Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH FIQIH IBADAH

Tentang
Sholat Jama’ dan Qashar

OLEH

AFDHAL ZIKRI
NIM :210304012

DOSEN PENGAMPU
HALIM ANANDA, M.Ag

JURUSAN ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULLUDDIN

INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI) SUMATERA BARAT

TH. 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur pemakalah ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia Nya
serta kekuatan yang tidak ternilai harganya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini yang berjudul “Sholat
Jama’ dan Qashar” Dan shalawat beriringan salam tidak lupa pemakalah sampaikan kepada Nabi Muhammad
SAW.
Dalam menyelesaikan makalah ini saya mendapatkan bantuan dari Pembimbing yaitu Bapak Halim
Ananda, M.Ag kepada beliau pemakalah menghaturkan banyak terima kasih.
Akhir kata, sekiranya makalah ini dapat berguna dan bisa menjadi pedoman bagi mahasiswa untuk dapat
mempelajari serta memahami isi dari makalah ini. Sekian dan terima kasih.

Pariaman, 10 April 2022


Penyusun

Pemakalah
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah

BAB II PEMBAHASAN

A. Shalat Jama’ Dan Shalat Qashar

B. Dasar Hukum Pelaksanaan Shalat Jama’ dam Qashar

C. Syarat- Syarat Yang Diperbolehkan Jama’ Dan Qashar

D. Tata Cara Melakukan Shalat Jama’ Dan Qashar

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Shalat merupakan ibadah yang pertama kali dihisab di akhirat kelak. Shalat juga dapat dijadikan

barometer amal-amal lain seperti diungkapkan dalam sebuah hadits: “Hal yang pertama kali dihisab

pada hari kiamat adalah shalat”. Khalifah Umar bin Al Khattab pernah mengirim surat kepada Gubernur

yang diangkatnya, pesannya, “sesungguhnya tugas kalian sebagai Gubernur yang paling utama di

mataku adalah shalat. Barang siapa memelihara shalat, berarti ia telah memelihara agamanya. Barang

siapa yang lalai terhadap shalatnya, terhadap urusan lain akan lebih lalai”. Begitu pentingnya shalat,

karena shalat merupakan penentu amal yang lain. Jika shalatnya baik, maka baik pula amalnya yang

lain. Ada juga para ulama yang mengibaratkan bahwa shalat itu diibaratkan sebagai angka I (satu)

sedangkan amal selain shalat itu diibaratkan angka 0, sehingga jika shalatnya rusak atau bahkan tidak

melakukan shalat maka nilai sama dengan nol walaupun amalnya banyak. Akan tetapi jika shalatnya

baik dan selalu dikerjakan 6maka semua amalnya itu bernilai. Oleh karena itu, maka shalat tidak boleh

ditinggalkan walau bagaimanapun keadaannya kecuali orang yang haid atau nifas atau keadaan bahaya.

Namun ada beberapa keringanan (rukhsah) bagi orang yang ada dalam perjalanan (musafir) dalam tata

cara pelaksanaan shalat, yaitu dengan cara shalat jama dan shalat qashar.

Namun hal itu juga bukan berarti boleh meninggalkan shalat begitu saja, hanya berpindah

pelaksanaan pada waktu tertentu (yang telah diisyaratkan) dan syarat-syarat tertentu pula. Menjama’ dan

mengqashar shalat termasuk rukhshah (kelonggaran/keringanan) yang diberikan Allah SWT kepada

hambanya karena adanya kondisi yang menyulitkan bila shalat dilakukan dalam keadaan biasa. Rukhsah

ini merupakan shodaqoh dari Allah SWT yang dianjurkan untuk diterima dengan penuh ketawadhu’an.

Namun jika ada musafir yang tidak mengqashar shalatnya maka shalatnnya tetap sah, hanya saja kurang

sesuai dengan sunnah karena Nabi saw senantiasa menjama’ dan mengqashar shalatnya saat melakukan

safar. Dan yang seharusnya sela ku umat muslim harus menerima shodaqoh/keringanan (rukhsah) yang

diberikan oleh Allah kepada hambanya.

B. Rumusan Masalah

A. Apa Pengertian Shalat Jama’ Dan Shalat Qashar ?

B. Apa Dasar Hukum Pelaksanaan Shalat Jama’ dam Qashar ?

C. Apa Syarat- Syarat Yang Diperbolehkan Jama’ Dan Qashar ?

D. Bagaimana Tata Cara Melakukan Shalat Jama’ Dan Qashar ?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Shalat Jama’ Dan Shalat Qashar

1. Shalat Jama’

Shalat jama’ ialah melaksanakan dua shalat wajib dalam satu waktu.Seperti

melaksanakan shalat Dzuhur dan shalat Ashar di waktu Dzuhur. Menjama’ shalat separti ini

dinamakan Jama’ Taqdim. atau melaksanakan shalat dzuhur dan ashar di waktu Ashar

dinamakan Jama’ Ta’khir. Dan melaksanakan shalat Magrib dan shalat Isya’ bersamaan di waktu

sholat Magrib atau melaksanakannya di waktu Isya’.

2. Shalat Qashar

Definisi qashar secara etimologi bahasa arab adalah ringkasan, meringkas. Adapun

definisi qosor menurut terminologi syara’ adalah meringkas sholat fardlu yang empat raka’at

menjadi dua raka’at. Maka biasa yag diqashar hanya sholat dzuhur, ashar, dan isya’ saja. Sholat

qashar adalah sholat yang diringkas dari empat raka’at menjadi dua raka’at dengan tetap

menbaca al-fatihah dan surat. Dengan demikian, sholat maghrib dan sholat subuh tidak dapat

diqashar, karena sholat maghrib tiga raka’at dan subuh dua raka’at.

B. Dasar Hukum Pelaksanaan Shalat Jama’ dam Qashar

1. Shalat Jama’

Shalat jama’ hukumnya boleh bagi orang-orang yang sedang dalam perjalanan berada

dalam keadaan hujan, sakit atau karena ada keperluan lain yang sukar menghindarinya. Akan

tetapi selain dari perjalanan masih diperselisihkan para ulama. Shalat wajib yang boleh dijama’

ialah shalat dzuhur dengan shalat ashar dan shalat maghrib dengan shalat isya. Dasarnya hadits

Ibnu Abbas:

- ‫كان رسول ال صلى ال عليه وسلم يجمع بين صل ة الظهر والعصر إذا ك;;ان علش;;ى ظهشش;;ر‬

‫سششير ويجمششع بيششن المغششرب والعشششاء رواه البخاري‬

“Rasulullah SAW biasa menjama’ antara shalat dzuhur dengan ashar, apabila beliau

sedang dalam perjalanan dan menjama’ maghrib atau isya”.

Menjama’ shalat isya dengan shubuh tidak boleh atau menjama’ shalat ashar dengan

maghrib juga tidak boleh, sebab menjama’ shalat yang dibenarkan oleh Nabi SAW hanyalah

pada seperti tersebut pada hadits-hadits Ibnu Abbas. Adanya orang yang menjamin lima shalat

wajib sekaligus pada saat yang sama adalah perbuatan yang tidak dibenarkan. Orang yang

melakukan hal semacam ini biasanya beranggapan bahwa boleh mengqadha shalat. Padahal

shalat wajib yang ditinggalkan oleh seorang muslim, selain karena haid atau nifas atau keadaan
bahaya maka orang itu termasuk melakukan dosa besar dan shalat wajib yang ditinggalkannya

itu tidak dapat diganti pada waktu yang lain atau diqadha

Dalil yang menunjukkan disyari’atkannya sholat jama’ antara lain yaitu : Allah berfirman

dalam al qur’an surah an-Nisa’ ayat 103

‫فمإمذا قمضيتم الصملة مف اذ أك كرواهللا قي ام ا وقكعودا وعم;;ل ي جنوب;;ك كم فمإم;;ذااط أم;أ أ م إ م د م ك أ د م م ص م م م أك أ ك أ ك‬

‫ك أإ أ إ إ م صملة م م موأقكوأدت ا مؤ أ إ صملة م إ إ ص ن ك إمت ادب ا م ت ع مم;ل ي ال أ ك ك ان م أ م فم;أ ق;إي أ ك ن من أت ك أ‬

‫ن ال ص وا ال ص من إي أ م م أ‬

Sesunggahnya sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan oleh waktunya atas

orangorang yang beriman ( QS: An-Nisa’ ayat 103 ), Dan waktu-waktu sholat ditentukan secara

mutawatir maka tidak boleh ditinggalkan. Hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud, dia

berkata “ Aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW sholat diluar waktunya kecuali dua sholat,

beliau menggabungkan antara sholat maghrib dan ‘isya’ di Muzdalifah, dan mengerjakan sholat

subuh pada hari itu sebelum waktunya”.

2. Shalat Qashar

Menqashar sholat dibolehkan dalam al-qur’an, sunnah, dan ijma’. Adapun dalil al qur’an

dalam surah an-Nisa’:101 yaitu

‫م خ أ ح مأن ت م أ ن إ صكرأوا إ صل مووةإ ا إ أ جن ا م ح م ك ومإ إم;;ذا م فت ك أ س ع م;;ل مي أك ك أ ض;;مرب أت ك أ ن‬

‫فك;;;;;;;رأوا ن كم م ن يم أ أ أ فت إن م;;;;;;;ك ك ك م ال ص;;;;;;;ذ إي أ م‬. ‫ال ص ق ك ض فم;;;;;;;ل مي أ م م م م إف ي المءأر إ م‬

“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidak lah engkau menqashar sembahyang

(mu), jika kamu takut diserang oleh orang-orang kafir”. Sementara dalam sunnah, terdapat

khabar yang mutawatir bahwa rasulullah SAW. Mengqashar sholatnya di beberapa perjalanan

beliau, baik saat haji, umroh, dan berperang Perbuatan Rasulullah saw yang diriwayatkan

sahabat Anas bin Malik:

‫س ن مر ك صصل ي الظ ظهأمر إب ال أ م مد إي أن مةإ أأرب مدع ا وم‬,‫م م عم م سوأ م صصل ي أ ص‬

‫م ل صلى هللا عليه وسلم م أ ن أن م س ن حل مي أ م صمر ب إذ إ ال أ ك ال أعم أ فةإ مرك أعمت مي أ إ‬

“Dari Anas RA. Bahwa sesunggunya Nabi Muhammad saw sholat dzuhur di kota

Madinah empat raka’at (tidak qashar) dan sholat ashar di Dzi al-Hulaifah (miqathaji penduduk

Madinah) dua raka’at (diqashar). Juga berdasarkan hadist hadist yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah
ra.

‫م م م م س م ن يم أ ك ا م أ ص صوأ ك صملة م إف ي ال ص ه ع مل مي أهإ وم ص ف;رإ ومي كت إ ظ س;ل م أ صص;لى ال;ل‬

‫ك م ومي م ك صكر ال ص ق ك ي م ن الن صب إ ص ( ) رواه الدار طقن ي ورج اله ثق ات فط إكر ومي ك أ‬

“Nabi terkadang menqashar sholat dalam perjalanan dan terkadang pula tidak

menqasharnya, juga kadang berpuasa terkadang tidak”. ( Hadist Daraqutsi dan para perowinya

dapat dipercaya ). Sedangkan dalam ijma’, pendapat para ahli fiqih yang dipegang terpecah

menjadi tiga pendapat: ada yang mengatakan wajib, sunnah, ataupun sekedar keringanan yang

diperselisihkan bagi musafir untuk memilihnya. Sedangkan dalil nyang menunjukkan

disyari’atkannya sholat jama’ antara lain yaitu : Allah berfirman dalam Al qur’an surah an-Nisa’

ayat 10

‫فمإمذا قمضيتم الصملة مف اذ أك كرواهللا قي ام ا وقكعودا وعمل ي جنوبك كم فمإمذااط أم;;أ أ م إ م د م ك أ‬

‫د م م ص م م م أك أ ك أ ك ك أإ أ إ إ م صملة م م موأقكوأدت ا مؤ أ إ ص;;ملة م إ إ ص ن ك إمت ادب ا م ت‬

‫ع ممل ي ال أ ك ك ان م أ م فمأ قإي أ ك ن من أت ك أ ن ال ص وا ال ص من إي أ م م أ‬

“Sesunggahnya sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan oleh waktunya atas

orangorang yang beriman ( QS: An-Nisa’ ayat 103 ), dan waktu-waktu sholat ditentukan secara

mutawatir maka tidak boleh ditinggalkan. Hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud, dia

berkata “ Aku tidak pernah melihat Rasulullahh SAW shalat diluar waktunya kecuali dua sholat,

beliau menggabungkan antara sholat maghrib dan ‘isya’ di Muzdalifah, dan mengerjakan sholat

subuh pada hari itu sebelum waktunya.

C. Syarat- Syarat yang Diperbolehkan Jama’ dan Qashar

1. Shalat Jama’

Bagi seseorang diperbolehkan menjamak (menggabungkan) sholat zuhur dengan asar dan

magrib dengan isya'. Sedangkan shalat subuh tetap harus dilakukan pada waktunya. Shalat jama'

dapat dilakukan dengan syarat-syarat:

a. Ketika berada di Arafah dan Muzdalifah Para ulama' sepakat bahwa menjama' taqdim antara

sholat dhuhur dengan shalat ashar ketika di Arafah dan menjama' ta'khir antara shalat

maghrib dengan shalat isya' di Muzdalifah adalah sunnah. Dalam pendapat yang lain

mengatakan bahwa menjamak taqdim di Arafah maupun Muzdalifah. Berdasarkan hadist

dari Abdullah bin Mas’ud: “Demi zat yang tiada tuhan selain Dia, Rasulullah tidak pernah

mengerjakan satu saolat pun kecuali tepat pada waktunya selain 2 shalat yang beliau jamak
yakni zuhur dengan ashar di Arafah dan maghrib dengan isya’ di Muzdalifah.”

(Diriwayatkan oleh syaikhan)

b. Ketika dalam keadaan perjalanan Menjamak dua shalat dalam satu waktu dari kedua shalat

itu boleh dilakukan dengan syarat-syarat berikut. Jarak perjalanan tersebut merupakan

perjalanan yang dibolehkan mengqashar. Imam Maliki berkata “Seorang musafir (orang

yang sedang bepergian) tidak boleh menjama’ sholat kecuali jika perjalanannya

memberatkan”

‫صرإإ إمذا م ك ا صمل إ سوكللل صهإي م أ كم ان ممر ك ج م ةالظ ظهأرإموال أعم أ معكب مي أن م م وال أع;;إ م ش اإء‬

‫سي أرسومي م أ ن معمملظىظ مهأرإ م معكب مي أمن ال أ م ج م مغأرإب إ م‬

”Rasulullah menjamak antara shalat Dhuhur dan Ashar bilamana beliau berada di tengah

perjalanan dan menjamak antara Maghrib dan Isya’.(HR. Bukhari). Jenis perjalanan yang

diperbolehkan menjama’:

a. Menurut ibnu qosim perjalanan ibadah seperti Haji dan perang.

b. Menurut Imam Syafi’i perjalanan yang mubah, bukan perjalanan untuk tujuan maksiat.

c. Ketika dalam keadaan hujan

Menurut Imam Syafi’ boleh menjamak bagi yang tidak bepergian namun terdapat

halangan hujan, baik diwaktu siang maupun malam. Sedangkan menurut Malik, boleh

menjamak di waktu malam dan tidak boleh diwaktu siang. Malik juga membolehkan

jamak ketika jalanan berlumpur dimalam hari. Imam Bukhori meriwayatkan: “ Bahwa

nabi menjamak sholat maghrib dan isyak disuatu malam yang hujan lebat.” “Rasulullah

pernah menjamak salat zuhur dengan asar, maghrib dengan Isya’ tanpa ada alasan

ketakutan atau turun hujan. Ditanyakan kepada Ibn Abbas: apa maksud Nabi berbuat

demikian itu? Maksudnya untuk tidak membeeratkan ummatnya,’ jawab Ibnu Abbas”

(Hadist Muslim).

d. Ketika dalam keadaan sakit atau udzur

Dibolehkan menjamak disebabkan sakit menurut ulama’ Hanbali, Maliki dan

Syafi’i. Ulama’ Hanbali memperluas kebolehan menjamak ini hingga boleh juga bagi

orang yang berhalangan (uzur) seperti wanita yang mengeluarkan darah istihadhoh,

orang besar kencing dan dan bagi wanita yang sedang menyusui bila sukar mencuci kain

setiap hendak shalat.

2. Shalat Qashar
Syarat yang membolehkan mengqashar sholat, yaitu :

a. Berniat untuk safar ( bepergian jauh ), dalam niat untuk safar disyaratkan dua perkara :

Pertama, berniat untuk menempuh perjalanan dengan sempurna sejak mulai awal

perjalanannya. Kedua, berhak menentukan niat sendiri, maka tidak cukup memerlukan niat

apabila seseorang pengikut tanpa adanya niat oleh orang yang diikuti. Adapun jarak

perjalanan (safar) yang dibolehkan untuk mengqashar ternyata ulama berbeda pendapat. Ada

ulama yang berpendapat jarak minimal 1 farsakh atau tiga mil, ada yang minimal 3farsakh,

ada yang berpendapat safar minimal harus sehari-semalam, bahkan ada yang berpendapat

tidak ada jarak dan waktu yang pasti karena sangat tergantung pada kondisi fisik, psikis serta

keadaan sosiologis dan lingkungan masyarakat. Jika memang perjalanan tersebut berat dan

menyulitkan maka ada keringanan dan kelonggran (rukhsah)berupa shalat jama’ dan qashar.

Sebab maksud pemberian rukhsah adalah untuk mehilangkan beban dan kesulitan. Ada

riwayat yang mengatakan dari shahabat Anas bin Malik, bahwa Rasulullah Saw mengqashar

shalat dalam perjalanan yang berukuran 3 mil atau 1 farsakh.

‫لِة ة افاقاال صا الثِ;;ةة اومايال;;ل‬:‫اكاان ارلسوولل الِة ص ِةااذا اخاراج ا ِمةسويارا ة اث ا‬

‫اع;;ون لش;;وعاباة اع;;ون ايوح;;ايى وبِ;;ةن‬:‫صةر ال ص اساأوللت اانسسا اعون اق و‬


ِ ‫اوو‬

‫ايِةزويِةد واالهاناِةئيي اقاال اث ا صصلى اوكاعاتويِةن الثِةة افاراِةساخ ا‬

“Dari Syu’bah dari Yahya bin Yazid Al-Hanaiy, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada

Anas tentang mengqashar shalat, lalu ia menjawab, “Adalah Rasulullah SAW apabila

bepergian sejauh tiga mil atau tiga farsakh, maka beliau shalat dua reka’at”. (Syu’bah ragu,

tiga mil atau tiga farsakh” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud dan Baihaqi)

‫صا ل ة صلر ال ص صصلى الل اعالويِةه اواسلصام ِإةاذا‬

‫اساافار افارااسسخا لياق ص اكاان ارلسوولل الِة ا‬

“Adapun Rasulullah SAW bila bepergian sejauh satu farsakh, maka beliau mengqashar

Shalat”(HR. Sa’id bin Manshur. Dan disebutkan oleh Hafidz dalam at-Talkhish, ia

mendiamkan adanya hadits ini, sebagai tanda mengakuinya) Para ulama juga berbeda

pendapat berapa lama perjalanan yang membolehkan musafir melaksanakan sholat jama’ dan

qashar. Imam Malik, As-Syafi’i dan Ahmad berpendapat bahwa maksimal 3 hari bagi

muhajirin yang akan mukim (tinggal) di tempat tersebut. Sementara ada juga yang

berpendapat maksimal 4 hari, 10 hari (Muttafaq ‘alayh, dari Anas bin Maliik), 12 hari (H.R.
Ahmad, dari ‘imran), 15 hari (pendapat Abu Hanifah), 17 hari, dan 19 hari (muttafaq ‘alayh,

dari Ibn ‘Abbas). Jika diperlihatkan secara seksama pada hadis-hadis dari para sahabat di atas,

umumnya mereka menceritakan sholat safar sesuai dengan keadaan dan perspektif mereka

masing-masing. Inilah yang kemudian dipahami oleh para Imam Madzhab sehingga mereka

berbeda pendapat dalam batasan jarak dan waktu kebolehan shalat jama’ dan qashar. Dari

pendapat yang ada, yang lebih kuat adalah pendapat yang menyatakan bahwa selama berstatus

sebagai musafir biasa (bukan musafir perang) dan tidak tinggal lebih dari 19 hari di satu

tempat tersebut, maka masih diberikan keringanan untuk menjama’-qashar shalatnya. tetapi

Kalau musafir perang, maka boleh menjama’-qashar shalatnya selama masih dalam suasana

perang.

Ketentuan qashar tidak berlaku pada perjalanan maksiat Mayoritas ulama’ membolehkan

mengqashar sholat bagi mereka yang melakukan perjalanan yang sifatnya mendekatkan diri

pada Allah SWT, seperti dalam perjalanan haji, umroh dan jihad. Atau yang mubah seperti

perjalanan untuk perdagangan, menjenguk keluarga, dan sebagainya. Akan tetapi qoshor tidak

berlaku bagi orang yang melakukan perjalanan maksiat seperti merampok, memerangi sesama

muslim, dan sebagainya. c) Seorang musafir ketika sholat tidak boleh makmum kepada orang

yang mukim Seorang musafir ketika sholat tidak boleh makmum kepada orang yang mukim,

atau musafir itu yang menyempurnakan sholatnya.Maka jika seseorang melakukannya, dia

wajib menyempurnakn sholatnya, walaupun saat menjadi makmum ketika sedang tasyahud

akhir.Sedangkan menurut Hanafiyah, apabila bersamanya imam tidak mendapatkan raka’at

secara sempurna, maka sholatnya secara qashar. Adapun seorang yang bermukim boleh

menjadi makmum orang yang bermusafir, dan bagi musafir hendaknya memberi tahukan

bahwa ia akan menqashar sholatnya, sehingga orang yang bermukim menyempurnakan

sholatnya.

D. TATA CARA MELAKUKAN SHALAT JAMA’ DAN QASHAR

Dalam menggabungkan dua shalat dianjurkan cukup dengan satu adzan dan dua kali iqomat

untuk tiap-tiap sholatnya. Shalat Jama’ Jama’ itu ada 2 cara yakni:

a. Jama’ Taqdim yaitu menjamak shalat diwaktu sholat yang pertama. Contohnya menjamak sholat

zuhur dan ashar diwaktu zuhur dan menjamak sholat maghrib dan isya’ diwaktu maghrib. Tata

caranya yaitu:

1) Sholat diwaktu yang pertama.(dhuhur sebelum ashar atau maghrib sebelum isya’)

2) Berniat jama’ taqdim pada sholat pertama agar berbeda dari sholat-sholat biasa.

3) Berturut-turut dalam mengerjakan diantara keduanya sehingga antara keduanya tidak

berselang lama, yakni lebih kurang selama dua rakaat ringan tetapi diantara kedua sholat
itu diperbolehkan bersuci, adzan dan iqomah. Ketentuan ini berlaku bagi jamak taqdim,

sedangkan untuk jamak ta’khir tidak berlaku.

4) Kedua sholat dilakukan secara tertib, yakni dimulai dengan sholat pertama terlebih dahulu

(dhuhur atau maghrib).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari paparan di atas kami dari kelompok 5 mengambil kesimpulan :

1. Shalat jama’ dan qashar adalah keringanan (rukhsah) yang diberikan Allah kepada hambanya,

yang harus diterima oleh umat muslim sebagai shodaqah dari Allah SWT. Shalat yang dapat di

jama’ adalah semua shalat fardhu kecuali sholat subuh.Dan shalat yang dapat di qashar adalah

semua shalat fardhu yang empat rakaat yaitu shalat isya’, dhuhur dan ashar.

2. Hal-hal yang membolehkan jama’ dan qashar ada beberapa hal, yaitu : Safar (Bepergian), Hujan,

Sakit, Keperluan (kepentingan) Mendesak.

3. Dalam persoalan jarak safar, para ulama’ berbeda pendapat. Ada ulama yang berpendapat jarak

minimal 1 farsakh atau tiga mil, ada yang minimal 3farsakh, ada yang berpendapat safar minimal

harus sehari-semalam, bahkan ada yang berpendapat tidak ada jarak dan waktu yang pasti karena

sangat tergantung pada kondisi fisik, psikis serta keadaan sosiologis dan lingkungan masyarakat.

B. Saran

Penulis banyak berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun

kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan untuk penulisan makalah di kesempatan-

kesempatan berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Hatta, MA. Tafsir Qur’an perkata, 2009.


Magfirah Pustaka. http://makalahcyber.blogspot.com/search/label/Makalah%20Pendidikan Ar-Rahbawi ,

Abdul qodir. 2008.

Salat Empat Madzhab. Bogor : PT Pustaka Litera AntarNusa Kamal, Abu malik bin As-Sayyid Salim. 2006.

Shahih Fikih Sunnah. Jakarta : Pustaka Azam Rasjid,  Sulaiman. 1983. Fiqh Islam. Jakarta: Attahiriyyah

Rusyd, Ibnu. 2006.

Bidayatul Mujtahidin. Jakarta : Pustaka Azam Dalam fiqih islam cetakan ke-2 Arfan, Abbas.Fiqh Ibadah.

Malang : UIN Maliki Press 2011

Az-Zuhaili, Wahban. fiqih islam wa adillatuhu, depok: Gema Insani. 2010

Al qur’an dan terjemah, Departemen Agama: Menara Kudus. 1997

Abdul Aziz Muhammad Azzam. FIQIH IBADAH. Abdul Aziz sayyed Hawwas. Jakarta: amzah. 2009.

Muhammad Baghir al-Habsy, FIKIH PRAKTIS :MENURUT AL QUR’AN, AS-SUNNAH DAN PEDAPAT

PARA ULAMA’. Bandung: Mizan Media utama. 2002.

Ahmad Yaman, Panduan Lengkap Sholat Menurut Empat Madzhab, Jakarta: Pustaka AlKaustar. 2005. Hlm

283

Anda mungkin juga menyukai