Anda di halaman 1dari 9

Hukum Islam dalam Konteks Indonesia

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah : Pendidikan Agama Islam
Dosen : Pak Ruma Mubarak, M. Pd.I

Disusun oleh :

KELOMPOK 5

JILAN HAKAM (215060207111018)

KRISNA PRIYAMBODO (215060200111020)

MOHAMAD NUR BURHANUDIN (215060201111022)

KELAS 1FE
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2021
Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kami
karunia nikmat dan kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, dan terus
dapat menimba ilmu di Universitas Brawijaya, sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada
teladan kita, nabi kita, Nabi Muhammad SAW. Yang telah menunjukkan kepada kita jalan
yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Penulisan makalah ini merupakan sebuah tugas dari dosen mata kuliah Pendidikan
Agama Islam. Kami selaku kelompok 5 mengharapkan makalah ini berguna untuk
menambah wawasan dan pengetahuan pada mata kuliah yang sedang dipelajari, agar kami
semua menjadi mahasiswa yang berguna bagi agama, bangsa dan negara.
Dengan tersusunnya makalah ini kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan
dan kelemahan, demi kesempurnaan makalah ini kami sangat berharap perbaikan, kritik dan
saran yang sifatnya membangun apabila terdapat kesalahan.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi saya
sendiri umumnya para pembaca makalah ini.

2
Daftar Isi

Kata Pengantar 2

Daftar Isi 3

BAB I

A. Latar Belakang 4

B. Rumusan Masalah 4

C. Tujuan 4

BAB II

A. Makna dan ruang lingkup hukum Islam 5

B. Prinsip dan fungsi hukum Islam 5

C. Perbedaan Mazhab fiqih dan Penyikapannya 7

D. Konstribusi hukum Islam dalam hukum positif di Indonesia 8

BAB III

A. Kesimpulan 9

B. Saran 9

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum Islam adalah bagian dar hukum nasional adalah hukum yang berlaku bagi
bangsa tertentu di suatu negara nasional tertentu. Dalam konteks keindonesiaan, maka hukum
Islam diyakini sebagian besar umat Islam Indonesia sebagai sesuatu norma hukum yang benar
mempunyai peran dominan dalam mengatur budaya hukum tersebut.
Selain dari itu dapat pula dikemukakan bahwa kini dalam sistem hokum
di Indonesia, kedudukan Hukum Islam sama dengan Hukum Adat dan Hukum Barat. Hukum
Islam menjadi sumber bagi pembentukan Hukum Nasional yang akan datang di samping
hukum-hukum lainnya yang ada, tumbuh dan berkembang dalam Negara Republik Indonesia.
Meskipun Indonesia tidak menerapkan hukum Islam secara menyeluruh seperti Arab
Saudi atau Qatar, namun pada dasarnya nilai-nilai yang terkandung dalam Islam juga
diterapkan dalam hukum positif Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana makna dan ruang lingkup hukum Islam ?
2. Bagaimana prinsip dan fungsi hukum Islam ?
3. Bagaimana perbedaan Mazhab fiqih dan Penyikapannya ?
4. Bagaimana konstribusi hukum Islam dalam hukum positif di Indonesia ?

C. Tujuan Pembahansan

Tujuan dibahasnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok yang diberikan
Pak Ruma Mubarak selaku dosen Pendidikan agama islam. Juga untuk memahami lebih
dalam dan menambah wawasan kita semua mengenai Hukum Islam dalam Konteks Indonesia.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. MAKNA DAN RUANG LINGKUP HUKUM ISLAM


Hukum Islam atau syariat islam adalah sistem kaidah-kaidah yang didasarkan pada
wahyu Allah SWT dan Sunnah Rasul mengenai tingkah laku mukalaf (orang yang sudah
dapat dibebani kewajiban) yang diakui dan diyakini, yang mengikat bagi semua pemeluknya.
Hal ini mengacu pada apa yang telah dilakukan oleh Rasul untuk melaksanakannya
secara total. Syariat Islam menurut istilah berarti hukum-hukum yang diperintahkan Allah
SWT untuk umat-Nya yang dibawa oleh seorang Nabi, baik yang berhubungan dengan
kepercayaan (aqidah) maupun yang berhubungan dengan amaliyah.Syariat Islam menurut
bahasa berarti jalan yang dilalui umat manusia untuk menuju kepada Allah Ta’ala.
Ternyata Islam bukanlah hanya sebuah agama yang mengajarkan tentang bagaimana
menjalankan ibadah kepada Tuhannya saja. Keberadaan aturan atau sistem ketentuan Allah
SWT untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah Ta’ala dan hubungan manusia dengan
sesamanya. Aturan tersebut bersumber pada seluruh ajaran Islam, khususnya Al-Quran dan
Hadits.
Ruang Lingkup Hukum Islam adalah objek kajian hukum Islam atau bidang-bidang
hukum yang menjadi bagian dari hukum Islam. Hukum Islam di sini meliputi syariah dan
fikih. Hukum Islam sangat berbeda dengan hukum Barat yang membagi hukum
menjadi hukum privat (hukum perdata) dan hukum publik. Sama halnya dengan hukum adat
di Indonesia, hukum Islam tidak membedakan hukum privat dan hukum publik.
Pembagian bidang-bidang kajian hukum Islam lebih dititikberatkan pada bentuk
aktivitas manusia dalam melakukan hubungan. Dengan melihat bentuk hubungan ini, dapat
diketahui bahwa ruang lingkuphukum Islam ada dua, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan
(hablunminallah) dan hubungan manusia dengan sesamanya (hablun minannas). Bentuk
hubungan yang pertama disebut ibadah dan bentuk hubungan yang kedua disebut muamalah.

B. PRINSIP DAN FUNGSI HUKUM ISLAM


Fungsi utama hukum Islam adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Hukum
Islam adalah ajaran Allah yang harus dipatuhi umat manusia, dan kepatuhannya merupakan
ibadah yang sekaligus juga merupakan indikasi keimanan seseorang.

5
1. Prinsip Tauhid
Tauhid adalah prinsip umum hukum Islam. Prinsip ini menyatakan bahwa semua
manusia ada dibawah satu ketetapan yang sama, yaitu ketetapan tauhid yang dinyatakan
dalam kalimat La’ilaha Illa Allah (Tidak ada tuhan selain Allah).
2. Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar
Hukum Islam digerakkan untuk merekayasa umat manusia untuk menuju tujuan yang
baik dan benar yang dikehendaki dan ridho Allah dan menjauhi hal yang dibenci Allah.
3. Prinsip Keadilan
Keadilan dalam hukum Islam meliputi berbagai aspek. Prinsip keadilan ketika dimaknai
sebagai prinsip moderasi, menurut Wahbah Az-Zuhaili bahwa perintah Allah ditujukan bukan
karena esensinya, sebab Allah tidak mendapat keuntungan dari ketaatan dan tidak pula
mendapatkan kemadaratan dari perbuatan maksiat manusia. Namun ketaatan tersebut
hanyalah sebagai jalan untuk memperluas prilaku dan cara pendidikan yang dapat membawa
kebaikan bagi individu dan masyarakat.
4. Prinsip Kebebasan
Prinsip kebebasan dalam hukum Islam menghendaki agar agama atau hukum Islam
disiarkan tidak berdasarkan paksaan, tetapi berdasarkan penjelasan, demontrasi, argumentasi.
Kebebasan yang menjadi prinsip hukum Islam adalah kebebasan dalam arti luas yang
mencakup berbagai macamnya, baik kebebasan individu maupun kebebasan komunal.
Keberagama dalam Islam dijamin berdasarkan prinsip tidak ada paksaan dalam beragama.
5. Prinsip Persamaan
Prinsip persamaan yang paling nyata terdapat dalam Konstitusi Madinah (al-Shahifah),
yakni prinsip Islam menentang perbudakan dan penghisapan darah manusia atas manusia.
Prinsip persamaan ini merupakan bagian penting dalam pembinaan dan pengembangan
hukum Islam dalam menggerakkan dan mengontrol sosial, tapi bukan berarti tidak pula
mengenal stratifikasi sosial seperti komunis.
6. Prinsip Saling Tolong Menolong
Prinsip ini memiliki makna saling membantu antar sesama manusia yang diarahkan
sesuai prinsip tauhid, terutama dalam peningkatan kebaikan dan ketakwaan.
7. Prinsip Toleransi
Prinsip toleransi yang dikehendaki Islam adalah toleransi yang menjamin tidak
terlanggarnya hak-hak Islam dan umatnya , tegasnya toleransi hanya dapat diterima apabila
tidak merugikan agama Islam.

6
C. PERBEDAAN MAZHAB FIQIH DAN PENYIKAPANNYA
1. Madzhab Hanafi
Dinamakan Hanafi, karena pendirinya Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit.
Beliau lahir pada tahun 80 H di Kufah dan wafat pada tahun 150 H. Madzhab ini dikenal
madzhab Ahli Qiyas (akal) karena hadits yang sampai ke Irak sedikit, sehingga beliau banyak
mempergunakan Qiyas. Beliau termasuk ulama yang cerdas, pengasih dan ahli tahajud dan
fasih membaca Al-Qur’an. Beliau ditawari untuk menjadi hakim pada zaman bani Umayyah
yang terakhir, tetapi beliau menolak. Madzhab ini berkembang karena menjadi madzhab
pemerintah pada saat Khalifah Harun Al-Rasyid. Kemudian pada masa pemerintahan Abu
Ja’far Al-Manshur beliau diminta kembali untuk menjadi Hakim tetapi beliau menolak, dan
memilih hidup berdagang, madzhab ini lahir di Kufah.
2. Madzhab Maliki
Pendirinya adalah Al-Imam Maliki bin Anas Al-Ashbahy. Ia dilahirkan di Madinah
pada tahun 93 H dan wafat pada tahun 179 H. Beliau sebagai ahli hadits di Madinah dimana
Rasulullah SAW hidup di kota tersebut. Madzhab ini dikenal dengan madzhab Ahli Hadits,
bahkan beliau mengutamakan perbuatan ahli Madinah daripada Khabaril Wahid (Hadits yang
diriwayatkan oleh perorangan). Karena bagi beliau mustahil ahli Madinah akan berbuat
sesuatu yang bertentangan dengan perbuatan Rasul, beliau lebih banyak menitikberatkan
kepada hadits, karena menurut beliau perbuatan ahli Madinah termasuk hadits mutawatir.
Madzhab ini lahir di Madinah kemudian berkembang ke negara lain khususnya Maroko.
Beliau sangat hormat kepada Rasulullah dan cinta, sehingga beliau tidak pernah naik unta di
kota Madinah karena hormat kepada makam Rasul.
3. Madzhab Syafi’i
Tokoh utamanya adalah Al-Imam Muhammad bin Idris As-Syafi’i Al-Quraisyi. Beliau
dilahirkan di Ghuzzah pada tahun 150 H dan wafat di Mesir pada tahun 204 H. Beliau belajar
kepada Imam Malik yang dikenal dengan madzhabul hadits, kemudian beliau pergi ke Irak
dan belajar dari ulama Irak yang dikenal sebagai madzhabul qiyas. Beliau berikhtiar
menyatukan madzhab terpadu yaitu madzhab hadits dan madzhab qiyas. Itulah keistimewaan
madzhab Syafi’i. Di antara kelebihan asy-Syafi’i adalah beliau hafal Al-Qur’an umur 7 tahun,
pandai diskusi dan selalu menonjol. Madzhab ini lahir di Mesir kemudian berkembang ke
negeri-negeri lain.
4. Madzhab Hanbali
Dinamakan Hanbali, karena pendirinya Al-Imam Ahmad bin Hanbal As-Syaebani, lahir
di Baghdad Th 164 H dan wafat Th 248 H. Beliau adalah murid Imam Syafi’i yang paling
istimewa dan tidak pernah pisah sampai Imam Syafi’i pergi ke Mesir. Menurut beliau hadits
7
dla’if dapat dipergunakan untuk perbuatan-perbuatan yang afdal (fadlailul a'mal) bukan untuk
menentukan hukum. Beliau tidak mengaku adanya Ijma’ setelah sahabat karena ulama sangat
banyak dan tersebar luas.

D. KONTRIBUSI HUKUM ISLAM DALAM HUKUM POSITIF DI


INDONESIA
Hukum Islam di Indonesia sudah berlaku sejak abad ke-7 masehi. Ini dibuktikan Hamka
mengajukan fakta berbagai karya ahli hukum Islam Indonesia. Misalnya shirat al-thullab,
shirat al-mustaqim, sabil al-muhtadin, kartagama, syainat al-hukm dan lain-lain. Pada era
kekuasaan kesultanan dan kerajaan-kerajaan Islam peradilan agama sudah hadirsecara formal
dan hukum yang diterapkan masih abstraksi yang ditarik dari kandungan doktrin fiqih.
Baru pada tahun 1760 VOC memerintahkan D.W. Freijer untuk menyusun hukum yang
kemudian dikenal dengan Compendium Freijer. Hukum Islam pada masa pemerintahan
Hindia Belanda telah diatur, yaitu pada tahun 1882 melalui stbl. no. 152 tahun 1882, tentang
pendirian Radd Agama (yang menjadi cikal bakal Peradilan Agama) untuk Jawa dan Madura.
Setelah Indonesia merdeka, hukum Islam di Indonesia tetap berlaku sebagai hukum positif
Indonesia, berdasarkan atas pasal 29 UUD 1945, pasal I dan II aturan peralihan UUD 1945
dan Pancasila, sila pertama.
Dalam pembahasannya buku ini terdiri atas 11 bab yang meliputi bab 1 hukum Islam di
Indonesia; bab 2 hukum jaminan produk halal; bab 3 hukum pengelolaan zakat; bab 4 hukum
penyelenggaraan ibadah haji; bab 5peradilan agama; bab 6 kompilasi hukum Islam (KHI);
bab 7 hukum wakaf; bab 8 penerapan syariat Islam di Aceh; bab 9 kompilasi hukum ekonomi
syariah (KHES); bab 10 hukum surat berharga syariah negara (SBSN) dan pembahasan
diakhiri pada bab 11 hukum perbankan syariah.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam perjalanannya, hukum Islam mengalami perkembangan yang signifikan. Dalam
perkembangannya, masih banyak peluang hukum Islam masuk dalam perundang-undangan di
Indonesia karena nilai-nilai dari hukum Islam itu sendiri tetap terkandung dalam berbagai
peraturan perundang-undangan. Saat ini telah nampak adanya fenomena perkembangan yang
positif dalam penerimaan masyarakat terhadap kehendak legislasi hukum Islam.

B. Saran
Meskipun Indonesia tidak menerapkan hukum Islam secara menyeluruh seperti negara
Islam lainnya, hendaknya masyarakat tetap menaati hukum tersebut karena nilai-nilai dari
hukum Islam itu sendiri tetap terkandung dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

Anda mungkin juga menyukai