Tentang
Sholat Jama’ dan Qashar
OLEH
AFDHAL ZIKRI
NIM :210304012
DOSEN PENGAMPU
HALIM ANANDA, M.Ag
TH. 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur pemakalah ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia Nya
serta kekuatan yang tidak ternilai harganya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini yang berjudul “Sholat
Jama’ dan Qashar” Dan shalawat beriringan salam tidak lupa pemakalah sampaikan kepada Nabi Muhammad
SAW.
Dalam menyelesaikan makalah ini saya mendapatkan bantuan dari Pembimbing yaitu Bapak Halim
Ananda, M.Ag kepada beliau pemakalah menghaturkan banyak terima kasih.
Akhir kata, sekiranya makalah ini dapat berguna dan bisa menjadi pedoman bagi mahasiswa untuk dapat
mempelajari serta memahami isi dari makalah ini. Sekian dan terima kasih.
Pemakalah
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Shalat merupakan ibadah yang pertama kali dihisab di akhirat kelak. Shalat juga dapat dijadikan
barometer amal-amal lain seperti diungkapkan dalam sebuah hadits: “Hal yang pertama kali dihisab
pada hari kiamat adalah shalat”. Khalifah Umar bin Al Khattab pernah mengirim surat kepada Gubernur
yang diangkatnya, pesannya, “sesungguhnya tugas kalian sebagai Gubernur yang paling utama di
mataku adalah shalat. Barang siapa memelihara shalat, berarti ia telah memelihara agamanya. Barang
siapa yang lalai terhadap shalatnya, terhadap urusan lain akan lebih lalai”. Begitu pentingnya shalat,
karena shalat merupakan penentu amal yang lain. Jika shalatnya baik, maka baik pula amalnya yang
lain. Ada juga para ulama yang mengibaratkan bahwa shalat itu diibaratkan sebagai angka I (satu)
sedangkan amal selain shalat itu diibaratkan angka 0, sehingga jika shalatnya rusak atau bahkan tidak
melakukan shalat maka nilai sama dengan nol walaupun amalnya banyak. Akan tetapi jika shalatnya
baik dan selalu dikerjakan 6maka semua amalnya itu bernilai. Oleh karena itu, maka shalat tidak boleh
ditinggalkan walau bagaimanapun keadaannya kecuali orang yang haid atau nifas atau keadaan bahaya.
Namun ada beberapa keringanan (rukhsah) bagi orang yang ada dalam perjalanan (musafir) dalam tata
cara pelaksanaan shalat, yaitu dengan cara shalat jama dan shalat qashar.
Namun hal itu juga bukan berarti boleh meninggalkan shalat begitu saja, hanya berpindah
pelaksanaan pada waktu tertentu (yang telah diisyaratkan) dan syarat-syarat tertentu pula. Menjama’ dan
mengqashar shalat termasuk rukhshah (kelonggaran/keringanan) yang diberikan Allah SWT kepada
hambanya karena adanya kondisi yang menyulitkan bila shalat dilakukan dalam keadaan biasa. Rukhsah
ini merupakan shodaqoh dari Allah SWT yang dianjurkan untuk diterima dengan penuh ketawadhu’an.
Namun jika ada musafir yang tidak mengqashar shalatnya maka shalatnnya tetap sah, hanya saja kurang
sesuai dengan sunnah karena Nabi saw senantiasa menjama’ dan mengqashar shalatnya saat melakukan
safar. Dan yang seharusnya sela ku umat muslim harus menerima shodaqoh/keringanan (rukhsah) yang
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
1. Shalat Jama’
Shalat jama’ ialah melaksanakan dua shalat wajib dalam satu waktu.Seperti
melaksanakan shalat Dzuhur dan shalat Ashar di waktu Dzuhur. Menjama’ shalat separti ini
dinamakan Jama’ Taqdim. atau melaksanakan shalat dzuhur dan ashar di waktu Ashar
dinamakan Jama’ Ta’khir. Dan melaksanakan shalat Magrib dan shalat Isya’ bersamaan di waktu
2. Shalat Qashar
Definisi qashar secara etimologi bahasa arab adalah ringkasan, meringkas. Adapun
definisi qosor menurut terminologi syara’ adalah meringkas sholat fardlu yang empat raka’at
menjadi dua raka’at. Maka biasa yag diqashar hanya sholat dzuhur, ashar, dan isya’ saja. Sholat
qashar adalah sholat yang diringkas dari empat raka’at menjadi dua raka’at dengan tetap
menbaca al-fatihah dan surat. Dengan demikian, sholat maghrib dan sholat subuh tidak dapat
diqashar, karena sholat maghrib tiga raka’at dan subuh dua raka’at.
1. Shalat Jama’
Shalat jama’ hukumnya boleh bagi orang-orang yang sedang dalam perjalanan berada
dalam keadaan hujan, sakit atau karena ada keperluan lain yang sukar menghindarinya. Akan
tetapi selain dari perjalanan masih diperselisihkan para ulama. Shalat wajib yang boleh dijama’
ialah shalat dzuhur dengan shalat ashar dan shalat maghrib dengan shalat isya. Dasarnya hadits
Ibnu Abbas:
- كان رسول ال صلى ال عليه وسلم يجمع بين صل ة الظهر والعصر إذا ك;;ان علش;;ى ظهشش;;ر
“Rasulullah SAW biasa menjama’ antara shalat dzuhur dengan ashar, apabila beliau
Menjama’ shalat isya dengan shubuh tidak boleh atau menjama’ shalat ashar dengan
maghrib juga tidak boleh, sebab menjama’ shalat yang dibenarkan oleh Nabi SAW hanyalah
pada seperti tersebut pada hadits-hadits Ibnu Abbas. Adanya orang yang menjamin lima shalat
wajib sekaligus pada saat yang sama adalah perbuatan yang tidak dibenarkan. Orang yang
melakukan hal semacam ini biasanya beranggapan bahwa boleh mengqadha shalat. Padahal
shalat wajib yang ditinggalkan oleh seorang muslim, selain karena haid atau nifas atau keadaan
bahaya maka orang itu termasuk melakukan dosa besar dan shalat wajib yang ditinggalkannya
itu tidak dapat diganti pada waktu yang lain atau diqadha
Dalil yang menunjukkan disyari’atkannya sholat jama’ antara lain yaitu : Allah berfirman
ن ال ص وا ال ص من إي أ م م أ
Sesunggahnya sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan oleh waktunya atas
orangorang yang beriman ( QS: An-Nisa’ ayat 103 ), Dan waktu-waktu sholat ditentukan secara
mutawatir maka tidak boleh ditinggalkan. Hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud, dia
berkata “ Aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW sholat diluar waktunya kecuali dua sholat,
beliau menggabungkan antara sholat maghrib dan ‘isya’ di Muzdalifah, dan mengerjakan sholat
2. Shalat Qashar
Menqashar sholat dibolehkan dalam al-qur’an, sunnah, dan ijma’. Adapun dalil al qur’an
“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidak lah engkau menqashar sembahyang
(mu), jika kamu takut diserang oleh orang-orang kafir”. Sementara dalam sunnah, terdapat
khabar yang mutawatir bahwa rasulullah SAW. Mengqashar sholatnya di beberapa perjalanan
beliau, baik saat haji, umroh, dan berperang Perbuatan Rasulullah saw yang diriwayatkan
“Dari Anas RA. Bahwa sesunggunya Nabi Muhammad saw sholat dzuhur di kota
Madinah empat raka’at (tidak qashar) dan sholat ashar di Dzi al-Hulaifah (miqathaji penduduk
Madinah) dua raka’at (diqashar). Juga berdasarkan hadist hadist yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah
ra.
ك م ومي م ك صكر ال ص ق ك ي م ن الن صب إ ص ( ) رواه الدار طقن ي ورج اله ثق ات فط إكر ومي ك أ
“Nabi terkadang menqashar sholat dalam perjalanan dan terkadang pula tidak
menqasharnya, juga kadang berpuasa terkadang tidak”. ( Hadist Daraqutsi dan para perowinya
dapat dipercaya ). Sedangkan dalam ijma’, pendapat para ahli fiqih yang dipegang terpecah
menjadi tiga pendapat: ada yang mengatakan wajib, sunnah, ataupun sekedar keringanan yang
disyari’atkannya sholat jama’ antara lain yaitu : Allah berfirman dalam Al qur’an surah an-Nisa’
ayat 10
“Sesunggahnya sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan oleh waktunya atas
orangorang yang beriman ( QS: An-Nisa’ ayat 103 ), dan waktu-waktu sholat ditentukan secara
mutawatir maka tidak boleh ditinggalkan. Hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud, dia
berkata “ Aku tidak pernah melihat Rasulullahh SAW shalat diluar waktunya kecuali dua sholat,
beliau menggabungkan antara sholat maghrib dan ‘isya’ di Muzdalifah, dan mengerjakan sholat
1. Shalat Jama’
Bagi seseorang diperbolehkan menjamak (menggabungkan) sholat zuhur dengan asar dan
magrib dengan isya'. Sedangkan shalat subuh tetap harus dilakukan pada waktunya. Shalat jama'
a. Ketika berada di Arafah dan Muzdalifah Para ulama' sepakat bahwa menjama' taqdim antara
sholat dhuhur dengan shalat ashar ketika di Arafah dan menjama' ta'khir antara shalat
maghrib dengan shalat isya' di Muzdalifah adalah sunnah. Dalam pendapat yang lain
dari Abdullah bin Mas’ud: “Demi zat yang tiada tuhan selain Dia, Rasulullah tidak pernah
mengerjakan satu saolat pun kecuali tepat pada waktunya selain 2 shalat yang beliau jamak
yakni zuhur dengan ashar di Arafah dan maghrib dengan isya’ di Muzdalifah.”
b. Ketika dalam keadaan perjalanan Menjamak dua shalat dalam satu waktu dari kedua shalat
itu boleh dilakukan dengan syarat-syarat berikut. Jarak perjalanan tersebut merupakan
perjalanan yang dibolehkan mengqashar. Imam Maliki berkata “Seorang musafir (orang
yang sedang bepergian) tidak boleh menjama’ sholat kecuali jika perjalanannya
memberatkan”
صرإإ إمذا م ك ا صمل إ سوكللل صهإي م أ كم ان ممر ك ج م ةالظ ظهأرإموال أعم أ معكب مي أن م م وال أع;;إ م ش اإء
”Rasulullah menjamak antara shalat Dhuhur dan Ashar bilamana beliau berada di tengah
perjalanan dan menjamak antara Maghrib dan Isya’.(HR. Bukhari). Jenis perjalanan yang
diperbolehkan menjama’:
b. Menurut Imam Syafi’i perjalanan yang mubah, bukan perjalanan untuk tujuan maksiat.
Menurut Imam Syafi’ boleh menjamak bagi yang tidak bepergian namun terdapat
halangan hujan, baik diwaktu siang maupun malam. Sedangkan menurut Malik, boleh
menjamak di waktu malam dan tidak boleh diwaktu siang. Malik juga membolehkan
jamak ketika jalanan berlumpur dimalam hari. Imam Bukhori meriwayatkan: “ Bahwa
nabi menjamak sholat maghrib dan isyak disuatu malam yang hujan lebat.” “Rasulullah
pernah menjamak salat zuhur dengan asar, maghrib dengan Isya’ tanpa ada alasan
ketakutan atau turun hujan. Ditanyakan kepada Ibn Abbas: apa maksud Nabi berbuat
demikian itu? Maksudnya untuk tidak membeeratkan ummatnya,’ jawab Ibnu Abbas”
(Hadist Muslim).
Syafi’i. Ulama’ Hanbali memperluas kebolehan menjamak ini hingga boleh juga bagi
orang yang berhalangan (uzur) seperti wanita yang mengeluarkan darah istihadhoh,
orang besar kencing dan dan bagi wanita yang sedang menyusui bila sukar mencuci kain
2. Shalat Qashar
Syarat yang membolehkan mengqashar sholat, yaitu :
a. Berniat untuk safar ( bepergian jauh ), dalam niat untuk safar disyaratkan dua perkara :
Pertama, berniat untuk menempuh perjalanan dengan sempurna sejak mulai awal
perjalanannya. Kedua, berhak menentukan niat sendiri, maka tidak cukup memerlukan niat
apabila seseorang pengikut tanpa adanya niat oleh orang yang diikuti. Adapun jarak
perjalanan (safar) yang dibolehkan untuk mengqashar ternyata ulama berbeda pendapat. Ada
ulama yang berpendapat jarak minimal 1 farsakh atau tiga mil, ada yang minimal 3farsakh,
ada yang berpendapat safar minimal harus sehari-semalam, bahkan ada yang berpendapat
tidak ada jarak dan waktu yang pasti karena sangat tergantung pada kondisi fisik, psikis serta
keadaan sosiologis dan lingkungan masyarakat. Jika memang perjalanan tersebut berat dan
menyulitkan maka ada keringanan dan kelonggran (rukhsah)berupa shalat jama’ dan qashar.
Sebab maksud pemberian rukhsah adalah untuk mehilangkan beban dan kesulitan. Ada
riwayat yang mengatakan dari shahabat Anas bin Malik, bahwa Rasulullah Saw mengqashar
“Dari Syu’bah dari Yahya bin Yazid Al-Hanaiy, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada
Anas tentang mengqashar shalat, lalu ia menjawab, “Adalah Rasulullah SAW apabila
bepergian sejauh tiga mil atau tiga farsakh, maka beliau shalat dua reka’at”. (Syu’bah ragu,
tiga mil atau tiga farsakh” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud dan Baihaqi)
“Adapun Rasulullah SAW bila bepergian sejauh satu farsakh, maka beliau mengqashar
Shalat”(HR. Sa’id bin Manshur. Dan disebutkan oleh Hafidz dalam at-Talkhish, ia
mendiamkan adanya hadits ini, sebagai tanda mengakuinya) Para ulama juga berbeda
pendapat berapa lama perjalanan yang membolehkan musafir melaksanakan sholat jama’ dan
qashar. Imam Malik, As-Syafi’i dan Ahmad berpendapat bahwa maksimal 3 hari bagi
muhajirin yang akan mukim (tinggal) di tempat tersebut. Sementara ada juga yang
berpendapat maksimal 4 hari, 10 hari (Muttafaq ‘alayh, dari Anas bin Maliik), 12 hari (H.R.
Ahmad, dari ‘imran), 15 hari (pendapat Abu Hanifah), 17 hari, dan 19 hari (muttafaq ‘alayh,
dari Ibn ‘Abbas). Jika diperlihatkan secara seksama pada hadis-hadis dari para sahabat di atas,
umumnya mereka menceritakan sholat safar sesuai dengan keadaan dan perspektif mereka
masing-masing. Inilah yang kemudian dipahami oleh para Imam Madzhab sehingga mereka
berbeda pendapat dalam batasan jarak dan waktu kebolehan shalat jama’ dan qashar. Dari
pendapat yang ada, yang lebih kuat adalah pendapat yang menyatakan bahwa selama berstatus
sebagai musafir biasa (bukan musafir perang) dan tidak tinggal lebih dari 19 hari di satu
tempat tersebut, maka masih diberikan keringanan untuk menjama’-qashar shalatnya. tetapi
Kalau musafir perang, maka boleh menjama’-qashar shalatnya selama masih dalam suasana
perang.
Ketentuan qashar tidak berlaku pada perjalanan maksiat Mayoritas ulama’ membolehkan
mengqashar sholat bagi mereka yang melakukan perjalanan yang sifatnya mendekatkan diri
pada Allah SWT, seperti dalam perjalanan haji, umroh dan jihad. Atau yang mubah seperti
perjalanan untuk perdagangan, menjenguk keluarga, dan sebagainya. Akan tetapi qoshor tidak
berlaku bagi orang yang melakukan perjalanan maksiat seperti merampok, memerangi sesama
muslim, dan sebagainya. c) Seorang musafir ketika sholat tidak boleh makmum kepada orang
yang mukim Seorang musafir ketika sholat tidak boleh makmum kepada orang yang mukim,
atau musafir itu yang menyempurnakan sholatnya.Maka jika seseorang melakukannya, dia
wajib menyempurnakn sholatnya, walaupun saat menjadi makmum ketika sedang tasyahud
secara sempurna, maka sholatnya secara qashar. Adapun seorang yang bermukim boleh
menjadi makmum orang yang bermusafir, dan bagi musafir hendaknya memberi tahukan
sholatnya.
Dalam menggabungkan dua shalat dianjurkan cukup dengan satu adzan dan dua kali iqomat
untuk tiap-tiap sholatnya. Shalat Jama’ Jama’ itu ada 2 cara yakni:
a. Jama’ Taqdim yaitu menjamak shalat diwaktu sholat yang pertama. Contohnya menjamak sholat
zuhur dan ashar diwaktu zuhur dan menjamak sholat maghrib dan isya’ diwaktu maghrib. Tata
caranya yaitu:
1) Sholat diwaktu yang pertama.(dhuhur sebelum ashar atau maghrib sebelum isya’)
2) Berniat jama’ taqdim pada sholat pertama agar berbeda dari sholat-sholat biasa.
berselang lama, yakni lebih kurang selama dua rakaat ringan tetapi diantara kedua sholat
itu diperbolehkan bersuci, adzan dan iqomah. Ketentuan ini berlaku bagi jamak taqdim,
4) Kedua sholat dilakukan secara tertib, yakni dimulai dengan sholat pertama terlebih dahulu
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari paparan di atas kami dari kelompok 5 mengambil kesimpulan :
1. Shalat jama’ dan qashar adalah keringanan (rukhsah) yang diberikan Allah kepada hambanya,
yang harus diterima oleh umat muslim sebagai shodaqah dari Allah SWT. Shalat yang dapat di
jama’ adalah semua shalat fardhu kecuali sholat subuh.Dan shalat yang dapat di qashar adalah
semua shalat fardhu yang empat rakaat yaitu shalat isya’, dhuhur dan ashar.
2. Hal-hal yang membolehkan jama’ dan qashar ada beberapa hal, yaitu : Safar (Bepergian), Hujan,
3. Dalam persoalan jarak safar, para ulama’ berbeda pendapat. Ada ulama yang berpendapat jarak
minimal 1 farsakh atau tiga mil, ada yang minimal 3farsakh, ada yang berpendapat safar minimal
harus sehari-semalam, bahkan ada yang berpendapat tidak ada jarak dan waktu yang pasti karena
sangat tergantung pada kondisi fisik, psikis serta keadaan sosiologis dan lingkungan masyarakat.
B. Saran
Penulis banyak berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun
kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan untuk penulisan makalah di kesempatan-
kesempatan berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Salat Empat Madzhab. Bogor : PT Pustaka Litera AntarNusa Kamal, Abu malik bin As-Sayyid Salim. 2006.
Shahih Fikih Sunnah. Jakarta : Pustaka Azam Rasjid, Sulaiman. 1983. Fiqh Islam. Jakarta: Attahiriyyah
Bidayatul Mujtahidin. Jakarta : Pustaka Azam Dalam fiqih islam cetakan ke-2 Arfan, Abbas.Fiqh Ibadah.
Abdul Aziz Muhammad Azzam. FIQIH IBADAH. Abdul Aziz sayyed Hawwas. Jakarta: amzah. 2009.
Muhammad Baghir al-Habsy, FIKIH PRAKTIS :MENURUT AL QUR’AN, AS-SUNNAH DAN PEDAPAT
Ahmad Yaman, Panduan Lengkap Sholat Menurut Empat Madzhab, Jakarta: Pustaka AlKaustar. 2005. Hlm
283