm. 268 )

53. Ibid, hlm. 188

54. Hal ini imbas darikejayaan dari teologi ahlussunah wal jamaah yang dipelopori oleh Abu
Hasan al-Asyari ( w. 324 H) yang begitu piawai dalam menggagas pemikiran-pemikitan
sunninya, terutama dalam bidang ilmu kalam. lihat . Prof. Dr. M. Solihin, M.Ag dan Dr.
Rosihon Anwar, M.Ag, Ilmu Tasawuf, (Pustaka setia : Bandung 2008 M / 1429 H) hlm 69.
lihat juga Taftazani, Op.cit, hlm 140. selain itu juga disebabkan oleh hadirnya imam al-
Ghazali yang dengan keluasan dan kedalaman ilmunya banyak mengkritik tasawuf falsafi.

55. Prof. Dr. M. Solihin, M.Ag dan Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, Ilmu Tasawuf, hlm. 71

Dengan munculnya para shufi yang juga filosof ini, orang mulai membedakannya dengan
tasawuf yang mula-mula berkembang, yakni tasawuf akhlaqi. Pada penyebutan selanjutnya,
tasawuf akhlaqi kemudian identik dengan tasawuf sunni. Hanya saja, titik tekan penyebutan
tasawuf sunni dilihat pada upaya yang dilakukan oleh shufi-shufi dalam memagari
tasawufnya dengan al-quran dan sunnah. Dengan demikian jelas sekali adanya klasifikasi
aliran tasawuf menjadi dua, yakni tasawuf sunni yang lebih berorientasi menampilkan
pengokohan akhlaq, dan tasawuf falsafi yakni aliran yang menonjolkan pemikiran-pemikiran
filosofis dengan ungkapan-ungkapan ganjilnya dalam ajaran-ajaran yang dikembangkannya.56

Karakter /cirri tasawuf falsafi

1.Ajaran-ajaran tasawufnya merupakan perpaduan antara ajaran tasawuf denmgan sejumlah


ajaran filsafat di luar Islam, seperti Yunani, Persia, India, dan agama Nasrani.

2. Para tokohnya mempunyai latar belakang kebudayaan dan pengetahuan yang berbeda dan
beraneka ragam, sejalan dengan ekspansi Islam yang berjalan saat itu.

3. Adanya terminologi-terminologi filsafat dalam pengungkapan ajaran-ajarannya yang


maknanya disesuaikan dengan ajaran tasawuf yang mereka anut dan berkecenderungan
mendalam pada pantaisme.

4.Trekadang menimbulkan ungkapan-ungkapan yang samar (syathahat) akibat dari


banyaknya peristilahan khusus yang hanya dimengerti oleh kalangan tertentu.57
5. Obyek utama yang menjadi perhatian para shufi filosofi adalah :

a. Latihan rohaniah dengan rasa, intuisi, serta nintropeksi diri yang timbul darinya.

b. Iluminasi ataupun hakekat yang tersingkap dari alam ghaib.

c. Peristiwa-peristiwa dalam alam maupun kosmos yang berpengaruh terhadap berbagai


bentuk keluarbiasaan.

d. Penciptan ungkapan-ungkapan yang pengertiannya samar-samar.

56.Tokoh pertama yang dapat dipandang sebagai tokoh tasawuf falsafi adalah Ibn Masarrah
dari Cordopa, Andalusia ; w. 319 H. ia adalah filosof pertama yang muncul di Andalusia dan
sekaligus dapat disebut filosof sufi pertama di dunia Islam. Ia menganut pham emanasi, yang
mirip dengan paham emanasi Plotinus ( w. 270 M.) tingkatan- tingkatan wujud yang
memancar dari tuhan, dalam pahamnya, adalah materi pertama yang bersifat rohaniyah,
kemudian akal universal, diikuti jiwa universal, kemudian nature universal, dan terakhir
materi kedua yang bersifat murakkab ( tersusun ). Menurutnya, melalui jalan tasawuf,
manusia dapat melepaskan jiwanya dari belenggu penjara badan, dan memperoleh karunia
tuhan berupa penyinaran hati dengan sinar tuhan. Itulah marifat yang memberikan
kebahagian sejati. Ia juga menganut paham bahwa kehidupan ukhrawi itu bersifat rohaniyah
spiritual. ( Ibid, hlm. 70 )

57. Taftazani, Op.cit, hlm. 187-189

Tokoh-tokoh tasawuf falsafi

1. Ibn Arabi

Nama lengkapnya Muhammad ibn Ali ibn Ahmad ibn Abdullah ath-Thai al-Haitami. Ia lahir
di Murcia, Andalusia tenggara, Spanyol, pada tanggal 17 Ramadhan tahun 560 H / 28 Juli
1163 M, dari keluarga berpangkat, hartawan, dan ilmuan. Tahun 620 H, ia tinggal di Hijaz
dan meninggal di sana pada tanggal 28 Rabiul akhir 638 H / 16 November 1240 M.
Namanya biasa disebut tanpa al (bukan Ibn al-Arabi) untuk membedakan dengan Abu
Bakar Ibn al-Arabi, seorang qodhi dari sevilla yang wafat tahun 543 H. di Sevilla spanyol ia
mempelajari al-quran, hadits serta fiqih pada sejumlah murid seorang faqih Andalusia
terkenal, yakni Ibn Hazm az-Zahiri. 58

Diantara karya monumentalnya adalah Al-Futuh alMakiyah yang ditulis pada tahun 1201
tatkala ia sedang menunaikan ibadah haji. Karya lainnya adalah Turjuman al-Asywaq yang
ditulisnya untuk mengenang kecantikan, ketaqwaan dan kepintaran seorang gadis cantik dari
keluarga seorang shufi dari Persia. Karya lainnya : Masyahid al-Asrar, mathali al-anwar al-
ilahiyyah, hilyat al-abdal, al-marifah al-ilahiyah, al-isra ila maqam al-atsna, muhadharat
al-abrar, kitab al-akhlaq, dan lain-lain.59

Ajaran ajaran tasawuf Ibn Arabi adalah :

a. Wahdah al-Wujud (kesatuan wujud).


Menurut Ibn Arabi, wujud semua yang ada ini hanya satu dan wujud makhluq pada
hakekatnya adalah wujud khaliq pula. Tidak ada perbedaan antra keduanya (khaliq dan
makhluq) dari segi hakekat. Adapun kalau ada yang mengira bahwa antara wujud khaliq dan
makhluq ada perbedaan, hal itu dilihat dari sudut pandangan panca indera lahir dan akal yang
terbatas kemampuannya dalam menangkap hakekat apa yang ada pada dzat-Nya dari
kesatuan zatiyah yang segala sesuatuberhimpun pada-Nya. Sedangkan ala mini menurut Ibn
Arabi pada hakekatnya adalah wujud Allah dan Allah adalah hakekat alam.tidak ada
perbedaan wujud yang qadim yang disebut khaliq dengan wujud yang baru yang disebut
makhluq. Tidak ada perbedaan antara abid (yang menyembah) dan mabud (yang
disembah).bahkan antara yang menyembah dan yang disembah adalah satu.60

58. Prof. Dr. M. Solihin, M.Ag dan Dr. Rosihon Anwar, M.Ag,op.cit, hlm. 174-175. Drs.
Asmaran As, M.A., Op. cit, hlm. 339.

59. Ibid., hlm 175

60.Ibid., hlm 17176-177

b. Haqiqah Muhammadiyyah

Dalam tori Ibn Arabi terjadi alam ini tidak bisa dipisahkan dengan ajarannya tentang
Haqiqah Muhammadiyyah / nur Muhamad .Ibn Arabi mengatakan bahwa nur Muhamad
adalah sesuatu yang pertama sekali wujud (menitis) dari nur ilahi, menurutnya, tahapan-
tahapan kejadian proses penciptaanalam dan hubungannya dengan kedua ajaran itu dapat
dijelaskan sebagai berikut : pertama, wujud tuhan sebagai wujud mutlaq, yaitu zat yang
mandiri dan tidak berhajat kepada sesuatu apapun. Kedua, wujud Haqiqah Muhammadiyyah
sebagai emanasi (pelimpahan) pertama dari wujud tuhan dan dari sini muncul segala yang
wujud dengan proses tahapan-tahapannya.61

c. Wahdah al-Adyan (kesatuan agama)

mengenai wahdah al-Adyan, Ibn Arabi memandang bahwa sumner agama adalah satu, yaitu
hakekat Muhammadiyyah. Konsekwensinya, semua agama adalah tunggal dan semua itu
adalah kepunyaan Allah. Seorang yang benar-benar arif adalah orang yang menyembah Allah
dalam setiap bidang kehidupannya. 62

2. Abdul Karim al-Jilli

Nama lengkapnya Abdul Karim ibn Ibrahim al-Jilli. Ia lahir pada tahun 767 H/1365 M. di
JIlan (Gilan), sebuah propinsi di sebelah selatan Kaspia dan wafat pada tahun 805 H/1417 M.
(riwayat lain tahun 1403 M). Nama al-Jilli diambil dari tempat kelahirannya di Gilan. Ia
adalah seorang shufi terkenal dari Baghdad. Riwayat hidupnya tidak banyak diketahui oleh
para ahli sejarah, tetapi sebuah sumber mengatakan bahwa ia pernah melaukan perjalanan ke
India tahun 1387 M. kemudian belajar tasawuf di bawah bimbingan Abdul Qadir al-Jaelani,
seorang pendiri dan pemimpin tarekat Qadiriyah yang sangat terkenal.di samping itu berguru
pula kepada Syeikh Syarafuddin Ismail ibn Ibrahim al-Jabarti di Jabid (Yaman0 tahun 1393-
1403 M. 63
Kitab al-Jilli yang terkenal yang menggambarkan ajaran tasawufnya, khususnya tentang
konsep al-insan al-kamil (mansia sampurna) berjudul Al-insan al-kamil fi marifah al-
awakhir wa alawali (dua juz untuk satu buku, yang memuat 63 bab : 41 bab untuk juz

61. Ibid., hlm 182-183.

62. Ibid.

63.Ibid., hlm 184

pertama dan 22 bab untuk juz kedua). Kitab ini menurutnya, ditulis berdasarkan intruksi
Allah yang diterimanya melalui ilham. 64

Adapun ajaran tasawuf al-Jilli adalah :

a. Insan Kamil (mansia sampurna). Menurutnya insan kamil (mansia sampurna) adalah
nuskhah atau copi tuhan, seperti disebutkan dalam hadits : Allah menciptakan Adam dalam
bentuk yang maharahman. Juga hadits lain : Allah menciptakan Adam dalam bentuk diri-
Nya. Sebagaiman diketahui Alah memiliki sifat-sifat seperti hidup, pandai, mampu
berkehendak dan sebagainya. Manusia (Adam) pun memiliki sifat-sifat seperti itu. Al-Jilli
berpendapat bahwa nama-nama dan sifat-sifat ilahiyah itu pada dasarnya merupakan milik
insan kamil sebagai suatu kemestian yang inheren dengan esensinay. Sebab, nama-nama dan
sifat-sifat tersebut tidak memilii tempat berwujud, melainkan pada insan kamil. 65

b. Maqoomat (martabat). Sebagai seorang shufi al-Jilli dengan membawa filsafat insan
kamil- merumuskan beberapa maqom yang harus dilalui seorang shufi yang menurut
istilahnya disebut al-Martabat (jenjang atau tingkat). Yaitu : Islam, Iman, Shaleh, Ihsan,
Syahadah, shiddiqiyyah dan qurban.66

3. Ibn Sabiin

Nama lengkapnya Abdul Haqq Ibn Ibrahim Muhammad ibn Nasr, seorang shufi juga filosof
dari Andalusia. Ia dipanggil Ibn Sabiin dan digelari quthbuddin, terkadang ia dikenal pula
dengan Abu Muhammad dan mempunyai usal usul Arab, dan dilaahirkan tahun 614 H
/1217/1218 M) di kawasan Murcia.ia mempelajari bahasa Arab dan sastra pada sekelompok
gurunya, ia juga mempelajari ilmu-ilmu agama dari mazhab Maliki, ilmu ilmu logika, dan
filsafat. Ia mengatakan bahwa diantara guru-gurunya itu adalah Ibn Dhihaq, yang dikenal
dengan Ibn Mirah (w.611 H), pensyarah kitab al-Irsyad, karya al-Juwaini. Karena Ibn
Sabiin lahir 614 H, sementara Ibn Dhihaq lmeninggal 611 H, jelas bahwa Ibn Sabiin
menjadi murid Ibn Dhihaq hanya lewat kajiannya terhadap karya-

64. Drs. Asmaran As, M.A., Op. cit, hlm. 348

65. Prof. Dr. M. Solihin, M.Ag dan Dr. Rosihon Anwar, M.Ag,op.cit, hlm. 185

66. Ibid, hlm. 189.

karya tokoh tersebut. Begitu juga dalam hal hubungannya dengan dua guru yang linnya, yaitu
al-Yuni (w,622 H) dan al-Hurani (w. 538 H ) yang kedua ahli tentang huruf maupun nama.
Menurut salah seorang murid Ibn Sabiin yang mensyarah kitab al-Ahd, hubungan antara Ibn
Sabiin dan para gurunya tersebut lebih banyak terjalin lewat kitab ketimbang secara
langsung. 67

Ibn Sabiin meninggalkan karya sebanyak 41 buah yang menerangkan tasawufnya secara
teoritis maupun peraktis, dengan ncara yang ringkas maupun panjang lebar. Kebanyakan
karya-karyanya telah hilang. Sebagian risalahnya telah disunting Abdurrrahman al-Badawi
dengan judul Rasaail Ibn Sabiin, dan karyanya yang lainnya , jawab shahib shiqiliyyah,
tellah disunting oleh Syarifudin Yaltaqiya, Adapun karyanya yang terpenting, Budd al-Arif,
belum lagi diterbitkan.68

Ajaran tasawuf Ibn Sabiin adalah :

a. Kesatuan Mutlaq. Gagasan paham ini sederhana saja, yaitu wujud adalah satu alias wujud
Alllah semata. Wujud-wujud lainnya hanyalah wujud Yang satu itu sendiri. Jelasnya, wujud-
wujud lain itu hakekatnya sama sekali tidak lebih dari wujud yang Satu semata. Dengan
demikian, wujud dalm kenyataannya hanya satu persoalan yang tetap. Paham ini dikenal
dengan sebutan paham kesatuan mutlak.69

b. Penolakan terhadap logika Aristolian.

Paham Ibn Sabiin tentang kesatuan mutlak yelah membuatnya menolak logika Aristolian.
Oleh karena itu, dalam karyanya, Budd al-Arif, ia berusaha menyusun suatu logika baru yang
bersifat iluminatif, sebagai pengganti logika yang berdasarkan pada konsepsi jamak. Ibn
Sabiin berpendapat bahwa logikanya tersebut yang dia sebut juga denagn logika pencapaian
kesatuan mutlak, tidak termasuk kategori logika yang bisa dicapai dengan penalaran, tetapi
termasuk hembusan ilahi yang membuat manusia bisa melihat yang belum pernah dilihatnya
maupun mendengar yang belum pernah didengar. Dengan demikian logika tersebut bercorak
iluminatif.70

67. Taftazani, op.cit, hlm. 206

68. Ibid, hlm. 209

69. Ibid, hlm. 210-211. Drs. Asmaran As, M.A., Op. cit, hlm. 197

70.. Prof. Dr. M. Solihin, M.Ag dan Dr. Rosihon Anwar, M.Ag,op.cit, hlm. 199.

BAB IV

PENUTUP

Demikian pembahasan tasawuf sunni dan falsafi. Dari pembahasan di atas dapat ditarik
beberapa kesimpulan diantaranya :

1.Tasawuf sunni adalah bentuk tasawuf yang para penganutnya memagari atau mendasari
tasawuf mereka dengan al-quran dan al-sunnah, serta mengaitkan keadaan (ahwaal) dan
tingkatan (maqoomaah) rohaniah mereka kepada kedua sumber tersebut
2. Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan
visi rasional pengasasnya. Berbeda dengan tasawuf akhlaqi /sunni, tasawuf falsafi
menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapannya. Terminologi falsafi tersebut
berasal dari bermacam-macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya

3. Sejarah perkembangan tasawuf sunni mengalami beberapa tahap perkembangan,namun


puncaknya berada ditangan al-Ghazali.

4. Demikian pula sejarah perkembangan tasawuf falsafi mengalami tahap-tahap


perkembangan, walaupun pada abad ke lima sempat mengalami kemunduran.

5. Diantara tokoh-tokoh tasawuf sunni adalah Hasan al-Basri, al-Muhasibi, al-Qusyairi dan
imam al-Ghazali.

6. Diantara tokoh-tokoh tasawuf falsafi adalah Ibn Arabi, al-Jilli dan Ibn Sabiin.

7. Tasawuf sunni dan tasawuf falsafi mempunyai karakteristik /cirri masing-masing.

8. Masing-masing dari tokoh-tokoh tasawuf ( baik sunni maupun falsafi) mempunyai ajaran
tasawuf masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA

. M. Solihin, Prof. Dr. M.Ag dan Rosihon Anwar, Rosihon, Dr. M.Ag, Ilmu Tasawuf,
(Pustaka setia : Bandung 2008 M / 1429 H)

. Taftazani, Abu al-Wafa al-Ghanimi, Dr, sufi dari zaman ke zaman, terj. Ahmad Rofi
Utsmani dari Madkhal ila al-Tashawwuf al-Islam (Bandung : Pustaka. 1418 H / 1997 M)

Shihab, Alwi, DR. PH.D, Antara tasawuf Sunni dan Falsafi ; Akar tasawuf di Indonesia,
Depok : Pustaka Iman. 2009/1430

Nasution, Harun, Islam, ditinjau dari berbagai aspeknya, jilid II, UI-Press : Jakarta, 2008

..Falsafah dan mitisisme dalam Islam, Jakarta : Bulan Bintang , 2010

Drs. Asmaran As, M.A. Pengantar studi tasawuf, Jakarta : Persada, 1996

Syata, al-Sayyid Abu Bakar ibn Muhammad , Kifayat al-Atqiya wa mihaj asy-fiya, trans :
Menapak jejak kaum shufi, dunia ilmu opset, Surabaya, 1997

Ghazali, Al, Ihya ulum al-din, III, Kairo : Mustafa al-Halb, 1334 H
Tasawuf Falsafi
A. Definisi Tasawuf Falsafi

Tasawuf Falsafi adalah sebuah konsep ajaran tasawuf yang mengenal Tuhan (marifat) dengan
pendekatan rasio (filsafat) hingga menuju ketinggkat yang lebih tinggi, bukan hanya mengenal Tuhan
saja (marifatullah) melainkan yang lebih tinggi dari itu yaitu wihdatul wujud (kesatuan wujud). Bisa
juga dikatakan tasawuf filsafi yakni tasawuf yang kaya dengan pemikiran-pemikiran filsafat.

Di dalam tasawuf falsafi metode pendekatannya sangat berbeda dengan tasawuf sunni atau tasawuf
salafi. kalau tasawuf sunni dan salafi lebih menonjol kepada segi praktis () , sedangkan tasawuf
falsafi menonjol kepada segi teoritis ( ) sehingga dalam konsep-konsep tasawuf falsafi lebih
mengedepankan asas rasio dengan pendektan-pendekatan filosofis yang ini sulit diaplikasikan ke
dalam kehidupan sehari-hari khususnya bagi orang awam, bahkan bisa dikatakan mustahil.

Dari adanya aliran tasawuf falsafi ini menurut saya sehingga muncullah ambiguitas-ambiguitas dalam
pemahaman tentang asal mula tasawuf itu sendiri. kemudian muncul bebrapa teori yang
mengungkapkan asal mula adanya ajaran tasawuf. Pertama; tasawuf itu murni dari Islam bukan dari
pengaruh dari non-Islam. Kedua; tasawuf itu adalah kombinasi dari ajaran Islam dengan non-Islam
seperti Nasrani, Hidu-Budha, filsafat Barat (gnotisisme). Ketiga; bahwa tasawuf itu bukan dari ajaran
Islam atau pun yang lainnya melainkan independent.

Teori pertama yang mengatakan bahwa tasawuf itu murni dari Islam dengan berlandaskan QS. Qaf
ayat 16 yang artinya Telah Kami ciptakan manusia dan Kami tahuapa yang dibisikkan dirinya
kepadanya. Dan Kami lebih dekat dengan manusia daripada pembuluh darah yang ada dilehernya.
Ayat ini bukan hanya sebagai bukti atau dasar bahwa tasawuf itu murni dari Islam meliankan salah
satu ajaran yang utama dalam tasawuf yaitu wihdatul wujud. Kemudian kami juga mengutip
pendapat salah satu tokoh tasawuf yang terkenal yaitu Abu Qasim Junnaid Al-Baqdady, menurutnya
yang mungki menjadi ahli tasawuf ialah orang yang mengetahui seluruh kandungan al-quran dan
sunnah. Jadi menurut ahli sufi, setiap gerak-gerik tasawuf baik ilmy dan amaly haruslah bersumber
dari al-quran dan sunnah. Maka jelas bahwa tasawuf adalah murni dari Islam yang tidak di
syariatkan oleh nabi akan tetapi beliau juga mempraktikkannya. Buktinya sejak zaman beliau (nabi
Muhammada-red) juga ada kelompok yang mengasingkan diri dari dunia, sehingga untuk menjaga
kekhusuan mereka beliau memberi mereka tempat kepada mereka di belakang muruh nabi.
Meskipun istilah tasawuf itu belum ada tapi dapat di sinyalir bahwa munculnya ajaran-ajaran seperti
itu (zuhud/ warok, mendekatkan diri pada Allah-red) sudah ada sejak zaman Islam mulai ada, dan
nabi sendiri sejatinya adalah seorang sufi yang sejati.

Kemudian pendapat kedua yang mengatakan bahwa tasawuf adala kombinasi dari ajaran Islam
dengan yang lainnya (non-Islam). Mereka memberi contoh beberapa ajaran yang ada di tasawuf
sama dengan aliran (ajaran) lain, misal:

Sumber dari Nasrani:


1.Konsep Tawakal
2.Peranan Syekh
3.Adanya ajaran tentang menehan diri tidak menikah.
Sumber Hindu:
1. Al-fanah = Nirwana
2. Zuhud = menjahui dunia

Sumber Yunani (fil. Barat):


1. Filsafat Ilmu jiwa
2. Filsafat Phytagoras
3. Filsafat Plotinus
4. Termasuk juga gnotisisme.

Dari sinilah nampak ada kemiripan dalam ajaran setiapa masing yang diakibatkan dari akulturasi
sehingga terjadi penjumboan (bersatu) antara ajaran Islam dalam tasawuf dengan yang lain.

Pendapat yang ketiga ini yang mengatakan tasawuf itu bukan dari mana-mana yaitu independen,
dengan berdasarkan dengan kisah bahwa pada waktu itu ada seorang raja yang hidup
bergelimpangan dengan harta namun dia masih mengalami ketegangan dalam hidupdalam artian
jiwanya belum tenang, akhirnya atas nasihat dari seseorang yang dia temui di hutan saat berburu
mencoba mengasingkan diri ke bhutan dan meninggalkan semua hartanya. sehingga dari sini dapat
di tarik bahwa tasawuf muncul untuk mengatasi kebosan seseorang dari kehidupan dunia tanpa
adanya spiritualitas dalam jiwa sehingga mengalami kekeringan jiwa, yang kemudian diisi kembali
dengan nilai spiritualitas dengan menjahui kehidupan dunia dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

Dari pemaparan di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa tasawuf itu benar-benar asali (murni) dari
ajaran Islam yang tidak di syariatkan atau di sunnahkan oleh nabi meskipun beliau juga
melakukanya. Kemudian pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf itu berasal dari akulturasi
ajaran lain termasuk gnotis itu juga tidak bisa disalahkan, sebab adanya pengklasifikasian tasawuf
sehingga muncul beberapa tasawuf, seperti tasawuf sunni, salafi dan tasawuf falsafi membuat
determinasi diantaranya. maka jikalau dikatakan tasawuf adalah akulturasi antara Islam dengan yang
lain itu termasuk tasawuf falsafi yang mana telah mengedepankan asas rasio sehingga berbaur
dengan fisafat-filsafat yang ada di ajaran lain, dimana dalam menganalisis tasawuf dengan paham
emanasi Neo-platonisme dalam semua fariasi baik dari Ibn Sina samapai Mulla Shadra.

B. Latar belakang berkembangnya Tasawuf Falsafi

Perenungan ketuhanan kelompok sufi dapat dikatakan sebagai reaksi terhadap corak pemikiran
teologis pada masa itu. Di pihak lain, para filosof dengan tujuan menjembatani antara agama dengan
filsafat, terpaksa mempreteli sebagaian dari sifat-sifat Tuhan sehingga Tuhan tidak mempunyai
kreativitas lagi. dengan perkembangan tasawuf yang mempunyai tipologi, secara global dapat
diformasikan adanya tiga konsep tentang Tuhan yaitu; konsepti etikal, konsepi estetikal dan konsepsi
union mistikal.

Konsepsi etikal berkembang pada zuhada, munurut mereka Dat Tuhan adalah sumber kekuatan,
daya iradat yang mutlak. Tuhan adalah pencipta tertinggi, oleh kaena itu perasaan takut kepada
Tuhan lebih mempengaruhi mereka ketimbang rasa pengharapan. timbulnya konsep ini bersumber
dari keyakinan bahwa Tuhan adalah asal segala yang ada, sehingga antara manusia dengang Tuhan
ada jalur komunikasi timbal balik. Doktrin ini belanjut kepada keyakinan, bahwa penciptaan alam
semesta adalah pernyataan cinta kasih Tuhan yang direfleksikan dalam bentuk empirik atau sebagai
mazhohir dari asma Tuhan.

Berkembangnya tasaawuf sebagai jalan dan latihan untuk merealisir kesucia batin dalam perjalanan
menuju kedekatan dengan Allah, juga menarik perhatian para pemikir muslim yang berlatar
belakang teologi dan filsafat. Dari kelompok inilah tampl sejumlah kelompok sufi yang filosofis atau
filosofis yang sufi. Konsep-konsep mereka yang disebut dengan tasawuf falsafi yakni tasawuf yang
kaya dengan pemikiran-pemikiran filsafat. ajran filsafat yang paling banyak dipergunakan dalam
analisis tasawuf adalah paham emanasi Neo-Plotinus.

Andaya pemaduan antara filsafat dengan tasawuf pertama kali di motori oleh para fisful muslim
yang pada saat itu mengalami helenisme pengetahuan. Misalanya filsuf muslim yang terkenal yang
membahas tentang Tuhan dengan mengunakan konsep-konsep neo-plotinus ialah Al-Kindi. Dalam
filsafat emanasi Plotinus roh memancar dari diri Tuhan dan akan kembali ke Tuhan. Tapi, sama
dengan Pythagoras, dia berpendapat bahwa roh masuk ke dalam tubuh manusia juga kotor, dan tak
dapat lagi kembali ke Tuhan. Selama masih kotor, ia akan tetap tinggal di bumi berusaha. dari sini di
tarik ke dalam ranah konsep tasawuf yang berkeyakinan bahwa penciptaan alam semesta adalah
pernyataan cinta kasih Tuhan yang direfleksikan dalam bentuk empirik atau sebagai mazhohir dari
asma Tuhan.

Namun istilah tasawuf fal safi bulum terkenal pada waktu itu, setelah itu baru tokoh-tokoh teosofi
yang populer. Abu Yazid al-Bustami, Ibn Masarrah (w.381 H) dari Andalusia dan sekaligus sebagai
perintisnya. orang kedu yang mengombinasikan antara teori filsafat dan tasawuf ialah Suhrawardi al-
Maqtul yang berkembang di Persia atau Iran. Masih banyak tokoh tasawuf falsafi yang berkembang
di Persia ini sepeti al-Haljj dengan konsep al-Hulul yakni perpaduan antara isan dengan Tuhan.

Perkembangan puncak dari tasawuf falsafi, sebenarnya telah dicapai dalam konsepsi al-wahdatul
wujud sebagai karya pikir mistik Ibn Arabi. sebelum Ibn arabi muncul teorinya seorang sufi penyair
dari Mesir Ibn al-Faridh mengembangkan teori yang sama yaitu al-wahdat asa-syuhud.
Pada umumnya konsep ini diterima dan berkembang dari kaum syiah dan bermazhabkan
Mutazilah. Makanya nama lain dari tasawuf falsafi juga di sebut dengan tasawuf Syii. diterimanya
konsep-konsep atau pola pikir tasawuf falsafi di kawasan Persia, karena dimungkinkann disana dulu
adalah kawasan sebelum Islam sudah mengenal filsafat.

Semenjak masa Abu Yazid al-Busthami, pendapat sufi condong pada konsep kesatuan wujud. Inti
dari jaran ini adalah bahwa dunia fenomena ini hanyalah bayangan dari realitas yang sesungguhnya,
yaitu Tuhan. Satu-satunya wujud yang hakiki adalah wujud Tuhan yang merupakan dasar dan
sumber kejadian dari segala sesuatu. Dunia ini hanyalah bayangan yang keberadaannya tergantung
dengan wujud Tuhan, sehingga realitas hidup ini hakikatnya tunggal.
Atas dasar seperti itu tentang Tuhan yang seperti itu, mereka berpendapat bahwa alam dan segala
yang ada termasuk manusia merupakan radiasi dari hakikat Ilahi. Dalam diri manusia terdapat unsur-
unsur ke Tuhanan, karena merupakan pancaran dari Tuhan.

Dari konsep seperti ini lah para sufi dari tasawuf falsafi ini mempunyai karakteristik sendiri sehingga
dapat di pukul rata bahwa semua konsep yang ditawarkan oleh para sufi falsafi ini adalah konsep
wihdatul wujud, meskipun dalam penjabarannya mengalami perbedaan dan perkembangan yang
berbeda antara sufi yang satu dengan sufi yang lain.

Seperti hanya dalam konsep emanasi, Ibn Arabi menggunakan bentuk pola akal yang bertingkat-
tingkat, seperti; akal pertama, kedua, ketiga dan sampai akal kesepuluh. Dimana ia mencoba
mengambarkan bahwa proses terjadinya sesuatu ini berasal dari yang satu, kalau meminjam
bahasanya Plotinus ialah The One.

Kemudian konsep itu terus disempurnakan bahwakan mengalami kritikana dari sufi-sufi yang lain.
Misalnya sufi yang memperbarui konsep ajaran Ibn Arabi ini ialah Mulla Shadra yang lebih mencoba
menggunkan konsep yang rasional dengan istilah Nur yang mana ia mencoba merujuk dari al-quran
sendiri bahwa Tuhan adalah cahaya dari segala cahaya.

Akan tetapi Mulla Shadra membedakan cahaya kedalam dua kategori yaitu cahaya yang tidak
mempunyai sifat dan cahaya yang menunjukkan sebuah sifat dari barang itu. Misal cahaya yang
menunjukkan sifatdari benda itu ialah cahaya lampu, matahari, cahaya lampu lalulintas dan lain-lain.
Sedangkan cahaya yang tak menggandung dari sifat benda ialah cahaya Tuhan itu sendiri. Bahkan
dalam bukunya Syekh Adurun Nafis menggabarkan bahwa Nur Tuhan bukan cahaya, jadi nur adalah
nur bukan cahaya.

Bisa kita tarik kesimpulan bahwa tasawuf falsafi muncul dari ketakajuban para filsuf Islam yang
mencoba mengombinasikan konsep ajaran dengan tasawuf. Atau bisa dikatakan konsep tasawuf
dikemas dan dipandang dari segi kacamata filosofis, sehingga memunculkan ajaran-ajaran yang
sifatnya lebih ke teoritis dan tak lepas dari pengaruh dari konsep emanasinya Plotinus.

Tasawuf Sunni dan Falsafi Serta Tokoh-Tokohnya


TASAWUF SUNNI

A. Pengertian Tasawuf Sunni

Tasawwuf sunni ialah aliran tasaawuf yang berusaha memadukan asapek hakekat
dan syari'at,
yang senantiasa memelihara sifat kezuhudan dan mengkonsentrasikan pendekatan diri
kepada allah, dengan berusaha sungguh-sugguh berpegang teguh terhadap ajaran al-Qur'an,
Sunnah dan Shirah para sahabat.
Dalam kehidupan sehari-hari para pengamal tasawwuf ini berusaha untuk menjauhkan diri
dari hal-hal yang bersifat keduniawian, jabatan, dan menjauhi hal-hal yang dapat
mengganggu kekhusuaan ibadahnya.

B. Latar Belakang Timbulnya Tasawuf Sunni

Latar belakang munculnya ajaran ini tidak telepas dari pecekcokan masalah aqidah
yang melanda para ulama' fiqh dan tasawwuf lebih-lebih pada abad kelima hijriah aliran
syi'ah al-islamiyah yang berusaha untuk memngembalikan kepemimpinan kepada
keturunan Ali Bin Abi Thalib. Dimana syiah lebih banyak mempengaruhi para sufi dengan
doktrin bahwa imam yang ghaib akan pindah ketangan sufi yang layak menyandang gelar
waliyullah, dipihak lain para sufi banyak yang dipengaruhi oleh filsafat Neo-Platonisme yang
memunculkan corak pemikiran taawwuf falsafi yang tentunya sangat bertentangan dengan
kehidupan para sahabat dan tabiin. dengan ketegangan inilah muncullah sang pemadu
syariat dan hakekat yaitu Imam Ghazali yang selalu memagari pemikirannya dengan Al-
Quran, Hadits dan ditambah dengan doktrin Ahlusunnah Wal jamaah .

Pada intinya tasawuf ini sangat menolak pendekatan kepada allah SWT dengan akal
rasio, sebagaimana yang dikatakan Harun Nasution yang mengomentari pendapat Dzun An-
Nun Misri tentang pengetahuan ( makrifat), Bahwa makrifat yang paling tertinggi ialah
yang diperoleh oleh para wali Allah ( sufi).

Pertentangan ini nampak jelas pada perkataan Junaid Al- Baqhdati seandainya aku
jadi hakim niscaya akan aku penggal kepala orang yang mengatakan tidak ada yang maujud
terkecuali Allah

C. Tokoh-tokoh Tasawuf Sunni

Munculnya aliran-aliran tasawuf ini tidak terlepas dari tokoh-tokoh yang berperan di
dalamnya. Begitu juga sama halnya dengan Tasawuf sunni. Diantara sufi yang mempunyai
ajaran sama dengan Tasawuf sunni ( berpegang teguh kepada Qurdis dan shirah nabawiyah)
dan menjadi tokoh tasawuf sunni adalah:
1. Hasan al-Basri.

Hasan al-Basri adalah seorang sufi angkatan tabiin, seorang yang sangat taqwa,
wara dan zahid. Nama lengkapnya adalah Abu Said al-Hasan ibn Abi al-Hasan. Lahir di
Madinah pada tahun 21 H tetapi dibesarkan di Wadi al-Qura. Setahun sesudah perang
Shiffin dia pindah ke Bashrah dan menetap di sana sampai ia meninggal tahun 110 H.
setelah ia menjadi warga Bashrah, ia membuka pengajian disana karena keprihatinannya
melihat gaya hidup dan kehidupan masyarakat yang telah terpengaruh oleh duniawi sebagai
salah satu ekses dari kemakmuran ekonomi yang dicapai negeri-negeri Islam pada masa itu.
Garakan itulah yang menyebabkan Hasan Basri kelak menjadi orang yang sangat berperan
dalam pertumbuhan kehidupan sufi di bashrah. Diantara ajarannya yang terpenting adalah
zuhud serta khauf dan raja.

Dasar pendiriannya yang paling utama adalah zuhud terhadap kehidupan duniawi
sehingga ia menolak segala kesenangan dan kenikmatan duniawi.

Prinsip kedua Hasan al-Bashri adalah al-khouf dan raja. Dengan pengertian merasa takut
kepada siksa Allah karena berbuat dosa dan sering melalakukan perintahNya. Serta
menyadari kekurang sempurnaannya. Oleh karena itu, prinsip ajaran ini adalah
mengandung sikap kesiapan untuk melakukan mawas diri atau muhasabah agar selalu
memikirkan kehidupan yang akan dating yaitu kehidupan yang hakiki dan abadi.

2. Rabiah Al-Adawiyah

Nama lengkapnya adalah Rabiah al-adawiyah binti ismail al Adawiyah al Bashoriyah,


juga digelari Ummu al-Khair. Ia lahir di Bashrah tahun 95 H, disebut rabiah karena ia puteri
ke empat dari anak-anak Ismail. Diceritakan, bahwa sejak masa kanak-kanaknya dia telah
hafal Al-Quran dan sangat kuat beribadah serta hidup sederhana.

Cinta murni kepada Tuhan adalah puncak ajarannya dalam tasawuf yang pada
umumnya dituangkan melalui syair-syair dan kalimat-kalimat puitis. Dari syair-syair berikut
ini dapat diungkap apa yang ia maksud dengan al-mahabbah:

Kasihku, hanya Engkau yang kucinta,

Pintu hatiku telah tertutup bagi selain-Mu,

Walau mata jasadku tak mampu melihat Engkau,

Namun mata hatiku memandang-Mu selalu.


Cinta kepada Allah adalah satu-satunya cinta menurutnya sehingga ia tidak bersedia
mambagi cintanya untuk yang lainnya. Seperti kata-katanya Cintaku kepada Allah telah
menutup hatiku untuk mencintai selain Dia. Bahkan sewaktu ia ditanyai tentang cintanya
kepad Rasulullah SAW, ia menjawab: Sebenarnya aku sangat mencintai Rasulullah, namun
kecintaanku pada al-Khaliq telah melupakanku untuk mencintai siapa saja selain Dia.
Pernyataan ini dipertegas lagi olehnya lagi mealui syair berikut ini: Daku tenggelam dalam
merenung kekasih jiwa, Sirna segalanya selain Dia, Karena kekasih, sirna rasa benci dan
murka.

Bisa dikatakan, dengan Al-Hubb ia ingin memandang wajah Tuhan yang ia rindu,
ingin dibukakan tabir yang memisahkan dirinya dengan Tuhan.

3. Dzun Al-Nun Al-Misri

Nama lengkapnya adalah Abu al-Faidi Tsauban bin Ibrahim Dzu al-Nun al-Mishri al-
Akhimini Qibthy. Ia dilahirkan di Akhmin daerah Mesir. Sedikit sekali yang dapat diketahui
tentang silsilah keturunan dan riwayat pendidikannya karena masih banyak orang yang
belum mengungkapkan masalah ini. Namun demikian telah disebut-sebut oleh orang
banyak sebagai seorang sufi yang tersohor dan tekemuka diantara sufi-sufi lainnya pada
abad 3 Hijriah.

4. Abu Hamid Al-Ghazali

Al-Ghazali nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad ibn
Ahmad. Karena kedudukan tingginya dalam Islam, dia diberi gelar Hujjatul Islam.Ayahnya,
menurut sebagian penulis biografi, bekerja sebagai pemintal wol. Dari itulah, tokoh sufi yang
satu ini terkenal dengan al-Ghazzali (yang pemintal wol), sekalipun dia terkenal pula dengan
al-Ghazali, sebagaimana diriwayatkan al-Samani dalam karyanya, al-Ansab, yang
dinisbatkan pada suatu kawasan yang disebut Ghazalah. Al-Ghazali lahir di Thus, kawasan
Khurasan, tahun 450 H (diriwayatkan pula dia lahir pada 451 H). menurut periwayatan al-
Subki, dia serta saudaranya menerima pendidikan mistisnya dirumah seorang sufi sahabat
ayahnya, setelah ayahnya meninggal dunia.

Di bidang tasawuf, karya-karya Al-Ghazali cukup banyak, yang paling penting adalah Ihya
Ulum al-Din. Dalam karyanya tersebut, dia menguraikan secara terinci pendapatnya
tentang tasawuf, serta menghubungkannya dengan fiqh maupun moral agama. Juga karya-
karya lainnya, al-Munqidz min al-Dhalal, dimana ia menguraikan secara menarik
kehidupan rohaniahnya, Minhaj al-Abidin, Kimia al-Saadah, Misykat al-Anwar dan
sebagainya.

KARAKTERISTIK AJARAN POKOK DAN TOKOH

Karakteristik ajaran pokok para tokoh tasawuf sunni yaitu tasawuf yang benar-benar
mengikuti Al-quran dan Sunnah, terikat, bersumber, tidak keluar dari batasan-batasan
keduanya, mengontrol prilaku, lintasan hati serta pengetahuan dengan neraca keduanya.
Sebagaimana ungkapan Abu Qosim Junaidi al-Bagdadi: Mazhab kami ini (Tasawuf) terikat
dengan dasar-dasar Al-quran dan Sunnah, perkataannya lagi: Barang siapa yang tidak
hafal (memahami) Al-quran dan tidak menulis (memahami) Hadits maka orang itu tidak
bisa dijadikan qudwah dalam perkara (tarbiyah tasawuf) ini, karena ilmu kita ini terikat
dengan Al-Quran dan Sunnah.. Tasawuf ini diperankan oleh kaum sufi yang mutadil
(moderat) dalam pendapat-pendapattnya, mereka mengikat antara tasawuf mereka dan Al-
quran serta Sunnah dengan bentuk yang jelas. Boleh dinilai bahwa mereka adalah orang-
orang yang senantiasa menimbang tasawuf mereka dengan neraca Syariah..

Tasawuf ini berawal dari zuhud, kemudian tasawuf dan berakhir pada akhlak. Mereka adalah
sebagian sufi abad kedua, atau pertengahan abad kedua, dan setelahnya sampai abad
keempat hijriyah. Dan personal seperti Hasan Al-Bashri, Imam Abu Hanifa, al-Junaidi al-
Bagdadi, al-Qusyairi, as-Sarri as-Saqeti, al-Harowi, adalah merupakan tokoh-tokoh sufi
utama abad ini yang berjalan sesuai dengan tasawuf sunni. Kemudian pada pertengahan
abad kelima hijriyah imam Ghozali membentuknya ke dalam format atau konsep yang
sempurna, kemudian diikuti oleh pembesar syekh Toriqoh. Akhirnya menjadi salah satu
metode tarbiyah ruhiyah Ahli Sunnah wal jamaah. Dan tasawuf tersebut menjadi sebuah
ilmu yang menimpali kaidah-kaidah praktis.

Karakteristik dari ajaran tasawuf ini adalah

Ajarannya bener-bener menurut al-quran dan sunnah,terikat dan tidak keluar dari ajaran-
ajaran syariah islamiah.

Lebih cenderung pads prilaku atau moral keagamaan dan pada pemikiran.

Banyak dikembangkan oleh kaum salaf.


Termotivasi untuk membersihkan jiwa yang lebih berorientasi pada aspek dalam yaitu cara
hidup yang lebih mengutamakan rasa,dan lebih mementingkan keagungan tuhan dan bebas
dari egoisme.

Adapun karakteristik ajaran para tokoh-tokoh tasawuf ini antara lain adalah:

Al Bashri Hasan
Karakteristik dasar pendiriannya yang paling utama adalah zuhud terhadap kehidupan
dunawi sehingga ia menolak segala kesenangan dan kenikmatan duniawi. kedua adalah al-
khouf dan raja. Dengan pengertian merasa takut kepada siksa Allah karena berbuat dosa
dan sering melalakukan perintahNya. Serta menyadari kekurang sempurnaannya. Oleh
karena itu, prinsip ajaran ini adalah mengandung sikap kesiapan untuk melakukan mawas
diri atau muhasabah agar selalu memikirkan kehidupan yang akan dating yaitu kehidupan
yang hakiki dan abadi.

Rabiah Al Adawiyah
Karakteristik ajarannya adalah Ia merupakan orang pertama yang mengajarkan al hubb
dengan isi dan pengertian yang khas tasawuf.Cinta murni kepada Tuhan merupakan puncak
ajarannya dalam tasawuf yang pada umumnya dituangkan melalui syair-syair dan kalimat-
kalimat puitis. Bisa dikatakan, dengan al-hubb ia ingin memandang wajah Tuhan yang ia
rindu, ingin dibukakan tabir yang memisahkan dirinya dengan Tuhan.

Dzu Al Nun Al Misri


Karekteristik ajaran yang paling besar dan menonjol dalam dunia tasawuf adalah sebagai
peletak dasar tentang jenjang perjalanan sufi menuju Allah,yang disebut Al maqomat. Beliau
banyak memberikan petunjuk arah jalan menuju kedekatan dengan Allah sesuai dengan
Pandangan sufi.

Abu Hamid Al-Ghazali


Inti tasawuf Al Ghazali adalah jalan menuju Allah atau marifatullah. Oleh karena itu,serial
Al maqomat dan al ahwal,pada dasarnya adalah rincian dari metoda pencapaian

Al-Qusyairi An-Naisabur
Imam Al-Qusyairy pernah mengkritik para sufi aliran Syathahi yang mengungkapkan
ungkapan-ungkapan penuh kesan tentang terjadinya Hulul (penyatuan) antara sifat-sifat
kemanusiaan, khususnya sifat-sifat barunya, dengan Tuhan. Al-Qusyairy juga mengkritik
kebiasaan para sufi pada masanya yang selalu mengenakan pakaian layaknya orang miskin.
Ia menekankan kesehatan batin dengan perpegang pada Al-Quran dan Sunnah Rasul. Hal
ini lebih disukainya daripada penampilan lahiriah yang memberi kesan zuhud, tapi hatinya
tidak demikian. Dari sini dapat dipahami, Al-Qusyairy tidak mengharamkan kesenangan
dunia, selama hal itu tidak memalingkan manusia dari mengingat Allah. Beliau tidak
sependapat dengan para sufi yang mengharamkan sesuatu yang sebenarnya tidak
diharamkan agama.

TASAWUF FALSAFI

A. Pengertian Tasawuf Falsafi

Secara garis besar tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan
antara visi mistis dan visi rasional.Tasawuf ini menggunakan terminologi filosofis dalam
pengungkapannya, yang berasal dari berbagai macam ajaran filsafat yang telah
mempengaruhi para tokohnya.

Di dalam Tasawuf Falsafi metode pendekatannya sangat berbeda dengan tasawuf


sunni atau tasawuf salafi. kalau tasawuf sunni dan salafi lebih menonjol kepada segi praktis
() , sedangkan tasawuf falsafi menonjol kepada segi teoritis ( ) sehingga dalam
konsep-konsep tasawuf falsafi lebih mengedepankan asas rasio dengan pendektan-
pendekatan filosofis yang ini sulit diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari khususnya
bagi orang awam, bahkan bisa dikatakan mustahil. Kaum sufi falsafi menganggap
bahwasanya tiada sesuatupun yang wujud kecuali Allah, sehingga manusia dan alam
semesta, semuanya adalahh Allah. Mereka tidak menganggap bahwasanya Allah itu zat yang
Esa, yang bersemayam diatas Arsy.

B. Tokoh Tasawuf Falsafi dan Ajarannya

1. Ibn Arabi (560-638)


a. Biografi Singkat Ibnarabi

Nama lengkap ibn arabi adalah muhammad bin ali bin ahmad bin abdullah ath-
thai al-haitami. Ia lahir di mercia, andalusia tenggara, spanyol, tahun 560 H, dari keluarga
berpangkat, hartawan dan ilmuan. Tahun 620 H, ia tinggal di Hijaz dan meninggal di sana
pada tahun 638 H. Namaya biasa di sebut tanpa Al untuk membedakan dengan abu bakar
tanpa al untuk membedakan dengan abu bakar ibn al-arabi seorang qadhi dari sevilla
yang wafat tahun 543 H. Di sevilla (spanyol), ia mempelajari al-Quran, hadis serta fiqih
pada sejumlah murid andalusia terkenal, yakni ibn hazm az-zhahiri.

b. Ajaran-ajaarn tasawuf ibnarabi

Wahdat al-wujud

Ajaran sentral ibn ibn arabi adalah tentang wahdat al-wujud (keastuan wujud).
Meskipun demkian, istilah wahdat al-wujud yang di pakai untuk menyebut ajaran sentralnya
itu, tidaklah berasal dari dia, tetapi berasal dari ibnu taimiyah, tokoh yang hwahdat al-wujud
untuk menyebut ajaran sentral ibn arabi, mereka berbeda pendapat dalam
memformulasikan pengertian wahdar al-wujud.

Menurut ibnu taimiyah wadah al-wujud adalah penyamaan tuhan dengan alam
menurut penjelasannya, orang yang mempunya paham wahdat al-wujud mengatakan bahwa
wujud itu sesungguhnya hanya satu dan wajib al-wujud yang di miliki oleh khliq juga
mukmin al-wujud yabg di miliki oleh makhluk, selain itu, orang-orang yang mempunyai
paham wahdat al-wujud itu juga mengatakan bahwa wujud alam sama dengan wujud tuhan,
tidak ada perbedaan.

Dari pengertian tersebut, ibn taimiyah telah menilai ajarn sentral ibn arabi dari
aspek tasybih-nya (penyerupaan khaliq dengan makhluk) saja, tetapi belum menilainya dari
asek tanzihnya (penyusia khaliq). Sebag, kedua aspek tiu terdapat dalam ajaran ibn arabi
akan tetapi , perlu pula di dasari bahwa kata-kata ibn arabi. Banyak membawa pada
pengertian seperti yang pahami oleh ibn taimiyah meskipun di tempat lain terdapat kata-
kata inb arabi yang membedakan antara khaliw dengan makhluk dan antara tuhan dengan
alam.

Demi syuur (perasaan) ku, siapakah yang mukallaf? Jika engkau katakan hamba, padahal
dia (pada hakikatnya) tuhan juga. Atau engkau katakan tuhan, lalu siapa yang di bebani
talif? Kalau di antara khaliq dan makhluk beratu dalam wujidnya, megapa terlihat dua? Ibn
arabi menjawab, sebab adalah manusia tidak memandangnya darisisi yang satu, tetapi
memandang keduanya dengan pandangan bahwa keduanya adalah khaliq dari sisi yang satu
dan makhluk dari sisi lain. Jika mereka merasa memandang keduanya dari sisi yang satu,
mereka pasti akan dapat mengetahui hakikat keduannya, yakni dzatnya satu yang tidak
terbiang dan berpisah.

c. Haqiqah muhamaddiyah

Dari konsep wahdat ibn arabi muncul lagi dua konsep sekaligus merupakan lanjutan
atau cabang dari konsep wahdat al-wujud, yaitu konsep al-hakikat al muhamaddiyah dan
konsep wahdat al-dyan (kesamaan agama) Menurut ibn arabi, tuhan adalah pencipat alam
semsesta adapun proses penciptaannya adalah sebagai berikut:

1) Tajalli dzat tuhan dalam bentuk ayan tsabitah

2) Tanzul kepada dzat tuhan maani ke alam (taayyunat) realitas-realitas rohaniah, yaitu
alam arwah yang mujarrad

3) Tanazul kepada realitas-realitas nafsiah, yaitu alam nafsiah berpikir.

4) Tanazul tuhan dalam bentk ide materi yang bukan materi yaitu alam mistal atau
khayal.

5) Alam materi, yaitu alam indrawi.

d. Wahdatul adyann

Adapun yang berkenaan dengan konsepnya wahdat al-ady (kesamaan agama), bin
arabi memandang bahwa sumber agama adalah satu, yaitu hakikat muhamaddiyah.k
onsekuensinya, semua agama adalah tunggal dan semua itu kepunyaan Allah. Seseorang
yang benar-benar arif adalah menyembah Allah dalam setiap bidang kehidupanya, dengan
kata lain dapat di katakan bahwa ibadah yang benar hendaknya abid memandang semua apa
saja sebagai segbagian dari ruang lingkup realitas dzat tuhan yang tunggal sebagaimana
irnya, dikemukakannya dalam syairnya kini Qalbuku bisa menampung semua Ilalang
perburan kijang atau biara penderan Kuil pemuja berhala atau kabah Lau taurah dan
mushalaf al-quran Aku hanya memeluk agama cinta ke mana pun Kendaraan-kendaraan
menghadap. Karena cinta adalah Agamaku dan imanku.

Menurut para penulis, pernyataa ibn arabi ini terlalu berlebihan dan tidak punya
landasan yang kuat sebab agama berbeda-beda satu sama lain.

2. Al-Jili (1365-1417m)
a. Biografi singkat al-jili

Nama lengkapnya adalah abdul karim bin ibrahim al-jilil. Ia lahir pada tahun 1365 H. Di
jilan (gilan), sebuah propinsi di sebelah selatan kaspia dn wafat pada tahun 1417 M. Nama
al-jili di ambil dari tempat kelahirannya di glan. Ia adalah seorang sufi yang terkenal dari
baghad. Riwayat hidupnya tidak banyak diketahui oleh para ahli sejarah, tetapi sebuah
sumber mengatakan bahwa ia pernah melakukan perjalanan ke india tahun 1387 M.
Kemudian belajar tasawuf di bawah bimbingan Abdul Qadir al-jailani, seorang pendiri dan
pemimpin tarekat Qadariyah yang sangat terkenal. Di samping itu, berguru pula pada syekh
syafaruddin simail bin ibrahim AL-jabarti di zabid (yaman) pada tahun 1393-14-3 M.

b. Ajaran tasawuf al-jili

Ajaran tasawuf al-jili yang terpenting adalah paham insan kamil (manusia sempurna)
menurut al-jili insan kamil adalah nuskhah atau copy tuhan, seperti di sebutkan dalam hadis
Artinya: Allah menciptakan adam dalam bentuk yang maharman Hadis lain: Artinya Allah
menciptakan adam dalam bentuk dirinya

c. Maqamat (al-martabah)

Sebagai seorang sufi, al-jili dengan membawa filsafat inasn kamil merumuskan beberapa
maqam yang harus dilalui seorang sufi, yang menganut istilahnya ia disebut al-martabah
(jenjang atau tingkat) tingkat itu adalah

1) Islam

2) Iman

3) Shalah

4) Ihsan

5) Syahdah

6) Shiddiqiyah

7) Qurbah

3. Ibnu Sabiin

a. Biografi singkat ibn sabin


Nama lengkapnya adalah ibn sabiin adalah abdul haqq ibn ibrahim muhammad ibn nashr,
seorang sufi yang jufa filosof dari andalusia. Dia terkenal di eropa karena jawaban-
jawabannya ata pernyataan federik II, penguasa sicilia. Di dipanggil ibn sabiin dan digelari
Quthbuddin. Terkadang, ida dikenal pula dengan abu muhammad dan mempunyai asal-usul
arab, dan dilahirkan tahun 614 H (1217/1218M) di kawasan murcia. Dia mempelajari bahasa
arab dan sastra pada kelompok gurunya. Ia juga mempelajari ilmu-ilmu agama dari mazhab
maliki, ilmu-ilmu logika dan filsafat. Dia mengemukakan bahwa di antara guru-gurunya
adalah ibn dihaq, yang di kenal dengan ilmu al-mirah (meniggal tahun 611 H) yang
keduanya ahli tentang huruf dan nama. Menurut salah seorang murid ibn sabiin, yang
mansyarah kitab risalah al-abd hubungan antara ibn sabiin dan gurunya tersebut lebih
banyak terjalin lewat kitab dari pada langsung

b. Ajaran tasawuf ibn sabiin

Kesatuan mutlak

Ibn sabiin adalah seorang pengasas sebuah paham dalam kalangan tasawuf filosofis, yang
dikenal dengan paham kesatuan mutlak. Gagasan esensial pahamnya sederhanas saja, yaitu
wujud adalah suatu alias wujud Allah semata. Wujud-wujud lainnya hanyalah wujud yang
satu itu sendiri. Jelasnya, wujud-wujud yang lain itu hakikatnya sama sekali tidak lebih dari
wujud yang satu semata. Dengan demikian, wujud dalam kenyataan hanya satu persoalan
yang tetap.

HASAN AL-BASHRY

1.Biografi Hasan Basri

Nama lengkapnya Hasan Bin Abil Hasan Al Basri, ia dilahirkan di madinah pada tahun
terakhir dari kekhalifaan umar bin khattab pada tahun 21 H. asal keluarganya berasal dari
misan, suatu desa yang terletak antara basrah dan wasith. Kemudian mereka pindah ke
Madinah.
Ayah hasan Al- Basri adalah seorang budak milik Zaid bin Tsabit sedangkan ,ibunya juga
seorang budak milik ummu salamah, istri Nabi muhmmad. Ummu salamah sering mengutus
budaknya untuk suatu keperluannya, sehingga hasan seorang anak budaknya sering disusui
oleh ummu salamah. Dikisahkan bahwa ummu salamah sebelum islam adalah seorang
yang paling sempurna akhlaknya dan pendiriannya sangat teguh, ia juga seorang
perempuan yang sangat luas keilmuaannya diantara istri-istri Nabi.

Kemungkinan besar hasan basri menjadi ulama yang sangat populer dan sangat dihormati,
dikarenakan atasBarakah susuan ummu salamah yang diberikan ketika Hasan Basri masih
kecil.

Pada usia 12 tahun ia sudah hafal al-quran , saat usianya 14 tahun hasan bersama
keluarganya pindah ke kota Basrah, irak. Semenjak itulah ia dikenal dengan nama Hasan
Basri, yaitu Hasan yang bertempat tinggal dikota Basrah. dikala itu basrah merupakan kota
keilmuan yang pesat peradabannya, sehingga para Tabiin yang singgah kesana
untuk memperdalam keilmuannya.

Di basrah ia sangat aktif untuk mengikuti perkuliahannya, ia banyak belajar kepada ibnu
abbas, dari ibnu abbas ia memperdalam ilmu tafsir, ilmu hadist dan qiraat. Sedangkan ilmu
fiqh, bahasa dan sastra didapatkan dari sahabat yang lain.

2. Ajaran Tasawuf Hasan Basri

Abu Nain Al-Ashbahani menyimpulkan pandangan tasawuf Hasan Al-Bashri sebagai


berikut, takut (khauf) dan pengharapan(raja) tidak akan dirundung kemuraman dan
keluhan ; tidak pernah tidur senang karena selalu mengingat Allah. pandangan tasawufnya
yang lain adalah anjuran kepada setiap orang untuk senantiasa bersedih hati dan takut kalau
tidak mampu melaksanakan perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya. Syarani
pernah berkata, demikian takutnya, sehingga seakan-akan ia merasa bahwa neraka itu
hanya dijadikan untuk ia (Hasan Al-Bashri).
Lebih jauh lagi, Hamka mengemukakan sebagian ajaran tasawuf Hasan Al-Bashri seperti ini.

Perasaan takut yang menyebabkan hatimu tentram lebih baik dari pada rasa tentran
yang menimbulkan perasaan takut.
Dunia adalah negeri tempat beramal.barang siapa bertemu dunia dengan
perasaanbenci dan zuhud, ia akan berbahagia dan memperoleh faedah darinya.
Namun,barang siapa yang bertemu dunia dengan perasaan rindu dan hatinya
bertambal dengan dunia, ia akan sengsara dan akan berhadapan dengan penderitaan
yang tidak akan ditanggungnya.
tafakur membawa kita pada kebaikan dan selalu berusaha untuk mengerjakannya.
Menyesal ataas perbuatan jahat menyebabkan kita bermaksud untuk tidak
mengulanginya lagi. Sesuatu yang fana betapapun banyakya tidak akan menyamai
sesuatu yang baqa betapapun sedikitnya. Waspadalah terhadap negeri yang cepat
ating dan pergi serta penuh tipuan.
dunia ini adalah seorang janda tua yang telah bungkuk dan beberapa kali
ditinggalkan mati suaminya.
orang yang beriman akan senantiasa berduka cita pada pagi dan sore hari karena
berada diantara dua perasaan takut ; takut mengenang dosa yang telah lampau dan
takut memikirkan ajal yang masih tinggal serta bahaya yang akan mengancam.
hendaklah setiap orang sadar akan kematian yang senantiasa mengancamnya, dan
juga takut akan kiamat yang hendak menagih janjinya.Banyak duka cita didunia
memperteguh semangat amal saleh.

3. Keteladanan Hasan Basri

Hasan basri adalah seorang ulama Tabiin yang sangat mementingkan kehidupan akhirat.
Yang patut kita teladani dari kehidupan dari Hasan Basri adalah kezuhudtannya, ia pernah
ditanyai tentang masalah pakaian.

Pakaian apa yang paling kamu sukai? Tanya orang-orang yang paling tabal, yang paling
kasar, yang paling hina menurut pandangan manusia jawab hasan basri . Dari perkataan
inilah dapat kita pahami bahwa hasan basri sangat enggan dari dunia kemewahan apalagi
kenyamanan dan tingkah lakunya sangat menjauhkan dari pujian manusia.
Hasan Basri tidak pernah memerintah, memberikan nasihat dan anjuran sebelum ia sendiri
melakukan dengan ketulusan hatinya, karena selayaknya seorang yang yang berdakwah
dijalan tuhan harus menjadi panutan sesama. Dan ia juga tidak pernah melakukan larangan
sebelum ia sendiri menjauhkan terlebih dahulu. Hal tersebut menujukkan bahwa hasan
memang penuh ke strategis dalam berdakwah.

Lebih dari itu hasan basri adalah adalah orang yang penyabar dan penuh dengan
kebijaksanaan. Hasan basri mempunyai seorang tetangga yang beragama nasrani, diatas
rumah Hasan basri oleh oleh tetangga tersebut didirikan kamar kecil, karena rumah Hasan
Basri dengannya jadi satu atap. Setiap membuang air kecil selalu menetes ke ruang
kamar Hasan Basri, kejadian ini berlangsung bukan hanya berjalan satu bulan atau satu
tahun, melainkan 20 tahun. Akan tetapi hasan basri tidak pernah marah-marah dan
mempermalahkannya. hasan basri tidak mau membuat kecewa tetangganya . Karena hasan
basri mengamalkan Sabda Nabi barang siapa yang beriman kepada allah dan hari akhir
maka muliakannah tetanggnya. Bahkan Hasan Basri menyuruh kepada istinya untuk
meletakkan wadah di kamarnya supaya air kencingnya tertampung dan tidak berceceran.

Ketika hasan basri sakit, salah satu tetangganya mengunjungi beliau ternyata di dalam
rumahnya ada wadah yang digunakan untuk menampung kencing, setelah diperiksa wadah
yang ada di dalam kamar hasan tersebut, ternyata runtuhan air kencing yang berasal dari
atas kamar kecil yang berada di atas rumahnya.

setelah ditanya. Sejak kapan engkau bersabar dengan tetesan air kencing ini?
Tannya sitetangga tadi. Hasan Basrti diam saja tidak menjawab, mungkin hasan basri tidak
mau membuat tetangganya tidak enak.

Hasan katakanlah dengan jujur sejak kapan engkau bersabar dengan air kencing ini? Jika
kau diam saja dan tidak mau berterus terang aku akan merasa tidak enak, Tanya teangga
nasrani tadi, akhirnya dengan penuh pemaksaan, hasan basri mau menjawab juga; selama
20 tahun ; jawab hasan basri
mengapa engkau kok diam saja dan tidak mempermasalahkan hal ini? Tanya tetangga tadi .
akan tetapi hasan Hasan menjawab aku tidak ingin mengecewakan tetangga aku, karena
Nabi Muahammad SAW bersabda barang siapa yang berimana kepada allah dan hari akhir
maka mulikanlah tetangganya

ketika itu pulalah ia masuk islam berbondong-bondong bersama keluarganya.


Ternyata hasan basri penuh dengan keteladanan, ia tidak pernah memaksa seseorang untuk
masuk islam, akan tetapi yang paling dianjurkan oleh baliau, sikap ramah, lemah lembut,
penuh dengan pengertian dan kebijaksanaan yang bisa mengantarkan ketertarikan
kepada orang yang diluar islam untuk mengikuti agama islam.

4. Karamah Hasan Basri

Dikisahkan pada suatu hari ada seorang ulama ahli tafsir yang berkenamaan abu
Amr sedang memberikan pengajiannya, tiba-tiba ada seorang pemuda yang datang untuk
mengikuti pengajiann Tersebut, Abu Amr sangat terpesona dengan wajah pemuda tadi. Pada
saat itulah apa yang dimilki oleh abu amr yaitu ilmu Al-Quran telah hilang dari ingatannya

Abu amr dengan penuh gelisah dan penyesalan mengadu kepada kepada sang imam hasan
setiap kata dan hurufAl-Quran telah hilang dari ingtanku hasan berkata sekarang ini
musim haji, pergilah ketanah suci dan tunaikanlah ibadah haji. Setelah itu pergilah ke
masjid khaif. Disana akan ada seorang yang sangat tua, janganlah engkau langsung
menemuinya, tapi tunggulah sampai keasyikan ibadahnya selesai, setelah itu barulah engkau
mohon doa padanya.

Abu amr menuruti perkataan Hasan Basri, setelah berhaji ditanah suci ia pergi ke khaif.
ternyata disana ada seorang lelaki tua beserta beberapa orang yang sedang mengelilinginya.
tak berjarak beberapa kian muncullah seseorang yang berbaju putih bersih datang kepada
sekumpulan orang tersebut, dan berbincang-bincang. Setalah beberapa kemudian pergilah
mereka semua, hanya tinggallah orang tua yang hanya sendirian.
Kemuadian Abu Amr menemuinya dan mengucapkan salam. dengan nama allah, tolonglah
diriku ini, kata abu amr sambil mengangis, kemudian Abu Amr menerangkan tentang apa
yang terjadi pada dirinya. Seketika itu ia menengadahkan dan menundukkan kepalanya
untuk mendoakan Abu Amr.

Abu Amr berkata ; semua kata dan huruf Al-Quran telah kuingat kembali lalu sujud terima
kasih kepadanya

Siapakah yang menyuruhmu untuk datang kepadaku? tutur orang tua tadi. Abu
Amr menjawab; Hasan basri.

Kalau orang-orang sudah mempunyai imam seperti hasan mengapa masih mencari imam
seperti aku? Turur orang tua tadi. Ternyata Hasan telah membuka selubung tentang diriku,
sekarang aku akan membuka siapa Hasan basri sebenarnya.

Seorang laki-laki yang berbaju putih yang telah datang kemari setelah shalat ashar tadi, dan
orang yang pertama meninggalkan tempat ini, ia adalah Hasan Basri. Setiap hari sesudah
shalat ashar ia datang kemari untuk berbincang-bincang denganku, setelah selesai
berbincang-bincang denganku ia segera pergi ke Basrah untuk menunaikan shalat maghrib
disana. Kalau sudah mempunyai imam seperti hasan basri mengapa masih mencari imam
seperti diriku.

RABIAH AL-ADAWIYAH

Rabiah Al-Adawiyah dalam perkembangan mistisme dalam Islam tercatat sebagai peletak
dasar tasawuf berdasarkan cinta kepada Allah SWT. Hal ini karena generasi sebelumnya
merintis aliran asketisme dalam Islam berdasarkan rasa takut dan pengharapan kepada
Allah SWT. Rabiah pula yang pertama-tama mengajukan pengertian rasa tulus ikhlas
dengan cinta yang berdasarkan permintaan ganti dari Allah SWT. Sikap dan pandangan
Rabiah Al-Adawiyah tentang cinta dapat dipahami dari kata-katanya, baik yang langsung
maupun yang disandarkan kepadanya. Al-Qusyairi meriwayatkan bahwa ketika bermunajat.
Rabiah menyatakan doanya, Tuhanku, akankah Kau bakar kalbu yang mencinntai-Mu oleh
api neraka? Tiba-tiba terdengar suara, Kami tidak akan melakukan itu. Janganlah engkau
berburuk sangka kepada Kami. Diantara syair cinta Rabiah yang paling masyhur adalah:
Aku mencintai-Mu dengan dua cinta, cinta karena diriku dan karena diri-Mu. Cinta karena
diriku adalah keadaan senantiasa mengingatkan-Mu, Cinta karena diri-Mu adalah
keadaanku mengungkapkan tabir sehingga Engkau kulihat. Baik ini maupun itu, pujian
bukanlah bagiku. Bagi-Mu pujian untuk kesemuanya.
Untuk memperjelas pengertian Al-hub yang diajukan Rabiah, yaitu hub Al-hawa dan hub
anta ahl lahu, perhatikanlah tafsiran beberapa tokoh berikut. Abu Thalib Al-Makiy dalam
Qut Al-Qulub sebagaimana dijelaskan Badawi, memberikan penafsiran bahwa makna hubb
Al-hawa adalah rasa cinta yang timbul dari nikmat-nikmat dan kebaikan yang diberikan
Allah. Adapun yang dimaksud nikmat-nikmat adalah nikmat material, tidak spiritual,
karenanya hubb disini bersifat hubb indrawi. Walaupun demikian, hubb Al-hawa yang
diajukan Rabiah ini tidak berubah-rubah, tidak bertambah dan berkurang karena
bertambah dan berkurangnya nikmat. Hal ini karena Rabiah tidak memandang nikmat itu
sendiri, tetapi sesuatu yang ada dibalik nikmat tersebut. Adapun Al-hubb anta ahl lahu
adalah cinta yang tidak didorong kesenangan indrawi, tetapi didorong Dzat yang dicintai.
Cinta yang kedua ini tidak mengharapkan balasan apa-apa. Kewajiban-kewajiban yang
dijalankan Rabiah timbul karena perasaan cinta kepada Dzat yang dicintai.

Rabiah termasuk dalam golongan wanita Sufi pilihan yang mengungguli hampir semua
tokoh Sufi sezaman dalam menempuh jalan menuju Allah. Jika seseorang hendak mengutip
nam-nama sebagian wali Sufi besar dari periode awal Islam hingga sekarang ini, maka tak
pelak lagi nama Rabiah pasti termasuk di dalamnya. Bahwa keunggulan ketaqwaan (taqwa),
makrifat (marifah), dan kezuhudan (zuhd) Rabiah telah menjadikannya sebagai simbul
kewalian di kalangan kaum Sufi wanita cukup melukiskan kedudukannya yang tak
tertandingi. Kesempurnaan dan berbagai keutamaan jiwanya (fadhail nafsani) berkembang
jauh melampaui kebanyakan wali Sufi kurun waktu kemudian, yang menjadikannya terkenal
sebagai Mahkota Kaum Pria (Taj Al-Rijal).
Pujian ekstatik Farid Al-Din Aththar kepadanya dalam Manthiq Al-Thayr menggemakan
perasaan-perasaan ini:
Bukan, ia bukan seorang wanita,
melainkan lebih dari seratus orang pria,
Berjubah inti penderitaan dari kaki hingga wajah,
Tenggelam dalam kebenaran,
Lenyap dalam pancaran Tuhan,
Dan terbebas dari segenap keberlimpahan.
Aththar juga memuji Rabiah dalam karyanya Tadzkirah Al- Awliyah: Sang zahid mulia
yang tinggal dibalik biara orang-orang pilihan Tuhan, seorang wanita suci dibawah hijab
ketulusan, terbakar api cinta, tenggelam dalam kerinduan, tersulut oleh gairah kedekatan
kepada Allah, utusan kesucian Maryam, diakui semua orang adalah Rabiah Al- Adawiyah,
semoga Allah merahmatinya. Ia juga menulis, Baik dalam berbagai keutamaan sosial
(muamalat) dan makrifat (marifah) nya, Rabiah tidak tertandingi pada zamannya dan
diakui oleh orang-orang besar pada masanya.

A. BIOGRAFI RABIAH AL ADAWIYAH


1. Kelahiran dan Masa Kecil
Suatu teori, pemikiran , ide atau ajaran seorang tokoh dapat dikenali dan dipahami dengan
baik, apabila diketahui latar belakang kehidupannya. Oleh karena itu, sebelum memasuki
pokok pembahasan lebih jauh, perlu dikemukakan terlebih dahulu riwayat hidup Rabiah al-
Adawiyah. Dengan demikian, akan dapat diketahui keadaan yang melatar belakangi
perjalanan hidup, corak serta sistem pemikiran atau ajaran yang membawanya hingga
tingkat cinta terhadap Tuhan Yang Tercinta.
Nama lengkap Rabiah adalah Rabiah bin Ismail Al-Adawiyah Al-Bashriyah Al-Qaisiyah. Ia
diperkirakan lahir pada tahun 95 H / 713 M atau 99 H / 717 M di suatu perkampungan dekat
kota Bashrah (Irak) dan wafat di kota itu pada tahun 185 H / 801 M. Tidak ada bukti otentik
yang dapat menjelaskan waktu kelahirannya secara pasti. Harun Nasution, M. Mastury dan
Abudin Nata menyebutkan bahwa Rabiah lahir pada tahun 714 M. Rabiah dilahirkan dalam
keluarga yang miskin. Ayahnya bernama Ismail. Konon keluarga Ismail hidup dengan penuh
taqwa dan iman kepada Allah SWT, tak henti-hentinya melakukan dzikir dan beribadah
melaksanakan ajaran-ajaran Islam.
Kondisi hidup dalam kemiskinan menyebabkan Ismail dan istrinya selalu berdoa mohon
dikarunia anak laki-laki, yang diharapkan dapat membantu mengurangi penderitaan yang
dialami. Namun derita kemiskinannya semakin terasa, karena sampai lahir tiga anak
semuanya perempuan. Oleh karena itu, Ismail benar-benar meningkatkan ibadahnya dan
memohon agar janin yang dikandung istrinya, yang keempat adalah laki-laki.
Allah SWT menghendaki lain. Manusia boleh berusaha, tetapi Allah lah yang menentukan
segalanya. Anak keempat pun lahir perempuan. Itulah sebabnya , orang tuanya
menamakannya Rabiah. Maka pupuslah harapan Ismail. Kemiskinan benar-benar
menyelimutinya. Menyambut kelahiran Rabiah dengan derita, istri Ismail berkata kepada
suaminya: Kakanda tercinta, pergilah ke rumah sebelah. Mungkin mereka memiliki setetes
minyak. Mungkin memiliki kain bekas yang pantas dihadiahkan kepada kita, tolong
mintalah. Biar anak kita yang baru lahir bisa kita selimuti dengan sepotong kain.
Keinginan istrinya itu dipenuhinya, namun tak seorang tetangga pun yang mau
membukakan pintu untuk memberikan atau meminjamkan sepotong kain, maka Ismail
menghibur istrinya: Istriku, tetangga kita sedang tidur nyenyak. Bersyukurlah kepada Allah
SWT, karena selama hayat kita belum pernah meminta-minta. Lebih baik selimuti saja anak
kita dengan sepotong kain yang masih basah itu. Percayalah dan tawakallah kepada Allah
SWT. Tentu Dia akan memberikan jalan keluar yang terbaik buat kita, dan hanya Dialah
yang memelihara serta memberikan kecukupan kepada kita. Percayalah wahai istriku
tercinta.
Kalimat-kalimat diatas, digunakan oleh Abdul Munim Qandil untuk menggambarkan
bagaimana miskinnya keluarga Ismail saat Rabiah dilahirkan. Ismail menamakan Rabiah,
karena ia adalah anak yang keempat. Sedangkan Adawiyah dilakobkan karena ia berasal dari
bani Adawiyah. Istri dan ketiga anaknya tidak setuju dengan nama tersebut, yang dianggap
aneh dan jelek, maka Ismail pun sangat sedih. Akan tetapi saat tidur, malam hari, Ismail
bermimpi bertemu Rasulullah SAW. Rasulullah SAW berkata: Janganlah engkau bersedih,
karena putrimu itu akan menjadi seorang perempuan mulia, sehingga banyak orang akan
mengharapkan syafaatnya.
Kemudian Rasulullah SAW menyuruh ayah Rabiah untuk pergi menemui Isa Zadan, Amir
Basrah dengan menyiapkan sepucuk surat berisi pesan Rasulullah SAW, seperti yang
disampaikan dalam mimpinya. Hai Amir, engkau biasanya shalat 100 rakaat setiap malam.
Dan setiap malam jumat 400 rakaat, tetapi pada hari jumat yang terakhir, engkau lupa
melaksanakannya. Oleh karena itu, hendaklah engkau membayar 400 dinar kepada yang
membawa surat ini sebagai kifarat atas kelalaian itu. Pada pagi hari, ayah Rabiah menulis
sepucuk surat seperti yang dipesankan oleh Rasulullah SAW dan pergi ke istana Amir.
Dikarenakan tidak dapat langsung menemui Amir, surat itu diserahkan kepada pengawal
istana, yang langsung pergi menghadap. Ketika Amir membaca surat dari ayah Rabiah, ia
segera memerintahkan untuk segera menyerahkan 400 dinar. Namun ia segera
membatalkan perintahnya seraya berkata: Biarlah saya sendiri yang mengantarkan uang
ini, sebagai penghormatan terhadap orang yang mengirim pesan ini, dan saya akan
mengawasi anaknya yang mulia ini. Dengan peristiwa tersebut, maka berubahlah persepsi
Ismail dan istrinya terhadap anak perempuannya yang keempat. Kemudian mereka
menyambut kehadiran Rabiah dengan bahagia.
Rabiah tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga yang terbiasa dengan
kehidupan orang saleh dan zuhud. Sejak kecil sudah tampak kecerdasan Rabiah, sesuatu
yang biasanya tak terlihat pada gadis kecil seusianya. Oleh karena itu pula sejak kecil ia
sudah menyadari kepapaan dan penderitaan yang dihadapi orang tuanya. Kendati demikian
hal itu tidak mengurangi ketakwaan dan pengabdian keluarga Rabiah terhadap Allah SWT.
Dalam kehidupan sehari-harihari, ia selalu memperhatikan bagaimana ayahnya melakukan
ibadah kepada Allah SWT sesuai dengan yang telah dilihat dan didengarnya dari ayahnya.
Pernah Rabiah mendengar ayahnya berdoa memohon kepada Allah SWT dan semenjak itu ,
lafal-lafal doa itu tidak pernah hilang dari ingatannya, selalu diulang-ulang dalam doanya
Dengan akhlaq yang mulia, tidak jarang Rabiah membangkitkan rasa kagum ayahnya. Ia
tidak pernah mencaci orang atau menyakiti perasaan manusia. Pernah pada suatu hari,
ketika seluruh anggota keluarga telah duduk disekitar meja makan, kecuali Rabiah.
Diceritakan oleh Muhammad Atiyah Khamis sebagai berikut: Ia masih berdiri memandang
ayahnya, seolah minta penjelasan dari ayahnya mengenai makanan yang terhidang.
Dikarenakan ayahnya masih berdiam diri, Rabiah berkata: Ayah, aku tidak ingin ayah
menyediakan makanan yang tidak halal. Dengan keheranan ayahnya menatap muka
puterinya yang masih kecil itu yang telah memperhatikan iman yang kuat. Ayahnya
menjawab: Rabiah, bagaimana pendapatmu jika tiada lagi yang bisa kita peroleh kecuali
barang yang haram ? Rabiah menjawab: Biar saja kita menahan lapar di dunia, ini lebih
baik daripada kita menahannya kelak di akhirat dalam api neraka.
Saat masih kecil, Rabiah adalah gadis yang salihah. Apalagi setelah kedua orang tuanya
meninggal. Ia menjadi anak yatim piatu, yang tidak mewarisi harta benda dari orang tuanya.
Kakaknya belum dewasa. Dalam usia yang masih muda belia, Rabiah dan kakak-kakaknya
harus mencari pekerjaan untuk hidup. Satu-satunya peninggalan orang tuanya, yang agak
berarti adalah sebuah perahu kecil, yang dipakai ayahnya untuk mencari nafkah. Rabiah
melanjutkan pekerjaan ayahnya, menyeberangkan orang di sungai Dajlah. Menurut cerita,
Rabiah yang paling siap mental maupun fisiknya untuk hidup sendiri, dibandingkan ketiga
kakaknya.
Ia sering menangis karena teringat kedua orang tuanya. Namun ia juga tak jarang menangis
tanpa sebab yang ia ketahui. Pernah suatu sore, sepulang dari sungai, Rabiah menangis
tersedu-sedu lalu kakaknya Abdah menegurnya: Apa yang sedang engkau sedihkan Rabiah
? Tak tahulah aku, namun aku merasa sedih sekali. Jawabnya dan Rabiah terus saja
menangis. Disela-sela isaknya ia berkata: Aku merasakan suatu kesedian yang aneh sekali.
Tak tahulah aku sebabnya. Seoalah-olah ada suatu jeritan di lubuk hatiku, yang
menyebabkan aku menangis. Bagaikan suatu munajat didalam pendengaranku tak dapat aku
hadapi, kecuali dengan mengucurkan air mataku.
Setelah peristiwa tersebut, Rabiah selalu mimpi pada malam hari, berulang-ulang dengan
mimpi yang sama. Dalam mimpi itu, Rabiah melihat cahaya yang amat terang, yang
akhirnya menyatu dalam tubuh dan jiwanya. Setelah beberapa malam mimpi itu hadir
dalam tidurnya, maka pada suatu siang hari, saat Rabiah berada sendirian diatas
perahunya, nyatalah mimpi itu. Rabiah menatap cakrawala, tiba-tiba ia mendengar suara
yang sangat merdu:
Lebih indah dari senandung serunai yang merdu di kegelapan malam terdengar bacaan Al-
Quran. Alangkah bahagianya karena Tuhan mendengarnya. Suara yang merdu
membangkitkan keharuan, dan air mata pun bercucuran. Pipinya sujud menyentuh tanah
bergelimang debu sedang hatinya penuh cinta Ilahi, Ia berkata, Tuhanku, Tuhanku, Ibadah
kepada-Mu meringankan deritaku.
Rabiah segera beranjak pulang dan ingin segera tidur, karena sudah mengantuk. Akan
tetapi ada kejadian yang mengejutkannya lagi. Tempat tidurnya diselimuti cahaya, yang
menyenandungkan kalimat yang pernah didengarnya dan memanggil Rabiah: Hai Rabiah,
belum datangkah saatnya engkau kembali kepada Tuhanmu? ... Ia telah memilihmu,
menghadaplah kepadanya. Peristiwa-peristiwa tersebut mengantarkan Rabiah kepada
kehidupan yang penuh dengan ibadah kepada Allah SWT. Diceritakan, bahwa sejak masa
kanak-kanaknya ia telah hafal al-Quran dan sangat kuat beribadah serta hidup sederhana.
2. Menjadi Budak
Konon pada saat terjadinya bencana perang di Bashrah, ia dilarikan penjahat dan dijual
kepada keluarga Atik dari suku Qais Banu Adwah. Derita Rabiah, gadis yatim piatu itu
semakin bertambah ketika kota Bashrah dilanda musibah kekeringan dan kelaparan. Banyak
penduduk miskin meninggal kelaparan, termasuk ketiga kakak Rabiah yang lemah, yang
membuat ia menjadi gadis sebatang kara. Musibah itu mengakibatkan merajalelanya
berbagai bentuk kejahatan dan perbudakan. Keberadaan Rabiah diketahui oleh orang jahat.
Ia dijadikan budak dan dijual seharga enam dirham. Orang yang membeli Rabiah
menyuruhnya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berat.
Pada suatu hari ketika ia berjalan-jalan seseorang yang tak dikenal datang menghampirinya.
Rabiah mencoba mencoba melarikan diri, tiba-tiba ia jatuh tergelincir, sehingga tangannya
terkilir. Rabiah menangis sambil menundukkan mukanya ke tanah, Ya Allah, aku adalah
seorang asing di negeri ini tidak mempunyai ayah bunda, seorang tawanan yang tak berdaya,
sedang tanganku cedera. Namun semua itu tidak membuatku bersedih hati. Satu-satunya
yang kuharapkan adalah dapat memenuhi kehendakMu dan mengetahui apakah Engkau
berkenan atau tidak.
Rabiah, janganlah engkau berduka, sebuah suara berkata kepadanya, esok lusa engkau
akan dimuliakan, sehingga malaikat-malaikat iri kepadamu. Kemudian Rabiah pulang ke
rumah tuannya dan merawat cedera tangannya hingga sembuh. Kurang jelas berapa lama
Rabiah menjadi budak.
3. Setelah Merdeka
Dari sini ia dikenal dengan Al-Qaisiyah atau Al-Adawiyah. Pada suatu malam, Rabiah
bersujud dan memanjatkan doa. Tuannya yang kebetulan terjaga dari tidur melihat dan
mendengarnya doa tersebut. Ya Allah, Engkau tahu bahwa hasrat hatiku adalah dapat
mematuhi perintah-Mu dan mengabdi kepada-Mu, tetapi Engkau telah menyerahkan diriku
dibawah kekuasaan seorang hamba-Mu dan pada saat ia beribadah ada cahaya yang
memancar diatas kepala Rabiah dan menerangi seluruh ruangan rumah. Oleh karana
tuannya melihat sendiri peristiwa itu, maka saat hari mulai terang, ia memanggil Rabiah
dan bersikap lembut kepadanya. Rabiah dibebaskan dan diizinkan pergi untuk
meninggalkannya.
Setelah dimerdekakan tuannya, Rabiah hidup menyendiri menjalani kehidupan sebagai
seorang Zahidah dan Sufiah. Ia menjalani sisa hidupnya hanya dengan ibadah dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagai kekasihnya. Ia memperbanyak tobat dan
menjauhi hidup duniawi. Ia hidup dalam kemiskinan dan menolak segala bantuan materi
yang diberikan orang lain kepadanya. Bahkan dalam doanya, ia tidak meminta hal-hal yang
bersifat materi dari Tuhan.

4. Perawan Seumur Hidup


Rabiah al-Adawiyah telah dewasa dalam pertapaan dan tidak pernah berpikir untuk
berumah tangga. Bahkan akhirnya memilih hidup zuhud, menyendiri, beribadah kepada
Allah SWT. Ia tak pernah menikah karena tak ingin perjalanannya menuju Tuhan mendapat
rintangan. Perkawinan baginya adalah rintangan. Ia pernah memanjatkan doa: Ya Allah,
aku berlindung kepadamu dari segala perkara yang menyibukkanku untuk menyembah-Mu
dan dari segala penghalang yang merenggangkan hubunganku dengan-Mu. Prinsip Rabiah
untuk tidak menikah tersebut dapat dipertahankan hingga akhir hayatnya.

B. AJARAN TASAWUF RABIAH AL ADAWIYAH

Rabiah Al-Adawiyah dalam perkembangan mistisme dalam Islam tercatat sebagai peletak
dasar tasawuf berdasarkan cinta kepada Allah SWT. Hal ini karena generasi sebelumnya
merintis aliran asketisme dalam Islam berdasarkan rasa takut dan pengharapan kepada
Allah SWT. Rabiah pula yang pertama-tama mengajukan pengertian rasa tulus ikhlas
dengan cinta yang berdasarkan permintaan ganti dari Allah SWT. Sikap dan pandangan
Rabiah Al-Adawiyah tentang cinta dapat dipahami dari kata-katanya, baik yang langsung
maupun yang disandarkan kepadanya. Al-Qusyairi meriwayatkan bahwa ketika bermunajat.
Rabiah menyatakan doanya, Tuhanku, akankah Kau bakar kalbu yang mencinntai-Mu oleh
api neraka? Tiba-tiba terdengar suara, Kami tidak akan melakukan itu. Janganlah engkau
berburuk sangka kepada Kami. Diantara syair cinta Rabiah yang paling masyhur adalah:
Aku mencintai-Mu dengan dua cinta, cinta karena diriku dan karena diri-Mu. Cinta karena
diriku adalah keadaan senantiasa mengingatkan-Mu, Cinta karena diri-Mu adalah
keadaanku mengungkapkan tabir sehingga Engkau kulihat. Baik ini maupun itu, pujian
bukanlah bagiku. Bagi-Mu pujian untuk kesemuanya.
Untuk memperjelas pengertian Al-hub yang diajukan Rabiah, yaitu hub Al-hawa dan hub
anta ahl lahu, perhatikanlah tafsiran beberapa tokoh berikut. Abu Thalib Al-Makiy dalam
Qut Al-Qulub sebagaimana dijelaskan Badawi, memberikan penafsiran bahwa makna hubb
Al-hawa adalah rasa cinta yang timbul dari nikmat-nikmat dan kebaikan yang diberikan
Allah. Adapun yang dimaksud nikmat-nikmat adalah nikmat material, tidak spiritual,
karenanya hubb disini bersifat hubb indrawi. Walaupun demikian, hubb Al-hawa yang
diajukan Rabiah ini tidak berubah-rubah, tidak bertambah dan berkurang karena
bertambah dan berkurangnya nikmat. Hal ini karena Rabiah tidak memandang nikmat itu
sendiri, tetapi sesuatu yang ada dibalik nikmat tersebut. Adapun Al-hubb anta ahl lahu
adalah cinta yang tidak didorong kesenangan indrawi, tetapi didorong Dzat yang dicintai.
Cinta yang kedua ini tidak mengharapkan balasan apa-apa. Kewajiban-kewajiban yang
dijalankan Rabiah timbul karena perasaan cinta kepada Dzat yang dicintai.
Sementara itu, Al-Ghazali memberikan ulasan tentang syair Rabiah sebagai berikut:
Mungkin yang dimaksud oleh Rabiah dengan cinta karena dirinya adalah cinta kepada
Allah SWT karena kebaikan dan karunia-Nya di dunia ini. Sedangkan cinta kepada-Nya
adalah karena ia layak dicintai keindahan dan keagungan-Nya yang tersingkap kepadanya.
Cinta yang kedua merupakan cinta yang paling luhur dan mendalam serta merupakan
kelezatan melihat keindahan Tuhan. Hal ini seperti disabdakan dalam hadis qudsi, Bagi
hamba-hamba-Ku yang saleh Aku menyiapkan apa yang tidak terlihat mata, tidak terlihat
telinga, dan tidak terbesit di kalbu manusia.
Cinta Rabiah kepada Allah SWT begitu mendalam dan memenuhi seluruh relung hatinya,
sehingga membuatnya hadir bersama Tuhan. Hal ini seperti terungkap dalam syairnya:
Kujadikan Kau teman berbincang dalam kalbu. Tubuhku pun biar berbincang dengan
temanku. Dengan temanku tubuhku bercengkrama selalu. Dalam kalbu terpancang selalu
kekasih cintaku.
Bagi manusia yang rasa cintanya kepada Allah SWT tidak secara tulus ikhlas, Rabiah selalu
mengatakan:
Dalam batin, kepada-Nya engkau durhaka, tetapi dalam lahir kau nyatakan cinta. Sungguh
aneh segala ini. Andaikan cinta-Mu memang tulus dan sejati tentu yang Ia perintahkan kau
taati, sebab pecinta selalu patuh dan bakti pada yang dicintai.
Dalam kesempatan bermunajat, Rabiah kerap kali menyampaikan, Wahai Tuhanku,
tenggelamkan aku dalam mencintai-Mu, sehingga tidak ada yang menyibukkan aku selain
diri-Mu. Ya Tuhan, bintang di langit telah gemerlapan, mata telah bertiduran, pintu-pintu
istana telah dikunci dan tiap pecinta telah menyendiri dengan yang dicintai, dan inilah aku
berada di hadirat-Mu.
Sewaktu fajar menyingsing, Rabiah berkata: Tuhanku, malam telah berlalu dan siang telah
siap menampakkan diri. Aku gelisah apakah amalanku Engkau terima hingga aku merasa
bahagia, ataukah Engkau tolak sehingga aku merasa bersedih. Demi kemaha kuasaan-Mu,
inilah yang akan kulakukan selama Engkau beri aku hayat, sekiranya Engkau usir aku dari
depan pintu-Mu, aku tidak akan pergi karena cintaku pada-Mu telah memenuhi hatiku.
Ajaran yang terpenting dari sufi wanita ini. adalah al-mahabbah dan bahkan menurut
banyak pendapat, ia merupakan orang pertama yang mengajarkan al-hubb dengan isi dan
pengertian yang khas tasawuf hal ini barangkali ada kaitannya dengan kodratnya sebagai
wanita yang berhati lembut dan penuh kasih, rasa estetika yang dalam berhadapan dengan
situasi yang ia hadapi pada masa itu. Cinta murni kepada Tuhan merupakan puncak
ajarannya dalam tasawuf yang pada umumnya dituangkan melalui syair-syair dan kalimat-
kalimat puitis. Dari syair berikut ini dapat ditangkap apa yang ia maksud dengan al-
mahabbah:
.
Kasihku, hanya Engkau yang kucinta, Pintu hatiku telah tertutup bagi selain-Mu, Walau
mata jasadku tak mampu melihat Engkau, Namun mata hatiku memandangmu selalu.
Cinta Kepada Allah adalah satu-satunya cinta menurutnya sehingga ia tidak bersedia
membagi cintanya untuk yang lainnya. Rabiah berkata:
.
Cintaku kepada Allah telah menutup hatiku untuk mencintai selain Dia.
Bahkan sewaktu ia ditanya tentang cintanya kepada Nabi Muhammad SAW, ia menjawab:
.
Sebenarnya saya sangat mencintai Rasulullah SAW, tetapi kecintaanku kepada Khaliq telah
melupakanku untuk mencintai siapa saja selain Dia.
Pernyataan ini ia pertegas lagi melalui syair berikut ini dan sekaligus memperjelas makna al-
hubb itu sendiri:
.
Daku tenggelam dalam merenung kekasih jiwa, sirna segalanya selain Dia, Karena kekasih,
sirna rasa benci dan murka.
Suatu hari Rabiah ditanya orang, apakah ia mencintai Allah dan ia jawab, ya memang saya
mencintai-Nya. Kemudian ia ditanya lagi, apakah ia benci terhadap setan. Rabiah
mengatakan, karena cintaku kepada Allah SWT telah menyebabkan aku tidak mempunyai
kesempatan untuk membenci setan. Menurut Rabiah, pecinta yang sesungguhnya harus
selalu berusaha mendekatkan diri kepada yang dicintai serta harus selalu dapat mengisi
hatinya. Ia menyatakan:
. .
Dalam relung hatiku Engkau teman berbincangku, Walau ragawi aku berbincang dengan
sejawatku, Dengan mereka aku bersenda gurau selalu.
Dengan dan melalui al-hubb ia ingin memandang wajah Tuhan yang selalu ia rindu, ingin
dibukakan tabir yang memisah dirinya denga Tuhan.
C. AL-MAHABBAH DAN AL-MARIFAH
Seperti telah dijelaskan, bahwa bagian terpenting dari tujuan sufi adalah memperoleh
hubungan langsung dengan Tuhan sehingga dirasakan dan disadari berada di hadirat Tuhan.
Keberadaan di hadirat Tuhan itu diyakini sebagai kenikmatan dan kebahagiaan yang hakiki.
Akan tetapi dalam mengartikan hadirat Tuhan itu, ternyata terdapat perbedaan konseptual,
perbedaan ini bersumber dari ketidaksamaan mereka mengenai hakekat tuhan dan manusi.
Sebagian sufi berpendapat bahwa Allah SWT adalah puncak Kecantikan dan Kesempurnaan,
sementara yang lain menyatakan sebagai iradah, Nurul Anwar dan juga disebut Ilmu atau
Marifah. Di pihak lain diyakini bahwa minisis dan alam ini adalah mazhohir atau radiasi
dari hakikat Tuhan, jiwa atau roh manusia adalah pancaran dari Nurul Anwar.
Untuk bisa mencapai hadirat Tuhan, harus melalui penyucian jiwa atau purgativa (takhalli)
dan berlanjut kepada kontemplativa (tahalli) yang berujung ketingkat illuminativa (tajalli).
Ketiga proses ini harus diisi dengan melalui stasiun-stasiun atau al-maqomat. Keseluruhan
rangkaian al-maqamat itu adalah latihan olah kerohanian melalui serangkaian amal ibadah
yang ketat dan khas sufi. Oleh karena itu tipe tasawuf semacam itu digolongkan kepada
tasawuf amali. Untuk melakukan usaha yang berat itu, seseorang harus dilandasi rasa cinta
kepada Allah SWT dalam arti yang sesungguhnya.
Al-Hubb atau mahabbah adalah satu istilah yang selalu berdampingan dengan marifat,
karena nampaknya manivestasi dari mahabbah itu adalah tingkat pengenalan kepada Tuhan
yang disebut marifat. Al-hubb mengandung pengertian terpadunya seluruh kecintaan hanya
kepada Allah SWT yang menyebabkan adanya rasa kebersamaan dengan-Nya. Seluruh jiwa
dan segenap ekspresinya hanya diisi oleh rasa cinta dan rindu yang tumbuh karena
keindahan dan kesempurnaan Dzat Allah, tanpa motivasi lain kecuali hanya kasih Allah,
sebagiamana disenandungkan oleh Rabiah al-Adawiyah (w.185) dalam syairnya:
,
.
Tuhanku, bila aku mengabdi-Mu karena takut neraka, campakkanlah aku kesana.
Andaikata aku mengabdi-Mu hanya karena mengejar surga-Mu jangan beri aku surga. Tapi
wahai Tuhanku, bila ternyata aku menyembah-Mu hanya karena kasihku pada-Mu,
janganlah tutup wajah-Mu dari pandanganku.
Kondisi kecintaan yang tanpa pamrih demikian hanya akan tercapai dengan melalui proses
perjalanan panjang dan berat (riyadhoh dan mujahadah) sehingga pengenalannya kepada
Allah SWT menjadi sangat jelas dan pasti. Yang dihayati dan dirasakan bukan lagi cinta
tetapi diri yang dicinta. Oleh karena itu menurut al-Ghazali, mahabbah itu adalah pintu
gerbang mencapai marifat kepada Tuhan. Paham al-Hubb atau mahabbah buat pertama kali
diperkenalkan oleh Rabiah al-Adawiyah. Menurut Rabiah, al-Hubb itu adalah rindu dan
pasrah kepada Allah SWT. Seluruh ingatan dan perasaan kepada Allah SWT. Hal ini dapat
dilihat dalam ungkapan-ungkapannya yang ia cetuskan melalui gubahan kata yang indah,
antara lain:

.
Tuhanku, aku terbenam dalam kasihku pada-Mu, tiada sesuatu yang dapat melenyapkan
ingatanku pada-Mu. Tuhanku, cahaya bintang gemerlapan, orang-orang pada tidur lelap dan
pintu istana ditutup rapat, yang saling mencintai telah asyik berduaan, sedangkan aku kini
bersimpuh di hadirat-Mu. Tuhanku, malam kini telah berlalu, siang akan segera menyusul,
aku gelisah gunda-gulana, apakah amalku Engkau terima yang membuatku bahagia, ataukah
Engkau tolak yang akan membuatku nestapa. Demi kemahaperkasaan-Mu ya Tuhan, aku
akan terus mengabdi pada-Mu selama hayatku. Seandainya Engkau usir aku dari ambang
pintu-Mu aku tak akan beranjak karena cintaku pada-Mu telah membelenggu jiwaku.
Demikianlah ungkapan cinta Rabiah kepad Allah SWT yang telah merasuk sukmanya
sehingga segala aktivitasnya tertuju hanya kepadaNya. Selanjutnya ia bersenandung:
.
Kasihku, hanya Engkau harap dambaku. Alirkan karunia-Mu bagiku yang bernoda, kaulah
harapanku, kedamaianku, kebahagiaanku, hatiku hanya pada-Mu semata.
Bagi Rabiah, rasa cinta kepada Allah menjadi satu-satunya motivasi dalam setiap prilakunya
dan sekaligus merupakan tujuan pengabdiannya kepada Allah SWT. Nampaknya bagi
Rabiah ada dua macam cinta seperti ia katakan:

.
Aku mencintaim-Mu dengan dua dorongan cinta, kucintai Engkau lantaran aku cinta dan
rindu dan aku cinta karena Engkau patut dicintai. Adapun cinta rindu, karena hanya Engkau
kukenang selalu bukan selain-Mu. Adapun cinta karena Engkau layak dicinta, karena
Engkau sibakkan tabir penutup tatapan sembahku sehingga Engkau nyata bagiku. Bagiku
tentang ini, itu tidak ada puji, namun bagi-Mu sendiri segala puji.
Menurut Rabiah al-Adawiyah, tujuan satu-satunya yang wajar dan sewajarnya dicintai ialah
Allah SWT. Agar dapat sampai kepadanya, seorang sufi harus lebih dahulu mendidik dirinya
supaya mencintai segala keindahan alam ini, merenungkannya dan meresapkannya secara
mendalam. Sebab, keindahan dan kecantikan itu adalah ciri-ciri dari Dzat yang dicintai,
sehingga Maruf al-Kharki berpendapat, bahwa cinta tidak bisa dipelajari dari manusia, cinta
adalah anugerah dan rahmat Allah SWT. Cinta manusia kepada keindahan adalah disukai
Allah SWT, karena Ia sendiri adalah sumber asasi dari segala keindahan.
Seorang sufi tidak berhenti sampai disitu saja, tatapi dia akan berlanjut terus mendekat atau
bersatu dengan yang dicintainya. Dalam menuju kesana itu, ia melalui tingkat yang aneka
ragam sambil menjauhkan dirinya dari segala macam kejahatan. Seorang sufi harus
menjadikan dirinya seorang yang bermoral mulia dan suci, keadaan ini akan
mengantarkannya kepada keindahan yang sempurna. Sifat-sifat yang ada pada dirinya akan
berangsur-angsur hilang dan akan terbukalah tabir yang mengitarinya dengan Tuhan
sehingga tercapai marifat dan terbukalah jalan untuk ittihad. Berdasarkan alasan itu, Ibn al-
Faridh tidak membedakan antara al-Hubb dan marifat. Menurutnya, pelepasan diri dari
pengaruh rasio sehingga hati dapat leluasa untuk bekerja sendiri berdasarkan iradat Allah
SWT. Hal ini berarti, bahwa cinta itu bukan bersumber dari hati atau akal, tetapi cinta
adalah sesuatu yang samawi dan sangat suci.

DZUN NUN AL-MISHRY

Dzun Nun al Mishri adalah sufi pertama yang banyak menonjolkan konsep marifat. Nama
lengkapnya adalah Abu al Faidh Tsaubah bin Ibrahim al Mishri Ia dilahirkan di Ikhmim,
dataran tinggi Mesir, pada tahun 180 H/796 M. dan wafat pada tahun 246 H./856.
Julukan Dzun Nun diberikan kepadanya sehubungan dengan berbagai kekeramatan yang
diberikan Allah kepadanya. Di antaranya ia pernah mengeluarkan anak dari perut buaya di
sungai nil dalam keadaan selamat atas permintaan ibu dari anak tersebut. Dalam kisah lain
disebutkan suatu ketika Dzun Nun menumpang sebuah kapal saudagar kaya. Tiba-tiba
saudagar itu kehilangan permata yang amat berharga. Dzun Nun dituduh mencurinya.Dzun
Nun disiksa dan dianiaya serta dipaksa untuk mengembalikan permata yang hilang itu.
Dalam keadaan tersiksa dan teraniaya itu, ia menengadahkan kepalanya ke langit sambil
berdoa Wahai Tuhan, Engkaulah Yang Maha Tahu. Mendadak muncullah ribuan ekor ikan
Nun ke permukaan air mendekati kapal sambil membawa permata yang lebih besar dan
indah di mulut masing-masing ikan. Dzun Nun lalu mengambil salah satu permata dan
menyerahkannya ke saudagar tersebut. Sejak peristiwa aneh itu, ia digelari Dzun Nun,
artinya yang empunya ikan nun.
Riwayat hidup Dzun Nun al Mishri tidak banyak diketahui, namun riwayatnya sebagai
seorang sufi banyak dibicarakan. Dzun Nun dalam perjalanan hidupnya berpindah dari satu
tempat ke tempat lainnya. Ia pernah menjelajahi berbagai daerah di Mesir, Makkah, Hijaz,
Syiria, Pegunungan Libanon, Antiokia, dan lembah Kanan. Hal ini memungkinkan baginya
untuk memperoleh pengalaman yang banyak dan mendalami sejumlah ilmu. Beliau pernah
belajar pada Imam Malik bin Anas di Madinah, dan sering bertemu dengan Ahmad bin
Hambal, Maruf al Kakhy, Sirri al Saqathi dan Bisri al Hafi. Semuanya adalah tokoh-tokoh
tasawuf terkemuka pada zaman itu.
Adapun yang pernah mengambil riwayat darinya adalah al Hassan ibn Mushib an Nakhai.
Sedangkan gurunya di bidang tasawuf adalah syarqam al Abd atau Israfil al Maghribi
sehingga memungkinkan baginnya untuk menjadi seorang yang alim, baik dalam ilmu
syariat maupun tasawuf.
Dzun Nun al Mishri adalah orang pertama yang memberikan tafsiran tentang isyarat-isyarat
tasawuf, walaupun ada sejumlah guru sufi sebelum Dzun Nun. Ia orang pertama Mesir yang
berbicara tentang maqamat dan ahwal, orang yang pertama memberikan definisi tentang
tauhid dengan pengertian bercorak sufistik. Ia mempunyai pengaruh besar terhadap
pemikiran tasawuf. Dengan demikian tidaklah mengherankan kalau sejumlah penulis
menyebutnya sebagai salah seorang peletak dasar-dasar tasawuf di dunia Islam.

B. Al Matifat menurut Dzun Nun al Mishri


Sebagaimana diketahui bahwa Dzun Nun al Mishri adalah pelopor paham al Marifat.
Walaupun paham marifat sudah dikenal di kalangan sufi, tetapi Dzun Nun al Mishri-lah
yang lebih menekankan paham ini dalam tasawuf. Penilaian ini tidaklah berlebihan karena
berdasarkan riwayat al Qathfi dan al Masudi yang kemudian dianalisis oleh Nicholson dan
Abd. Qadir dalam Falsafah ash Shufiah fi al Islam disimpulkan bahwa Dzun Nun al Mishri
berhasil memperkenalkan corak baru tentang al Marifat dalam bidang sufisme Islam.
Keberhasilan itu ditandai dengan :
1. Dzun Nun al Mishri membedakan antara al marifat sufiah yaitu melaksanakan kegiatan
sufi menggunakan pendekatan qalb atau hati dan marifat aqliah yaitu menggunakan
pendekatan akal.
2. Al Marifat menurut Dzun Nun al Mishri sebenarnya adalah musyahadah al qalbiyah
sebab marifat merupakan fitrah dalam hati manusia sejak zaman azali.
3. Teori-teori al marifat Dzun Nun al Mishri menyerupai gnosisme ala Neo-Platonik. Teori
ini dianggap sebagai jembatan teori-teori wahdat ash shuhud dan ittihad. Oleh karena itu
dialah orang yang pertama mamasukkan unsur falsafah ke dalam tasawuf.
Teori ini pada mulanya sulit diterima oleh kalangan teolog sehingga Dzun Nun al Mishri
dianggap sebagai seorang zindiq. Oleh karena itu ia ditangkap oleh Khalifah Al Mutawakkil
(Khalifah Abbasyiah yang memerintah tahun 232 H/847 M 247 H/861 M), namun
akhirnya dibebaskan. Fenomena ini wajar karena kita temui pandangan al marifatnya yang
pada mulanya cenderung antithesis terhadap aqliyah dan kalam.
Berikut ini adalah pandangannya tentang al marifat :
1. Sesungguhnya al marifat yang hakiki adalah bukan ilmu tentang keesaan Tuhan
sebagaimana yang dipercayai oleh orang-orang mukmin. Ia juga bukan ilmu-ilmu burhan
dan nazhar milik para hakim, mutakallimin dan ahli balaghah. Akan tetapi ia adalah marifat
terhadap Tuhan yang khusus dimiliki para wali Allah, sebab mereka adalah orang yang
menyaksikan Allah dengan mata hatinya, maka terbukalah hatinya apa yang tidak dibukakan
untuk hamaba-hamba yang lain.
2. Al marifat yang ia pahami adalah bahwa Allah menyinari hatimu dengan cahaya al
marifat yang murni, seperti matahari tak dapat dilihat, kecuali dengan cahayanya.
Senantiasa salah seorang hamba mendekat kepada Allah sehingga terasa hilang dirinya,
lebur (fana) dalam kekuasaan-Nya, mereka merasa hamba, bicara dengan ilmu yang telah
diletakkan oleh Allah pada lidah mereka, melihat dengan penglihatan Allah, dan berbuat
dengan perbuatan Allah.
Kedua ungkapan di atas menjelaskan bahwa marifat kepada Allah tidak dapat ditempuh
melalui pendekatan akal dan pembuktian-pembuktian, tetapi dengan jalan marifah bathin,
yakni Tuhan menyinari hati manusia dan menjaganya dari ketercematan, sehingga semua
yang ada di dunia ini tidak mempunyai arti lagi. Melalui pendekatan ini manusia perlahan-
lahan terangkat ke atas sifat-sifatnya yang rendah dan selanjutnya menyandang sifat-sifat
yang luhur seperti yang dilimiki Tuhan. Pandangan-pandangan seperti inilah yang nantinya
diteruskan dan dikembangkan oleh Abu Yazid al Bustami, al Junaid sampai al Ghazali.
Menurut Abu Bakar al kalabadzi (wafat 380 H/990 M) dalam bukunya Al Taaruf li Mazahid
Al Tashawwuf (Pengenalan terhadap Madzhab-madzhab Tasawwuf), Dzun Nun al Mishri
telah sampai kepada tingkatan marifat, yaitu tingkatan maqam (stasiun) tertinggi dalam
tasawuf, setelah melewati maqam taubat, zuhud, fakir, sabar, tawakkal, rida, dan cinta
(mahabbah). Marifat adalah mengetahui Tuhan dengan sanubari. Dalam buku itu
disebutkan bahwa suatu hari Dzun Nun al Mishri ditanya tentang cara memperoleh marifat,
ia menjawab, arafu rabbi bi rabbi walau la rabbi lamma arafu rabbi ,Aku mengenal Tuhan
karena Tuhan, dan sekiranya tidak karena Tuhan , aku tidak akan mengetahui Tuhan). Kata-
kata Dzun Nun al Mishri ini sangat popular dalam ilmu tasawuf. Menurut Abu Al Qasim Abd
Karim Al Qusyairi, Dzun Nun al Mishri mengakui bahwa marifat yang diperolehnya bukan
semata-mata hasil usahanya sebagai sufi, melainkan lebih merupakan anugrah yang
dilimpahkan Tuhan kepada dirinya.
Dzun Nun al Mishri membagi pengetahuan tentang Tuhan menjadi tiga bagian, yaitu :
1. Pengetahuan untuk seluruh muslim
2. Pengetahuan khusus untuk para filosof dan ulama
3. Pengetahuan khusus untuk para wali Allah.
Menurut Harun Nasution, jenis pengetahuan yang pertama dan kedua belum dimasukkan
dalam kategori pengetahuan hakiki tentang Tuhan. Keduanya belum disebut dengan al
marifat, tetapi disebut dengan ilmu. Adapun jenis pengetahuan yang ketiga baru disebut
dengan al marifat.
Dari ketiga macam pengetahuan Tuhan di atas, jelaslah bahwa pengetahuan tingkat auliya
(para wali) adalah yang paling tinggi tingkatannya karena mereka mencapai tingkatan
musyahadah. Para ulama dan filosof tidak mampu mencapai maqam ini, sebab mereka
masih menggunakan akal untuk mengetahui Tuhan, sedangkan akal itu sendiri mempunyai
keterbatasan dan kelemahan.
Dzun Nun al Mishri mempunyai sestematika tersendiri dalam perjalanan rohaninya menuju
tingkat marifat. Dari teks-teks ajarannya, Abu Hamid Mahmud mencoba menggambarkan
tariqahnya sebagai berikut :
1. Orang yang bodoh adalah orang yang tidak mengenal jalan menuju Allah dan tidak ada
usaha untuk mengenalnya.
2. Jalan itu ada dua macam, yaitu thariq al inabah ialah jalan yang dimulai dengan meminta
cara ikhlas dan benar, dan thariq al ihtiba, jalan ini tidak mensyaratkan apa-apa pada
seseorang, jalan ini urusan Allah semata.
3. Di sisi lain Dzun Nun al Mishri mengatakan manusia itu terdiri dari dua macam, yaitu
dari dan wasil. Dari adalah orang yang menuju jalan iman, sedangkan wasil adalah yang
berjalan di atas kekuatan al marifat.
Ungkapan-ungkapan di atas menunjukkan bahwa pada garis besarnya terdapat dua jalan
yang ditempuh Dzun Nun al Mishri dalam mendekati Tuhan, yaitu thariqah yang biasa
ditempuh oleh para ahli sufi melalui maqamat yang dilakukan secara sistematis dan ketat
mulai tobat. Adapun thariqah yang kedua yaitu ijtiba bersifat personal.
Untuk jalan thariqah, Dzun Nun al Mishri menceritakan secara lebih rinci tahapan-tahapan
situasi batin yang hendak menuju tingkat arif (ahli marifat), yaitu : iman, khauf, thaah, raja,
al mahabbah, syauq, uns, thumaninah, dan naim. Di samping menggunakan thariqah
seperti ini, ia juga menempuh perjalanan sufinya melalui maqamat tertentu yang intinya
dimulai dari taubat, wara, zuhud, tawakkal, rida, al marifat, sampai mahabbah.
Menurut Dzun Nun al Mishri, sebelum ia sampai pada maqam al marifat, dia melihat Tuhan
melalui tanda-tanda kebesaran-Nya yang terdapat di alam semesta. Suatu ungkapan
puisinya adalah sebagai berikut :
. Ya Rabbi, aku mengenal-Mu melalui bukti-bukti karya-Mu dan tindakan-Mu dengan
ridaku dengan semangat Engkau dalam kecintaan-Mu, dengan kesentosaan dan niat teguh.
Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa Dzun Nun al Mishri adalah seorang sufi besar,
bapak paham al marifat dalam terminologi sufisme karena keberhasilannya dalam
menampilkan corak baru kehidupan sufistik, yang lebih menekankan pendekatan al marifat
qalbiyah dari pada al marifat aqliyah. Inti ajaran al marifat adalah mengetahui dan melihat
Tuhan dari dekat sehingga hati sanubari sempat meliha-Nya tanpa penghalang.
Pengetahuan inti adalah anugrah Allah yang diberikan kepada orang-orang tertentu.

C. Maqamat dan Ahwal menurut Dzun Nunal Mishri


Maqamat dan ahwal adalah dua hal yang senantiasa dialami oleh orang yang menjalani
tasawuf sebelum mencapai tujuan yang dikehendaki, Yang pertama berupa tahapan
perjalanan, dan yang kedua berupa keadaan.
1. Maqamat
Maqamat dalam ilmu tasawuf mengandung arti kedudukan hamba dalam pandangan Allah,
menurut apa yang diusahakan berupa latihan. Jika seseorang belum memenuhi kewajiban-
kewajiban yang terdapat suatu maqam, ia tidak boleh naik ke jenjang yang lebih tinggi.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa maqam dijalani oleh seorang tasawuf melalui
usaha yang sungguh-sungguh dalam melakukan sebuah kewajiban yang harus ditempuh
untuk jangka waktu tertentu.
Menurut Dzun Nun al Mishri, maqam ini dapat diketahui berdasarkan tanda-tanda, simbol-
simbol, dan amalannya. Oleh karena itu keberhasilannya itu merupakan penilaian yang
berasal dari Allah, mencerminkan kedudukan seorang tasawuf di hadapan Allah.
Selanjutnya dalam Dairat Al Marifat Al Islamiyah diterangkan tentang simbol-simbol az
zuhud menurut Dzun Nun al Mishri, yaitu sedikit cita-cita, mencintai kefakiran, memiliki
rasa cukup yang disertai kesabaran. Sedangkan masalah tobat ia membedakan atas tiga
tingkatan, yaitu :
1. Orang yang bertobat dari dosa dan keburukannya
2. Orang yang bertobat dari kalalaian dan kealfaan mengingat Tuhan
3. Orang yang bertobat karena memandang kebaikan dan ketaatannya.
Keterangan Dzun Nun al Mishri tentang maqam as shobr dikemukakan dalam bentuk
kepingan dialog dari sebuat riwayat. Suatu ketika ia menjenguk seorang yang sakit. Tatkala
orang itu berbicara dengan Dzun Nun, Tidak termasuk cinta yang benar orang yang tidak
sabar dalam menghadapi Tuhan. Orang itu kemudian mengatakan Tidak benar pula
cintanya orang yang merasakan kenikmatan dari suatu cobaan..
Petikan dialog di atas mengisyaratkan bahwa Dzun Nun berbicara dengan orang yang juga
mengerti dunia sufisme.
Selanjutnya pengertian at tawakkal menurut Dzun Nun al Mishri adalah berhenti
memikirkan diri sendiri dan merasa memiliki daya kekuatan, intinya menyerahkan diri
sepenuhnya kepada Allah, disertai perasaan tidak memiliki kekuatan. Dan rida menurut
pendapatnya ialah kegembiraan hati karena berlakunya ketentuan Tuhan.
2. Ahwal
Dalam kitab Isthilahat As Shuffiyah, ahwal dijelaskan sebagai pemberian yang tercurah pada
seseorang dari Tuhannya, baik dari sebuah amal shaleh yang menyucikan jiwa,
menjernihkan hati maupun datang dari Tuhan sebagai pemberian semata. Atau dengan kata
lain ahwal adalah pemberian yang berasal dari Tuhan kepada hamba-nya yang dikehendaki.
Pemberian itu adakalanya diberikan kepada orang yang berusaha kea rah itu dan adakalanya
tanpa melalui usaha.
Menurut Dzun Nun al Mishri, setiap maqam memupunyai permulaan dan akhir. Diantara
keduanya terdapat aneka ahwal. Setiap maqam mempunyai symbol, dan setiap hal ditunjuk
oleh isyarat. Penjelasan ini menunjukkan bahwa maqam beerangsung lebih lama dari ahwal.
Maqam bersifat tetap, dan ahwal silih berganti, datang dan pergi.

AL-GHAZALI

1. Biografi Singkat Al - Ghazali

Nama lengkap adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin taus
Ath-thusi Asy-Syafii Al-Ghazali. Ia dipanggil Al-Ghazali karena ia lahir di Ghazalah suatu
kota di Kurasan, Iran, tahun 450 H/1058 M, ayahnya seorang pemintal kain wol miskin yang
taat, pada saat ayahnya menjelang wafat Al Ghazali dan adiknya yang bernama Ahmad
dititipkan kepada seorang sufi.

Setelah lama tinggal bersama sufi itu, Al-Ghazali dan adiknya disarankan untuk belajar pada
pengelola sebuah madrasah, sekaligus untuk menyambung hidup mereka, di sana ia
mempelajari ilmu fiqih kepada Ahmad bin Muhammad Ar-Rizkani, kemudian ia memasuki
sekolah tinggi Nizhamiyah dan berguru kepada Imam Haramain (Al-Juwaini) hingga
menguasi ilmu manthiq, ilmu kalam, fiqh, ushul fiqh, filsafat, tasawuf dan retorika
perdebatan, tak hanya itu ia pun mengisi waktu belajarnya dengan belajar teori-teori
tasawuf kepada Yusuf An-Nasaj Imam Haramani menjuluki Al-Ghazali dengan sebutan Bahr
Muriq (lautan yang menghanyutkan) kemahirannya dalam menguasi ilmu didapatnya,
termasuk perbedaan pendapat dari para ahli ilmu serta mampu memberikan sanggahan-
sanggahan kepada para penentangnya.

Setelah Imam Haramani Wafat (478 H/1068 M) Al-Ghazali pergi ke Baghdad, yaitu tempat
berkuasanya Perdana Menteri Nizham Al-Muluk (wafat 485 H/1091 M). Pada tahun 483
H/1090 M ia diangkat oleh Nizam Al-Muluk menjadi guru besar di Universitas. Selama di
Baghdad Al-Ghazali menderita keguncangan batin sebagai akibat sikap keragu-raguan akan
pencarian kebenaran yang hakiki, kemudian ia pun memutuskan untuk melepaskan
jabatannya dan meninggalkan Baghdad menuju Syiria, Palestina dan kemudian ke Mekah
untuk mencari kebenaran yang hakiki yang selama ini dicarinya, setelah ia memperolehnya
maka tidak lama kemudian ia menghembuskan nafas terakhirnya di Thus pada tanggal 19
Desember 1111 M/14 Jumadil Akhir tahun 505H.

Al-Ghazali banyak meninggalkan karya tulis menurut Sulaiman Dunya, karangan Al-Ghazali
mencapai 300 buah, ia mulai mengarang pada usia 25 tahun, sewaktu masih di Nasisabur
dan ia mempergunakan waktu 30 tahun untuk mengarang yang meliputi beberapa bidang
ilmu pengetahuan antara lain, filsafat, ilmu kalam, fiqh, ushul fiqh, tafsir, tasawuf dan
akhlaq.

2. AjaranTasawuf-Al-Ghazali

Di dalam tasawufnya, Al-Ghazali memilih tasawuf sunni berdasarkan Al-Qur'an dan sunnah
Nabi ditambah dengan doktrin Ahlu Al Sunnah wa Al-jamaah. Corak tasawufnya adalah
psikomoral yang mengutamakan pendidikan moral yang dapat di lihat dalam karya-
karyanya seperti Ihyaullum, Al-Din, Minhaj Al-Abidin, Mizan Al-Amal, Bidayah Al
Hidayah, Mraj Al Salikin, Ayyuhal Wlad. Al Ghazali menilai negatif terhadap syathahat dan
ia sangat menolak paham hulul dan utihad (kesatuan wujud), untuk itu ia menyodorkan
paham baru tentang marifat, yakni pendekatan diri kepada Allah (taqarrub ila Allah) tanpa
diikuti penyatuan dengan-Nya:

a. Pandangan Al-Ghazali tentang Marifat

Menurut Al-Ghazali, marifat adalah mengetahui rahasia Allah dan mengetahui peraturan-
peraturan Tuhan tentang segala yang ada, alat untuk memperoleh marifat bersandar pada
sir-qolb dan roh. Pada saat sir, qalb dan roh yang telah suci dan kosong itu dilimpahi cahaya
Tuhan dan dapat mengetahui rahasia-rahasia Tuhan, kelak keduanya akan mengalami
iluminasi (kasyf) dari Allah dengan menurunkan cahayanya kepada sang sufi sehingga yang
dilihatnya hanyalah Allah, di sini sampailah ia ke tingkat marifat.
b. PandanganAl-Ghazalitentang-As-Asadah

Menurut Al-Ghazali, kelezatan dan kebahagiaan yang paling tinggi adalah melihat Allah
(ruyatullah) di dalam kitab Kimiya As-Saadah, ia menjelaskan bahwa As-Saadah
(kebahagiaan) itu sesuai dengan watak (tabiat). Sedangkan watak sesuatu itu sesuai dengan
ciptaannya; nikmatnya mata terletak pada ketika melihat gambar yang bagus dan indah,
nikmatnya telinga terletak ketika mendengar suara merdu.

ABU YAZID AL-BUSTAMI

I. Riwayat Hidup Abu Yazid al-Bustami

Abu Yazid al-Bustami lahir di Bustam, bagian timur laut Persia tahun: 188 H 261 H/874
947 M. Nama lengkapnya adalah Abu Yazid Thaifur bin Isa bin Adam bin Surusyan. Semasa
kecilnya ia dipanggil Thaifur, kakeknya bernama Surusyan yang menganut ajaran Zoroaster
yang telah memeluk Islam dan ayahnya salah seorang tokoh masyarakat di Bustam.

Keluarga Abu Yazid termasuk keluarga yang berada di daerahnya tetapi ia lebih memilih
hidup sederhana. Sejak dalam kandungan Ibunya, konon kabarnya Abu Yazid telah
mempunyai kelainan. Ibunya berkata bahwa ketika dalam perutnya, Abu Yazid akan
memberontak sehingga Ibunya muntah kalau menyantap makanan yang diragukan
kehalalannya.

Sewaktu menginjak usia remaja, Abu Yazid terkenal sebagai murid yang pandai dan seorang
anak yang patuh mengikuti perintah agama dan berbakti kepada orang tuanya, suatu kali
gurunya menerangkan suatu ayat dari surat Luqman yang berbunyi : berterima kasihlah
kepada Aku dan kepada kedua orang tuamu ayat ini sanagat menggetarkan hati Abu Yazid.
Ia kemudian berhenti belajar dan pulang untuk menemuia Ibynya, sikapnya ini
menggambarkan bahwa ia selalu berusaha memenuhi setiapo panggilan Allah.

Perjalanan Abu Yazid untuk menjadi seorang sufi memeakan waktu puluhan tahun, sebelum
membuktikan dirinya sebagai seorang sufi, ia terlebih dahulu telah menjadi seorang fakih
dari madzhab Hanafi. Salah seorang gurunya yang terkenal adalah Abu Ali As-Sindi, ia
mengajarkan ilmu tauhid, ilmu hakikat dan ilmu lainnya kepada Abu Yazid. Hanya saja
ajaran sufi Abu Yazid tidak ditemukan dalam bentuk buku

Dalam perjalanan kehidupan Zuhud, selama 13 tahun, Abu Yazid mengembara di gurun-
gurun pasir di syam, hanya dengan tidur, makan, dan minum yang sedikit sekali.

Abu Yazid hidup dalam keluarga yang taat beragama, Ibunya seorang yang taat dan zahidah,
dua saudaranya Ali dan Adam termasuk sufi meskipun tidak terkenal sebagaimana Abu
Yazid.

Abu Yazid dibesarkan dalam keluarga yang taat beragama, sejak kecil kehidupannya sudah
dikenal saleh. Ibunya secara teratur mengirimnya ke masjid untuk belajar ilmu-ilmu agama.
Setelah besar ia melanjutkan pendidikannya ke berbagai daerah. Ia belajar agama menurut
mazhab hanafi.

Setelah itu, ia memperoleh pelajaran ilmu tauhid. Namun pada akhirnya kehidupannya
berubah dan memasuki dunia tasawuf.

Abu Yazid adalah orang yang pertama yang mempopulerkan sebutan al-Fana dan al-Baqa`
dalam tasawuf. Ia adalah syaikh yang paling tinggi maqam dan kemuliannya, ia sangat
istimewa di kalangan kaum sufi. Ia diakui salah satu sufi terbesar. Karena ia
menggabungkan penolakan kesenangan dunia yang ketat dan kepatuhan pada iter agama
dengan gaya intelektual yang luar biasa.

Abu Yazid pernah berkata: Kalau kamu lihat seseorang sanggup melakukan pekerjaan
keramat yang besar-besar, walaupun ia sanggup terbang ke udara, maka janganlah kamu
tertipu sebelum kamu lihat bagaimana ia mengikuti suruhan dan menghentikan dan
menjaga batas-batas syari`at.

Dalam perkataan ini jelaslah bahwa tasawuf beliau tidak keluar dari pada garis-garis syara`
tetapi selain dari perkataan yang jelas dan terang itu, terdapat pul akata-kata beliau yang
ganjil-ganjil dan mempunyai pengertian yang dalam. Dari mulut beliau seringkali
memberikan ucapan-ucapan yang berisikan kepercayaan bahwa hamba dan tuhan sewaktu-
waktu dapat berpadu dan bersatu. Inilah yang dinamakan Mazhab Hulul atau Perpaduan.

Abu Yazid meninggal dunia pada tahun 261 H/947 M, jadi beliau meninggal dunia di usia 73
tahun dan dimakamkan di Bustam, dan makamnya masih ada sampai sekarang.

II. Konsep Thasawuf Abu Yazid al-Bustami

1. al-Fana dan al-Baqa`


Ajaran tasawuf terpenting Abu Yazid adalah Fana` dan Baqa`. Secara harfiah fana` berarti
meninggal dan musnah, dalam kaitan dengan sufi, maka sebutan tersebut biasanya
digunakan dengan proposisi: fana`an yang artinya kosong dari segala sesuatu, melupakan
atau tidak menyadari sesuatu.

Sedangkan Dari segi bahasa kata fana` berasal dari kata bahasa Arab yakni faniya-yafna
yang berarti musnah, lenyap, hilang atau hancur. Dalam istilah tasawuf, Fana adakalanya
diartikan sebagai keadaaan moral yang luhur. Dalam hal ini, Abu Bakar al-Kalabadzi (W.378
H/988 M) mendefinisikannyahilangnya semua keinginan hawa nafsu seseorang, tikdak ada
pamrih dari segala perbuatan manusia, sehingga ia kehilangan segala perasaaannya dan
dapat memebedakan sesuatu secara sadar, dan ia telah menghilangkan semua kepantingan
ketika berbuat sesuatu.

Sedangkan dalam Sufism and syari`ah kata fana` berarti to die and disappear. (mati dan
menghilang). Al-Fana` juga berarti memutuskan hubungan selain Allah, dan
mengkhususkan untuk Allah dan bersatu dengannya.

Adapun arti fana` menurut kalangan sufi adalah hilangnya kesadaran pribadi dengan
dirinya sendiri atau dengan sesuatu yang lazim digunakan pada diri. Pendapat lain, fana`
berarti bergantinya sifat-sifat kemanusiaan dengan sifat-sifat ketuhanan, dapat pula berarti
hilangnnya sifat-sifat yang tercela. Selain itu Mustafa Zuhri mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan fana` adalah lenyapnya indrawi atau ke-basyariahan, yakni sifat manusia
yang suka pada syahwat dan hawa nafsu. Orang yang telah diliputi hakikat ketuhanan,
sehingga tiada lagi melihat dari pada alam wujud ini, maka dikatakan ia telah fana` dari
alam cipta atau dari alam makhluk.

Sedangkan Abdurrauf Singkel mengungkapkan tentang fana` dan ini menurut istilah para
sufi adalah berarti hilang dan lenyap, sedangkan lawan katanya adalah baqa`, dan lebih
jelasnya sebagaimana disebutkan dalam kitab al-Jawahir, fana` adalah kemampuan seorang
hamba memandang bahwa Allah ta`ala berada pada segala sesuatu.

Dalam menjelaskan pengertian fana, al-Qusyairi menulis, Fananya seseorang dari


dirinya dan dari makhluk lain terjadi dengan hilangnya kesadaran tentang dirinya dan
makhluk lain. Sebenarnya dirinya tetap ada, demikian pula makhluk lain, tetapi ia tak
sadar lagi pada diri mereka dan pada dirinya. Kesadaran sufi tentang dirinya dan makhluk
lain lenyap dan pergi ke dalam diri Tuhan dan terjadilah ittihad.

Dengan demikian fana` bagi seorang sufi adalah mengharapkan kematian itera, maksudnya
adalah mematikan diri dari pengaruh dunia. Sehingga yang tersisa hidup didalam dirinya
hanyalah Tuhan semesta.
Jadi seorang sufi dapat bersatu dengan tuhan, bila terlebih dahulu ia harus menghancurkan
dirinya, selama ia masih sadar akan dirinya, ia tidak akan bersatu dengan tuhan.

Penghancuran diri tersebut senantiasa diiringi dengan baqa`, yang berarti to live and survive
(hidup dan terus hidup),

Adapun baqa`, berasal dari kata baqiya. Artinya dari segi bahasa adalah tetap, sedangkan
berdasarkan istilah tasawuf berarti mendirikan sifat-sifat terpuji kepada Allah. Dalam kaitan
dengan Sufi, maka sebutan Baq` biasanya digunakan dengan proposisi: baqa` bi, yang
berarti diisi dengan sesuatu, hidup atau bersama sesuatu.

Dalam kamus al-Kautsar, baqa` berarti tetap, tinggal, kekal. Bisa juga berarti memaafkan
segala kesalahan, sehingga yang tersisa adalah kecintaan kepadanya.

Dalam tasawuf, fana` dan Baqa` itera beriringan, sebagaiamana dinyatakan oleh para ahli
tasawuf: Apabila nampaklah nur kebaqaan, maka fanalah yang tiada, dan baqalah yang
kekal. Tasawuf itu ialah fana` dari dirinya dan baqa` dengan tuhannya, karena hati mereka
bersama Allah.

Sebagai akibat dari fana` adalah baqa`. Baqa` adalah kekalnya sifat-sifat terpuji, dan sifat-
sifat tuhan dalam diri manusia. Karena lenyapnya (fana`) sifat-sifat basyariah, maka yang
kekal adalah sifat-sifat ilahiah.

Pencapaian Abu Yazid ke tahap fana` dicapai setelah meniggalkan segala keinginan selain
keinginan kepada Allah, seperti tampak dalam ceritanya.

Setelah Allah menyaksikan kesucian hatiku yang terdalam, aku mendengar puas dari-Nya.
Maka, diriku dicap dengan keridaan-Nya. Engkaulah yang aku inginkan, jawabku, karena
Engkau lebih utama daripada anugrah lebih besar daripada kemurahan, dan melalui engkau
aku mendapat kepuasan dalam diri-Mu

Jalan menuju fana` menurut Abu Yazid dikisahkan dalam mimpinya menatap tuhan, ia
bertanya, Bagaimana caranya agar aku sampai pada-Mu? Tuhan menjawab, Tinggalkan
diri (Nafsu)mud an kemarilah.

Abu Yazid sendiri pernah melontarkan kata fana` pada salah satu ucapannya:

Artinya:

Aku tahu pada tuhan melalui diriku hingga aku fana`, kemudian aku tahu pada-nya melalui
dirinya maka aku pun hidup. (B 132)
Paham baqa` tidak dapat dipisahkan dengan paham fana` karena keduanya merupakan
paham yang berpasangan. Jika seorang sufi sedang mengalami fana`, ketika itu juga ia
sedang menjalani baqa`.

Dalam menerangkan kaitan antara fana` dan baqa` al-Qusyairi menyatakan,Barangsiapa


meninggalkan perbuatan-perbuatan tercela, maka ia sedang fana` dari syahwatnya. Tatkala
fana` dari syahwatnya, ia baqa` dalam niat dan keikhlasan ibadah; Barangsiapa yang
hatinya zuhud dari khidupan maka ia sedang fana` dari keinginannya, berarti pula sedang
baqa` dalam ketulusan inabahnya

Tetapi fana` dan baqa` yang sangat esensial dan penting bagi sufisme sebenarnya bukan
yang satu atau yan lain, tetapi ia adalah; pengalaman afektif. Dalam rangka memahami
pengalaman ini, maka para Sufi harus mengikuti prosedur. Dalam qaul al-Jamil, seorang
Sufi India terkemuka, Syah Wali Allah (wafat 1176/1762) merinci prosedur dari tiga
organisasi Sufi Utama, yaitu Qadariyyah, Chistiyyah dan Naqsyabandiyyah. Mereka tegak
dalam prinsip yang sama, walau berbeda dalam rinci. Berikut akan diringkaskan prosedur
yang diikuti oleh thariqat Qadariyyah.

Seorang calon Sufi pertama kali harus mengikuti tahap persiapan. Ia harus mempunyai iman
yang bear, menjauhi perbuatan munkar, menjauhi dosa-dosa besar (kaba-ir) dan menjauhi
dosa-dosa kecil (shagha-ir) sebanyak mungkin. Ia harus shalat wajib dan berbagai kewajiban
(fara-id) yang diwajibkan syariah atasmya dan menjalankan sunnah Rasul yang terpuji.

Dengan demikian, Sesuatu didalam diri sufi akan fana atau hancur dan sesuatu yang lain
akan baqa atau tinggal. Dalam iterature tasawuf disebutkan, orang yang fana dari
kejahatan akan baqa(tinggal) ilmu dalam dirinya; orang yang fana dari maksiat akan baqa
(tinggal) takwa dalam dirinya. Dengan demikian, yang tinggal dalam dirinya sifat-sifat
yang baik. Sesuatu hilang dari diri sufi dan sesuatu yang lain akan timbul sebagai
gantinya. Hilang kejahilan akan timbul ilmu. Hilang sifat buruk akan timbul sifat baik.
Hilang maksiat akan timbul takwa.

2. al-Ittihad

Ittihad secara secara bahasa berasal dari kata ittahada-yattahidu yang artinya (dua benda)
menjadi satu, yang dalam istilah Para Sufi adalah satu tigkatan dalam tasawuf, yaitu bila
seorang sufi merasa dirinya bersatu dengan tuhan.Yang mana tahapan ini adalah tahapan
selanjutnya yang dialami seorang sufi setelah ia melalui tahapan fana` dan baqa`. Dalam
tahapan ittihad, seorang sufi bersatu dengan tuhan. Antara yang mencintai dan yang dicintai
menyatu, baik subtansi maupaun perbuatannya.
Harun Nasution memaparkan bahwa ittihad adalah satu tingkatan ketika seorang sufi telah
merasa dirinya bersatu dengan tuhan, satu tingkatan yang menunjukkkan bahwa yang
mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu, sehinggga salah satu dari mereka dapat
memanggil yang satu lagi dengan kata-kata, Hai aku.

Dengan mengutip A.R. al-Baidawi, Harun menjelaskan bahwa dalam ittihadyang dilihat
hanya satu wujud sunggguhpun sebenarnya ada dua wujud yang berpisah satu dari yang
lain. Karena yang dilihat dan dirasakan hanya satu wujud, maka dalam ittihad telah hilang
atau tegasnya antara sufi dan tuhan.

Dalam ittihad. Identitas telah hilang, identitas telah menjadi satu. Sufi yang bersangkutan,
karena fana`-nya tak mempunyai kesadaran lagi dan berbicara dengan nama tuhan.

Dalam hal ini, Dr. Muhammad Abd. Haq Ansari dalam bukunya menyatakan;

Ada dua tingkat penyatuan (ittihad) yang biasa dibedakan yaitu merasa bersatu dengan
tuhan, tetapi tetap menyadari perbedaan dirinya dengan tuhan; inilah ydng disebut tingkat
bersatu (maqam i-jam`). Pada tahap selanjutnya adalah kesadaran dari ketiadaan yang
bersama-sama dan mistik adalah kesadaran akan adanya Maha Zat yang sangat berbeda.
Kaum Sufi memandangnya sebagai tingkat kebersatuan mutlak (Jam`al al-jam`; secara
harfiah adalah bersatunya kebersatuan).

Al-Ghazali menjelaskan kebersatuan mutlak ini sebagai berikut;

Apabila Makrifat mencapai pengalaman yang lebih tinggi, maka mereka akan bersaksi akan
tiadanya sesuatu yang terlihat kecuaki satu Zat yang maha ada (al-haqq). Bagi sebagian
orang, ini adalah perwujudan intelektual. Tetapi bagi yang lain, ia merupakan pengalamn
afektif (hal-an wa dzauq-an); pluralitas menghilang darinya secara bersama-sama. Mereka
merasa terserap ke dalam kesatuan Murni (al-Fardaniyyat al-Mahdhah), kehilangan
intelektunya secara utuh, pingsan dan bingung. Mereka tidak lebih sadar akan sesuatu
kecuali selain Tuhan, bahakan terhadap dirinya sendiri sekaipun baginya, tiada sesuatu yang
ada kecuali Tuhan; sebagi akibatnya mereka dalam keadaan kehinlangn fikiran sadar (sukr)
yang telah meniadakan kemampunanya untuk mengendalikan nalar. Salah satu dari mereka
berkata: Aku adalah Tuhan, sedang yang lain menyatakan: Sucikanlah aku, (lihatlah)
betapa agungnya aku; sedang yang ketiga berkata: Tiada sesuatu dibalik jubah ini keculai
Tuhan. Apabila pengalaman mistik ini menera, biasnya disebut ketiadaan (fana`) atau
bahkan ketiadaan dari ketiadaan (fana` al-fana`). Baginya ia menjadi tidak sadar akan
dirniya dan tidak sadar akan ketidaksadarannya (fana`), karena ia tidak sadar akan dirinya
dalam keadan demikian atau kelupaannya akan diri. Apabila ia sadar akan kelupaannya,
berarti ia mulai menyadari diri-nya sendiri. Keadaan ini disebut sebagai penyatuan (ittihad)
tetapi tentu saja dalam bahasa kiasan (majaz) dan dalam bahasa kenyataan (al-haqiqah)
berarti pengakuan akan keesaan (tauhid).

Ketika sampai ke ambang pintu ittihad dari sufi keluar ungkapan-ungkapan ganjil yang
dalam istilah sufi disebut syatahat (ucapan teopatis).

Dengan fana`-Nya Abu Yazid meninggalkan dirinya dan pergi ke hadirat tuhan. Bahwa ia
telah berada dekat pada tuhan dapat dilihat dari Syathahat yang diucapkannya. Ucapan-
ucapan yang demikian belum pernah didengar dari sufi sebelum Abu Yazid, umpamanya:

Artinya:

Aku tidak heran terhadap cintaku pada-mu karena aku hanyalah hamba yang hina, tetapi
aku heran terhadap cinta-Mu padaku. Karena engkau adalah Raja Mahakuasa

Tatkala berada dalam tahapan ittihad, Abu Yazid berkata:

:
:

Artinya:

Tuhan berkata, Semua mereka kecuali engkau- adalah makhluk. Aku pun berkata,
Engkau adalah aku dan aku adalah Engkau.

Selanjutnya Abu Yazid berkata lagi:

: . : : : .



: :

Artinya:

Konversasi pun terpututs, kata menjadi stu, bahkan seluruhnya menjadi satu. Ia pun
berkata, Hai engkau, Aku pun- dengan perantaraan-Nya enjawab, Hai Aku, Ia berkata,
Engkaulah yang satu. engakau adalah Engkau. Aku balik menjawab, Aku adalah Aku.

Artinya:

Tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku.


Suatu ketika seseorang melewati rumah Abu Yazid dan mengetuk pintu, Abu Yazid bertanya,
Siapa yang engkau cari? Orang itu menjawab, Abu Yazid, Abu Yazid berkata. Pergilah, di
rumah ini tidak ada, kecuali Allah yang maha kuasa dan Mahatinggi.

Dialog antara Abu Yazid dengan Tuhan ini menggambarkan bahwa ia dekat sekali dengan
Tuhan. Godaan Tuhan untuk mengalihkan perhatian Abu Yazid ke makhluk-Nya ditolak
Abu Yazid. Ia tetap meminta bersatu dengan Tuhan. Ini kelihatan dari kata-katanya,
Hiasilah aku dengan keesaan-Mu. Permintaan Abu Yazid dikabulkan Tuhan dan
terjadilah persatuan, sebagaimana terungkap dari kata-kata berikut ini, Abu Yazid,
semuanya kecuali engkau adalah makhluk-Ku. Akupun berkata, aku adalah Engkau,
Engkau adalah aku dan aku adalah Engkau.

Ucapan-ucapan Abu Yazid diatas kalau diperhatikan secara sepintas memberikan kesan
bahwa ia syirik kepada Allah. Karena itu didalam sejarah ada sufi yang ditangkap dan
dipenjarakan karena ucapannya membingungkan golongan awam.

Sebenarnya apa yang dikatakan oleh Abu Yazid. Menurut penulis bukan berarti bahwa Abu
Yazid sebagai tuhan, akan tetapi kata-kata itu adalah suara tuhan yang disalurkan melalui
lidah Abu Yazid yang sedang dalam keadaan fana`an nafs.

Abu Yazid tidak mengakui dirinya sebagai tuhan seperti Fir`aun. Proses ittihad di sisis Abu
yazid adalah naiknya jiwa manusia ke hadirat Allah, bukan melalui reinkarnasi, sirnanya
segala sesuatu dari kesadaran dan pandangannya yang disadari dan dilihat hanya hakikat
yang satu yakni Allah. Bahkan dia tidak melihat dan menyadari dirnya sendiri, karena
dirinya terlebur dalam dia yang dilihat.

AL-HALLAJ

A. Biografi
Nama lengkapnya adalah Abu al-Mughits al-Husein bin Mansur bin Muhammad
Al-Badawi . Beliau dilahirkan sekitar tahun 244 H (858 M) di Thus dekat Baida (Parsi) ,
sekarang berada di wilayah Barat Daya Iran. Ia dibesarkan di Wasit dan Tustar yang dikenal
sebagai tempat perkebunan kapas dan tempat tinggal para penyortir kapas .
Pada masa remaja ia menetap di Tustar dan berguru pada Sahl ibn Abdullah at-Tustariy
(wafat 896 M/ 282 H), seorang sufi terkenal yang pernah belajar pada Sufyan at-Tsaury
(Wafat 778 M/ 161 H) . Dua tahun kemudian ia meninggalkan gurunya at-Tastury dan
pindah ke Basrah dengan alasan yang tidak jelas. Louis Massiqnon menyebutkan bahwa Sahl
at-Tustury adalah guru pertama al-Hallaj dalam tasawuf yang mengajarinya tentang
kecintaan dan kesederhanaan sufi, menyenangi kesunyian dan kebersihan jiwa serta tafsir
al-Quran .
Sehabis belajar dengan Tusturi, dia berangkat ke Bashrah dan belajar kepada Shufi Amar
Al-Maliki, di tahun 264 H (878 M). Dia masuk ke kota Baghdad dan belajar kepada Al-
Junaid. Dalam konteks umum, Baghdad di akhir abad 3/9, awal 4/10 adalah sebuah tempat
yang menggairahkan dan berbahaya : bagi kaum mistikus yang tidak lebih kecil daripada
kaum politikus dan pujangga, banker dan pemikir, hakim dan ahli tulis, kaum tradisonalis
dan filsuf . Setelah itu dia pun pergilah mengembara dari satu negeri ke negeri yang lain,
menambah pengetahuan dan pengalaman dalam Ilmu Tasawuf. Sehingga tidak ada lagi
seorang Syekh ternama, semua telah dijelangnya dan dimintanya fatwa dan tuntunannya.
Dan tiga kali dia telah naik Haji ke Mekkah. Dalam perjalanannya dan pertemuannya
dengan ahli-ahli sufi itu, timbulah pribadi dan pandangan hidupnya sendiri sehingga dalam
usia 53 tahun ia telah menjadi pembicaraan ulama pada waktu itu karena paham tasawufnya
yang berbeda dengan yang lain. Karena pahamnya itu, seorang ulama fiqh terkemuka , Ibnu
Daud Al-asfahani mengelurkan fatwa yang mengatakan bahwa ajaran Al-hallaj sesat. Atas
dasar fatwa ini al-Hallaj dipenjarakan. Tetapi setelah satu tahun di dalam penjara, dia dapat
melarikan diri dengan pertolongan seorang penjaga yang menaruh simpati kepadanya.
Dari Baghdad melarikan diri ke Sus dalam wilayah Ahwas. Disanalah dia bersembunyi
empat tahun lamanya, dengan tidak merubah pendirian dan pandangan hidupnya. Akhirnya
di tahun 301 (903 M) dapat juga dia ditangkap kembali, dimasukan pula ke dalam penjara
sampai delapan tahun lamanya. Akhirnya pada tahun 301 H (903 M) diadakanlah
persidangan ulama di bawah kerajaan Bani Abbas di masa khalifah al-Muktadirbillah. Pada
tanggal 18 Zulkaidah 309 H jatuhlah hukuman kepadanya. Dia dihukum bunuh dengan
cemeti, lalu disalib, sesudah itu dipotong kedua tangan dan kakinya, dipenggal lehernya dan
ditinggalkan tergantung pecahan-pecahan tubuh itu di pintu gerbang kota Baghdad.
Kemudian di bakar dan abunya dihanyutkan ke sungai Dajlah.
Al-hallaj adalah seorang alim dalam ilmu agama islam. Sebagaimana dikatakan oleh Ibn
Suraij, ia adalah seorang yang hafal Al-Quran dan surat dengan pemahamannya, menguasai
ilmu fiqh dan hadits, serta tidak diragukan lagi keahliannya dalam ilmu tasawuf. Dia adalah
seorang zahid yang terkenal pada masanya, dan banyak lagi sifat-sifat kesalehannya.
Keahlian dan kepribadiannya yang demikian itulah yang menjadikannya mampu melahirkan
karya-karya gemilang, terutama tentang tasawuf.
Tentang karya-karya al-Hallaj, menurut Ibnu Nadim mencatat bahwasanya karangannya
tidak kurang dari 47 buah banyaknya. Sebagian daripadanya adalah :
Al Ahruful muhaddasah, wal azaliyah, wal asmaul kulliyah.
Kitab Al Ushul wal Furu.
Kitab Sirrul Alam wal mabuts.
Kitab Al Adlu wat Tauhid.
Kitab Ilmul Baqa dan Fana.
Kitab Madhun Nabi wal Masaul Alaa.
Kitab Hua, Hua.
Kitab At Thawwasin.
Kedelapan kitab ini adalah yang terpenting di antara 47 kitab itu, dan kitab At- Thawasin
merupakan kitabnya yang paling jelas menggambarkan tentang paham tasawufnya. Susunan
bahasanya sangat sulit dipahami, sehingga kata Al-Taftazani mungkin banyak pembaca tidak
mengerti apa yang dimaksudkan penulisnya. Disamping itu, kitab itu berisi rumus-rumus
dan istilah-istilah yang tidak gampang dimengerti.

B. Ajaran Al-Hallaj : Al-Huluul


Secara harfiah hulul berarti Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yaitu
manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat kemanusiaannya melalui fana. Menurut
keterangan Abu Nasr al-Tusi dalam al-Luma Sebagai dikutip Harun Nasution, adalah
paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk
mengambil tempat di dalamnya setelah kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan.
Di dalam teks arab pernyataan tersebut berbunyi :

Sesungguhnya Allah memilih jasad-jasad (tertentu) dan menempatinya dengan makna


ketuhanan (setelah) menghilangkan sifat-sifat kemanusiaan.
Paham bahwa Allah dapat mengambil tempat pada diri manusia ini, bertolak dari dasar
pemikiran al-Hallaj yang mengatakan bahwa pada diri manusia terdapat dua sifat dasar,
yaitu lahut (ketuhanan) dan nasut (kemanusiaan). Ini dapat dilihat dalam bukunya bernama
al-thawasin.
Faham al-Huluul dapat dikatakan sebagai lanjutan atau bentuk lain dari faham
(ajaran) al-ittihad yang dipopulerkan oleh Abu Yazid al-Bustami (874 M/ 261 H). Tetapi dua
konsep ajaran ini berbeda. Dalam ajaran al-ittihad, diri manusia lebur dan yang ada hanya
diri Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Sedangkan dalam konsep al-Huluul-nya al-Hallaj, diri
manusia tidak hancur. Dalam konsep al-ittihad yang dilihat satu wujud, sedangkan dalam
konsep ajaran al-Huluul disana ada dua wujud tetapi bersatu dalam satu tubuh .
Helbert W. Mason mengatakan Al-Huluul adalah penyatuan sifat ketuhanan dengan sifat
kemanusiaan. Tetapi dalam kesimpulannya konsep al-Huluul-nya al-Hallaj bersifat majaziy,
tidak dalam pengertian yang sebenarnya (haqiqiy) . Menurut Nashiruddin at-Thusiy, al-
Huluul adalah faham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh manusia tertentu
untuk mengambil tempat didalamnya setelah sifst-sifat kemanusiaan yang ada didalam
tubuh itu dilenyapkan.
Sebelum Tuhan menjadikan makhluk. Ia hanya melihat diri-Nya sendiri. Dalam kesendian-
Nya itu terjadilah dialog antara Tuhan dengan diri-Nya sendiri, yaitu dialog yang di
dalamnya tidak terdapat kata ataupun huruf. Yang dilihat Allah hanyalah kemuliaan dan
ketinggian zat-Nya. Allah melihat kepada dzatnya dan Ia pun cinta pada
zat-Nya sendiri, cinta yang tak dapat disifatkan, dan cinta inilah yang menjadi sebab wujud
dan sebab dari yang banyak ini. Ia pun mengeluarkan dari yang tiada bentk copy dari diri-
Nya yang mempunyai sifat dan nama-Nya. Bentuk copy ini adalah Adam. Setelah
menjadikan Adam dengan cara itu, Ia memuliakan dan mengagungkan Adam. Ia cinta pada
Adam, dan pada diri Adam Allah muncul dalam bentuknya. Dengan demikian pada diri
Adam terdapat sifat-sifat yang dipancarkan Tuhan yang berasal dari Tuhan sendiri.

Dengan cara demikian maka manusia mempunyai sifat ketuhanan dalam dirinya. Hal ini
dipahami dari ayat yang artinya:

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat: "Sujudlah kamu kepada
Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia Termasuk
golongan orang-orang yang kafir. (Q.S. Al-baqarah ayat 34).
Menurut al-Hallaj, bahwa Allah memberi perintah kepada malaikat agar bersujud kepada
nabi Adam, karena pada diri Adam Allah menjelma sebagaimana agama Nasrani. Ia
menjelma dalam diri Isa as.

Paham bahwa Allah menjadikan Adam menurut bentukNya, dapat pula dipahami dari
isyarat yang terdapat dalam hadits yang berbunyi :

.
Tuhan menciptakan Adam sesuai dengan bentuk-Nya.
Dengan melihat ayat dan hadits tersebut, al-Hallaj berkesimpulan bahwa dalam diri
manusia terdapat sifat ketuhanan (lahut) dan dalam diri Tuhan juga terdapat sifat
kemanusiaan nasut). Jika sifat ketuhanan yang ada dalam diri manusia bersatu dengan sifat
kemanusiaan yang ada dalam diri Tuhan maka terjadilah hulul. Untuk sampai ke tahap
seperti ini manusia harus terlebih dahulu menghilangkan sifat-sifat kemanusiaannya melalui
proses al-Fana.
Kalau sifat-sifat kemanusian itu telah hilang dan yang tinggal hanya sifat-sifat ketuhanan
dalam dirinya, disitu baru Tuhan dapat mengambil tempat dalam dirinya. dan ketika itu roh
Tuhan dan roh manusia bersatu dalam tubuh manusia, sebagaimana diungkapkannya dalam
syair berikut :
Jiwamu disatukan dengan jiwaku
sebagaimana anggur disatukan dengan air suci
Dan jika ada sesuatu yang menyentuh engkau, ia menyentuh aku pula
Dan ketika itu dalam tiap hal engkau adalah aku
Pada syair yang lain al-Hallaj juga mengatakan :
Aku adalah dia yang aku cintai
dan dia yang kucintai adalah aku.
Kami adalah dua jiwa yang bertempat dalam satu tubuh
Jika engkau lihat aku, engkau lihat dia.
Dan jika engkau lihat dia, engkau melihat kami .
Dengancara inilah menurut al-Hallaj seorang sufi dapat bersatu dengan Tuhan. Hanya saja
dalam konsep al-Huluul diri al-Hallaj tidak lebur berbeda dengan konsep ittihad nya al-
Bustami dimana ia lebur yang ada hnaya Tuhan. Sebenarnya al-Hallaj tidak mengakui
dirinya Tuhan sebagaimana ia ungkapkan dalam syairnya :
Aku adalah Yang Maha Benar.
Dan bukanlah Yang Maha Benar itu aku.
Aku hanya satu dari Yang Maha Benar,
Maka bedakanlah antara kami .
Tujuan dari al-Huluul adalah mencapai persatuan secara bathin. Untuk itu Hamka
mengatakan bahwa al-Huluul adalah ketuhanan (lahut), menjelma kedalam diri insan
(nasut) dan hal ini terjadi pada saat kebatinan seorang insan telah suci bersih dalam
perjalanan hidup kebatinan . Untuk memahami doktrin al-Huluul ini seharusnya merujuk
kepada penjelasan al-Hallaj sendiri seperti berikut ini : Siapa yang membiasakan dirinya
dalam ketaatan, sabar atas kenikmatan dan keinginan, maka ia akan naik ketingkat
muqarrabin. Kemudian ia senatiasa suci dan meningkat terus hingga terbebas dari sifat-sifat
kemanusiaan ini. Apabila sifat-sifat kemanusiaan dalam dirinya lenyap, maka roh Tuhan
akan mengambil tempatdalam tubuhnya sebagaimana ia mengambil tempat pada diri Isa
bin Maryam. Dan ketika itu seorang sufi tidak lagi punya kehendak kecuali apa yang
dikehendak oleh ruh Tuhan sehingga seluruh perbuatannya merupakan perbuatan Tuhan.
Penjelasan ini setidaknya menginformasikan tiga hal berkaitan dengan bangunan konsep al-
Huluul. Pertama, terkait dengan pra kondisi al-Huluul tersebut. Seperti al-ittihad, fana an-
Nafs juga merupakan pra kondisi atau pintu gerbang menuju al-Huluul. Kalau fanaan-nafs
telah membuat Abu Yazid al-Bustami sampai kepada terjadinya al-ittihad, maka bagi al-
Hallaj itu mendorongnya samapi kepada al-Huluul. Kedua, menyangkut makna hakikat al-
Huluul. Ketika al-fana mencapai puncak yang ditandai dengan leburnya nasut sufi secara
total sehingga dirinya dikuasai oleh lahut nya, maka disaat itulah nasut Tuhan turun dan
mengambil tempat pada diri sufi untuk bersatu dengan lahut-Nya. Inilah makna substansi
al-Huluul. At-Taftazani berpendapat bahwa doktrin al-Huluul itu merupakan kesadaran
psikologis.
Oleh karenanya kesatuan dalam faham ini hanya bersifat figuratif bukan merupakan
kesatuan yang riil. Dengan kata lain, persatuan figuratif dalam al-Huluul masih mengakui
adanya perbedaan dan pemisahaan antara ruh Tuhan dan ruh sufi sebagaimana tampak
begitu jelas dalam ungkapan al-Hallaj sendiri Ruh-Mu disatukan dengan ruh-ku / muzijat
ruhuka fi ruhiy dan Kami adalah dua ruh yang bertempat pada satu tubuh / Nahnu
ruhaani halalnaa badanan. Ketiga, Menyangkut dampak psikologis yang mengiringi al-
Huluul. Ketika tercapai puncak al-Huluul, seluruh kehendak sufi terserap dan diliputi oleh
kehendak Tuhan. Sehingga seluruh aktifitas yang muncul bukan lagi aktifitas sufi melainkan
aktifitas Tuhan, hanya saja melalui organ tubuh sufi. Dengan demikian pernyataan Ana Al-
Haqq tidak dapat dipandang sebagai ucapan al-Hallaj untuk mengepresikan dirinya sebagai
al-Haqq (Tuhan) melainkan perkataan Tuhan untuk mengepresikan dirinya sebagai Tuhan ,
Hanya saja melalui lisan al-Hallaj.
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan tentang Al-hallaj mengenai ajarannya
tentang al-Hullu, mudah-mudahan bermanfaat khususnya bagi yang membuat makalah ini,
umumnya bagi yang membacanya. Wallahu Alam bi Al-Shawab.

IBN ARABI

Saat berumur 30 tahun mulailah dia berkelana ke berbagai kawasan Andalusiadan kawasan
Islam bagian Barat. Di berbagai daerah ini, dia belajar kepada seorang sufi diantarnya
Madyan al-Gaus al-Talimsari. Akhirnya pada tahun 620 Hijriah dia menetap di Hijaz hingga
akhir hayatnya.

Ibn Arabi dalam kitabnya Al-Futuhat menuturkan bahwa Allah adalah wujud mutlak, yaitu
zat yang mandiri, yang keberadaan-Nya tidak disebabkan oleh sesuatu sebab apapun.
Allah adalah pencipta alam semesta. Tentang proses penciptaan alam, dapat dilihat dalam
tulisannya Fusus Al-Hukam. Menurut Ibn Arabi, ada lima tingkatan tajjali atau tanazzul
Tuhan zat Tuhan, yaitu:

1. Tajalli zat Tuhan dalam bentuk-bentuk al-ayan al-sabitah, yang disebut dengan Alam al-
Maani

2. Tanazzul zat Tuhan dari Alam al-maani kepada realitas-realitas rohaniah, yang disebut
dengan Alam al-Arwah

3. Tanazzul zat Tuhan dalam rupa realitas-realitas al-Nafsiyah yang disebut dengan Alam al-
Nufus al-Natiqah

4. Tanazzul zat Tuhan dalam bentuk-bentuk jasad tanpa materi, yang disebut Alam al-Misal

5. Tanazzul zat Tuhan dalam bentuk jasad bermateri, yang disebut pula dengan Alam al-
Ajsam al-Madiyah, dan disebut pula Alam al-Hissi atau Alam al-Syahadah

Dalam teori Ibn Arabi, terjadinya alam ini tidak bisa dipisahkan dengan ajarannya

tentang Haqiqah Muhammaddiyah atau Nur Muhammad. Ibn Arabi mengatakan bahwa Nur
Muhammad adalah sesuatu yang pertama sekali wujud (menitis) dari Nur Ilahi. Ibn Arabi
berpendapat bahwa Nur Muhammad adalah sesuatu yang pertama kali melimpah dari
Tuhan, dia juga mengatakan bahwa daripada-Nyalah terbitnya alam ini. Juga diriwayatkan,
bahwa dari Haqiqah Muhammaddiyah ini dijadikan surga dan neraka, nikmat dan azab.

D. IBNU ARABI DAN POKOK-POKOK AJARAN SESATNYA

Inti ajarannya didasarkan atas teori Wahdat Al-Wujud (menyatunya makhluk dengan
Tuhan) yang menghasilkan Wihdatul Adyan (kesatuan agama, tauhid maupun syirik)
sebagai hasil gabungan teori-teori al-Ittishal atau emanasi. Atau sebagai hasil dari gabungan
pemikiran tentang Nur Muhammad itu diciptakan makhluk-makhluk lain dari Al-Khaliq
dengan pemikiran Al-Aqlu al-Awwal(akal pertama). Ibn Arabi banyak dipengaruhi oleh
filsafat Masehi atau Nasrani.

Berikut pandangan Ibn Arabi yang nyata-nyata bertentangan dengan Islam:


1. Berusaha menghancurkan/ membatalkan agama dari dasarnya

2. Semua orang berada pada As-Shirath Al-Mustaqim (jalan lurus)

3. Waied (janji) dari Allah tidak ada sama sekali

4. Khatim al-Awliya (penutup para wali) lebih tinggi daripada Khatim Al-Anbiya (penutup
para nabi), karena wilayah (kewalian) lebih tinggi daripada nubuwwah (kenabian)

5. Wali lebih tinggi dari nabi

6. Untuk sampai kepada Allah tidak perlu mengikuti ajaran para nabi (syara)

7. Semua ini adalah Allah, tidak ada nabi/ rasul atau malaikat, Allah adalah manusia besar

8. Tidak sah klahalifah kecuali kepada Insan Kamil

9. Allah membutuhkan pertolongan mahluk

10. Nabi Nuh As termasuk orang kafir

11. Dakwah kepada Allah adalah tipu daya

12. Al-haqq adalah mahluk

13. Hukuman Alam adalah hukum Allah itu sendiri

14. Hamba adalah Tuhan

15. Neraka itu adalah surga itu sendiri

16. Dalam angapan ibnu Arabi ia berkumpul dengan para Nabi

17. Perbuatan hamba itu adalah perbuatan Allah itu sendiri

18. Firaun adalah mukmin yang terbebas dari siksa api neraka

19. Wanita adalah Tuhan

20. Firaun adalah Tuhan Musa

21. Hakikat ketuhanan tampak jelas dan utuh pada Nabi-nabi AS

Manusia, menurut Ibn Arabi, adalah tempat tajalli Tuhan yang paling sempurna, karena dia
adalah al-Kaun al-Jami, atau dia merupakan sentral wujud, yakni alam kecil (mikrokosmos)
yang tercermin pada alam besar (makrokosmos); dan tergambar pada sifat-sifat ketuhanan.

Anda mungkin juga menyukai