Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkankehadirat Allah SWT atas rahmat,taufikhidayah


serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Takhrij
Hadits”.Penulisan makalah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu Tugas Mata
Kuliah Penyiaran Islam.

Tidak lupa penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada segenap pihak yang
telah membantu dan memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dalam kesempurnaan, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah
ini.

Akhir kata, Penyusun mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam


penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi para pembaca.

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................1
DAFTAR ISI.............................................................................................................................2
BAB I.........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.....................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................3
1.3 Tujuan Pembahasan..........................................................................................................4
BAB II.......................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.......................................................................................................................5
2.1 Pengertian Takhrij Hadits.................................................................................................5
2.2 Tujuan Takhrij Hadits.......................................................................................................7
2.3 Manfaat Takhrij Hadits.....................................................................................................8
2.4 Kitab Untuk MenTakhrij Hadits.......................................................................................9
2.5 Cara Pelaksanaan dan Metode Takhrij Hadits................................................................11
BAB III....................................................................................................................................18
PENUTUP...............................................................................................................................18
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................18
3.2 Saran...............................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................19
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kajian keislaman, yaitu mengenai penjelasan tentang pengertian tahkrij hadis.
Takhrij menurut istilah adalah penunjukan terhadap tempat hadist didalam sumber aslinya
yang dijelaskan sanad dan martabatnya sesuai keperluan.

Ilmu takhrij merupakan bagian dari ilmu agama yang harus mendapat perhatian serius
karena didalamnya dibicarakan berbagai kaidah untuk mengetahui sumber hadis itu berasal.
Di samping itu, di dalamnya ditemukan banyak kegunaan dan hasil yang diperoleh,
khususnya dalam menentukan kualitas sanad hadis.

Takhrij hadis bertujuan mengetahui sumber asal hadis yang di takhrij. Tujuan lainnya
adalah mengetahui di tolak atau diterimanya hadis-hadis tersebut. Dengan cara ini, kita akan
mengetahui hadis-hadis yang pengutipannya memerhatikan kaidah-kaidah ulumul hadis yang
berlaku sehingga hadis tersebut menjadi jelas, baik asal-usul maupun kualitasnya.

Penguasaan para ulama dahulu terhadap sumber-sumber hadis begitu luas sehingga jika
disebutkan suatu hadis mereka tidak merasa kesulitan untuk mengetahui sumber hadis
tersebut. Ketika semangat belajar mulai melemah, mereka kesulitan untuk mengetahui
tempat-tempat hadis yang dijadikan . Sebagian ulama bangkit dan memperlihatkan hadis-
hadis yang ada pada sebagian kitab dan menjelaskan sumbernya dari kitab hadis yang asli,
menjelaskan metodenya, dan menerangkan kualitasnya, apakah hadis tersebut shahih atau
dhaif, lalu muncullah apa yang dinamakan dengan kutub at-takhrij. Para muhaditsin
mengartikan tahkrij hadist sebagai Mengemukakan hadis pada orang banyak dengan
menyebutkan para periwayatnya dalam sanad yang telah menyampaikan hadis itu dengan
metode periwayatan yang mereka tempuh.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Pengertian Takhrij Hadits
2. Apa Tujuan Takhrij Hadits
3. Apa Manfaat Takhrij Hadits
4. Apa Kitab Untuk MenTakhrij Hadits
5. Cara Pelaksanaan dan Metode Takhrij Hadits

1.3 Tujuan Pembahasan


1. Dapat Mengetahui Pengertian Takhrij Hadits
2. Dapat Mengetahui Tujuan Takhrij Hadits
3. Dapat Mengetahui Manfaat Takhrij Hadits
4. Dapat Mengetahui Kitab Untuk MenTakhrij Hadits
5. Dapat Mengetahui Cara Pelaksanaan dan Metode Takhrij Hadits
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Takhrij Hadits


Para pengkaji ilmu keislaman tentu sering mendengar istilah takhrijul hadits. Definisi
َ ‫صا ِد ِر ِه اَأْلصْ لِيَّ ِة الَّتِي َأ ْخ َر‬
takhrij sendiri adalah sebagai berikut: ُ‫ج ْته‬ ِ ‫ض ِع ْال َح ِدي‬
َ ‫ث فِي َم‬ َ ْ‫اَل ِّدلَالَةُ َعلَى َمو‬
َ ‫ َد ْال َح‬Z‫ ثُ َّم بَيَانُ َمرْ تَبَتِ ِه ِع ْن‬،‫ بِ َسنَ ِد ِه‬Artinya, "Menunjukkan asal suatu hadits di dalam sumber
‫ ِة‬Z‫اج‬
aslinya yang meriwayatkan hadits tersebut beserta sanadnya, lalu menjelaskan status hadits
tersebut bila dibutuhkan." (Mahmud ath-Thahhan, Ushûlut Takhrîj wa Dirâsatul Asânid,
[Riyadl, Maktabatul Ma'ârif: 2010], halaman 10). Yang dimaksud sumber asli adalah kitab-
kitab induk hadits, seperti al-Kutubus Sittah, Musnad Ahmad, al-Muwaththa', Tafsîruth
Thabari, al-Umm, dan semisalnya. Kitab-kitab tersebut berisi hadits yang diriwayatkan
langsung oleh para penulisnya, bukan mengutip dari kitab lain. Karenanya, penyebutan asal
suatu hadits tapi tidak pada sumber aslinya, tidak sah disebut sebagai takhrij. Misalnya kita
mendapati hadits di dalam salah satu kitab yang ingin kita takhrij, namun kita menyebutkan
hadits tersebut ditemukan di dalam kitab al-Jâmi'ush Shaghîr, Riyâdlush Shâlihîn, atau kitab
lain yang bukan sumber asli, maka hal ini tidak bisa dinamakan takhrij, karena kitab yang
kita sebutkan memuat hadits tersebut bukanlah kitab induk. Al-Jâmi'ush Shaghîr, Riyâdlush
Shâlihîn, dan sejenisnya adalah kitab-kitab yang menukil hadits-hadits dari kitab induk.

Melihat pengertian di atas, sebenarnya menyebutkan status hadits bukanlah sebuah


syarat mutlak dalam melakukan takhrij. Hanya dilakukan jika menurut mukharrij atau orang
yang mentakhrij dianggap penting. Misalnya hadits tersebut belum dijelaskan statusnya di
dalam sumber aslinya, atau mukharrij memiliki hasil penelitian (ijtihad) yang berbeda dengan
penulis sumber asli dalam menilai status hadits. Ada banyak sekali kitab-kitab yang ditulis
khusus untuk takhrij. Seperti Takhrîju Ahâdîtsil Muhadzdzab karya al-Hafidh al-Hazimi
(wafat 584 H), dua kitab takhrij karya al-Hafidh al-'Iraqi (wafat 806 H) terhadap hadits-hadits
dalam kitab Ihyâ'; yang besar dan yang ringkas. Yang ringkas ini diberi nama al-Mughni 'an
Hamlil Asfâr dan di kemudian hari dicetak bersama Ihyâ'. Lalu at-Talkhîshul Habîr karya al-
Hafidh Ibnu Hajar (wafat 852 H) yang mentakhrij hadits-hadits dalam asy-Syarh al-Kabîr
karya Imam ar-Rafi'i (wafat 623 H). Kreatifitas penyusunan kitab takhrij baru muncul
belakangan. Kerja ilmiah tersebut belum ada pada masa ulama mutaqaddimîn sebelum tahun
500 H. Al-Hafidh al-'Iraqi menceritakan hal tersebut sebagaimana dikutip Syekh Abdurra'uf
al-Munawi: ‫ﻋ َّﻤﺎ‬ ُ ‫ا َدةُ ْاﻟ ُﻤﺘَﻘَ ِّﺪ ِﻣﻴﻦَ اﻟ ُّﺴ ُﻜ‬ZZَ‫ ع‬:‫ﻹﺣْ ﻴَﺎ َء‬
َ ‫ﻮت‬ ِ ِ‫ﻳﺠ ِﻪ ْاﻟ َﻜﺒ‬
ِْ ‫ﻴﺮ ا‬ ْ ‫ال ْاﻟ َﺤﺎﻓِﻆُ اﻟ َّﺰﻳْﻦُ ْاﻟ ِﻌ َﺮاﻗِ ُّﻲ ﻓِﻲ ُﺧ‬Z
ِ ‫ﻄﺒَ ِﺔ ﺗ َْﺨ ِﺮ‬ َ Zَ‫ق‬
‫ َوِإ ْن‬،‫ا ِدرًا‬ZZَ‫ﻴﻒ ِإاَّل ن‬
ِ ‫ﻴﺢ ِﻣﻦَ اﻟﻀ َِّﻌ‬ِ ‫َّﺤ‬ ِ ‫ا ِن اﻟﺼ‬ZZَ‫ا ِن َﻣ ْﻦ َﺧ َّﺮ َﺟﻪُ َوبَي‬ZZَ‫ َد ُم بَي‬ZZَ‫ﻢ َوع‬Zْ ‫ﺼﺎﻧِﻴﻔِ ِﻬ‬ ِ ‫ا ِدي‬ZZ‫َأوْ َردُوا ِﻣﻦَ اَأْل َح‬
َ َ‫ث ﻓِﻲ ﺗ‬
‫ﻢ ﻓِﻲ‬Zٍ ‫ﻞ ِﻋ ْﻠ‬Zِّ ‫ﺮ ﻓِﻲ ُﻛ‬Zَ َ‫اس اﻟﻨَّﻈ‬
Zُ َّ‫ﻞ اﻟﻨ‬Zَ َ‫ ﻳَ ْﻐﻔ‬Zَ‫ن ﻻ‬Zْ ‫ين َأ‬
Zَ ِ‫ اَأْل َّول‬Z‫ َوﻗَﺼْ ُﺪ‬Z. َ‫ي ﻓَﺒَﻴَّﻦ‬ ِ ‫ ْاﻟ َﺤ ِﺪﻳ‬Z‫ﻦ َأﺋِ َّﻤ ِﺔ‬Zْ ‫ ِﻣ‬Z‫َﻛﺎﻧُﻮا‬
Zُّ ‫ء اﻟﻨَّ َﻮ ِو‬Zَ ‫ َﺣﺘَّﻰ َﺟﺎ‬Z‫ﺚ‬
ِ ‫ َﻭﻟِﻬَ َﺬا َﻣ َﺸﻰ اﻟﺮَّاﻓِ ِﻌ ُّﻲ َﻋﻠَﻰ ﻃَ ِﺮﻳﻘَ ِﺔ ْاﻟﻔُﻘَﻬَﺎ ِء َﻣ َﻊ َﻛﻮْ ﻧِ ِﻪ َأ ْﻋﻠَ َﻢ ﺑِ ْﺎﻟ َﺤ ِﺪﻳ‬.‫ َﻣ ِﻈﻨَّﺘِ ِﻪ‬Artinya, “Al-Hafidh
ِّ‫ﺚ ِﻣﻦَ اﻟﻨَّ َﻮ ِوي‬
al-'Iraqi dalam pembukaan kitab takhrijnya yang besar atas kitab Ihya' menceritakan, adat
ulama mutaqaddimîn adalah tidak mengomentari dan mentakhrij hadits-hadits yang
dicantumkan dalam kitab-kitab (selain kitab hadits). Hal ini berlaku bahkan bagi mereka yang
termasuk para imam dalam ilmu hadits, hingga an-Nawawi muncul dan memberi takhrij
terhadap hadits yang dimuat dalam berbagai kitab. Maksud ulama mutaqaddimîn tidak
memberikan komentar adalah agar para pembaca merujuk sendiri ke sumber referensi di
setiap ilmu (sehingga kitab-kitab induk tidak ditinggalkan), karena alasan inilah ar-Rafi'i
mengikuti gaya ulama mutaqaddimîn dengan tidak memberi komentar pada hadits, meskipun
beliau lebih mahir dalam bidang hadits dibandingkan dengan an-Nawawi.” (Abdurra'uf al-
Munawi, Faidlul Qadîr, [Mesir, al-Maktabatut Tijâriyyah: 1356 H], juz I, halaman 17). Dr.
Mahmud ath-Thahhan mengemukakan analisisnya atas sejarah tersebut. Ia berkomentar, hal
tersebut karena kemampuan ulama mutaqaddimîn dalam bidang hadits memang mendalam,
berbeda dengan ulama muta'akhkhirîn atau setelah tahun 500 H. َ‫اجُون‬ZZَ‫ا يَحْ ت‬ZZ‫ َد َم‬Z ‫انُوا ِع ْن‬ZZ‫َك‬

ْ‫ب َأو‬
ِ ُ‫كَ ْال ُكت‬ZZ‫ز ٍء ِم ْن تِ ْل‬Z
ْ Z‫لْ َوفِي َأيِّ ُج‬ZZَ‫ ب‬،‫نَّ ِة‬Z‫الس‬
ُّ ‫ب‬ ِ ُ‫ َعهُ فِي ُكت‬Z‫ض‬ ِ ْ‫ُون َمو‬ Zَ ‫ سُرْ عَانَ َما يَتَ َذ َّكر‬،‫ث َما‬ ٍ ‫لِال ْستِ ْشهَا ِد بِ َح ِدي‬
‫ق‬
َ ‫ا‬Z‫ض‬ َ ‫رُو ٍن ِإلَى َأ ْن‬Zُ‫ َّدةَ ق‬Z‫كَ ِع‬ZZِ‫ ا ُل َعلَى َذل‬Z‫ت ْال َح‬ ِ َ‫ َوبَقِي‬... ‫ت ْال َح ِديثِيَّ ِة‬ َ ‫ ِّل َمظَانَّهُ فِي ْال ُم‬Zَ‫ونَ َعلَى اَأْلق‬ZZُ‫ْرف‬
ِ ‫نَّفَا‬Z‫ص‬ ِ ‫يَع‬
Z‫ َّمرُوا‬Z ‫ا ِء َو َش‬ZZ‫ض بَعْضُ ْال ُعلَ َم‬َ َ‫ فَنَه‬... ‫ اَأْلصْ لِيَّ ِة‬Z‫صا ِد ِرهَا‬ ِ ُ‫ير ِمنَ ْال ُعلَ َما ِء َو ْالبَا ِحثِينَ َعلَى ُكت‬
َ ‫ب ال ُّسنَّ ِة َو َم‬ ُ ‫اطِّاَل‬
ٍ ِ‫ع َكث‬
‫ث‬ِ ‫ ِدي‬Z‫ر ْال َح‬Z َ ‫ب ْال ُم‬
ِ Z‫نَّفَ ِة فِي َغ ْي‬Z‫ص‬ ِ ُ‫ْض ْال ُكت‬
ِ ‫يث بَع‬ َ ‫ا ِد‬ZZ‫وا َأ َح‬ZZ‫ فَخَ َّر ُج‬،ِّ‫ د‬Z‫اع ِد ْال ِج‬
ِ Z‫ ع َْن َس‬Artinya, “Ketika ulama
mutaqaddimîn ingin berdalil dengan suatu hadits, dengan cepat mereka dapat mengingat
sumber referensinya, bahkan ingat pada juz berapa hadits tersebut disebutkan di referensi
tersebut, atau minimal mereka mengetahui di bagian mana biasanya hadits tersebut
disebutkan dalam kitab-kitab hadits … Hal ini berlangsung beberapa kurun, sampai pada
masa di mana banyak ulama dan peneliti terbilang sempit penelaahannya terhadap kitab-kitab
hadits dam sumber-sumber aslinya … Lalu sebagian ulama bangkit dan bekerja keras
mentakhrij hadits-hadits yang dicantumkan dalam kitab fan ilmu selain hadits (seperti fan
fiqih, tafsir, dan lain-lain).” (Ath-Thahhan, Ushûlut Takhrîj, halaman 13). Berdasarkan
penjelasan di atas dapat kita simpulkan, kerja-kerja ilmiah di bidang takhrij sebenarnya sudah
berlangsung di masa ulama mutaqaddimîn, namun penyusunan takhrij dalam satu kitab
tersendiri,atau dicantumkan di kitab selain fan hadits, baru berlangsung di masa ulama
muta'akhkhirîn setelah tahun 500 H.

Kata takhrij  ( (‫تخريج‬adalah bentuk mashdar dari (‫تخريجا‬-‫يخرّج‬-‫رّج‬Z‫)خ‬ yang secara


bahasa berarti mengeluarkan sesuatu dari tempatnya.Sedang pengertian takhrij al-hadits
menurut istilah ada beberapa pengertian, di antaranya ialah:Suatu keterangan bahwa hadits
yang dinukilkan ke dalam kitab susunannya itu terdapat dalam kitab lain yang telah
disebutkan nama penyusunnya. Misalnya, penyusun hadits mengakhiri penulisan haditsnya
dengan kata-kata akhrajahul Bukhari artinya bahwa hadits yang dinukil itu terdapat dalam
kitab Jami’us Shahih Bukhari. Bila ia mengakhirinya dengan kata akhrajahul muslim berarti
hadits tersebut terdapat dalam kitab Shahih Muslim.Suatu usaha mencari derajat, sanad, dan
rawi hadits yang tidak diterangkan oleh penyusun atau pengarang suatu kitab.Mengemukakan
hadits berdasarkan sumbernya atau berbagai sumber dengan mengikutsertakan metode
periwayatannya dan kualitas haditsnya.Mengemukakan letak asal hadits pada sumbernya
yang asli secara lengkap dengan matarantai sanad masing-masing dan dijelaskan kualitas
hadits yang bersangkutan.

2.2 Tujuan Takhrij Hadits


Pengetahuan tentang ilmu takhrij merupakan bagian dari ilmu agama yang harus
mendapat perhatian serius karena di dalamnya membicarakan berbagai kaidah untuk
mengetahui sumber hadis itu berasal. Di samping itu, di dalamnya ditemukan banyak
kegunaan dan hasil yang diperoleh, khususnya dalam menentukan kualitas sanad suatu hadis.
Penguasaan tentang ilmu takhrij merupakan suatu keharusan bagi setiap ilmuwan yang
berkecimpung di bidang ilmu-ilmu kasyariahan, khususnya yang menekuni bidang hadis dan
ilmu hadis. Dengan mempelajari kaidah-kaidah dan metode takhrij, seseorang akan dapat
mengetahui bagaimana cara untuk sampai kepada suatu hadis di dalam sumbersumbernya
yang asli yang pertama kali disusun oleh para ulama pengkodifikasi hadis. Dengan
mengetahui hadis dari sumber aslinya, maka akan dapat diketahui sanadsanadnya. Dan hal ini
akan memudahkan untuk melakukan penelitian sanad dalamrangka untuk mengetahui status
dan kualitasnya. Dalam kegiatan penelitian hadis, takhrij merupakan kegiatan penting yang
tidak dapat diabaikan. Tanpa melakukan kegiatan takhrij, seorang peneliti hadis akan
kehilangan wawasan untuk mengetahui eksistensi hadis dari berbagai sisi. Sisi-sisi penting
yang perlu diperhatikan oleh seorang peneliti hadis dalam hubungannya dengan takhrij ini
meliputi kajian asal-usul riwayat suatu hadis, berbagai riwayat yang meriwayatkan hadis
tersebut, ada atau tidaknya syahid dan muttabi’ dalam sanad hadis yang diteliti. Dengan
demikian Takhrij hadis bertujuan mengetahui sumber asal hadis yang ditakhrij. Tujuan
lainnya adalah mengetahui ditolak atau diterimanya hadis-hadis tersebut. Dengan cara ini,
kita akan mengetahui hadis-hadis yang pengutipannya memperhatikan kaidah-kaidah ’ulum
al-hadis yang berlaku. Sehingga hadis tersebut menjadi jelas, baik asal-usul maupun
kualitasnya.

2.3 Manfaat Takhrij Hadits


Ada beberapa manfaat dari takhrij al-hadits antara lain sebagai berikut:

1. Dengan melakukan takhrij dapat diketahui sumber-sumber asli suatu hadist serta ulama
yang meriwayatkannya.
2. Takhrij dapat menambah perbendaharaan sanad hadist-hadist melalui kitab-kitab yang
ditunjukinya. Semakin banyak kitab-kitab asal yang memuat suatu hadist, semakin banyak
pula perbendaharaan sanad yang dimiliki.
3. Takhrij dapat memperjelas keadaan sanad. Dengan membandingkan riwayat-riwayat hadist
yang banyak itu maka dapat diketahui apakah riwayat tersebut mungathi’, maudhu’, dan lain-
lian, serta dapat diketahui apakah riwayat tersebut shahih, dha’if dan sebagainya.
4. Takhrij memperjelas hukum hadist dengan banyak riwayatnya itu. Terkadang didapati
suatu Hadist dha’if melaiui suatu riwayat, namun dengan takhrij kemungkinan kita akan
mendapati riwayat lain yang shahih. hadist yang shahih itu akan mengangkat hukum atau
kualitas hadist dha’if tersebut kederajat yang lebih tinggi.
5. Dengan takhrij dapat diketahui pendapat-pendapat para ulama tentang kualitas suatu
hadist.
6. Takhrij dapat memperjelas perawih hadist yang samar. Umpamanya didapatkan seorang
perawi yang belum ada kejelasan identitasnya. Dengan adanya takhrij kemungkinan akan
dapat diketahui nama atau identitas perawinya secara lengkap.
7. Takhrij dapat memperjelas perawi hadist yang tidak diketahui nama (sebenarnya) nya
melaui perbandingan diantara sanad-sanad
8. Takjhrij dapat menafikan pemakaian “ ” dalam periwayatan hadist oleh seorang perawi
Mudallis. Dengan didapatinya sanad yang lain yang memakai kata yang jelas sanadnya,
maka periwayatan yang memakai “ ” tadi akan nampak pula ketersambungannya.
9. Takhrij dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya percampuran periwayatan
10.Takhrij dapat membatasi nama perawi yang sebenarnya. Hal ini karena mungkinan saja
ada perawi-perawi yang mempunyai kesamaan gelar. Dengan adanya sanad yang lain maka
nama perawi itu akan menjadi jelas.
11.Takhrij dapat memperkenalkan periwayatan yang tidak terdapat dalam satu sanad.
12.Takhrij dapat memperjelas arti kalimat yang asing yang terdapat dalam satu sanad.
13.Takhrij dapat menghilangkan hukum syadz (kesendirian riwayat yang menyalahi riwayat
tsiqat) yang terdapat pada suatu hadist melalui perbandingan riwayat.
14.Takhrij dapat membedakan hadist yang mudraj (yang mengalami penyupan sesuatu
sesuatu) dari yang lainnya.
15.Takhrij dapat mengungkapkan keragu-raguan dan kekeliruan yang dialami oleh seorang
perawi.
16.Takhrij dapat mengungkapkan hal-hal yang terIupakan atau diringkas oleh seorang rawi
17.Takhrij dapat membedakan antara proses periwayatan yang dilakukan dengan lafazh
dengan yang diriwayatkan dengan makna.
18. Takhrij dapat menjelaskan masa dan tempat kejadian munculnya hadist.
19.Takhrij dapat menjelaskan sebab-sebab munculnya hadist, dengan cara membandingkan
sanad-sanad yang ada.
20.Takhrij dapat mengungkapkan kemungkian terjadinya kesalahan percetakan dengan
melalui perbandingan sanad-sanad yang ada.

2.4 Kitab Untuk MenTakhrij Hadits


Dalam melakukan Takhrij hadis, kita memerlukan kitab-kitab yang berkaitan dengan takhrij
hadis ini. Adapun kitab-kitab tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Hidayatul bari’ila tartibi Ahadisil Bukhari


Penyusun kitab ini adalah Abdur Rahman Ambar Al-Misri At-Tahtawi. Kitab
ini disusun khusus untuk mencari hadis-hadis yang termuat dalam Shahih Al-Bukhari.
Lafazh hadis disusun menurut aturan urutan huruf abjad Arab. Namun, hadis-hadis
yang dikemukakan secara berulang dalam Shahih Bukhari tidak dimuat secara
berulang dalam kamus di atas. Dengan demikian, perbedaan lafazh dalam matan hadis
riwayat Al-Bukhari tidak dapat diketahui melalui kamus tersebut.

2. Mu’jam Al-fadzi wala Siyyama Al-Gariibu Minha atau Fuhris litartibi Ahaditsi
Shahihi Muslim.
Kitab tersebut merupakan salah satu juz, yakni juz ke-5 dari kitab Shahih Muslim
yang di sunting oleh Muhammad Abdul Baqi. Juz ke-5 ini merupakan kamus terhadap
juz ke-1-4 yang bertisi :

a. Daftar urusan judul kitab, nomor hadis, dan juz yang memuatnya.
b. Daftar nama para sahabat Nabi yang meriwayatkan hadis yang termuat
dalam Shahih Muslim.
c. Daftar awal matan hadis dalam bentuk sabda yang tersusun menurut abjad
serta menerangkan nomor-nomor hadis yang di riwayatkan oleh Bukhari
bila kebetulan hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Bukhari.
3. Miftahus Sahihain
Kitab ini disusn oleh Muhammad Syarif bin Mustafa Al-Tauqiah. Kitab ini dapat
digunakan untu mencari hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Muslim. Akan tetapi, hadis-
hadis yang dimuat dalam kitab ini hanyalah hadis-hadis yang berupa sabda (qauliyah)
saja. Hadis tersebut disusun menurut abjad dari awal lafazh matan hadis.

4. Al-Bugyatu fi Tartibi Ahaditsi Al-Hilyah


Kitab ini disusun oleh Sayyid Abdul Aziz bin Al-Sayyid Muhammad bin Sayyid
Siddiq Al-Qammari. Kitab hadis tersebut memuat dan menerangkan hadis-hadis yang
tercantum dalam kitab yang disusun Abu Nuaim Al-Asabuni (w.430 H) yang berjudul
Hilyatul Auliyai wathabaqatul Asfiyai.

Sejenis dengan kitab tersebut adalah kitab Miftahut Tartibi li Ahaditsi Tarikhil
Khatib yang disusun oleh sayyid Ahmad bin sayyid Muhammad bin sayyid As-Siddiq Al-
Qammari yang memuat dan menerangkan hadis-hadis yang tercantum dalam kitab sejarah
yang disusun oleh Abu Bakar bin Ali bin Subit bin Ahmad Al-Bagdadi yang dikenal
dengan Al-kitab Al-Bagdadi (w.463 H). Kitabnya diberi judul Tarikhu Bagdadi yang
terdiri atas 4 jilid.

5. Al-Jami’us Shagir
Kitab ini disusun oleh imam Jalaludin Abdurahman As-Suyuthi (w.91 H). Kitab
kamus hadis ini membuat hadis-hadis yang terhimpun dalam kitab himpunan kutipan
hadis yang disusun oleh As-Suyuthi juga, yakni Jam’ul Jawami’i.
Hadis yang dimuat dalam kitab ini disusun berdasarkan urutan abjad dari awal
lafazh matan hadis. Sebagian dari hadis-hadis itu ada yang ditulis secara lengkap dan
adapula yang ditulis sebagian-sebagian saja, namun telah megandung pengertian yang
cukup.
Kitab hadis tersebut juga menerangkan nama-nama sahabat nabi yang
meriwayatkan hadis yang bersangkutan dan nama-nama mukharij-nya (periwayat hadis
yang menghimpun hadis dalam kitabnya). Selain itu, hampir setiap hadis yang dikutip
dijelaskan kualitasnya menurut penelitian yang dilakukan atau disetujui oleh As-suyuthi.

6. Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alfadzil Hadis Nabawi


Penyusunan kitab ini adalah sebuah tim dari kalangan orientalis. Di antara anggota
tim yang paling aktif dalam kegiatan proses penyusunan adalah Dr.Arnold John
Wensinck (w.939 M), seorang profesor bahasa – bahasa semit, termasuk bahasa Arab di
Universitas Leiden, negri Belanda.

Kitab ini dimasukkan untk mencari hadis berdasarkan petunjuk lafazh matan
hadis. Berbagai lafazh yang disajikan tidak dibatasi hanya lafazh-lafazh yang berada
ditengah dan bagian-bagian lain dari matan hadis. Dengan demikian, kitab Mu’jam
mampu memberikan informasi kepada pencari matan dan sanad hadis selama sebagian
dari lafazh matan yang dicarinya itu telah diketahuinya.

Kitab Mu’jam ini terdiri dari tujuh juz dan dapat digunakan untuk mencari hadis-hadis yang
terdapat dalam sembilan kitab hadis, yakni Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu
Dawud, Sunan Tirmidzi, sunan Nasa’I, sunan Majah , sunan Darimi, Mutawatta Malik, dan
Musnad Ahmad.

2.5 Cara Pelaksanaan dan Metode Takhrij Hadits


Dalam melakukan takhrij, ada lima metode 10 yang bisa dipakai yaitu:
1. Takhrij melalui lafal yang terdapat dalam matan hadist.
2. Takhrij melalui lafal pertama matan hadist.
3. Takhrij melalui periwayat pertama (sanad pada tingkat sahabat)
4. Takhrij melalui tema-tema hadist.
5. Takhrij melalui klasifikasi jenis hadist.
Berikut ini penjelasan dari masing-masing metode tersebut beserta. Perangkat -perangkat
(kitab-kitab) yang dibutuhkan:
1. Takhrij melalui lafal yang terdapat dalam matan Hadist.
Metode ini diterapkan manakala kita mengetahui suatu matan Hadist baik sebahagian
maupun keseluruhan, terletak diawal, ditengah, diakhir atau dibagian mana saja dari Hadist
tersebut. Untuk kepentingan takhrij Hadist dengan metode ini diperiukan kitab kamus Hadist.
Kitata kamus Hadist yang agak lengkap adalah kitab susunan Dr. AJ. Wensinck dan kawan-
kawan yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Arab oleh Muhammad Fu’ad ‘Abdul Baqi
dengan judul ( al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazhi al-Hadist an-Nabawi). Selain itu juga
diperlukan kitab-kitab hadist yang menjadi rujukan kamus hadist tersebut yakni Shahih al-
Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Daud, Sunan al-Turmuzi, Sunan al-Nasa’i, Sunan Ibni
Majah, Sunan al-Darimi,Muwaththa’ Imam Malik, dan Musnad Imam ibn Hambal.Untuk
hadist yang termuat diluar kesembilan kitab hadist tersebut, perlu digunakan kamus lainnya
yang merujuk kepada kitab yang bersangkutan. Dalam kamus tersebut nama-nama kitab
induk dilambangkan dengan rumus--rumus sebagai berikut: Untuk dapat mempergunakan
kamus tersebut dengan efektif, perlu diketahui metode penyusunannya. Kamus tersebut
disusun berdasarkan lafal kata-kata yang terdapat dalam matan Hadist khususnya kata-kata
yang jarang terpakai. Langkah pertama yang ditempuh penyusun kamus ini adalah
menempatkan kata-kata kerja yang dimulai dengan huruf alif, kemudian huruf ba dan
seterusnya menurut urutan-urutan huruf-huruf hijaiyah. Setiap huruf yang merupakan
konstruksi dari kata-kata yang disusun juga diurut berdasarkan urutan huruf hijaiyah.
Susunan perubahan kata-kata yang dicantumkan pada fi’il mujarradnya adalah sebagai
berikut:
· Fi’il Madhi
· Fi’il mudhari’
· Fi’il amar
· Isim fa’il
· Isim maf u’
Fi’il muta’addy didahuiukan dari fi’il lazim, begitu pula kata dasar didahulukan dari kata-
kata yang mendapat tambahan. Kata-kata yang dalam keadaan marfiu’ didahulukan dari yang
majrur dan manshub. Kata mufrad didahulukan dari mutsanna dan jama’.Hal lain yang perlu
diketahui mengenai kamus tersebut adalah bahwa ada berepa jenis kata yang tidak tidak
Berhubung lafal-lafal Hadist yang dimuat dimulai dari awal matan Hadist, maka pemakai
kamus yang tidak mengetahui awal matan Hadist akan kesulitan dalam menggunakannya.b.
Fihrisun Li Tartibi Ahadisti Shahihi Muslim. Kamus ini ditulis oleh Muhammad Fu’ad Abd
al-Baqi. Hal- hal yang dimuat dalam kamus tersebut adalah:
l. Daftar urut judul judul kitab dalam arti bagian dan bab yang terdapat dalam Shahih
Muslim. Dalam daftar itu dikemukakan juga angka-angka Hadist yang membahasnya dan
angka-angka juz yang memuatnya.
2. Daftar nama para sahabat Nabi yang meriwayatkan hadist yang termuat dalam
Shahih Muslim, lengkap dengan angka hadist yang mereka riwayatkan.
3. Daftar awal matan Hadist dalam bentuk sabda. Daftar itu tersusun menurut abjad. Dalam
daftar tersebut diterangkan juga nomor-nomor Hadist yang diriwayatkan oleh al-Bukhari bila
kebetulan apa yang diriwayatkan oleh Muslim tersebut diriwayatkan juga oleh al-Bukahri.
4. Lafal-lafal penting serta lafal-tafal yang dinilai asing. Lafal-lafal tersebut disusun
berdasarkan abjad dan disertai dengan nomor-nomor Hadist yang memuat lafal tersebut.
Dalam melakukan takhrij dengan metode ini, langkah awal yang yang ditempuh adalah
mengidentifikasi lafal matan yang hendak dijadikan kunci untuk mentakhrij apakah sudah
berupa kata dasar ( fi’il madhi mujarrad) atau belum. Jika belum, maka lafal tersebut terlebih
dahulu dikembalikan kebentuk asalnya. Untuk memastikan apakah Hadist yang ditakhrij
sudah ditemukan semua dalam seluruh kitab induk/ sumber yang memuat Hadist tersebut,
maka perlu dicobakan mentakhrij dengan lafal yang lain yang terdapat dalam Hadist tesebut.
2. Takhrij Melalui Lafal Pertama Matan Hadist.
Bila suatu Hadist yang kita ketahui bisa dipastikan bunyi lafal pertamanya, maka disamping
mengunakanmetode pertama, kita juga bisa menelusuri Hadist dengan menggunakan metode
khusus melalui lafal pertama Jon Pamil: Takhrij Hadist: Langkah Awal Penelitian Hadist
matan Hadist tersebut. Dalam mempergunaklan metode ini ada tiga macam kitab Hadist yang
sangat membantu

-Kitab-kitab yang berisi himpunan hadist-hadist yang tersebar luas serta termasyhur ditengah
masyarakat

-Kitab-kitab yang menghimpun hadist berdasarkan urutan huruf mu’jam (


hija’iah)

-Kitab-kitabMafatih dan F’aharis yang dikarang para ulama untuk kitab-kitab induk tertentu.
Kitab-kitab yang menghimpun hadist-hadist yang tersebar luas dan termasyhur dikalangan
masyarakat, Sebahagian pengarang membuat kunci-kunci dan daftar-dafatr isi dari kitab-
kitab Hadist tertentu.
3. Takhrij Hadist melalui Perawi pertama (rawi di tingkat sahabat)
Banyak dijumpai baik dalam karangan maupun dalam ceramah, suatu Hadist yang dikutip
biasanya disebutkan perawi pertama sebelum matan Hadist kemudian kolektornya setelah
matan Hadist atau keduanya diletakkan setelah matan Hadist. Kalau dijumpai Hadist seperti
demikian, maka salah satu cara mentakhrijnya adalah dengan melalui perawi pertama
tersebut. Dalam melakukan takhrij dengan metode ini ada tiga jenis kitab Hadist yang akan
sangat nenbantu sebagai berikut: Sebahagian pengarang membuat kunci-kunci dan daftar-
dafatr isi dari kitab-kitab Hadist tertentu. Hasil karya seperti itulah yang disebut kitab
Mafatih dan Faharis. Diantara karya jenis ini adalah.

(1)Miftahu al-Shahihaini karya al-Tauqad

(2)Miftahu al-Tartibi Li Ahadisti Tarikhi al-Khathib karya Ahmad al-Ghamari

(3)Fahrasu Li Tartibi Ahadisti Shahihi Muslimkarya ‘Abd al-Baqi

(4)Fahrasu Litartibi Ahadisti Sunanu lbn Majah juga karya ‘Abd al-Baqi.
3. Takhrij Hadist melalui Perawi pertama (rawi di tingkat sahabat)
Banyak dijumpai baik dalam karangan maupun dalam ceramah, suatu Hadist yang dikutip
biasanya disebutkan perawi pertama sebelum matan Hadist kemudian kolektornya setelah
matan Hadist atau keduanya diletakkan setelah matan Hadist. Kalau dijumpai Hadist seperti
demikian, maka salah satu cara mentakhrijnya adalah dengan melalui perawi pertama
tersebut. Dalam melakukan takhrij dengan metode ini ada tiga jenis kitab Hadist yang akan
sangat nenbantu sebagai berikut:

Kitab-kita musnad
Yang disebut kitab musnad adalah kitab Hadist yang penyusunannya berdasarkan sanad pada
tingkat sahabat. Pengarang kitab musnad tersebut mengumpulkan Hadist-Hadist yang
diriwayatkan oieh masing- masing sahabat secara terpisah. Urutan nama-nama sahabat
didalam kitab-kitab musnad beraneka ragam. Ada yang berdasarkan urutan huruf hijaiyah,
ada berdasarkan urutan waktu masuk Islamnya para sahabat, ada yang berdasarkan
suku dan ada pula yang berdasarkan negeri asal sahabat dan sebagainya.

4. Takhrij melalui tema-tema Hadist.


Takhrij Hadist dengan metode ini didasarkan pada pengenalan tema suatu Hadist yang ingin
ditakhrij. Dengan demikian, maka metode ini hanya efektif digunakan oleh orang yang punya
kemampuan dalam mengidentifikasi tema Hadist.
Dalam menerapkan metode ini tentu saja langkah pertama yang dilakukan seorang pentakhrij
adalah menetapkan tema Hadist yang akan ditakhrij. Setelah itu barulah menelusuri hadist
tersebut baik dengan mempergunakan kamus hadist maupun lansung pada kitab-kitab hadist
maupun kitab-kitab lainnya yang menuliskan hadist berdasarkan tema-tema tertentu.
Menurut Abd al-Mahdi seluruh kitab-kitab yang hadist-hadistnya berdasarkan tema-tema,
berarti bisa digunakan untuk menelusuri Hadist dengan memakai metode ini.

5. Takhrij menurut klasifikasi Hadist.


Kalau pada metode-metode terdahulu kegiatan takhrij dimulai dari suatu hadist yang telah
kita ketahui, maka metode kelima ini berangakat dari pengetahuan pentakhrij akan
klasifikasi-klasifikasi Hadist. Dari pengetahuan tersebut kemudian pentakkhrij ingin
mendapatikan hadist-hadist berdasarkan klasifikasi tersebut.Yang dimaksud klasifikasi hadist
adalah pengelompokan Hadist berdasarkan klasifikasi hadist yang terdapat
dalam Ilmu hadist seperti Mutawatir, Shahih Dha’if dan sebagainya.
Diantara kitab-kitab yang bercorak demikian adalah: Sekilas tentang langkah-langkah
penelitian Hadist setelah ditakhrij Setelah melakukan penelusuran hadist dan
mendapatkannya dalam sumbernya yang asli (kitab induk) ada dua hal yang bisa dilakukan
untuk memberikan penilaian terhadap hadist tersebut:
a. Membuat bagan sanad periwayat hadist.
Bagan sanad dibuat berdasarkan apa yang terdapat dalam kitab-kitab sumber. Susunan bagan
sanad dimulai dari perawi terakhir sampai pada Nabi. Sesuai dengan klasifikasi hadist,
banyak sedikitnya jalurhadist akan membuat pentakhrij tahu apakah hadist tersebut
Mutawatir atau Ahad. Bila hadist tersebut ahad, dan setelah dikonfirmasikan dengan riwayat
lain ternyata ada kelainan, maka dapat dikatakan hadist itu gharib atau bahkan syaz dan
seterusnya. Untuk memberi penilaian ini tentu saja yang dipedomani adalah teori-teori yang
berlaku dalarn ilmu hadist.
b. Memeriksa persambungan sanad dan reputasi para periwayat.
Setelah bagan periwayatan atau sanad dibuat, selanjutnya dilakukan penelitian terhadap
masing-masing periwayat untuk mengetahui apakah sanad hadist tersebut bersambung atau
tidak. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah kitab
Rijal al-hadist. Dalam kitab tersebut akan didapatkan informasi tentang riwayat hidup para
tokoh sanad, yang dari situlah ditentukan bersambung atau tidaknya sanad hadist tersebut.
Bila sanad terputus, maka dapat ditentukan prediket hadist tersebut sesuai dengan jumlah
keterputusannya. Dari sini akan muncul kategori mursal, munqathi’, mu’dhal dan sebagainya.
Dari kitab rijal al-Hadist juga akan didapatkan informasi tentang penilaian ulama hadist
terhadap para tokoh sanad tersebut. Maka dalam hal ini ada beberapa kemungkinan yang
akan terjadi:
· Periwayat hadist yang ditakhrij tercela
(majruh). Setelah diteliti tingkat jarahnya baru bisa ditentukan tingkat ke dha’ifan hadist yang
kita takhrij · Periwayat hadist yang ditakhrij tenyata seorang yang terpuji. Pujian tersebut
kemudian dilihat lagi berada pada peringkat apa yang dalam hal ini diketahui dengan
ungkapan yang dipakai ulama penilai. Pujian yang bersangatan diungkapkan dengan kata “si
polan itu amat tsiqah atau si polan itu tiada bandingnya”.Penilaian tersebut akan membawa
kita pada kesimpulan bahwa hadist yang kita takhrij shahih sanadnya.Pujian yang pas-pasan
diungkapkan dengan kata “sipolan itu jujur at.u dapat ditolelir”. Penilaian ini akan
mengantarkan kita untuk menyimpulkan bahwa hadist yang kita takhrij derajatnya
hasan. Periwayat hadist yang kita takhrij ternyata kontroversial, dimana ada ulama yang
memuja dan ada pula yang mencela. Menghadapi kenyataan ini kita harus kembali pada teori
mana yang dipakai untuk menyelesaikannya, apakah mendahulukan ta’dil dari
jarah atau sebaliknya atau mendahulukan suara yang terbanyak.

6.Takhrij Hadist melalui Compact Disc (CD)


Sekitar 33 tahun yang lalu, Dr Syuhudi Isma’il mengatakan bahwa dengan perkernbangan
ilmu komputer, maka kamputerisasi hadist Nabi telah dicoba. Sekiranya kegiatan tersebut
telah mampu memprogramkan berbagai hadist Nabi baik dari segi lafal matan, sanad, kualitas
dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya, niscaya pengkajian hadist Nabi akan
bertambah mudah dan praktis.Sa’ad ini prediksi dan harapan Syuhudi Isma’i1 tersebut sudah
menjadi kenyataan, sebab berbagai CD yang memuat hadist-hadist Nabi sudah tersebar luas.
Seperti dikatakan Syuhudi Isma’il diatas, penggunaan CD dalam mentakhrij dan meneliti
hadist begitu cepat dan praktis dibanding cara biasa dengan perangakt kamus-kamus dan
kitab-kitab hadist. Contoh mentakhrij dengan CD.
· Metode = Melalui lafal yang terdapat dalam hadist
· Potongan matan yang diketahui/diingat =
· Lafal yang dijadikan acuan mentakhrij=
· Hasil = Ternyata dalam CD yang memuat kutubu al-tis’ah, hadist tersebut terdapat dalam
empat kitab.

Langkah-langkah penelitian hadis meliputi penelitian sanad dan penelitian matan.

1. Penelitian sanad dan Rawi Hadis


a. Meneliti sanad dan rawi adalah takhrij.
b. Itibar, yaitu menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadis tertentu,
dan hadis tersebut pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang
perawi saja, dan dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut untuk
bagian sanad dari sanad yang dimaksud.
c. Meneliti namun para rawi yang tercantum dalam skema sanad (penelitian
asma ar-ruwat). Langkah ini dilakuakan dengan mencari nama secara lengkap
yang mencakup nama, nisbat, kunyah, dan laqab setiap rawi dalam kitab-kitab
Rijal Al-Hadis, seperti kitab Tahdzib At-Tahdzib.
d. Meneliti tarikh ar-ruwat, yaitu meneliti al-masyayikh wa al-talamidz (guru
dan murid) dan al-mawalid wa al-wafayat (tahun kelahiran dan kematian).
Dengan langkah ini dapat diketahui bersambung atau tidaknya sanad.
e. Meneliti al-jarh wa at-ta’dil untuk mengetahui karakteristik rawi yang
bersangkutan, baik dari segi aspek moral maupun aspek intelektualnya
(keadilan dan ke-dhabit-an).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Takhrij hadis bertujuan mengetahui sumber asal hadis yang di takhrij. Tujuan
lainnya adalah mengetahui di tolak atau diterimanya hadis-hadis tersebut. Dengan
cara ini, kita akan mengetahui hadis-hadis yang pengutipannya memerhatikan
kaidah-kaidah ulumul hadis yang berlaku sehingga hadis tersebut menjadi jelas,
baik asal-usul maupun kualitasnya.
2. Takhrij menurut istilah adalah penunjukan terhadap tempat hadist didalam sumber
aslinya yang dijelaskan sanad dan martabatnya sesuai keperluan.
3. Dapat diketahui banyak – sedikitnya jalur periwayatan suatu hadis yang sedang
menjadi topik kajian.
4. Dapat diketahui kuat dan tidaknya periwayatan akan menambah kekuatan riwayat.
Sebaliknya, tanpa dukungan periwayatan lain, kekuatan periwayatan tidak
bertambah.
5. Dapat ditemukan status hadis Shahih li dzatih atau shahih li ghairih, hasan li
dzatih, atau hasan li ghairih. Demikian juga, akan dapat diketahui istilah hadis
mutawatir, masyhur, aziz, dan gharib-nya

3.2 Saran
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca, khususnya untuk penyusun. Dan
penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan sarannya agar makalah yang saya
susun kedepannya jauh lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Jurnal Pemikiran Islam; Vol. 37, No. 1 Januari-Juni 2012.Jon Pamil: Takhrij Hadist:
Langkah Awal Penelitian Hadist.

https://www.bacaanmadani.com/2018/04/pengertian-takhrij-al-hadis-tujuan-dan.html
diakses 20 Maret 2023

https://islam.nu.or.id/ilmu-hadits/takhrij-hadits-pengertian-dan-sejarah-QUZwc
diakses 20 Maret 2023

https://an-nur.ac.id/takhrij-hadits-pengertian-metode-metode-kitab-manfaat-takhrij-
dam-sejarahnya/6/ diakses 20 Maret 2023

Anda mungkin juga menyukai