Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH ‘ULUMUL HADITS

TENTANG

ILMU JAHR WA TA’DIL

Rahmat Ridho Illahi 210304011

Ghaniyatul ‘Ilmi 210304010

Dosen Pengampu:

Imam Suhada, S.Th.I, M.Ag

INSTITUT AGAMA ISLAM PARIAMAN

SUMATERA BARAT
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah ‘Ulumul Hadits dengan judul “Ilmu jahr
wa ta’dil”. Tidak lupa pula sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, sebab
berkat beliau kita bisa merasakan manisnya ilmu pengetahuan hingga sekarang.
Penulis berterima kasih kepada bapak Imam Suhada, S.Th.I, M.Ag, selaku Dosen
mata kuliah Mustholah Hadits di IAI Sumatera Barat Pariaman yang telah memberikan
penulis tugas membuat makalah yang sangat bermanfaat ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu,
kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun
dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Pariaman, 20 Juni 2022

PEMAKALAH

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................2

2
BAB I......................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..................................................................................................................4
A. Latar Belakang.............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah........................................................................................................4
C. Tujuan  Penulisan.........................................................................................................5
BAB II....................................................................................................................................6
PEMBAHASAN....................................................................................................................6
A. Pengertian Ilmu Jahr Wa Ta'dil....................................................................................6
B. Urgensi Ilmu Jahr Wa Ta'dil Dalam Studi Hadis.........................................................8
C. Contoh Aplikasi Ilmu Jahr Wa Ta'dil...........................................................................9
PENUTUP............................................................................................................................12
A. Kesimpulan................................................................................................................12
B. Saran...........................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................13

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tidak semua hadis itu bersifat terpuji perawinya dan tidak semua hadis-hadis itu
bersifat dhaif perawinya, oleh karena itu para periwayat mulai dari generasi sahabat
sampai dengan generasi mukharrijul hadis tidak bisa kita jumpai secara fisik karena
mereka telah meninggal dunia. Untuk mengenali keadaan mereka, baik kelebihan
maupun kekurangan mereka dalam periwayatan, maka diperlukanlah informasi dari
berbagai kitab yang di tulis oleh ulama ahli kritik para periwayat hadis. Kritikan para
periwayat hadis itu tidak hanya berkenaan dengan hal-hal yang terpuji saja tetapi juga
mengenai hal-hal yang tercela. Hal-hal dapat dikemukakan untuk dijadikan
pertimbangan dalam hubungannya dengan dapat atau tidak diterimanya riwayat hadis
yang mereka riwayatkan. Untuk itulah lebih jelasnnya disini penulis akan membahas
tentang Ilmu Jarh Wa Ta’dil.
Ilmu Al-Jarh wa At-Ta‟dil adalah ilmu yang menerangkan tentang cacat-cacat
yang dihadapkan kepada para perawi dan tentang penta’dilannya (memandang lurus
para perawi) dengan memakai kata-kata yang khusus dan untuk menerima atau menolak
riwayat mereka. Ilmu ini tumbuh bersama-sama dengan tumbuhnya periwayatan dalam
Islam, karena untuk mengetahui hadis-hadis yang shahih perlu mengetahui keadaan
rawinya, secara yang memungkinkan ahli ilmu menetapkan kebenaran rawi atau
kedustaanya hingga dapatlah merasa antara yang diterima dengan yang ditolak. Karena
itu para ulama menanyakan keadaan para perawi, meneliti kehidupan ilmiyah mereka,
agar mengetahui siapa yang lebih hafal dan kuat ingatannya. Adapun kegunaan dari
Ilmu Al Jarh wa Ta‟dil untuk menentukan kualitas perawi dan nilai hadisnya.
Menetapkan apakah periwayatan seorang perawi itu bisa diterima atau ditolak sama
sekali.

4
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Apa pengertian ilmu jahr wa ta'dil?
2. Apa urgensi ilmu jahr wa ta'dil dalam studi hadis?
3. Apa contoh saja aplikasi ilmu jahr wa ta'dil?
C. Tujuan  Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat ditarik beberapa tujuan
penulisan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian ilmu jahr wa ta'dil
2. Untuk mengetahui urgensi ilmu jahr wa ta'dil dalam studi hadis
3. Untuk mengetahui contoh aplikasi ilmu jahr wa ta'dil

5
4.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu Jahr Wa Ta'dil
Ilmu al-Jarh, yang secara bahasa berarti ‘luka, cela, atau cacat’, adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari kecacatan para perawi, seperti pada keadilan dan
kedhabitannya. Para ahli hadis mendefinisikan al-Jarh dengan:

‫الطعن في راوي الحديث بما يسلب او يخل بعدالته او ضابط‬


“Kecacatan pada perawi Hadis disebabkan oleh sesuatu yang dapat merusak
keadilan atau kedhabitan perawi”.

Sedang at-Ta’dil, yang secara bahasa berarti at-tasywiyah (menyamakan), menurut


istilah berarti:

‫عكسه هو تز كية الراوي واحلكم عليه بانه عدل او ضابط‬


“Lawan dari al-Jarh, yaitu pembersihan atau pensucian perawi dan ketetapan,
bahwa ia adil dan dhabit”.

Ulama lain mendefinisikan al-Jarh dan at-ta’dil dalam satu definisi, yaitu:

‫علم يبحث عن الر واة من حيث ماورد في شانهم مما يسنيهم اويز كيهم بالفاظ‬
‫مخصو صة‬
“Ilmu yang membahas tentang para perawi Hadis dari segi yang dapat
menunjukkan keadaan mereka, baik yang dapat mencacatkan atau membersihkan
mereka, dengan ungkapan atau lafaz tertentu”.

Contoh ungkapan tertentu untuk mengetahui para perawi, antara lain:


fulan orang yang paling dipercaya =‫فالن اوثق الناس‬
fulan kuat hafalanya = ‫فالن ضاب‬
fulan hujjah =‫فالن حجة‬

6
Sedang contoh untuk mengetahui kecacatan para perawi, antara lain:
Fulan orang paling berdusta =‫فالن اكذب الناس‬
Si fulan tertuduh bersuta =‫فالن متهم بالكذب‬
Fulan bukan hujjah =‫فالن ال حجة‬
Ilmu jarh wa ta’dil ini dipergunakan untuk menetapkan apakah periwayatan
seorang perawi itu bisa diterima atau harus ditolak sama sekali. Apabila seorang
rawi “dijarh” oleh para ahli sebagai rawi yang cacat, maka peiwayatannya harus
ditolak. Sebaliknya, bila dipuji maka hadisnya bisa diterima selama syarat-syarat
yang lain dipenuhi.
Kecacatan rawi itu bisa ditelusuri melalui perbuatan-perbuatan yang
dilakukannya, biasanya dikategorikan ke dalam lingkup perbuatan: bid’ah, yakni
melakukan tindakan tercela atau di luar ketentuan syariah; mukhalafah, yakni
berbeda dengan periwayatan dari rawi yang lebih tsiqqah; ghalath, yakni banyak
melakukan kekeliruan dalam meriwayatkan hadis; jahalat alhal, yakni tidak
diketahui identitasnya secara jelas dan lengkap; dan da’wat al-inqitha’, yakni
diduga penyandaran (sanad)-nya tidak bersambung.
Dalam perkembangan ilmu hadis, para ulama mengkalisifikasikan ilmu ini
menjadi dua cabang, yaitu ilmu dirayah dan ilmu riwayah. Khusus untuk
mengetahui perawi hadis dalam kapasitasnya sebagai perawi maka kajiannya
termasuk dalam bidang ilmu Rijal al-Hadis.1 Dalam pembahasan lebih lanjut, dari
cabang ilmu ini muncul ilmu al-Jarh wa al-Ta’dil dan ilmu Tarikh al-Ruwah yaitu
ilmu-ilmu yang membahas tentang kredibilitasnya, integritas pribadi dan kapasitas
intelektual para perawi serta sejarah hidup (biografi) nya yang berkaitan dengan
usaha mereka dalam meriwayatkan hadis.
Kata al-Jarh secara harfiah berarti cacat atau luka (melukai tubuh atau
lainnya dengan benda tajam). Selain itu juga bearti memakai atau menista atau
menjelek-jelekan (baik secara berhadapan langsung maupun dari belakang). 2

1Subhi al-Shaleh, ‘Ulum al-Hadits wa Musthalahuh, Dar ilm al-Malayin, Beirut, 1988, hlm. 110.
2Louis Ma‟luf, al-Munjid fi al-Lughat wa al-A’lam, Dar al-Fikr, Beirut, 1987, hlm. 86.

7
Menurut terminologi kata al-Jarh mengandung makna jelas sifat-sifat yang merusak
keadilan seorang perawi atau menodai hafalan dan kedhabitannya yang gilirannya
menggugurkan riwayatnya atau melemahkannya atau membuatnya tertolak. Makna
al-Jarh yang lain yaitu mensifati seorang perawi dengan sifat-sifat yang
menyebabkan lemah atau ditolaknya hadis yang riwayatkannya.
Menurut Nuruddin Atar, ilmu al-Jarh yaitu ilmu yang mempelajari cacat para
perawi seperti pada keadilan dan kedhabitannya. Cacat pada perawi hadist
disebabkan oleh sesuatu yang dapat keadilan dan kedhabitan seorang perawi.
Sedangkan lawan al-Jarh adalah al-Ta’dil. Secara bahasa al-Ta’dil berarti al-
taswiyah, sedangkan menurut istilah berarti membersihkan dan mensucikan perawi
dan menetapkan bahwa ia adil dan dhabit. Contoh kalimat yang dipakai untuk

menyatakan keadilan seseorang seperti : ‫حجة‬ ‫فالن ضابط او ثق الناس او فالن‬


B. Urgensi Ilmu Jahr Wa Ta'dil Dalam Studi Hadis
Ilmu jarh wa al-ta'dil sangat berguna untuk menentukan kualitas perawi dan
nilai hadisnya. Membahas sanad terlebih dahulu harus mempelajari kaidah-kaidah ilmu
jarh wa al-ta'dil yang telah banyak dipakai para ahli, mengetahui syarat-syarat perawi
yang dapat diterima, cara menetapkan keadilan dan kedhabitan perawi dan hal-hal lain
yang berhubungan dengan bahasan ini. Seseorang tidak akan dapat memperoleh
biografi, jika mereka tidak terlebih dahulu mengetahui kaidah-kadah jarh dan ta'dil,
maksud dan derajat (tingkatan) istilah yang dipergunakan dalam ilmu ini, dari tingkatan
ta'dil yang tertinggi sampai pada tingkatan jarh yang paling rendah.3
Jelasnya ilmu jarh wa ta'dil ini dipergunakan untuk menetapkan apakah
periwayatan seorang perawi itu bisa diterima atau harus ditolak sama sekali. Apabila
seorang perawi "dijarh" oleh para ahli sebagai rawi yang cacat, maka periwayatannya
harus ditolak. Sebaliknya bila dipuji maka hadisnya bisa diterima selama syarat-syarat
yang lain dipenuhi.

3Dr. Mahmud at- Thahan, “Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadits”, Surabaya: PT Bina Ilmu, 1995, h. 100

8
Adapun informasi jarh dan ta'dilnya seorang rawi bisa diketahui melalui dua
jalan, yaitu:4
a. Popularitas para perawi di kalangan para ahli ilmu bahwa mereka dikenal sebagai
orang yang adil, atau rawi yang mempunyai 'aib. Bagi yang sudah terkenal
dikalangan ahli ilmu tentang keadilannya, maka mereka tidak perlu lagi
diperbincangkan lagi keadilannya, begitu juga dengan perawi yang terkenal
dengankefasikan atau dustanya maka tidak perlu lagi dipersoalkan.
b. Berdasarkan pujian atau pentarjihan dari rawi lain yang adil. Bila seorang rawi yang
adil menta'dilkan seorang rawi yang lain yang belum dikenal keadiannya, maka
telah dianggap cukup dan rawi tersebut bisa menyandang gelar adil
danperiwayatannya bisa di terima. Begitu juga dengan rawi yang di tarjih. Bila
seorangrawi yang mentarjihnya maka periwayatannya menjadi tidak bisa diterima.
Sementara orang yang melakukan ta'dil dan tarjih harus memenuhi
syaratsebagai berikut: berilmu pengetahuan, taqwa, wara', jujur, menjauhi sifat
fanatik terhadap dan mengetahui ruang lingkup ilmu jarh dan ta'dil ini.
C. Contoh Aplikasi Ilmu Jahr Wa Ta'dil
1. Jarh (Celaan)
2.1.1 Disebutkan (keadaan) seorang rawi dengan satu pernyataan yang
mengharuskan untuk menolak riwayatnya. Dengan menetapkan sifat penolakan atau
menafikan (meniadakan) sifat untuk diterima haditsnya. Semisal dikatakan, dia
adalah: pembohong (‫) كذاب‬, fasiq (‫ ) فاسق‬lemah (‫)ضعيف‬, tidak tsiqah (‫ )ليس ثقة‬, tidak
dianggap (‫)ال يعتبر‬atau tidak di tulis hadistnya ( ‫) البكتب حديثه‬
haditsnya ditulis Jarh terbagi 2, yaitu
a. Mutlaq: jika disebut seorang rawi dengan jarh (celaan) tanpa batasan, maka
dia menjadi cacat di setiap keadaan.
b. Muqoyyad: disebutkannya seorang rawi dengan jarh, namun jarh tersebut
dikaitkan dengan hal tertentu (ada pemberian catatan), semisal berkaitan
dengan guru tertentu atau sekelompok orang tertentu atau semacamnya,

4Drs. Munzier Suparta, “Ilmu Hadits”, Jakarta : PT Raja Grafindo, Persada, h. 33

9
maka jarh tersebut menjadi cacat pada rawi tersebut jika dikaitkan dengan
hal tersebut dan tidak berlaku untuk yang lainnya.
Contoh :
Perkataan ibnu Hajar dalam Taqribu Tahdzib tentang Zaid ibn Habab (rawi
ini dipakai Imam Muslim). Ibnu Hajar mengatakan “Dia adalah orang yang jujur
(1). Namun, riwayat- riwayatnya adalah keliru jika dia dapatkan dari gurunya
yang bernama Sufyan Atsauri. Namun, dia tidak dha’if untuk guru yang lain.”
Contoh lain :
Perkataan penulis kitab Al Kholashoh tentang Isma’il ibn ‘Iyas, “orang ini
ditsiqahkan Imam Ahmad, Ibnu Ma’in dan Bukhori khusus untuk riwayat dari
orang Syam, akan tetapi para ulama mendha’ifkan Ismail jika gurunya adalah
orang Hijaz.” Jadi, dia dha’if dalam hadits yang diambil dari orang-orang Hijaz
namun tidak dha’if jika gurunya dari penduduk Syam (2).
Tingkatan jarh yang paling keras adalah yang menyebutkan dengan
puncaknya dalam celaan. Misalnya: “orang yang paling pendus (‫ )أكذب الناس‬, sendi
kedustaan(‫ذب‬nn‫ )ركن الك‬Kemudian apa yang menunjukkan berlebih-lebihan, akan
tetapi tidak sampai seperti yang pertama. Misalnya: tukang bohong(‫ذاب‬nn‫ )ك‬,
pembuat hadits palsu ( (‫وضاع‬, pembohong (‫ )دجال‬Jarh yang paling ringan: lembek
haditsnya ( ( ‫لين‬, lemah hafalannya (‫ )سئ الحفظ‬atau orang tersebut ada pembicaraan
pada dirinya(‫ )فيه مقال‬.
2. Ta`dil (Penilaian Baik)
Disebutkannya (keadaan) seorang rawi dengan perkataan yang menyebabkan
wajib diterimanya riwayat darinya, bisa berupa sifat diterimanya riwayat atau
menafikan sifat ditolaknya riwayat. Misalnya, dikatakan: dia “tsiqah (terpercaya)”
(‫)هو ثقه‬, “tidak mengapa dengannya”(‫ )ال بأس به‬atau “tidak ditolak hadist darinya”(
‫ )ال يردحديثه‬.
Ta’dil terbagi menjadi 2, yaitu:
a. Mutlaq: disebutkannya seorang rawi dengan ta’dil tanpa persyaratan.
Maka, rawi tersebut tsiqah dalam setiap kondisi.

10
b. Muqayyad: disebutkannya seorang rawi dengan ta’dil. Namun, ta’dil
tersebut dikaitkan dengan hal tertentu (ada pemberian catatan), baik dari
guru tertentu atau sekelompok orang tertentu atau sejenisnya. Maka, ta’dil
ini adalah penilaian tsiqah tentang orang ini pada keadaan tertentu tersebut
dan tidak pada keadaan sekaliannya.
Contoh:
Dikatakan “Dia ini tsiqah bila membawakan hadits dari Az zuhri atau
hadits yang dia dapatkan berasal dari orang Hijaz.” Maka, rawi ini tidak tsiqah
dalam riwayat yang dia bawakan dari orang lain yang dia tidak ditsiqahkan.
Tingkatan Ta’dil yang paling tinggi adalah yang menunjukkan puncaknya dalam
ta’dil. Semacam: “manusia yang paling terpercaya”( ‫ )اوثق الناس‬, padanya terdapat
puncak (‫)فيه الثبت اليه المنتهى‬Tingkatan yang paling rendah adalah kata-kata pujian
yang paling dekat dengan jarh yang paling ringan. Semisal dikatakan “dia adalah
orang yang sholeh”(‫ )صالح‬, "dia adalah dekat” (( ‫ مقارب‬," diriwayatkan haditsnya(
‫ )روى حديثه‬atau kata-kata semisal.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ilmu jarh wa ta’dil adalah ilmu yang membahas tentang para perawi Hadis
dari segi yang dapat menunjukkan keadaan mereka, baik yang dapat mencacatkan
atau membersihkan mereka, dengan ungkapan atau lafaz tertentu.
Ilmu ini tumbuh bersama-sama dengan tumbuhnya periwayatan dalam
Islam, karena untuk mengetahui hadis-hadis yang shahih perlu mengetahui
keadaan rawinya, secara yang memungkinkan ahli ilmu menetapkan kebenaran
rawi atau kedustaannya hingga dapatlah membedakan antara yang diterima dengan
yang ditolak.
Jelasnya ilmu jarh wa ta’dil ini dipergunakan untuk menetapkan apakah
periwayatan seorang perawi itu bisa diterima atau harus ditolak sama sekali.

B. Saran
Ilmu jarh wa ta’dil adalah ilmu yang sangat penting bagi para pelajar ataupun
mahasiswa ilmu hadis, karena ilmu ini merupakan timbangan bagi para rawi hadis.
Rawi yang berat timbangannya diterima riwayatnya dan rawi yang ringan
timbangannya ditolak riwayatannya. Dengan ilmu ini kita bisa mengetahui periwayat
yang dapat diterima hadisnya, serta dapat membedakan dengan periwayat yang tidak
dapat diterima hadisnya. Oleh karena itu para ulama hadis memperhatikan ilmu ini
dengan penuh perhatiannya dan mencurahkan segala pikirannya untuk menguasainya.

1.

12
2.

DAFTAR PUSTAKA

Mudasir. 2008. Ilmu Hadits. Bandung: Pustaka Setia.

Manna', Syaikh Al-Qaththan. 2005. Pengantar Studi Ilmu Hadits. Jakarta


Timur: Pustaka Al Kautsar.

Muhammad, Teungku Habsyi Ash-Shiddieqy. 2009 Ilmu Hadits. Semarang:


PT. Pustaka Rizki Putra.

Solahudin, M. 2013. Ulumul Hadis. Bandung: CV Pustaka Setia.

Suparta, Munzier. 2001. Ilmu Hadis. Jakarta: PT Rajagrafindo


Persada. Solahudin, Agus dan Agus Suyadi. 2008. Ulumul
Hadis. Bandung: Pustaka Setia.

13

Anda mungkin juga menyukai