Anda di halaman 1dari 1

NAMA : JUMAINI.

S
NIM : 19.2800.055
PRODI : Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah
DOSEN PENGAMPU : Hj. ST. NURHAYATI, Dr._M.Hum.

ILMU AKHLAK
KESIMPULAN KONSEP MA’ RIFAT AL-GHAZALI

Dalam bidang tasawuf al-Ghazali membawa faham al-Ma’rifah. Namun faham al-
ma’rifahnya ini berbeda dengan al-ma’rifah yang dibawa oleh Zunnun al-Misri, dan karena jasa
al-Ghazali lah tasawuf dapat diterima dikalangan ahli syari’at. Bagi al-Ghazali, ma’rifah ialah
mengetahui rahasia Tuhan dan mengetahui peraturan-peraturan-Nya, mengenal segala yang ada.
Selanjutnya al-Ghazali menjelaskan bahwa orang yang mempunyai ma’rifah tentang Tuhan, atau
‘arif, tidak akan mengatakan kata-kata Ya Allah ( ُ‫ )يَا هللا‬atau Ya Rabb ( ُّ‫)يَا َرب‬, karena memanggil
Tuhan dengan kata-kata serupa itu menunjukkan bahwa Tuhan masih berada dibelakang tabir.
Orang yang duduk berhadapan dengan temannya tidak akan memanggil temannya dengan kata-
kata seperti itu.

Konsep ma’rifat merupakan bagian dari finalitas maqomat seorang sufi. Setelah seorang sufi
melewati berbagai maqom mulai dari taubah, wira’i, zuhud, faqru, sabar, tawakal, dan ridho
maka sampailah ia pada satu tsamroh atau hasil dari perjalanan kesufian tersebut. Tsamroh itulah
yang dalam kitab Ihya’ U’lum al-Din di namakan dengan mahabatullah.

Dalam kitab Ihya ‘Ulum al Din, al Ghazali membagi cinta menjadi empat bagian, yaitu:
1. Mencintai seseorang karena zat dirinya
2. Mencintai sesuatu untuk memperoleh benda itu, selain dari bendanya, maka jadilah benda
itu wasilah untuk sampai pada yang dicintai yang lain dari pada benda itu sendiri
3. Mencintai sesuatu, tidaklah dari sesuatu zat itu, tetapi untuk yang lain itu, tidaklah
kembali kepada segala bahagianya di akhirat
4. Mencintai karena Allah dan pada jalan Allah, tidak untuk memperoleh dari padanya ilmu
atau pekerjaan untuk dipergunakan menjadi wasilah pada sesuatu hal dibalik orang itu
sendiri.

Proses ma’rifat (pengenalan) seseorang kepada Tuhannya untuk mencapai mahabbah


berbeda-beda. Al-Ghazali membagi kelompok orang-orang yang sampai pada tingkat ma’rifat
dan mahabbah kepada dua tingkatan yaitu pertama tingkatan seseorang yang kuat dalam
ma’rifat. Dia adalah seseorang yang menjadikan Tuhan sebagai awal ma’rifatnya dan kemudian
dengan ma’rifat itu ia mengenal segala sesuatu yang selain Tuhan. Kedua adalah tingkatan
seseorang yang lemah ma’rifatnya. Yaitu seseorang yang bermula dengan mengenal ciptaan
Tuhan kemudian dengan ma’rifatnya ia mengenal Tuhan.

Pengetahuan yang diperoleh dari ma’rifat menurutnya lebih bermutu dan lebih tinggi
daripada pengetahuan yang diperoleh dengan akal. Dan kebahagiaan yang sejati menurutnya
ditemukan melalui ma’rifah. Ma’rifah atau ilmu sejati bukan di dapat semata-mata melalui
akal. Ma’rifah itu sebenarnya adalah mengenal Tuhan (Hadrat Rububiyah), dengan kesenangan
hati hanya di dapat setelah diperoleh pengetahuan yang belum diketahui. Ia menyebut ma’rifat
bebarengan dengan mahabbah, karena mahabbah timbul dari ma’rifat.

Sarana ma’rifat menurut al Ghazali bukan akal, indera atau rasa, tetapi hati. Hati disini
adalah percikan rohaniah ketuhanan (Latifah Rabbaniyah) yang merupakan kebenaran hakiki.
Menurut al Ghazali, ruh, hati atau jiwa melekat di dalam jasad atau badan. Dalam hal ini jasad
sebagai wadah dari ruh dan jiwa sehingga dengan bantuan jasad ruh akan memperoleh bekal
hidup keduniaan dan bekal hidup akhiratnya. Ruh atau jiwa adalah esensi kemanusiaan. Adapun
badan adalah pembalutnya yang bertugas sebagai alat untuk mencari bekal dan mencari
kesempurnaan dalam bentuk aktifitas kehidupan dan amal perbuatan, serta untuk mencari ilmu
pengetahuan sebagai dasar kelangsungan hidup. Ruh yang melekat pada tubuh manusia tidak
untuk menerima dan mencari penderitaan dan kesengsaraan, tetapi untuk mencari dan menerima
keselamatan, kesenangan dan kebahagiaan.

Al Ghazali memandang ma’rifat sebagai tujuan akhir yang harus dicapai oleh seorang sufi,
yang sekaligus kesempurnaan tertinggi yang didalamnya mengandung kebahagiaan yang
tertinggi. Cara untuk memperkuat dan memantapkan ma’rifat akan Allah dalam hati adalah
dengan membersihkan hati itu dari kesibukan dunia. Untuk perawatan dan pemeliharaan agar
hati itu tetap istiqomah diperlukan dua kesadaran, yaitu:
1. Kesadaran rasional.
2. Kesadaran emosional

Anda mungkin juga menyukai