Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH FIQIH IBADAH

Sabtu, 15 Oktober 2016

pengertian ibadah dan kedudukannya dalam islam

MAKALAH
FIQIH IBADAH
IBADAH;PENGERTIAN DAN KEDUDUKANNYA DALAM ISLAM
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Kuliah Fiqih Ibadah
Oleh : Enceng Iip Syarifudin,S.Ag, MA.

Kelompok1 :
Nama :
-          Muhamad Yusup Haryadi
-          Nida Fuada
-          Vika Hidayat

Hukum Ekonomi Syariah( Muamalah )


STAI AL-MUSADDADIYAH
GARUT
2016

BAB I
PENDAHULUAN
a.      Latar Belakang Masalah
Ibadah kepada Allah SWT merupakan sarana utama untuk mencapai Ridho-Nya.
Manusia diciptakan di muka bumi mengemban tugas untuk beribadah kepada
Allah SWT. Allah berfirman dalam surat Al-baqarah ayat 21 yang berbunyi :
“Hai Manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-
orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”(QS Al-baqarah ayat 21).
Pada prinsipnya Ibadah merupakan sari ajaran Islam yang berarti ketaatan
diri secara sempurna pada kehendak Allah SWT. Dengan demikian, hal ini akan
mewujudkan suatu sikap dan perbuatan dalam bentuk ibadah.
Manusia yang telah menyatakandirinya sebagai muslim ditunutun tuks
enantiasa melaksanakan ibadah sesuai dengan pertanda keikhlasan
mengabdikan diri kepada Allah SWT. Dalam hal ini, manusia melaksanakan
ibadah yang secara khusushanya ditunjukan untuk kepada Allah SWT, seperti
sakit,puasa,zakat,dan haji. Sedangkan perbuatan yang termasuk ibadah namun
tidak di tentukan secara jelas dalam syariat dinamakan ibadah
ghairumahdlah,yaitu segala bentuk perbuatan yang ditunjukkan untuk
kemaslahatan dan kesejahteraan umat. Oleh karena itu, sebagai manusia
diharuskan untuk tunduk dan taat akan perintah-Nya serta mengikuti aturan
yang telah di syariatkan.
Untuk itulah pentingnya menanamkan dasar-dasar syariat Islam
sertamengkajinya lebih mendetail .

b.      RumusanMasalah
1.      Apa yang dimaksud Ibadah ?
2.      Makna Ibadah dalam Islam?
3.      Kedudukan Ibadah dalam Islam?
c.       Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian Ibadah menurut Bahasa dan istilah
2.      Untuk mengetahui makna-makna Ibadah yang terkandung di dalam Islam
3.      Untuk mengetahui kedudukan Ibadah serta memahami dan
mengamalkannya
BAB II
PEMBAHASAN
      Pengertian Ibadah
A. Definisi Ibadah
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan
menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan
maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah:
1. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para
Rasul-Nya.
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk
yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
3. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah
Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Yang
ketiga ini adalah definisi yang paling lengkap.
Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut),
raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan
rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan tasbih,
tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah
(lisan dan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah
(fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan
amalan hati, lisan dan badan.
Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:
ُ ‫اق ُذو ْاﻟ ُﻘﻮ ِة ْاﻟ َﻤ ِﺘ‬
‫ﻴﻦ‬ ُ ‫ﻮن ان ا َ ُﻫ َﻮ اﻟﺮز‬
ِ ‫ون َﻣﺎ ا ِرﻳﺪُ ِﻣﻨْﻬُ ﻢ ﻣﻦ ر ْز ٍق َو َﻣﺎ ا ِرﻳﺪُ ان ﻳُ ْﻄ ِﻌ ُﻤ‬ َ ‫َو َﻣﺎ َﺧﻠَ ْﻘ ُﺖ ْاﻟ ِﺠﻦ َو ْاﻻ‬
ِ ُ‫ﻧﺲ اﻻ ِﻟ َﻴﻌْ ُﺒﺪ‬
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah
kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak
menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah
Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat: 56-58]
Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan manusia adalah
agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Dan Allah
Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang
membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka barangsiapa yang
menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang beribadah kepada-Nya
tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah).
Dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan apa yang disyari’atkan-Nya,
maka ia adalah mukmin muwahhid (yang mengesakan Allah).
B. Pilar-Pilar Ubudiyyah Yang Benar
Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar pokok, yaitu: hubb (cinta), khauf
(takut), raja’ (harapan).
Rasa cinta harus disertai dengan rasa rendah diri, sedangkan khauf harus dibarengi
dengan raja’. Dalam setiap ibadah harus terkumpul unsur-unsur ini. Allah berfirman
tentang sifat hamba-hamba-Nya yang mukmin:
‫ﻳُ ِﺤﺒﻬُ ْﻢ َوﻳُ ِﺤﺒﻮ َﻧ ُﻪ‬
“Dia mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” [Al-Maa-idah: 54]
ِ ‫آﻣﻨُﻮا ا َﺷﺪ ُﺣﺒﺎ‬ َ ‫ﻳﻦ‬
َ ‫َواﻟ ِﺬ‬
“Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cinta-nya kepada Allah.” [Al-Baqarah:
165]
‫ﻴﻦ‬
َ ‫ﺎﺷ ِﻌ‬ ِ ‫ﻮن ِﻓﻲ ْاﻟ َﺨ ْﻴ َﺮ‬
ِ ‫ات َوﻳَ ﺪْ ﻋُ ﻮ َﻧﻨَﺎ َر َﻏ ًﺒﺎ َو َر َﻫ ًﺒﺎ ۖ َوﻛَﺎ ُﻧﻮا ﻟَﻨَﺎ َﺧ‬ ِ ‫اﻧﻬُ ْﻢ ﻛَﺎ ُﻧﻮا ﻳُ َﺴ‬
َ ُ‫ﺎرﻋ‬
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan)
kebaikan dan mereka berdo’a kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka
adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” [Al-Anbiya’: 90]
Sebagian Salaf berkata [2], “Siapa yang beribadah kepada Allah dengan rasa cinta saja,
maka ia adalah zindiq [3], siapa yang beribadah kepada-Nya dengan raja’ saja, maka ia
adalah murji’[4]. Dan siapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan khauf, maka ia
adalah haruriy [5]. Barangsiapa yang beribadah kepada-Nya dengan hubb, khauf, dan
raja’, maka ia adalah mukmin muwahhid.”
C. Syarat Diterimanya Ibadah
Ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang disyari’atkan
kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah
mardudah (bid’ah yang ditolak) sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
‫ﻼ ﻟَ ْﻴ َﺲ ﻋَ ﻠَ ْﻴ ِﻪ ا ْﻣ ُﺮ َﻧﺎ َﻓﻬُ َﻮ َرد‬
ً ‫ﻣ ْﻦ ﻋَ ِﻤ َﻞ ﻋَ َﻤ‬.
َ
“Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut
tertolak.” [6]
Agar dapat diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak bisa dikatakan
benar kecuali dengan adanya dua syarat:
a. Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil.
b. Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallaah, karena ia
mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari syirik kepada-Nya.
Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena
ia menuntut wajibnya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggal-kan bid’ah
atau ibadah-ibadah yang diada-adakan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
َ ‫ﺑَﻠَ ٰﻰ َﻣ ْﻦ ا ْﺳﻠَ َﻢ َو ْﺟﻬَ ُﻪ ِ ِ َو ُﻫ َﻮ ُﻣ ْﺤ ِﺴ ٌﻦ َﻓﻠَ ُﻪ ا ْﺟ ُﺮ ُه ِﻋﻨﺪَ َرﺑ ِﻪ َو َﻻ َﺧ ْﻮ ٌف ﻋَ ﻠَ ْﻴ ِﻬ ْﻢ َو َﻻ ُﻫ ْﻢ ﻳَ ْﺤ َﺰ ُﻧ‬
‫ﻮن‬
“(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah,
dan ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala di sisi Rabb-nya dan tidak ada rasa takut
pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” [Al-Baqarah: 112]
Aslama wajhahu (menyerahkan diri) artinya memurnikan ibadah kepada Allah. Wahua
muhsin (berbuat kebajikan) artinya mengikuti Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Syaikhul Islam mengatakan, “Inti agama ada dua pilar yaitu kita tidak beribadah kecuali
hanya kepada Allah, dan kita tidak beribadah kecuali dengan apa yang Dia syari’atkan,
tidak dengan bid’ah.”
Sebagaimana Allah berfirman:
‫ﺎء َرﺑ ِﻪ َﻓ ْﻠ َﻴﻌْ َﻤ ْﻞ ﻋَ َﻤ ًﻼ َﺻﺎ ِﻟ ًﺤﺎ َو َﻻ ﻳُ ْﺸ ِﺮكْ ِﺑ ِﻌ َﺒﺎدَ ِة َرﺑ ِﻪ ا َﺣﺪً ا‬ َ َ ‫َﻓ َﻤﻦ ﻛ‬
َ ‫ﺎن ﻳَ ْﺮ ُﺟﻮ ِﻟ َﻘ‬
“Maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya maka hendaknya ia
mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan sesuatu pun dalam
beribadah kepada Rabb-nya.” [Al-Kahfi: 110]
Hal yang demikian itu merupakan manifestasi (perwujudan) dari dua kalimat syahadat
Laa ilaaha illallaah, Muhammad Rasulullah.
Pada yang pertama, kita tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Pada yang kedua,
bahwasanya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan-Nya yang
menyampaikan ajaran-Nya. Maka kita wajib membenarkan dan mempercayai beritanya
serta mentaati perintahnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan
bagaimana cara kita beribadah kepada Allah, dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang kita dari hal-hal baru atau bid’ah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengatakan bahwa semua bid’ah itu sesat.[7]
Bila ada orang yang bertanya: “Apa hikmah di balik kedua syarat bagi sahnya ibadah
tersebut?”
Jawabnya adalah sebagai berikut:
1. Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk mengikhlaskan ibadah kepada-Nya semata.
Maka, beribadah kepada selain Allah di samping beribadah kepada-Nya adalah kesyirikan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
َ ‫َﻓﺎﻋْ ُﺒ ِﺪ ا َ ُﻣ ْﺨ ِﻠ ًﺼﺎ ﻟ ُﻪ اﻟﺪ‬
‫ﻳﻦ‬
“Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya.” [Az-Zumar: 2]
2. Sesungguhnya Allah mempunyai hak dan wewenang Tasyri’ (memerintah dan
melarang). Hak Tasyri’ adalah hak Allah semata. Maka, barangsiapa beribadah kepada-Nya
bukan dengan cara yang diperintahkan-Nya, maka ia telah melibatkan dirinya di dalam
Tasyri’.
3. Sesungguhnya Allah telah menyempurnakan agama bagi kita [8]. Maka, orang yang
membuat tata cara ibadah sendiri dari dirinya, berarti ia telah menambah ajaran agama
dan menuduh bahwa agama ini tidak sempurna (mempunyai kekurangan).
4. Dan sekiranya boleh bagi setiap orang untuk beribadah dengan tata cara dan
kehendaknya sendiri, maka setiap orang menjadi memiliki caranya tersendiri dalam
ibadah. Jika demikian halnya, maka yang terjadi di dalam kehidupan manusia adalah
kekacauan yang tiada taranya karena perpecahan dan pertikaian akan meliputi kehidupan
mereka disebabkan perbedaan kehendak dan perasaan, padahal agama Islam
mengajarkan kebersamaan dan kesatuan menurut syari’at yang diajarkan Allah dan Rasul-
Nya.
D. Keutamaan Ibadah
Ibadah di dalam syari’at Islam merupakan tujuan akhir yang dicintai dan diridhai-Nya.
Karenanyalah Allah menciptakan manusia, mengutus para Rasul dan menurunkan Kitab-
Kitab suci-Nya. Orang yang melaksanakannya dipuji dan yang enggan melaksanakannya
dicela.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
‫ﻳﻦ‬
َ ‫اﺧ ِﺮ‬ َ ‫ون ﻋَ ْﻦ ِﻋ َﺒﺎدَ ِﺗﻲ َﺳ َﻴﺪْ ُﺧ ُﻠ‬
َ َ‫ﻮن َﺟﻬ‬
ِ َ‫ﻨﻢ د‬ َ ‫ﺎل َرﺑﻜُ ُﻢ ادْ ﻋُ ﻮ ِﻧﻲ ا ْﺳﺘَ ِﺠ ْﺐ ﻟَﻜُ ْﻢ ۚ ان اﻟ ِﺬ‬
َ ‫ﻳﻦ ﻳَ ْﺴﺘَ ﻜْ ِﺒ ُﺮ‬ َ ‫َو َﻗ‬
“Dan Rabb-mu berfirman, ‘Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu.
Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau beribadah kepada-Ku akan masuk
Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.’” [Al-Mu’min: 60]
Ibadah di dalam Islam tidak disyari’atkan untuk mempersempit atau mempersulit
manusia, dan tidak pula untuk menjatuhkan mereka di dalam kesulitan. Akan tetapi
ibadah itu disyari’atkan untuk berbagai hikmah yang agung, kemashlahatan besar yang
tidak dapat dihitung jumlahnya. Pelaksanaan ibadah dalam Islam semua adalah mudah.
Di antara keutamaan ibadah bahwasanya ibadah mensucikan jiwa dan membersihkannya,
dan mengangkatnya ke derajat tertinggi menuju kesempurnaan manusiawi.
Termasuk keutamaan ibadah juga bahwasanya manusia sangat membutuhkan ibadah
melebihi segala-galanya, bahkan sangat darurat membutuhkannya. Karena manusia
secara tabi’at adalah lemah, fakir (butuh) kepada Allah. Sebagaimana halnya jasad
membutuhkan makanan dan minuman, demikian pula hati dan ruh memerlukan ibadah
dan menghadap kepada Allah. Bahkan kebutuhan ruh manusia kepada ibadah itu lebih
besar daripada kebutuhan jasadnya kepada makanan dan minuman, karena
sesungguhnya esensi dan subtansi hamba itu adalah hati dan ruhnya, keduanya tidak akan
baik kecuali dengan menghadap (bertawajjuh) kepada Allah dengan beribadah. Maka jiwa
tidak akan pernah merasakan kedamaian dan ketenteraman kecuali dengan dzikir dan
beribadah kepada Allah. Sekalipun seseorang merasakan kelezatan atau kebahagiaan
selain dari Allah, maka kelezatan dan kebahagiaan tersebut adalah semu, tidak akan lama,
bahkan apa yang ia rasakan itu sama sekali tidak ada kelezatan dan kebahagiaannya.
Adapun bahagia karena Allah dan perasaan takut kepada-Nya, maka itulah kebahagiaan
yang tidak akan terhenti dan tidak hilang, dan itulah kesempurnaan dan keindahan serta
kebahagiaan yang hakiki. Maka, barangsiapa yang menghendaki kebahagiaan abadi
hendaklah ia menekuni ibadah kepada Allah semata. Maka dari itu, hanya orang-orang
ahli ibadah sejatilah yang merupakan manusia paling bahagia dan paling lapang dadanya.
Tidak ada yang dapat menenteramkan dan mendamaikan serta menjadikan seseorang
merasakan kenikmatan hakiki yang ia lakukan kecuali ibadah kepada Allah semata. Imam
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak ada kebahagiaan, kelezatan, kenikmatan dan
kebaikan hati melainkan bila ia meyakini Allah sebagai Rabb, Pencipta Yang Maha Esa dan
ia beribadah hanya kepada Allah saja, sebagai puncak tujuannya dan yang paling
dicintainya daripada yang lain.
Termasuk keutamaan ibadah bahwasanya ibadah dapat meringankan seseorang untuk
melakukan berbagai kebajikan dan meninggalkan kemunkaran. Ibadah dapat menghibur
seseorang ketika dilanda musibah dan meringankan beban penderitaan saat susah dan
mengalami rasa sakit, semua itu ia terima dengan lapang dada dan jiwa yang tenang.
Termasuk keutamaannya juga, bahwasanya seorang hamba dengan ibadahnya kepada
Rabb-nya dapat membebaskan dirinya dari belenggu penghambaan kepada makhluk,
ketergantungan, harap dan rasa cemas kepada mereka. Maka dari itu, ia merasa percaya
diri dan berjiwa besar karena ia berharap dan takut hanya kepada Allah saja.
Keutamaan ibadah yang paling besar bahwasanya ibadah merupakan sebab utama untuk
meraih keridhaan Allah l, masuk Surga dan selamat dari siksa Neraka.
Tujuan ibadah :
Manusia, bahkan seluruh mahluk yang berkehendak dan berperasaan, adalah
hamba-hamba Allah. Hamba sebagaimana yang dikemukakan diatas adalah mahluk yang
dimiliki. Kepemilikan Allah atas hamba-Nya adalah kepemilikan mutklak dan sempurna,
oleh karena itu mahluk tidak dapat berdiri sendiri dalam kehidupan dan aktivitasnya
kecuali dalam hal yang oleh Alah swt. Telah dianugerahkan untuk dimiliki mahluk-Nya
seperti kebebasan memilih walaupun kebebasan itu tidak mengurangi kepemilikan Allah.
Atas dasar kepemilikan mutak Allah itu, lahir kewajiban menerima semua ketetapan-Nya,
serta menaati seluruh perintah dan larangan-Nya.
Manusia diciptakan Allah bukan sekedar untuk hidup di dunia ini kemudian mati
tanpa pertanggungjawaban, tetapi manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadahhal ini
dapat difahami dari firman Allah swt. :
َ ‫اﻟَ ْﻴﻨ‬ ‫واﻧﻜُ ْﻢ‬ 
َ ُ‫ ُﺗ ْﺮ َﺟﻌ‬ ‫ﻻ‬ ‫َﺎ‬
‫ﻮن‬ ً ‫ﻋَ َﺒ‬ ‫ﺧﻠَ ْﻘﻨَﺎﻛُ ْﻢ‬ ‫ﺎ‬
َ ‫ﺜﺎ‬ َ ‫اﻧ َﻤ‬ ‫ا َﻓ َﺤ ِﺴ ْﺒﺘُ ْﻢ‬
a : Maka apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya kami menciptakan kamu secara main-
main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? (QS al-Mu’minun:115)
  Karena Allah maha mengetahui tentang kejadian manusia, maka agar manusia
terjaga hidupnya, bertaqwa, diberi kewajiban ibadah. Tegasnya manusia diberi kewajiban
ibadah agar menusia itu mencapai taqwa
      Makna Ibadah dalam Islam
a.          Ibnu Taimiyyah menyatakan bahawa: Ibadah ialah nama yang menggabungkan
setiap perkara yang di sukai dan diredai Allah semata dari jenis perkataan atau
perbuatan, batin atau lahir.
b.          Selanjutnya beliau menyatakan: Maka solat, zakat, puasa, haji, berkata benar,
menunaikan amanah, berbakti kepada ibu-bapa, menghubungkan sillaturrahim, menepati
janji, menyuruh kepada  kebaikan, mencegah daripada kejahatan, berperang menentang
orang kafir dan munafik, bersikap ihsan kepada jiran, anak yatim, orang miskin, orang yang
kekurangan bekalan dalam perjalanan, hamba sahaya dan ihsan kepada binatang
peliharaan, berdoa, berzikir, membaca Al Quran, semuanya itu termasuk sebahagian
daripada ibadat. Demikian  pula cinta akan Allah dan cinta akan Rasul Nya, takut kepada
Allah, merujukkan sesuatu kepada Nya, memurnikan ketaatan kepada Nya, bersabar
menerima hukum Nya, bersyukur atas segala kurniaan Nya, reda dengan qada’ dan qadar
Nya, bertawakal kepada Nya, mengharap rahmat Nya dan takut kepada azab siksa Nya dan
amalan-amalan lainnya semuanya itu termasuk 'Al Ibadah'. 
c.            Menurut Doktor Ibrahim Al Buraikan, Ibadah ialah: Nama yang mencakupi
segala sesuatu yang diredai Allah dan dicintai Nya, baik berupa perkataan maupun
perbuatan yang zahir mahupun yang batin, dengan penuh rasa cinta, kepasrahan (menyerah)
dan ketundukan (taat) yang sempurna, serta membebaskan diri daripada segala hal yang
bertentangan dan menyalahinya.     
d.          Dari keterangan diatas kita dapat membuat kesimpulan bahawa makna Ibadah
menurut istilah ialah: Seluruh kegiatan lahir dan batin dalam pengamalan aqidah, syariah
dan akhlak yang diikuti dengan rasa cinta kepada Allah swt. (Al An'am 6:162-163)

3. Kedudukan Ibadah dalam Islam

1. Bahagian ini amat penting dipelajari agar terbentuknya sahsiah Muslim yang
memahami ibadah dengan benar dan sanggup mengamalkannnya didalam
kehidupan ini.
2. Ini kerana hidup ini hanyalah BERNILAI, apabila dipenuhi dengan amal ibadah
kepada Allah SWT. Sesungguhnya Allah SWT menciptakan jin dan manusia tidak ada
tujuan lain melainkan hanya untuk beribadah kepada Nya sahaja dan hanya
beribadah itu sahajalah jalan yang dapat menyelamatkan jin dan manusia di dunia
dan di akhirat nanti. (Az Azzariyat 51: 56)
3. Itulah sebabnya Allah selalu memerintahkan dan menggalakkan manusia khususnya
orang yang beriman agar memenuhi hidupnya untuk beribadah kepada Allah sahaja.
(Al Baqarah 2:21; Al Bayyinah 98:5)
4. Khususnya kepada orang-orang yang beriman, Allah telah memberikan panduan,
agar pada setiap solat (sewaktu membaca doa iftitah) mereka mengucapkan secara
tegas suatu pernyataan, bahawa hanya kepada Allah sahaja kita beribadah:
Sesungguhnya solat ku,  ibadah ku, hidup dan mati ku adalah untuk Allah Rabb
sekalian alam.(Hadis Riwayat Muslim)
5. Setiap Rasul yang diutus kepada setiap umat, antara inti dakwah dan seruannya ialah
agar umatnya beribadah kepada Allah dan menjauhi Toghut (seseorang yang
melampui batas). (An Nahl 16:36)
6. Dan demikianlah pentingnya pengertian beribadah kepada Allah dalam kehidupan di
dunia ini. Maka sudah seharusnya kita sebagai manusia yang beriman mencurahkan
segala perhatian kita untuk memahami erti dan hakikat ibadah ini sehingga dapat
memahaminya dengan benar-benar, dan selanjutnya dapat kita amalkan.
7. Ini kerana sememangnya kita hidup di dunia ini tidak lain hanyalah untuk beribadah
kepada Allah sahaja.
8. Walaubagaimanapun kita harus menerima satu kenyataan bahawa kebanyakan umat
Islam keliru dan salah faham tentang hakikat ibadah. Kebanyakan mereka
menyangka bahawa ibadah itu hanyalah berupa amalan-amalan penyembahan
kepada Allah sahaja, seperti solat, puasa, haji, zikir, zakat, membaca Al Quran,
qorban, aqiqah dan pelbagai lagi ibadah biasa berbentuk ritual semata-mata.
Sedangkan itu sebenarnya hanyalah sebahagian daripada tuntutan ibadah kepada
Allah.
9. Kepada mereka ibadah itu hanyalah di masjid, ketika ijab dan qabul (pernikahan),
sewaktu kematian dan ketika berdoa.
10. Ada dikalangan umat Islam juga menganggap dan mengatakan bahawa Islam hanya
bersangkut-paut dengan hubungan manusia dengan Allah sahaja dan tidak mengatur
hubungan manusia dengan manusia (muamalat) dan hubungan manusia dengan
alam. Pada mereka ibadah itu hanya di masjid dan hanya di masjid sahaja.
11. Pada mereka menjadi sesuatu yang aneh sekiranya kita mengatakan pada mereka
bahawa ibadah itu juga berlaku di rumah, pejabat, kelas, universiti, pasar-pasar
malam, kedai serbanika, kedai-kedai makan, parlimen, medan peperangan,
mahkamah dan di mana-mana sahaja tempat-tempat lain selain masjid.
12. Mereka juga merasa aneh jika mereka diajak untuk beribadah kepada Allah dalam
soal pentadbiran negara, ekonomi, pendidikan, ketenteraan, sosial, perlembagaan
dan perundangan negara, hubungan luar, kebudayaan, sukan, undang-undang
jenayah, perlancongan dan teknologi.
13. Mereka juga berasa aneh sekiranya seorang pemimpin negara membaca khutbah
jumaat dan mereka juga merasa aneh jika seseorang mengatakan kepada mereka
tidak ada sekularisme di dalam Islam. (pemisahan antara segala aspek muamalat
dengan Syareat Islam)
14. Pada mereka urusan negara mesti dipegang oleh pemimpin yang dipilih melalui
pilihanraya dan pemimpin itu bukanlah seseorang yang memiliki Ilmu Dien,
memperjuangkan Dienul Islam, berjanggut dan berjubah  manakala urusan Islam
pula diberikan kepada Imam dan juga mufti. (itupun hanya dalam persoalan ibadah
mahdah/ khusus sahaja)
15. Padahal ibadah itu hakikatnya meliputi seluruh kehidupan manusia. (Az Azzariyat
51: 56; Al An'am 6:162-163; Al Bayyinah 98:5)

Sesungguhnya solat ku,  ibadah ku, hidup dan mati ku adalah untuk Allah Rabb sekalian
alam.(Hadis Riwayat Muslim)

16. Terdapat juga satu golongan lain yang terlalu berlebih-lebihan dalam perlaksanaan
ibadah. Mereka menganggap perkara sunat sebagai wajib dan perkara-perkara yang
mubah (harus) dianggap haram. Mereka cepat mengkafirkan golongan lain dan cepat
pula menghukum haram dan bida’ah nya sesuatu perbuatan.
17. Mereka ini dalam beribadah (terutama sekali ibadah-ibadah mahdah/ khusus) tidak
berpandukan wahyu Allah dan petunjuk Rasul Nya dan mencipta ibadah-ibadah baru
kononnya dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Sesiapa yang mengerjakan sesuatu amalan yang bukan daripada kami, maka amalan itu
tertolak.(Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)

18. Mereka pernah wujud pada zaman Nabi saw. Mereka ingin berpuasa sepanjang masa
tanpa berbuka, solat sepanjang malam tanpa tidur seketikapun dan tidak mahu
berkahwin dengan wanita.
19. Lalu Rasulullah saw mencegah sahabatnya itu supaya tidak terlalu berlebih-lebihan
dengan sabdanya yang mulia:

Maka akupun berpuasa dan akupun berbuka, aku solat namun aku juga beristirehat, dan
aku juga menikahi wanita-wanita. Maka barangsiapa yang tidak suka dengan sunnah ku, ia
bukan dari golongan ku. (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)
Dalam pengajian yang singkat ini dengan izin Allah SWT, kita berusaha untuk memahami
makna dan hakikat ibadah, sehingga kita dapat mengamalkan dengan berdasarkan
pemahaman yang benar dan sempurna dalam batas yang dapat kita jangkau. Semoga
dengan demikian selamatlah hidup kita di dunia dan di akhirat amin

BAB III
PENUTUP
     Kesimpulan
Ibadah merupakan seluruh aspek kehidupan. Tidak terbatas pada saat-saat singkat
yang diisi dengan cara-cara tertentu. Suatu  Ibadah mempunyai nilai yaitu jalan hidup dan
seluruh aspek kehidupan    dan merupakan tingkah laku, tindak-tanduk, pikiran dan
perasaan semata-mata untuk Allah, yang dibangun dengan suatu sistem yang jelas, yang di
dalamnya terlihat segalanya yang pantas dan tidak pantas terjadi .
Manusia diciptakan Allah bukan sekedar untuk hidup di dunia ini kemudian mati
tanpa pertanggungjawaban, tetapi manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadah.
Karena Allah maha mengetahui tentang kejadian manusia, maka agar manusia terjaga
hidupnya, bertaqwa, diberi kewajiban ibadah. Tegasnya manusia diberi kewajiban ibadah
agar menusia itu mencapai taqwa.Hikmah dari ibadah adalah kita dapat meningkatkan
ketaqwaan tehadap Allah swt dan hidup berdasarkan apa yan Dia perintahkan.

     Saran

                     Sebagai manusia hendaknya kita tidak melupakan hakikat dari penciptaan kita,
yaitu untuk beribadah kepada Allah swt sesuai dengan Al Qur’an dan Hadits baik dalam
ibadah mahdah (khusus) maupun dalam ibadah ghoiru mahdah (umum) dengan niat
semata-mata ikhlas untuk mencapai ridha Allah.

Daftar Pustaka
http://muhsinf4.blogspot.co.id/2012/03/pengertian-ibadah-dan-kedudukannya.html
http://kholifahcom.blogspot.co.id/2015/12/ibadah-dan-kedudukannya-dalam-islam.html
https://almanhaj.or.id/2267-pengertian-ibadah-dalam-islam.html

Unknown di 21.48

Berbagi

1 komentar:

Unknown 12 Agustus 2019 08.13


Subhanallah sungguh indah penerapan dan keterangan dalam mencangkup apa itu ibadah dan saya
sangat paham sekaligus takjub pengetahuan arti sebuah ibadah
Balas

Masukkan komentar Anda...

Beri komentar sebagai: Google Acco

Publikasikan Pratinjau

Beranda

Lihat versi web

Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai