Anda di halaman 1dari 35

Makalah Ulumul Hadis

Takhrij Hadis

Disusun Oleh:

Nur Inayah Yushar

50700112009

ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2012/2013

1
KATA PENGANTAR

Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah dua sumber hukum islam yang menjadi
pegangan hidup umat Islam. Allah sendiri yang akan menjadi penjaga Al-Qur'an
dari perubahan, penambahan ataupun pengurangan, begitupula dengan As-sunnah
(Al-hadist) sebagai penjaga makna atau penjelas al-Qur'an. Maka tidak ada
seorangpun di ujung dunia yang membuat hadist dusta kecuali akan terkuak
kepalsuanya. Bagaimana Hadits bisa terjaga?

Hadits terjaga dengan adanya sanad hadits. Dengan sanad itulah para
ulama ahli hadits bisa membedakan manakah hadits shahih, hadits dhaif (lemah)
dan hadits maudhu’(palsu). Sanad adalah susunan orang-orangyang meriwayatkan
hadist. Para periwayat tersebut diperiksa satu persatu secara ketat tentang riwayat
hidupnya, apakah ia seorang jujur ataukah pendusta, hafalannya kuat ataukah
lemah dan pemeriksaan ketat lainnya. Jika seluruh rawi dalam sanad hadits lulus
pemeriksaan maka hadits tersebut berstatus shahih yang wajib kita jadikan
pegangan hidup. Dengan demikian tersingkaplah hadits-hadits palsu buatan para
pendusta yang sengaja membuatnya untuk merusak agama Islam.

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul.....................................................................................................i

Kata Pengantar ....................................................................................................ii

Daftar isi ..............................................................................................................iii

Bab I Pendahuluan .............................................................................................1

A. Latar Belakang ........................................................................................1


B. Rumusan Masalah ...................................................................................1

Bab II Pembahasan .............................................................................................2

A. Pengertian Takhrij Hadis.........................................................................2


B. Takhrij Hadis dan Urgensinya ................................................................3
C. Sejarah takhrij pendekatan yang digunakan dalam takhrij .....................5
D. Metode Takhrij Hadis .............................................................................8

Bab III Penutup ..................................................................................................24

A. Kesimpulan .............................................................................................24
B. Saran ........................................................................................................24

Daftar pustaka .....................................................................................................25

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Langkah awal dalam melakukan kegiatan penelitian hadis adalah Takhrij


al-Hadis. Kegiatan ini sangat penting karena tanpa kegiatan ini terlebih dahulu
maka akan sulit untuk diketahui asal usul riwayat hadis yang akan diteliti.
Kegiatan penelitian hadis baik dari segi sanad maupun dari segi matan sangatlah
penting. Upaya penelitian terhadap hadis-hadis yang tertuang dalam beberapa
kitab hadis merupakan sebuah keharusan. Karena kitab-kitab hadis yang disusun
oleh para mukharrij-nya masing-masing memuat riwayat hadis baik sanad-nya
maupun matan-nya. Artinya para mukharrij bersikap terbuka dengan
mempersilahkan para ahli yang berminat untuk meneliti semua hadis yang
terhimpun dalam kitab hadis yang mereka susun.

Latar belakang pentingnya penelitian hadis adalah hadis nabi sebagai salah
satu sumber ajaran islam, dan tidak seluruh hadis tertulis pada zaman nabi. Selain
itu telah timbul berbagai pemalsuan hadis. Juga di sisi lain telah terjadi
periwayatan secara makna karena jumlah kitab hadis yang banyak dengan
penyusunan yang beragam serta proses penghimpunan hadis memaka waktu yang
lama.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Pengertian Takhrij Hadis


2. Takhrij Hadits dan urgensinya
3. Sejarah takhrij pendekatan yang digunakan dalam takhrij
4. Metode- metode dalam takhrij hadits

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Takhrij secara teoritis menurut bahasa memiliki beberapa makna yaitu


berasal dari kata kharaja (‫ )خرج‬yang artinya nampak dari tempatnya atau
keadaaannya, dan terpisah, dan kelihatan. Demikian juga kata al-ikhraj (‫)االخرج‬
yang artinya menampakkan dan memperlihatkannya. Dan kata al-makhraj (‫)المخرج‬
yang artinya tempat keluar dan akhraj al-hadist wa kharajahu artinya
menampakkan dan memperlihatkan hadist kepada orang dengan menjelaskan
tempat keluarnya.

Mahmud al-Thahhan dalam kitabnya Usul al-Takhrij wa Dirasat al-


Asanid1 menjelaskan bahwa al-takhrij menurut pengertian asal bahasanya ialah
“berkumpulnya dua perkara yang berlawanan pada sesuatu yang satu”. Kata al-
takhrij sering dimunculkan dalam berbagai pengertian, dan pengertian yang
populer al-takhrij adalah (1) al-istimbat artinya “mengeluarkan” (2) al-tadrib
artinya “melatih atau pembiasaan” (3) al-tawjih artinya “mengarahkan atau
menjelaskan arah”. Sedangkan secara terminologi, takhrij berarti :
َ ْ ّ
‫االح ِاد ْي ِث ال ِتى ُتذ َك ُر ِفي ُالم َص َّن َفا ِت ُم َع َّل َق ًة َغ ْي َر ُم ْس َن َدة َوال َم ْع ُز َّوة اِلى ِك َتاب َا ْو‬ َ ‫َع ْز ُو‬
ً ‫ُك ُتب ُم ْس َن َدة ا َِّما َم َع ْال َك َالم َع َل ْي َها َت ْصح ْي‬
‫حا َو َت ْض ِع ْي ًفا َو َر ًّدا َو َق ُب ْو ًال َو َب َي ِان َم ِاف ْي َها ِم َن‬ ِ ِ
َ ْ ْ
‫ا ِلع َل ِل َوا َِّما ِبا ِال ْق ِت َص ِار َع َلى ال َع ْزِو اِلى ُاال ُص ْو ِل‬
Mengembalikan (menelusuri kembali ke asalnya) hadis-hadis yang
terdapat di dalam berbagai kitab yang tidak memakai sanad kepada kitab-kitab
musnad, baik disertai dengan pembicaraan tentang status hadis-hadis tersebut dari
segi sahih atau daif, ditolak atau diterima, dan penjelasan tentang kemungkinan

1
Mahmud al-Thahhan, 1991 M/1412 H, Usul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid, Riyadh, Maktabah al-
Ma’arif hal. 7-8

5
illat yang ada padanya, atau hanya sekedar mengembalikannya kepada kitab-kitab
asal (sumbernya)nya.

Dari uraian defenisi di atas, takhrij Hadis dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Mengemukakan hadis pada orang banyak dengan menyebutkan para


rawinya yang ada dalam sanad hadis itu.
2) Mengemukakan asal usul hadis sambil dijelaskan sumber pengambilannya
dari berbagai kitab hadis yang diperoleh oleh penulis kitab tersebut dari
para gurunya, lengkap dengan sanadnya sampai kepada Nabi Saw. Kitab-
kitab tersebut seperti; Al-Kutub al-Sittah, Muwaththa’ Malik, Musnad
Ahmad, Mustadrak Al-hakim.
3) Mengemukakan hadis-hadis berdasarkan sumber pengambilannya dari
kitab-kitab yang didalamnya dijelaskan metode periwayatannya dan sanad
hadis-hadis tersebut, dengan metode dan kualitas para rawi sekaligus
hadisnya.
4) Membahas hadist-hadist sampai diketahui martabat kualitas (maqbul-
mardudnya).

B. TAKHRIJ HADITS DAN URGENSINYA

Takhrij Al-Hadits sebagai sebuah metode dengan memperhatikan


tujuannya, mempunyai banyak sekali manfaat. Abu Muhammad Abdul Mahdi bin
Abdul Qadir bin Abdul Hadi dalam kitabnya Thuruq Takhrij Hadits Rasulillah
SAW2 menjelaskan beberapa manfaat takhrij hadits diantaranya :

 Takhrij memperkenalkan sumber-sumber hadits, kitab-kitab asal dimana


suatu hadits berada, beserta ulama yang meriwayatkannya.
 Takhrij dapat menambah perbendaharaan sanad hadits-hadits melalui
kitab-kitab yang ditunjukinya. Semakin banyak kitab-kitab asal yang

2
Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi, 1994, Thuruq Takhrij Hadits Rasulillah
SAW, Semarang: Terjemahan, Dina Utama Semarang. Hal. 5-6

6
memuat suatu hadits, semakin banyak pula perbendaharaan sanad yang
dimiliki.
 Takhrij dapat memperjelas keadaan sanad. Dengan membandingkan
riwayat-riwayat hadits yang banyak itu maka dapat diketahui apakah
riwayat itu munqathi’ mu’dal dan lain-lain. Demikian pula dapat diketahui
apakah status riwayat tersebut shahih, dha’if dan sebagainya.
 Takhrij dapat memperjelas hukum hadits dengan banyaknya riwayatnya.
Terkadang kita dapatkan hadits yang dha’if melalui suatu riwayat, namun
dengan takhrij kemungkinan kita akan mendapatkan riwayat lain yang
shahih. Hadits yang shahih itu akan mengangkat derajat hukum hadits
yang dha’if tersebut ke derajat yang lebih tinggi.
 Dengan takhrij kita dapat memperoleh pendapat-pendapat para ulama
sekitar hukum hadits.
 Takhrij dapat memperjelas perawi hadits yang samar. Karena terkadang
kita dapati perawi yang belum ada kejelasan namanya, seperti
Muhammad, Khalid dan lain-lain. Dengan adanya takhrij kemungkinan
kita akan dapat mengetahui nama perawi yang sebenarnya secara lengkap.
 Takhrij dapat memperjelas perawi hadits yang tidak diketahui namanya
melalui perbandingan diantara sanad-sanad.
 Takhrij dapat menafikan pemakaian “AN” dalam periwayatan hadits oleh
seorang perawi mudallis. Dengan didapatinya sanad yang lain yang
memakai kata yang jelas ketersambungan sanadnya, maka periwayatan
yang memakai “AN” tadi akan tampak pula ketersambungan sanadnya.
 Takhrij dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya percampuran
riwayat
 Takhrij dapat membatasi nama perawi yang sebenarnya. Hal ini karenan
kemungkinan saja ada perawi-perawi yang mempunyai kesamaan gelar.
Dengan adanya sanad yang lain maka nama perawi itu akan menjadi jelas.
 Takhrij dapat memperkenalkan periwayatan yang tidak terdapat dalam
satu sanad.

7
 Takhrij dapat memperjelas arti kalimat yang asing yang terdapat dalam
satu sanad.
 Takhrij dapat menghilangkan suatu “syadz” (kesendirian riwayat yang
menyalahi riwayat tsiqat) yang terdapat dalam suatu hadits melalui
perbandingan suatu riwayat.
 Takhrij dapat menghilangkan suatu “syadz” (kesendirian riwayat yang
menyalahi riwayat tsiqat) yang terdapat dalam suatu hadits melalui
perbandingan suatu riwayat.
 Takhrij dapat membedakan hadits yang mudraj (yang mengalami
penyusupan sesuatu) dari yang lainnya.
 Takhrij dapat mengungkapkan keragu-raguan dan kekeliruan yang dialami
oleh seorang perawi
 Takhrij dapat mengungkapkan hal-hal yang terlupakan atau diringkas oleh
seorang perawi.
 Takhrij dapat membedakan proses periwayatan yang dilakukan dengan
lafal dan yang dilakukan dengan ma’na (pengertian) saja.
 Takhrij dapat menjelaskan waktu dan tempat kejadian timbulnya suatu
hadits.
 Takhrij dapat menjelaskan sebab-sebab timbulnya hadits. Diantara hadits –
hadits ada yang timbul karena perilaku seseorang atau kelompok orang
melalui perbandingan sanad-sanad yang ada maka “asbab al-wurud” dalam
hadits tersebut akan dapat diketahui dengan jelas.
 Takhrij dapat mengungkapkan kemungkinan terjadinya percetakan dengan
melalui perbandingan-perbandingan sanand yang ada.

8
C. SEJARAH TAKHRIJ PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN DALAM
TAKHRIJ

Para ahli dan peneliti keislaman generasi pertama umat Islam pada
mulanya tidak berpikir perlu membuat prinsip-prinsip dasar dan tata aturan
mengenai takhrij al-hadits (transfering and transforming of hadith). Argumentasi
yang mengalasi pendapat demikian, sebagaimana yang dikemukakan Mahmud al-
Thahhan, adalah faktor pengetahuan yang ekstensif dan intensif (ithila` wasi`)
yang dimiliki oleh para ahli tersebut terhadap sumber-sumber al-Sunnah.
Kemampuan dan pengetahuan yang demikian luas itu memudahkan mereka
dalam merujukkan setiap pendapat atau sikap keagamaan tertentu yang
membutuhkan alasan syar`i kepada kitab-kitab hadis yang ada ketika itu, bahkan
sampai pada tingkat yang paling partikular (juz’iy) dan detil.

Kondisi sebagaimana tersebut di atas berlangsung hingga beberapa kurun


waktu. Tetapi seiring perluasan wilayah teritorial umat Islam dengan segala
asesoris persoalan yang mengihiasinya, para ahli dan peneliti keislaman pada
masa berikutnya merasakan bahwa tingkat pengetahuan dan kemampuan mereka
mengenai al-Sunnah demikan tertelikung oleh rupa-rupa keterbatasan. Mencari
sebuah komunike profetik yang berasal atau diduga dari Nabi saw – pada masa
berikutnya – merupakan pekerjaan yang tidak mudah, bahkan melelahkan.
Sementara itu, kebutuhan terhadap keputusan syariah mengenai suatu persoalan
begitu sangat mendesak, di samping terdapat banyak sekali karya ilmiah yang
menjadikan hadis sebagai asas argumentasinya – seperti: tafsir, sejarah, tasawuf,
kalam, dan fikih – tidak menjelaskan aspek otentisitas, orisinalitas dan kualitas
hadis yang dimaksud. Keadaan inilah yang akhirnya mendorong sebagian ulama
hadis mulai memikirkan sekaligus melakukan aneka tindakan ilmiah yang
dipandang perlu agar dapat segera lepas dari jerat situasi tersebut.

Usaha para ulama hadis pada akhirnya menghasilkan aneka rumusan


tentang prinsip-prinsip dan tata aturan takhrij, yang secara generatif melahirkan
berbagai macam karya tulis yang kelak dinamai “Kutub al-Takhrij”, kitab-kitab
yang tidak hanya berhasil mengembalikan matan pada transmisinya, tetapi pula

9
menjelaskan aspek orisinalitas dan kualitas redaksional, bahkan bila dianggap
diperlukan menerangkan pula kualitas transmisinya.

Secara kronologinya proses takhrijul Hadis dalam perkembangannya


melalui fase-fase berikut:

1) Penyebutan hadits-hadits dengan sanadnya masing-masing. Terkadang


pengarang menitik beratkan pada masalah sanad atau terkadang pada
masalah matan
2) Penyebutan hadits-hadits dengan sanad milik sendiri yang berbeda dengan
suatu kitab terdahulunya. Sanad-sanad pada kitab kedua ini menambah
kekuatan hukum tentang sanad kitab pertama dan dapat menambah
redaksi matan.
3) Setelah sunnah-sunnah nabi terkempul dalam kitab-kitab besar,
pengertian Takhrijul berarti penisbatan riwayat Hadits kepada kitab-kitab
yang ada beserta penjelasan kriteria-kriteria hukum hadits-hadits tersebut.
Oleh karena itu pada masa kini dapat kita temui kitab-kitab takhrijul
hadits tentang fiqih, tafsir, bahasa, tasawuf, dan lain sebagainya3

Kerja takhrij yang dilakukan oleh generasi pertama ahli hadis hingga akhir
abad ketiga bukanlah pekerjaan yang mudah dilakukan. Kerja ilmiah mereka lebih
banyak dilakukan dengan melakukan perjalanan sangat jauh ke wilayah-wilayah
yang menjadi pusat-pusat tutorial hadis, sekedar untuk mengkonfirmasi atau
melakukan klarifikasi atas suatu riwayat yang diterimanya. Sementara itu buku-
buku yang dapat dijadikan panduan takhrij belum banyak ditulis. Generasi
sekarang sesungguhnya dapat lebih mudah melakukan kerja takhrij-nya, dan juga
penelitian hadis lainnya, yakni dengan merujuk kepada metode serta buku-buku
hadis yang telah disediakan oleh generasi awal Islam yang dibuat melalui proses
yang demikian panjang, sulit dan melelahkan. Bahkan kecanggihan teknologi

3
Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi, Metode Takhrijul Hadits,
1994 : Semarang, Dina Utama . Hal. 3-4

10
lebih memudahkan para pemula melakukan kerja takhrij dengan hanya
menggunakan keping CD atau membuka informasi di situs internet.

Hanya saja secara konvesional para pengkaji dan peneliti hadis setelah
abad keempat Hijriah dalam melakukan kerja takhrij-nya dapat menggunakan
beberapa pendekatan manual di bawah ini:

a) Pendekatan transmisional, melalui telaah akhir sanad (sahabat Nabi saw);


b) Pendekatan redaksional, dengan melakukan pencermatan terhadap awal
matan atau lafal kalimat tertentu yang tidak populer di lingkungan
masyarakat;
c) Pendekatan kontekstual, yaitu dengan cara mengeksplorasi kandungan
materi hadis; dan
d) Pendekatan deskripsional, adalah dengan melihat tanda-tanda lahir yang
mengemuka, baik pada sanad maupun matan suatu hadis.

Pendekatan-pendekatan di atas, pada tataran aplikasinya satu sama lain


sesungguhnya saling melengkapi dan menyempurnakan. Sebagai misal,
pendekatan transmisi sangat mengandalkan pada penyebutan nama sahabat nabi
periwayat hadis; artinya bila di satu hadis tidak disebutkan nama sahabat, maka
pendekatan ini tidak dapat digunakan. Jalan keluar yang dapat dilalui agar kerja
takhrij tidak terhenti adalah dengan beralih pendekatan, menggunakan pendekatan
redaksional, misalnya. Demikian seterusnya.

Selanjutnya setiap pendekatan tersebut menuntut penggunaan metode


tertentu sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Berikut ini adalah rinciannya:

a) Takhrij dengan menggunakan pendekatan transmisional bertumpu pada


metode musnady, mu`jamy (syakhshiy) dan athrafy.
b) Takhrij yang memanfaatkan pendekatan redaksional dan tema berpijak
pada metode fihrisiy, mu`jamiy (alfahzi)y, istikhrajiy, istidrakiy dan
istiqra’iy mawdhu`iy.

11
c) Takhrij dengan pendekatan deskripsional menapakpijak pada metode
metode istiqra’iy isnadiy wa matniy (analisis transmisi dan analisis materi,
isi atau muatan).

D. METODE- METODE DALAM TAKHRIJ HADITS

Mahmud al-Thahhan menjelaskan bahwa setidaknya ada lima metode


yang dipergunakan dalam melakukan takhrij hadits, diantaranya adalah :

1. Al-Takhrij ‘An Thariiqi Ma’rifati Raawi Al-Hadits Min Al-Sahaabati


(Takhrij Melalui Perawi Hadis Pertama)

Metode ini digunakan ketika nama sahabat di sebut pada sebuah hadis yang
hendak di- takhrij. Apabila nama sahabat tidak disebut pada hadis dan tidak
mungkin mengetahuinya, metode ini tidak dapat digunakan. Jika nama sahabat
disebut pada hadis atau kita mengetahuinya dengan jalan tertentu, maka kita dapat
menggunakan metode ini.4

Dalam menggunakan metode ini seseorang yang akan mentakhrij haruslah


mengetahui sanad hadits tersebut. Dalam hal ini yang menjadi pijakannya adalah
perawi yang paling tinggi yaitu sahabat-sahabat Rasulullah SAW, atau bisa juga
para tabi’in (jika hadits tersebut merupakan hadits mursal). Untuk
mempergunakan metode takhrij ini ada banyak kitab yang membantu pelacakan
hadits, kitab-kitab tersebut terbagi menjadi tiga jenis yaitu :

a. Jenis kitab al-masanid.

Yang dimaksud dengan kitab al-musnad adalah kitab yang disusun


berdasarkan perawi teratas dan menentukan hadits-hadits setiap sahabat
sendiri-sendiri. berdasarkan urutan huruf-huruf hijaiyah, berdarkan lebih
dahulu masuk islam, berdasarkan kehormatan keturunan. Dalam kitab-kitab
musnad ini, jenis shahih, hasan dan dha’if terkumpul jadi satu. Diantara kitab-
kitab tersebut adalah: Musnad Abu Hanifah, Musnad Al-Syafi’i, Musnad Abu

4 Mahmud tahhan, op. Cit., ., h. 40.

12
Dawud al-Thayalisi, Musnad Ahmad bin Hanbal, Musnad Abu Ya’la al-
Maushili, Musnad al-Humaidi, dan lain-lain

b. Jenis kitab al-Ma’ajim


Ialah metode takhrij hadis yang mengandalkan buku-buku mu`jam (buku
hadis yang secara sistematis ditulis berdasarkan urut-urutan huruf alfabet,
bentuk jamaknya: ma`ajim) dalam melakukan kerja takhrij-nya. Beberapa
contoh kitab yang berjenis ini adalah: Mu’jam al-Kabir karya Abu al-Qasim
al-Thabarani (360 H), Mu’jam al-Shaghir karya Abu al-Qasim al-Thabarani,
Mu’jam al-Shahaabah karya Ahmad bin Ali al-Hamdani (398 H), Mu’jam al-
Ausath karya Abu al-Qasim al-Thabarani, Mu’jam al-Shahaabah karya Abi
Yu’la Ahmad bin Ali al-Maushili (308 H)

c. Jenis kitab al-athrafat,


Yang dimaksud dengan kitab al-athraaf adalah salah satu jenis kitab-kitab
yang disusun sebagai kumpulan hadits-hadits nabi. Yang dimaksud dengan
jenis al-athraaf ini ialah kumpulan hadits-hadits dari beberapa kitab induknya
dengan cara mencantumkan bagian atau potongan hadits-hadits yang
diriwayatkan oleh setiap sahabat. Beberapa contoh kitab yang berjenis al-
athraaf adalah: Athraaf al-hahihain karya Imam Khalaf bin Hamadun al-
Washithy (401 H), Athraaf al-Kutub al-Sittah karya Syamsuddin Abu al-
Fadhly Muhammad bin Thahir bin Ahmad al-Maqdisi (507 H), .Al-Isyraf
‘Alaa Ma’rifati al-Athraaf, karya Abu al-Qasim Ali bin Abi Muhammad al-
Hasan al-Dimasyqi (571 H), Tuhfatu al-Asyraf bi Ma’rifati al-Athraaf karya
Jamal al-Din Abu al-Hajjaj, Yusuf bin Abdi al-Rahman al-Mizzi (742 H)5
Athraaf al-shahihin karya imam abu mas'ud Ibrahim bin muhamad bin ubaid
al-dimasyqi.

 Kelebihan metode ini:

Kelebihan dari metode ini adalah, pertama, metode ini


memperpendek masa proses takhrij dengan diperkenalkannya; kedua,

5
Mahmud al-Thahhan, 1991 M/1412 H, Usul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid, Riyadh,
Maktabah al-Ma’arif. Hal. 39-49

13
memberikan kesempatan untuk melakukan per-Sanad. Dengan
menggunakan metode ini akan lebih mudah dan cepat dalam melakukan
proses penelusuran atau mentakhrij hadis yang diinginkan.

 Kelemahan metode ini:

Sedangkan kekurangannya adalah, pertama, metode ini tidak dapat


digunakan dengan baik tanpa mengetahui terlebih dahulu perawi
pertama hadis yang kita maksud; kedua, adanya kesulitan mencari hadis
diantara yang tertera dibawah setiap perawi pertamanya. Hal ini karena
penyusunan hadis didasarkan perawi- perawinyayang dapat
menyulitkan.6

Jika terdapat persamaan makna pada awal matan hadits dan awal
kata hadits yang ingin ditakhrij berbeda maka akan mengalami
kesulitan, misalnya matan hadits yang diawali dengan kata “idza
ataakum” yang akan ditakhrij, kemudian kita lupa dan hanya
mengingat kata-kata “lau ja’akum”, maka hal ini akan menyulitkan
dalam melakukan proses takhrij hadits, jadi harus sesuai dengan lafal
yang akan ditakhrij7

 Contoh metode takhrij dengan kitab Tuhfatul Al-Asyraf bi ma`rifati Al-


Athraf

Hadits Jabir bin Abdullah yang berbunyi:

‫ إذا خطب احدكم المراة فإن‬:‫ان رسول هللا صلي هللا عليه وسلم قال‬
‫استطاع ان ينظر إلي ما يدعوه إلي نكا حها فليفعل‬
Kita mencari hadits-hadits Jabir. Kita dapati jilid kedua tertulis
‫ أهبان‬-‫ جودان‬, artinya jilid kedua ini mencakup hadits-hadits sahabat
yang nama-nama mereka diantara ‫ أهبان‬dan ‫جودان‬. Sementara nama jabir

6 Abdul hadi, op. Cit., h. 78-79


7
Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi, 1994, Thuruq Takhrij Hadits
Rasulillah SAW, Semarang: Terjemahan, Dina Utama Semarang. Hal 17

14
terletak disekitar pengelompokan ini, tentunya nama jabir kita cari pada
jilid jilid ini. Lalu kita telusuri seluruh hadits-haditsnya hingga sampai
pada hadits yang kita maksud. Kita ketahui bahwa jabir adalah
termasuk yang banyak meriwayatkanya, penyusun kitab mengurutkan
nama-nama murid-muridnya berdasarkan huruf mu`jam karena penulis
sendiri telah mengetahui bahwa tabi`in yang meriwayatkanya dari jabir
adalah waqid-al-anshari, maka penulis mencari nama waqid, haditsnya
berbunyi:

‫واقد بن عبد الرحمن بن سعد معاذ‬


‫جابر‬ ‫عن‬ ‫المدني‬ ‫ألوسى‬ ‫األنصارى‬
‫ إذا خطب أحدكم المرأة‬,‫ حديث‬3124
‫مايدعوه‬ ‫فإن استطاع أنينظر إلي‬
‫ د في النكاح‬,‫إلى نكاحها فليفعل‬
‫ عن عبد الواحد بن‬,‫) عن مسدد‬19(
‫ عن داود‬,‫ عن محمد بن إسحاق‬,‫زياد‬
Maksudnya adalah bahwa hadits ini diriwayatkan oleh abu daud
dalam kitab al-nikah bab ke-19 dengan jalannya sanad seperti ini.
Langkah selanjutnya adalah mencari hadist ini dalam sunan abu daud
pada kitab al-nikah bab ke-19. Kemudian kita jelaskan bahwa abu daud
mengeluarkannya pada kitab al-nikah di bab fi-al-rajuli yandhuru illa
al-mar`ati wa huwa yuridhu tazawwajahajuz 6 halaman 96. Lalu kita
katakana bahwa al-mizzy menyebutkannya dalam al-tuhfah juz 2
halaman 385. Abu daud berkata; yang dikenal adalah Waqid Bin Amr
Bin Saad Bin Muadz.

15
Dengan melakukan cara diatas berarti kita telah melakukan takhrij
dengan sempurna dari kitab al-tuhfah. Untuk lebih sempurna lagi kita
mentakhrijnya kembali dari kitab-kitab lainya8

2. Al-Takhrij ‘An Thariiqi Ma’rifati Awwalul Hafzhi Min Matn Al-Hadits


(Takhrij Menurut lafal Pertama Hadis)

Yang dimaksud adalah metode takhrij dengan jalan mengetahui lafaz awal
suatu matan hadits. Metode ini dipakai berdasarkan lafal pertama matan hadis.
Dengan kata lain, metode ini mengodifikasi hadis-hadis yang lafal pertamanya
sesuai dengan urutan huruf-huruf hijayyah. Bagi yang menggunakan metode ini,
suatu kaharusan baginya untuk mengetahui baginya untuk mengetahui dengan
pasti lafal-lafal pertama dari hadis-hadis yang akan dicarinya. Kemudian ia
melihat huruf pertamanya melalui kitab-kitab Takhrij yang disusun dengan
metode ini, demikian pula dengan huruf kedua dan seterusnya. 9 Dalam
menggunakan metode ini adalah keharusan untuk mengetahui dengan pasti lafal-
lafal pertama dari matan suatu hadits. Setelah itu kemudian melihat huruf
pertamanya melalui kitab-kitab takhrij yang disusun dengan metode ini, banyak
sekali kitab-kitab takhrij yang dipakai dalam menggunakan metode ini. jenis kitab
yang menggunakan metode ini dibagi dalam tiga jenis:

a) Al-masyhurat ‘ala alsinat al-nas, seperti:


 Al-Maqasid al-Hasanah fi Bayanin Katsirin al-Hadis al-Mashurah ‘ala
Alsinah al-Nas karya Muhammad bin Abdurrahman al-Skhawi (902 H);
 Kasyf al-Khafa wa Muzii al-Ilbas ‘amma Isytahara min al-Hadis ‘ala
Alsinah al-Nas karya Ismail bin Muhammad al-Ajluuni (1162 H);

8
Abu Muhammad Abdul Mahdi, 1994, metode takhrij hadits, Semarang, Dina Hal. 91-921
9 Ibid., h. 7

16
 Tamyiz al-Thayyb al-Khabits fima Yaduru ‘ala Alsinah al-Nas, karya
Abdurrahman bin Ali bin al-Diba’ al-Syabani (944 H);
 Al-Badru al-Munir fi Gharibi al-Ahadis al-Basyir al-Nazir, karya
Abdul Wahhab bin Ahmad al-Sya’rani (973 H) dan lain sebagainya.
b) Al-Kitab allati Ruttibat al-Hadis fiha ‘ala tartib huruf al-mu’jam (kitab
yang disusun berdasarkan huruf hijaiyah) jenis kitab ini seperti Al-Jami’
al-Shagir min Hadis al-Basyir al-Nazir, karya jalaluddin Abdurrahman bin
Abi Bakr al-Suyuthi. (911 H);

c) Al-Mafatih atau al-Fahrasat, seperti:


 Miftah al-Sahahain karya al-Taukidi;
 Miftah al-Tartib li Ahadis Tarikh al-Khatib karya Sayyid Ahmad al-
Ghumari.10

Dalam kegiatan Takhrij metode yang pertama, kitab yang paling banyak
digunakan oleh para peneliti hadis adalah al-jami’ al-shaghir min hadis al-basyir
al-nazir, karya jalaluddin Abdurrahman bin abi abi bakr al-suyuti. (911 H).
sistematika penulisan atau penempatan hadis-hadis dalam kitab al-jami’ al-shaghir
ini diatur menurut urutan-urutan huruf-huruf hijaiyah agar mencarinya lebih
mudah. Dimulai dengan hadis yang huruf pertamanya ‫أ‬, ‫ ت ب‬dan seterusnya.
Hadis-hadis yang dimulai dengan ‫ ء‬atau lainnya begitu pula diurutkan dengan
huruf keduanya sesuai urutan huruf-huruf hijayyah. Seperti hadis-hadis yang
dimulai dengan huruf ‫ب‬, huruf berikutnya adalah ‫ ب‬dengan ‫ ا‬, ‫ ب‬dengan ‫ب‬, ‫ب‬
dengan ‫ ت‬dan seterusnya.11 Misalnya:

12‫ب‬ ‫با د ر وا بصالة المغر‬


..........................
‫الحديث‬

10 Mahmud tahhan, op. Cit., h. 59-70


11 Ibid.,
12 Hadis ke-3115 dalam al-suyuthi, op. Cit., h. 187.

17
13‫باكروابالصدقة‬

..........................
‫الحديث‬
14‫القتل‬ ‫جسب اصحابي‬
..........................
‫الحديث‬
‫بخ بخ خمس ما اثقلهن في‬
15‫الميزان‬

..........................
‫الحديث‬
16‫باالسالم‬ ‫جنل الناس‬
..........................
‫الحديث‬
Hadis pertama terdapat huruf ba’ bersama alif dan dal, hadis kedua
terdapat huruf ba’ bersama alif dan kaf. Hadis ketiga pada huruf ba’ dengan ha
dan hadis keempat dan kelima pada huruf ba’ bersama kha dan begitu seterusnya
hingga akhir huruf ba’. Pada akhir hadis yang berhuruf awal ba’ huruf-huruf
lainnya tercantum hadis-hadis yang memakai alif dan lam (lam ta’rif) yang
diberi nama dengan pasal ‫فصل في المحلي بأ ل من هذا الحر‬misalnya disebutkan pada
bab ini hadis-hadis yang berawal ba’ dan didahului sebelumnya dengan lam
ta’rif tersebut. Seperti:

13 Hadis ke-3122 dalam ibid.,


14 Hadis ke-3128 dalam ibid.,
15 Hadis ke-3129 dalam ibid., h. 188
16 Hadis ke-3130 dalam ibid.,

18
17
‫ البادئ باالسالم‬..... ‫الحديث‬
18
‫ البحر‬.......... ‫الحديث‬
19
‫ البخيل‬........ ‫الحديث‬
Demikian pula pada huruf-huruf lainnya. Kemudian penyusun kitab ini
tidak menuliskan secara lengkap dari keterangan-keterangan tentang kualitas
sebuah hadis. Ia mempersingkatnya dengan lambing-lambang atau kode-kode
tertentu. Kode-kode yang dipergunakannya untuk menunjukkan kualitas hadis
adalah ‫ صح‬untuk sahih, ‫ ح‬untuk hasan dan ‫ ض‬untuk dhaif.20

Selain itu, penyusun kitab ini juga menulis secara ringkas nama-nama
kitab terdapatnya hadis-hadis yang disusun. Kode-kode yang dipakai oleh
penyusun kitab ini tercantum dalam muqaddimah-nya berikut keterangan maksud
kode-kode tersebut. Sebagai gambaran kode-kode yang terpakai adalah:21

No kode Kitab Keterangan

‫للبخاري في‬ Maksudnya diriwayatkan


1 ‫خد‬ oleh al-Bukhari dalam

‫االداب‬ kitabnya al-Adab

‫للبخاري في‬ Maksudnya diriwayatkan


2 ‫تخ‬ oleh al-Bukhari dalam
‫التاريخ‬ kitabnya al-Tarikh

‫البن حبان في‬ Maksudnya diriwayatkan


3 ‫جب‬ oleh Ibnu Hibban dalam kitab

‫صحيحه‬ sahihnya.

Maksudnya diriwayatkan
4 ‫خ‬ ‫للبخار‬ oleh al-bukhari dalam kitab
Shahih Bukhari.

17 Hadis ke-3191 dalam ibid., h. 191


18 Hadis ke-3193 dalam ibid.,
19 Hadis ke-3194 dalam ibid.,
20 Lihat al-sayuthi, op. Cit., h. 4.
21 Ibid., h. 5-6

19
Maksudnya diriwayatkan
5 ‫م‬ ‫لمسلم‬ oleh muslim dalam kitab
Shahih Muslim
Maksudnya diriwayatkan
6 ‫ق‬ ‫لهما‬ oleh Bukhari Muslim ( ‫متفق‬
‫) عليه‬
Maksudnya diriwayatkan
7 ‫د‬ ‫البي داود‬ oleh Abu Dawud dalam
kitabnya Sunan Abu Dawud
Maksudnya diriwayatkan
oleh al-Turmudziy dalam
8 ‫ت‬ ‫للترمذي‬ kitabnya Sunan al-
Turmudziy.
Maksudnya diriwayatkan
9 ‫ن‬ ‫للنساعي‬ oleh al-Nasai dalam kitabnya
Sunan al-Nasai
Maksudnya diriwayatkan
10 ‫به‬ ‫البن ماجه‬ oleh Ibnu Majah dalam kitab
Sunan Ibnu Majah

‫البي‬ Maksudnya diriwayatkan


oleh empat orang perawi

‫داودوللنساعي‬ yakni Abu Dawud, al-Nasai,


11 4 al Turmudziy dan Ibnu

‫وللترمذ ي‬ Majah dalam


masing-masing.
kitabnya

‫والبن ماجه‬
‫البي‬ Maksudnya diriwayatkan
oleh tiga orang perawi, yaitu
12 3 ‫داودوللنساعي‬ Abu Dawud, al-Nasai dan
Ibnu Majah dalam kitabnya
masing-masing ( ‫اصحا ب السنن‬
‫والبن ماجه‬ )
Maksudnya diriwayatkan
13 ‫الحمدفي مسنده حم‬ oleh Ahmad Bin Hanbal
dalam kitabnya Musnad
Ahmad bin Hanbal

20
‫البنه عبدهللا في‬ Maksudnya diriwayatkan
14 ‫عم‬ oleh Abdullah dalam

‫زواعده‬ kitabnya al-Zawaid (Musnad


Ahmad bin Hanbal)
Maksudnya diriwayatkan
‫للحاكم في‬ oleh al-Hakim dalam kitab
15 ‫ك‬ al-Mustadrak (bila berasal
‫مستدركه‬ dari kitab yang lain, maka
diterangkan nama kitabnya)

‫للطبرابي‬ Maksudnya diriwayatkan


16 ‫طب‬ oleh al-Thabraniy dalam

‫الكبير‬ kitabnya Jam’u al-Kabir

‫لسيدبن‬ Maksudnya diriwayatkan


oleh Sa’id bin Manshur
17 ‫ص‬
‫منصورفي سننه‬ dalam kitab al-Sunan

18 ‫ش‬ ‫البن ابن شيبة‬ Maksudnya diriwayatkan


oleh Ibnu Abi Syaibah

‫للطبراني في‬ Maksudnya diriwayatkan


19 ‫طس‬ oleh al-Thabraniy dalam
al-
‫االوسط‬ kitabnya
Wassith
al-Mu’jam

Maksudnya diriwayatkan
‫للطبراني في‬ oleh al-Thabraniy dalam
20 ‫طص‬ al-
‫الصغير‬ kitabnya
Shaghir
al-Mu’jam

‫لعبدالرزا ق‬ Maksudnya diriwayatkan


21 ‫عب‬ oleh Abdul Al-Razak bin

‫في الجامع‬ Hamman dalam kitabnya al-


Jami’

‫البي يعلي في‬ Maksudnya diriwayatkan


oleh Abu Ya’la dalam
22 ‫ع‬
‫مسنده‬ kitabnya al-Musnad abu
Ya’la

‫للدارقطي في‬ Maksudnya diriwayatkan


23 ‫قط‬ oleh al-daruquthni dalam

‫سننه‬ kitabnya al-sunan al-


daruquthniy (bila berasal dari

21
kitabnya yang lain, maka
diterangkan nama kitab itu)

‫للد يلمي في‬ Maksudnya


oleh
diriwayatkan
al-Dailami dalam
24 ‫فر‬ ‫مسنده‬ kitabnya al-Firdaus

‫الفردوس‬
‫البي نعيم في‬ Maksudnya diriwayatkan
oleh Abu Na’im dalam
25 ‫حل‬
‫الحيله‬ kitabnya al-Hilyah

‫للبيهاقي في‬ Maksudnya diriwayatkan


26 ‫هب‬ oleh al-Baihaqiy dalam
‫شعب االيمان‬ kitabnya Syua’ab al-Iman

‫للبيهاقي في‬ Maksudnya diriwayatkan


27 ‫هق‬ oleh al-Baihaqi dalam

‫السنن‬ kitabnya Sunan al-Baihaqiy

‫ال بن عدي في‬ Maksudnya diriwayatkan


28 ‫عد‬ oleh Ibn Adi dalam kitabnya

‫الكامل‬ al-Kamil. Uqaili


kitabnya al-Dhuafa
dalam

‫للعقيلي في‬ Maksudnya diriwayatkan


29 ‫عق‬ Uqaili dalam kitabnya al-

‫الضعفاء‬ Dhuafa

‫للخطيب في‬ Maksudnya diriwayatkan


oleh al-Khatib al-Baghadadiy
30 ‫خط‬ ‫التريخ‬ dalam kitabnya Tarikh al-
Baghdad (bila berasal dari

‫البغضاء‬ kitabnya yang lain, maka


diterangkan nama kitabnya)

Menyimak secara cermat kode-kode diatas, maka tampaklah bahwa kitab ini
merupakan kitab yang berguna bagi para peneliti hadis dalam melakukan langkah
awal penelitian hadis yakni kegiatan takhrij al-hadis.

22
Dalam men-takhrij suatu hadis melalui kitab ini semestinya seorang pemakai
jasa kamus hadis ini harus mengetahui terlebih dahulu lafal pertama matan hadis
tersebut dengan pasti lalu mencarinya dalam babnya. Hadis yang dimulai dengan
huruf ‫ ب‬dicari pada bab huruf ‫ب‬, kemudian mencari huruf keduanya secara
berurutan dan seterusnya dengan cara yang sama. Seperti hadis yang berbunyi:
‫الحديث‬...... ‫ثالث من كن فيه وجدحالوةااليمان‬
Hadis ini terletak pada huruf ‫ث‬, lalu lam dan alif. Contoh yang lain:
‫الحديث‬. .... ‫ اذاهم عبدي جسنةولم يعلمها‬:‫قاالهلل تعالي‬
Hadis ini terletak pada huruf ‫ق‬. Contoh takhrij secara umum dalam kitab ini, hadis
yang berbunyi:
‫الحديث‬. .......‫الطهورشطرااليمان‬
Dalam kitab ini hadis tersebut terdapat pada huruf tha yang ber-lam ta’rif. Bunyi
lengkapnya adalah
‫آ‬
‫ وسبحان هلل والحمدهلل‬, ‫ والحمدهلل تمال الميزان‬, ‫الطهورشطرااليمان‬
‫آ‬ ‫آ‬
, ‫ والصبرضياء‬, ‫ والصدقةبرهان‬, ‫تمالن مابين السماء والرض والصالةنور‬
‫ كل الناس يغدوفبائع نفسه فمعتقهااوموبقها‬, ‫والقران حجة لك اوعليك‬
)22 ‫ ت عن ابي مالك االشعري صح‬, ‫ م‬, ‫(حم‬
Kode – kode yang terdapat setelah hadis tersebut maksudnya ialah:

a. Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Muslim dan Imam al-
Turmidziy dari Abu Malik al-Asy’ariy.
b. Hadis ini berkualitas sahih.

Adapun takhrij secara sempurna berarti kitab ini mengetengahkan bahwa


hadis di atas terdapat dalam kitab Musnad Ahmad bin Hanbal, Sahih Muslim dan

22 Hadis nomor 5434 yang terdapat pada halaman 329-330

23
Sunan al-Turmidziy. Langkah selanjutnya adalah mencari hadis ini pada masing-
masing ketiga kitab tersebut, lalu mengungkap apa adanya, baik tentang kitab dan
hadis itu.

 Kelebihan metode ini:

Kelebihan dari metode ini adalah memungkinkan bagi


penggunanya untuk dengan cepat menemukan hadis-hadis yang
dimaksud. Metode ini memperpendek masa proses takhrij dengan
diperkenalkannya ulama hadits yang meriwayatkannya beserta kitab-
kitabnya. Selain itu Metode ini jjuga memberikan manfaat yang tidak
sedikit, diantaranya memberikan kesempatan melakukan persanad. Dan
juga faedah-faedah lainnya yang disebutkan oleh para penyusun kitab-
kitab takhrij dengan metode ini.

 Kelemahan metode ini:

Apabila terdapat kelainan lafal pertama pada sebuah hadis akan


berakibat sulit menemukan hadis.23 Metode ini tidak dapat
dipergunakan dengan baik tanpa mengetahui terlebih dahulu perawi
pertama hadits yang dimaksud. Namun Terdapat kesulitan-kesulitan
mencari hadits diantara yang tertera dibawah setiap perawi
pertamanya. Hal ini karena penyusunan hadits-haditsnya diantaranya
didasarkan perawi-perawinya yang dapat menyulitkan maksud
tujuan24

 Contohnya dengan kitab al-jami` al-kabir hadits yang dicari berbunyi

‫نفقة الرجل على أهله صدقة‬

Dengan memahami pengertiannya, kita berkesimpulan bahwa


hadits diatas termasuk kategori hadits-hadits perkataan dan tentunyya
disusun menurut urutan huruf hijaiyah, kita buka bab huruf nun (‫ )ن‬,

23 Ibid.,
24
Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi, 1994, Thuruq Takhrij Hadits
Rasulillah SAW, Semarang: Terjemahan, Dina Utama Semarang. Hal. 78-79

24
kemudian kita cari huruf nun (‫ )ن‬, lalu huruf faa`(‫ )ف‬serta qaaf (‫)ق‬.
Hadits ini kita temukan pada jilid pertama. Halaman 857. Dalam
halaman itu tertulis

‫ طب عن‬,‫ حم ت عن ابي مسعود البدري‬,‫نفقة الرجل على اهله صدقة‬


‫ والخرائط فى مكا رم االخالق عن ابن مغفل‬,‫عبد هللا بن ابي اوفي‬
Cara membacanya adalah hadits ini dikeluarkan oleh imam ahmad bin hambal dan
imam turmidzi dari abu mas`ud al-badry, imam Tabrany dalam al-kabir dari
abdillah bin abi aufa, dan al-kharaithy dalam makarim al-akhlaq dari ibnu
mughaffal. Begitulah yang tercantum dalam al-jami` kabir, jilid pertam, halaman
85725

25
Ibid, hal. 37-38

25
3. Al-Takhrij ‘An Thariiqi Ma’rifati Kalimatin Yaqillu Dauranuha ‘Ala
Al-Alsinati Min Aiyu Juz’in Min Matni Al-Hadits (Takhrij Melalui
Kata-Kata dalam Matan Hadis)

Adalah metode takhrij yang didasarkan pada lafal-lafal tertentu dalam


matan hadits, terutama lafal-lafal yang gharib atau lafal-lafal yang asing untuk
mempercepat proses takhrij. Metode ini tergantung kepada kata-kata yang
terdapat dalam matan hadis, baik itu berupa isim atau fiil. Huruf-huruf tidak
digunakan dalam metode ini. Hadis- hadis yang dicantumkan hanyalah bagian
hadis. Para penyusun kitab metode ini menitikberatkan pelatakkan hadis-hadisnya
menurut lafal-lafal yang asing. Semakin asing (gharib) suatu kata, maka pencarian
hadis akan semakin mudah dan efisien.26

Kitab yang terkenal untuk metode ini adalah al- Mu’jam al – Mufahras Li
Alfaz al- Hadis al – Nabawi yang disusun oleh A.J. Wensinck seorang orientalis
seorang guru besar bahasa arab dari Universitas Leiden Belanda (w. 1939 M)
yang merujuk pada Sembilan kitab induk hadis (al-kutub al- Tis’ah) yaitu : Shahih
al- bukhari dengan kode ‫ خ‬, Shahih Muslim dengan kode ‫ م‬, Sunan turmudzi
dengan kode ‫ ت‬, Sunan Abu Daud dengan kode ‫ د‬, Sunan al- Nasa’I dengan kode
‫ ن‬, Sunan Ibnu Majah dengan kode ‫ جه‬, Sunan al- Darimy dengan kode ‫ دى‬,
Muwaththa’ Iman Malik dengan kode ‫ ط‬, dan Musnad Imam Ahmad dengan kode
‫ حم‬.

a. Kelebihan metode ini:

 Metode ini mempercepat pencarian hadits-hadits.

 Penyusun kitab-kitab takhrij dengan metode ini membatasi hadits-


haditsnya dalam beberapa kitab induk dengan menyebutkan nama kitab,
juz, bab dan halaman.

 Memungkinkan pencarian hadits melalui kata-kata apa saja yang terdapat


dalam matan hadits.

26
Abdul hadi, op. Cit., ., h. 60.

26
b. Kelemahan metode ini:

 Keharusan mempunyai kemampuan bahasa arab beserta perangkat ilmu-


ilmunya yang memadai. Karena metode ini menuntut untuk
mengembalikan setiap kata-kata kuncinya kepada kata dasarnya.

 Metode ini tidak menyebutkan perawi dari kalangan sahabat. Untuk


mengetahui nama sahabat yang menerima hadits Nabi SAW,
mengharuskan kembali kepada kitab-kitab aslinya setelah mentakhrijnya
dengan kitab ini.

 Terkadang suatu hadits tidak didapatkan dengan satu kata sehingga orang
yang mencarinya harus menggunakan kata-kata yang lain27

c. Contoh Cara Dalam Men Takhrij Hadist

‫اس َا ْج َمعِين‬ َّ ‫الن‬‫و‬ ُ ‫َال ُي ْؤ‬


َ ‫من ا َح َد ُك ْم َح َّتى َا ُك ْو َن َا َح َّب َإل ِيه ِم ْن َول َ ِده َو َوالِ ِده‬
ِ
“tidak (sempurna) iman seseorang sehingga aku lebih ia cintai daripada anak,
orang tua dan manusia seluruhnya”

Pada akhir hadits tersebut dicantumkan H.R Bukhori, yang kita tidak
diketahui runtutan sanadnya, dan begitupula apakah benar hadits tersebut terdapat
dalam kitab Shahih Bukrori? Tentu kita tidak mengetahuinya sebelum kita men-
takhrij hadits tersebut. Apabila setelah kita takhrij hadits tersebut terdapat dalam
kitab Bukhori, bahkan dalam kitab lainya, tentu kita akan yakin bahwa hadits
tersebut merupakan hadits shahih yang memiliki hujjah. Namun, selain kita
mengetahui hadits tersebut berada dalam kitab Bukhori dan lainya, tentu kita
harus meninjau ulang kembali runtutan sadannya dengan menggunakan salah satu
metode Takhrij Hadits, sehingga kita dapat mengetahui seberapa dhobit, tsiqoh,
dan ‘adil para perawi (rijal hadits) tersebut.

Contoh penggunaan dengan metode ini adalah ketika meneliti potongan


matan hadis yang berbunyi :

27
Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi, 1994, Thuruq Takhrij Hadits
Rasulillah SAW, Semarang: Terjemahan, Dina Utama Semarang. Hal. 60-61

27
........‫من احتكرعلي المسلمين‬
Adapun lafaz yang dimaksud adalah “‫ ” احتكر‬dan “ ‫” مسلمين‬.28 Hasil dari

penelusuran kedua lafaz ini ditemukan data sebagai berikut :

21 , 1 ‫ حم‬.‫ـ‬ 6 ‫ جه تجارة‬.‫ـ‬

Dari data Mu’jam ditemukan informasi yang menunjukkan bahwa hadis


yang bersangkutan terdapat dalam dua kitab yakni ; 1) kitab Sunan Ibnu Majah
pada kitab tijarat nomor urut bab 6; dan 2) kitab Musnad Ahmad bin Hambal pada
juz I halaman 21.

4. Al-Takhrij ‘An Thariiqi Ma’rifati Maudhu’i Al-Hadits Matnan Wa


Sanadan

Adalah metode takhrij dengan cara mengetahui tema hadits. Menurut


Mahmud Thahhan metode ini digunakan untuk orang-orang yang mempunyai
instink dalam menyimpulkan sebuah tema dari suatu hadits. Metode takhrij
bersandar pada pengenalan tema hadis. Setelah kita menentukan hadis yang akan
kita takhrij, maka langkah selanjutnya ialah menyimpulkan tema hadis tersebut.
Dasar dari metode ini adalah pengetahuan tema hadis. Ketidaktahuan tema hadis
akan menyulitkan proses takhrij.29

Olehnya itu, hanya dapat digunakan oleh orang yang mempunyai


ketajaman ilmu (dzauq ilm) yang memungkinkan menentukan atau mendapatkan
topik hadis, atau menentukan letaknya jika hadis tersebut mempunyai kandungan
yang lebih luas dan banyak bergelut dan mengamati kitab-kitab hadis.30

28 Untuk menelusuri lafaz ‫ احتكر‬lihat A.J. wensick, concordance Et Indicesn De Ela Tradition
musulmane, diterjemahkan kedalam bahasa arab oleh muhammad fu’ad abd al-baqi
dengan judul al-mu’jam al-mufahras li alfadz al-hadis al- nabawiy, juz l (leiden: E.J. brill,
1936), h. 489. Sedangkan lafaz ‫ مسلمين‬lihat ibid., h.
29 Abdul mahdi, op. Cit., h. 122.
30 Mahmud tahhan, op. Cit., h. 87.

28
Adapun kitab yang dapat membantu pelacakan hadits dengan metode ini
dapat dibagi dalam tiga jenis :

a. Al-Jawami’, al-mustakhrajat, al-mustadrakat, al-majami’, al-zawa’id,


miftah kunuz al-sunnah, (jenis kitab yang membahas seluruh masalah
keagamaan), seperti : Al-Jami’ al-shahih karya Bukhari, Al-Jami’ al-shahih
karya Muslim, Al-jami’ Abdurrazaq, Al-jami’ al-Tsauri, Al-Mustakhraj ‘ala
Shahihi al-Bukhari karya al-Ismai’li (371 H), Al-Mustakhraj Shahihi al-
Bukhari karya al-Ghatrifi (377 H), Al-Mustakhraj Shahihi al-Bukhari karya
al-Dzuhl (378 H), Al-Mustakhraj Shahihi al-Muslim karya Abu Uwanah al-
Isfiraini (310 H), Al-Mustakhraj Shahihi al-Muslim karya Abu Hamid al-
Harawi (355 H)
b. Al-Sunan, al-Mushannafat, al-Muwaththa’at, al-Mustakhrajat a’ala al-
Sunnah Adalah jenis kitab yang membahas sebagian besar masalah
keagamaan seperti: Sunan Abu Dawud al-Sijistani (275 H), Sunan al-Nasa’I
(303 H), Sunan Ibn Majah (275 H), Sunan al-Syafi’I (204 H), Sunan al-
Baihaqi (458 H), Sunan al-Daruquthni (385 H), Sunan al-Darimy (255 H),
Al-Mushannaf karya Abu Bakr Abdullah bin Muhammad Abu Syaibah al-
Kufi (235 H), Al-Mushannaf karya Abu Bakr Abdul Razaq bin Hammami
al-Shana’i (211 H)
c. Al-Ajza’, al-Targhib wa al-Tarhib, al-Zuhd wa al-Fadla’il wa al-Adab wa
al-Akhlaq, al-Ahkam Adalah Kitab yang membahas topik-topik tertentu dari
masalah keagamaan kitab-kitab jenis ini diantaranya: Juz’ ma rawahu Abu
Hanifah ‘an al-Shahabah karya Abu Ma’syar Abdul Karim bin Abdul al-
Shamad al-Thabari (178 H), Al-Targhib wa Tarhib karya Zakiy al-Din
Abdul Azim bin Abdul Qawi al-Munziri (656 H). Al-Targhib wa Tarhib
karya Abu Khafd Umar bin Ahmad al-Ma’ruf Ibnu Syaibah (385 H), Kitab
Zuhd karya Imam Ahmad Ibnu Hanbal (241 H), Kitab Zuhd karya Imam
Abdullah bin al-Mubarak (181 H), Kitab Zuhd wa al-Du’a karya Abu Yusuf
Ya’kub bin Ibrahim al-Kufi (182 H)
 Kelebihan metode ini:

29
1) Metode dengan mengetahui tema hadits tidak membutuhkan
pengetahuan-pengetahuan lain di luar hadits, seperti keabsahan
metode pertamanya, sebagaimana metode-metode sebelumnya,
pengetahuan bahasa arab dengan perubahan-perubahan kata dan
pengenalan perawi teratas sebagaimana metode sebelumnya. Yang
menjadi inti dari metode ini adalah diharuskan kemampuan untuk
menentukan tema dalam hadits yang akan ditakhrij.

2) Metode ini mendidik ketajaman pemahaman hadits pada para


peneliti hadits.

3) Metode ini juga memperkenalkan kepada para peneliti hadits yang


dicarinya dan hadits-hadits yang senada dengannya.

 Kelemahan metode ini :


1) Terkadang untuk menentukan tema hadits seringkali mengalami
kesulitan oleh seorang pentakhrij, akibatnya metode ini justru akan
mempersulit proses takhrij.
2) Seringkali terjadi pemahaman antara para penyusun kitan dengan
metode ini tidak sepham dengan para pentakhrij yang menggunakan
kitab-kitab takhrij dengan metode ini. sebagai akibatnya penyusun
kitab meletakkan hadits pada posisi yang tidak diduga oleh
pentakhrij hadits. Misalnya, hadits yang semula oleh pentakhrij
disimpulkan sebagai hadits peperangan ternyata oleh penyusun kitab
diletakkan pada hadits tafsir31
 Contoh takhrij dengan kitab nashbu al-raayah li takhriji ahaadits al-
hidayah

Kita akan mentakhrij hadits yang berbunyi:


‫ الطهور ماءه الحل ميتته‬-‫هو – اي البحر‬

31
Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi, 1994, Thuruq Takhrij Hadits
Rasulillah SAW, Semarang: Terjemahan, Dina Utama Semarang. Hal. 122-123

30
Hadits ini kita cari dalam kitab thoharoh. Pada daftar indeks kitab
thoharoh. Kita dapati bab ‫باب الماء الذي يجوز به الطهارة‬ . bab inilah yang
terdekat terdapatnya hadits diatas (juz 1 halaman 95 hadits ke 34). Disitu
al-zaila`I menyebutkan para sahabat yang meriwayatkanya, mereka
berjumlah tujuh orang, kemudian pembicaraan mengenai periwayatan
setiap sahabat, ulama yang mengeluarkannya, kedudukan nilai hadits
(shohih dan lain-lain)32

5. Al-Takhrij ‘An Thariiqi Al-Nazari Fi Haali Al-Hadits Matnan Wa


Sanadan

Adalah metode takhrij dengan cara melihat sifat hadits baik matan maupun
sanadnya menggunakan metode takhrij hadits yang terakhir ini haruslah
memusatkan perhatian pada sifat hadits yang terdapat pada matan dan sanadnya.

Metode ini mengetengahkan suatu hal yang baru berkenaan dengan upaya
para ulama yang telah menyusun kumpulan hadis-hadis berdasarkan status hadis.
Jenis kitab ini sangat membantu dalam proses pencarian hadis berdasarkan
statusnya, seperti hadis Qudsi, hadis mutawatir dan lain-lain.33

Dengan kata lain, maksud dari metode ini adalah memperhatikan hal ihwal
hadis dan sifat-sifatnya yang terdapat pada matan hadis atau sanad-nya. Jika pada
matan hadis terdapat gejala-gejala palsu, maka cara yang paling singkat untuk
mengetahui takhrij-nya adalah melihat kitab-kitab “al- Maudhu’al”. jika hadis itu
adalah hadis Qudsi, maka sumber tercepat untuk mencarinya adalah kitab-kitab
yang khusus menghimpun hadis-hadis Qudsi misalnya kitab al- Azhar al
Mutanasir fi al- Akhbar al- Mutawatrah karangan Sayuthi.34

Sedangkan pada sanad hadis, jika terdapat ayah yang meriwayatkan hadis
pada putranya, maka sumber tercepat untuk men-takhrij-nya adalah kitab-kitab
yang khusus menghimpun hadis-hadis yang diriwayatkan bapak dari anak-

32
Ibid, hal. 154
33
Abu muhammad abdul hadi, op. Cit., 195.
34
Mahmud tahhan, op. Cit., h 134-135.

31
anaknya seperti kitab Riwayat al- Abai An al- Abna’I karangan al-khotib al-
Baghdadi. Demikian pula jika sanad itu berangkai atau mursal.35 Adapun kitab-
kitab yang disusun untuk membantu penelusuran hadits dengan menggunakan
metode ini diantaranya :

a. Jenis kitab yang didasarkan pada matan atau kitab al-Maudhu’at seperti: Al-
Maudhu’ah al-Shugra karya Syekh Ali al-Qari al-Harawi (1014 H), Tanzih
al-Syari’ah ‘an al-Ahadits al-Syanii’ah al-Maudhu’ah karya Abu Hasan Ali
bin ‘Iraq al-Kinani (963 H).
b. Jenis kitab al-Qudshiyat, seperti: Misykat al-Anwar fi ma ruwiya ‘an
Subhanahu wa ta’ala min al-Akhbar karya Muhyiddin Muhammad Ibnu Ali
bin Arabi al-Hatimi al-Andalusi (638 H), Al-Ithaf al-Saniyyah bi al-Ahadits
al-Qudsiyyah karya Seykh Abdurra’uf al-Manawi (1031).
c. Jenis kitab yang didasarkan pada sanad hadits,seperti: Kitab Rawayah al-
Abaa’ ‘an al-Anbiya’karya Abu Bakr Ahmad Bin Ali al-Khatib al-Baghdadi
(463 H), Kitab al-Manah al-Salsalah fi al-Ahadits al-Musalsalah Karya
Muhammad bin Abd al-Baqi al-Ayyubi (1364 H)36
 Kelebihan metode ini:
Dapat mempermudah proses takhrij. Hal ini dimungkinkan karena
sebagian besar hadits-hadits yang dimuat dalam karya tulis berdasarkan
sifat-sifat hadits sangat sedikit, sehingga tidak memerlukan pemikiran
yang lebih rumit.
 Kelemahan metode ini:
Wilayah cakupan metode ini sangat terbatas karena sedikitnya hadits-
hadits yang dimuat tersebut. Hal ini akan tampak lebih jelas ketika
melihat kitab-kitab takhrij dengan menggunakan metode ini37
 Contohnya

35
Ibid., jika sanad itu berangkai, maka kitab yang memudahkan untuk metode takhrij adalah
al-musalsalat al-kubra karangan as-suyuthi. Jika sanad itu mursal, maka kitab yang
digunakan untuk metode takhrij ini adalah al-marasil karya abu dawud al-sijistani.
36
Mahmud al-Thahhan, 1991 M/1412 H, Usul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid, Riyadh,
Maktabah al-Ma’arif. Hal. 129-131
37
Ibid hal. 122-123

32
Metode ini memperkenalkan suatu upaya baru yang telah dilakukan para
ulama hadits dalam menyusun hadits-hadits berdasarkan statusnya.
Karya-karya tersebut sangat membantu sekali dalam dalam proses
pencarian hadits berdasarkan statusnya, seperti hadits-hadits Qudsi
.hadits masyhur , hadits mursal, seorang peneliti hadits, dengan
membuka kitab-kitab seperti diatas, dia telah melakukan takhrijul hadits

33
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Takhrij Hadits sebagai bagian dari ilmu hadits merupakan produk ulama
terdahulu adalah juga bagian dari khazanah intelektual dan keilmuan yang patut
dilestarikan dan dikembangkan. Mereka (para ulama terdahulu) telah melakukan
“ijtihad intelektual” dalam tradisi ilmu hadits sehingga takhrij hadits sebagai
bagian kecil dari ilmu tersebut ada dihadapan kita. Karena dengan takhrij hadits
telah banyak memberikan manfaat dan faedah sebagaimana dijelaskan pada
bagian awal makalah ini, dengan metode takhrij, samudra hadits peninggalan
Rasulullah SAW. yang begitu luas dan banyak dapat ditelusuri, dilacak dan diteliti
dengan mudah oleh siapa saja yang ingin mendapat hikmah dari butiran-butiran
mutiara hadits. Metode-metode takhrij hadits dengan kekurangan dan
kelebihannya pada masing-masing metode telah saling melengkapi antara metode
yang satu dengan yang lainnya dalam proses pelacakan dan penelusuran hadits.

B. SARAN

Inilah metode-metode takhrij dalam kegiatan penelitian hadis yang


masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, yang dengan perantaranya,
dimungkinkan men-takhrij (menemukan) hadis dan mengetahui sumber-
sumbernya yang meriwayatkan dan men-takhrij. Olehnya itu, dalam melakukan
penelitian hadis, seorang peneliti tidak harus terfokus pada satu jenis metode
takhrij saja. Tetapi harus mencoba semua jenis takhrij agar menghasilkan data
yang maksimal dan akurat. Akurasi data dari kegiatan takhrij akan menetukan
kegiatan penelitian selanjutnya. Karena asal usul hadis dan seluruh sanad dari
hadis yang sedang diteliti hanya dapat diketahui secara pasti dari kegiatan ini.
Tanpa kegiatan takhrij al- Hadis, maka seorang peneliti tidak bisa melanjutksn
kegiatan selanjutnya. Metode ini jarang dipakai oleh para peneliti hadis dalam
kegiatan takhrij.

34
DAFTAR PUSTAKA

Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi, 1994, Thuruq
Takhrij Hadits Rasulillah SAW, Semarang: Terjemahan, Dina Utama
Semarang

al-Musnad li al-Imam Ahmad bin Hanbal dengan tahqiq oleh Abdullah


Muhammad al-Darwisyi, terbitan Dar el-Fikr, Beirut, tahun 1991,

Mahmud al-Thahhan, 1991 M/1412 H, Usul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid,


Riyadh, Maktabah al-Ma’arif

M. Syuhudi Ismail, 1992, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, Jakarta: Bulan


Bintang

Louis Ma’luf, 1986, al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam, Beirut: Dar al-Masyariq

Said bin Abdillah bin al-Hamid, 2000, Thuruqu Takhrij al-Hadits, Riyadh: Daru
Ulum al-Sunnah Linnasir

Ilyas, H. Abustani, 2011, Studi Hadis: Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi,


Makassar: Alauddin University Press

Ahmad, La Ode Ismail, 2011, Studi Hadis: Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi,
Makassar: Alauddin University Press

35

Anda mungkin juga menyukai