Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Qur`an dan Hadist
Dosen Pengampu
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan limpahanan Rahmat, Taufiq dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penusunan makalah ini. Shalawat serta salam tetap tercurah
limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan jalan kebaikan
dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat manusia.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Dosen Pengampu mata kuliah Studi
Al-Qur`an dan Hadist atas bimbingan yang telah diberikan serta terimaksih kepada
rekan-rekan semua untuk berpartisipasi dan dukungannya sehingga kelompok kami
dapat menyelesaikan makalah tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Studi Al-Qur`an dan
Hadist yang berjudul “PEMBAHASAN TERKAIT ILMU AL-JARH WA AL-
TA`DIL”.
Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal
mungkin. Namun, kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu
tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan. Maka dari itu
kami sebagai penyususn makalah ini, kami mohon kritik, saran dan pesan dari
semua yang membaca makalah ini terutama dosen pengampu mata kuliah ini yang
kami harapkan sebagai bahan koreksi untuk kami.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Bab II Pembahasan
A. Kesimpulan ................................................................................................14
B. Saran ......................................................................................................... 14
Daftar Pustaka
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu al-Jarh Wa al-Ta`dil mempunyai posisi yang sangat penting
dalam disiplin ilmu hadist. Kenyataan ini didasarkan kepada ilmu ini
merupakan salah satu bagian yang tidak dapat dipiisahkan dari ilmu-ilmu
hadist lainnya dalam menetukan diterima atau ditolaknya suatu hadist. Jika
seorang ahli hadist dinyatakan cacat periwayatnya ditolak, sebaliknya jika
seorang perawi dipuji dengan pujian adil, maka perawinya diterima, selama
syarat-syarat lain untuk menerima hadist dipenuhi. Kedudukan ilmu ini
semakin signifikan ketika seseorang hendak melakukan penelitian hadist
atau biasa dikenal dengan sebutan Takhrij Al-Hadist.
Ilmu jarh wa Ta`dil adalah timbangan bagi para rawi hadist. Rawi
yang berat timbangannya diterima riwayatnya dan rawi yang ringan
timbangannya ditolak riwayatnya. Dengan ilmu ini kita bisa mengetahui
periwayat yang dapat diterima hadistnya, serta dapat membedakannya
dengan periwayat yang tidak dapat diterima hadistnya. Oleh karena itu para
Ulama hadist memperhatikan ilmu ini dengan penuh perhatiannya dan
mencurahkan segala pikirannya untuk menguasainya. Mereka pun berijma`
akan validitasnya, bahkan kewajibannya karena kebutuhan yang mendesak
akan ilmu ini.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi fokus permasahan yang akan dibahas dalam
makalah ni dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa Pengertian al-Jarh wa al-Ta`dil?
2. Apa saja kriteria-kriteria ke` adalah an perawi?
3. Bagaimana sejarah al-Jarh wa al-Ta`dil; Ghibah yg diperbolehkan?
4. Apa saja syarat-syarat seorang jarih wa mu`addil?
5. Bagaimana ungkapan-ungkapan al-Jarh wa al-Ta`dil?
6. Apa saja kaidah-kaidah dalam al-Jarh wa al-Ta`dil?
1
C. Tujuan Masalah
Adapun yang menjadi tujuan permasalahan yang akan dibahas
dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa pengertian al-Jarh wa al-Ta`dil
2. Untuk mengetahui apa saja kriteria-kriteria ke`adalah an perawi
3. Untuk mengetahui bagaimana sejarah al-Jarh wa al-Ta`dil; Ghibah
yang diperbolehkan
4. Untuk mengetahui apa saja syarat-syarat seorang jarih wa Mu`addil
5. Untuk mengetahui bagaimana ungkapan-ungkapan al-Jarh wa al-
Ta`dil
6. Untuk mengetahui apa saja kaidah-kaidah dalam al-jarh wa al-Ta`dil
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
“Ialah suatu imu yang membahas hal ihwal para rawi dari segi
diterima atau ditolak periwayatannya”.
علم يبحث عن الرواة من حيث ما ورد ىف شأهنم مما يشنيهم أو يزكيهم أبلفاظ
خمصوصة
“Ilmu yang membahas tentang para perawi hadist dari segi yang
dapat menunjukkan keadaan mereka, baik yang dapat mencacatkan
atau membersihkan mereka, dengan ungkapan atau lafadz tertentu”.
Dua hadist diatas merupakan dalil al-Jarh dalam rangka nasihat dan
kemaslahatan. Adapun At-Ta`dil, salah satnya berdasarkan hadist:
Rosululloh SAW bersabda “Sebaik-baiknya hamba Allah adalah
Khalid bin Walid, salah sastu pedang diantara pedang-pedang Allah”.
(HR. Ahmad dan Tirmidzi dari Abi Hurairah RA).
8
Syuhudi Ismail mengutip tentang kriteria melaksanakan
ketrentuan agama adalah teguh dalam beragama, tidak
melakukan dosa besar, tidak berbuat bid`ah, tidak berbuat
maksiat, dan berakhlaq mulia.
e. Orang yang bebas (terhindar) dari suatu yang menimbulkan
kejelekan kredibilitas (muru`ah), arti muru`ah adalah
kesopanan pribadi yang membawa pemeliharaan diri
manusia pada tegaknya kebajikan moral dan kebiasaan-
kebiasaan, dan hal itu dapat diketahui melaui adat istiadat
yang berlaku pada masing-masing daerah atau tempat yang
mungkin antar tempat satu dengan tempat lain berbeda.
Contohnya orang yang tidak melakukan perbuatan-
perbuatan aneh (menyimpang dari kebiasaan umum) yang
bias menimbulkan atau mengurangi sifat baik pelakunya dan
kredibilitasnya (muru`ah). Misalnya seorang faqih yang
memakai peci, memanjangkan kedua kakinya ketika duduk
didalam sebuah majelis (pertemuan) dan lain sebagainya,
perbuatan orang itu akan menimbulkan kesan tidak sopan
atau tidak pantas dihadapan umum, dan menimbulkan kesan
jelek atau hina dikalangan orang-orang.
2. Teknik al-`Adalah
Hal ini dilakukan unttuk mengtahui tingkat keadilan seorang perawi,
antara lain :
a. Kepopuleran keadilannya dikalangan para ahli ulama, yaitu
sebagai gambaran tingkat kapasitas dan kredibilitasnya yang
sudah diakui dan teruji.
b. Tazkiyah yaitu penta`dilan orang yang telah terbukti adil
terhadap oreang yang belum dikenal keadilannya.
9
C. Sejarah perkembangan al-Jarh wa al -Ta'dil, ghibah yang
diperbolehkan
Sejarah perkembangan ilmu al-Jarh wa al-Ta'dil seiring dan sejalan
dengan sejarah pertumbuhan dan perkembangan periwayatan hadis, karena
bagaimanapun juga untuk memilah hadis-hadis yang shahih harus melewati
penulisan perawi-perawi dalam sanadnya, yang pada akhirnya
memungkinkan untuk membedakan antara hadis yang maqbul dan yang
mardud.
Para ulama merasa punya kewajiban menerangkan keadaan yang
sebenarnya dari para perawi hadis meskipun menyangkut hal-hal internal
atau pribadi perawi. Tujuannya demi menjaga kemurnian hadis. Menurut
Ibnu 'Adi dalam bukunya, al-kamil, mengungkapkan bahwa pendebatan
tentang kualitas para perawi hadis dimulai sejak masa sahabat. Misalnya,
kalangan sahabat ada yang melakukan penelitian hadis dengan metode al-
Jarh wa al-Ta'dil antara lain Ibnu Abbas, Ubaidah bin ash-Shamit dan Anas
bin Malik. Sedangakan dari kalangan at-Tabi'in antara lain Sa'ad bin al-
Musayayab, Ibnu Sirin dan Ash-Sha'by. Pada masa ini masih sedikit perawi
hadis yang dipandang jauh dari lemah dan cacat, karena para perawi itu
sebagian besar adalah sahabat, sebagian besar sebatas terpercaya. para
ulama juga menjelaskan beberapa para perawi hadis hasan, antara lain
hafalan mereka lemah, kurang kuat atu riwayat tidak jelas, tidak terdapat
dalam kitab al-Jarh wa al-Ta'dil.
Tidak semua jenis ghibah dilarang dalam agama. Ada beberapa jenis
ghibah yang diperbolehkan diantanya yaitu:
1. Melaporkan perbuatan aniaya
2. Usaha untuk mengubah kemungkaran dan membantu
seseorang keluar dari perbuatan maksiat, seperti
mengutarakan kepada orang yang mempunyai kekuasaan
untuk mengubah kemungkaran.
3. Untuk tujuan meminta nasihat
4. Untuk memperingatkan atau menasehati kaum muslimin
10
5. Bila seseorang berterus terang dengan menunjukkan
kefasikan dan kebid`ahan
6. Untuk memberi penjelasan dengan suatu sebutan yang telah
masyhur pada diri seseorang.
D. Syarat-syarat seorang jarih wa mu`addil
Adapun syarat-syarat seorang jarih wa mu`addil adalah sebagai
berikut:
1. Jarih dan Mu`addil bersifat `Adalah (Adil dan bermoralitas tinggi).
Definisi sifat `adalah yaitu:
Orang islam
Dewasa (baligh)
Berakal sehat
Orang yang bebas (terhindar) dari sebab-sebab fasik
Orang yang bebas (terhindar) dari suatu yang menimbulkan
kejelekan kredibilitas (Muru`ah)
2. Jarih dan Mu`addil mengetahui sebab-sebab al-Jarh wa al-Ta`dil
3. Jarih dan Mu`addil bertutur kata dengan Bahasa yang baik, cermat
dan mengetahui dalil-dalil (petunjuk-petunjuk lafal) al-Jarh wa al-
Ta`dil yang popular dikalangan ulama`
4. Jarih dan Mu`addil bersifat dhabith (cermat) terhadap sifat-sifat
yang muncul dari diri Majruh dan pandai mencermati diri rawi
dengan ucapan yang digunakan dengan tepat
5. Jarih dan Mu`addil hendaknya mengatur hukum-hukum syara`
6. Jarih dan Mu`addil adalah orang yang wara` (bersih), taqwa, jujur
dan selalu bertanya kepada orang yang berilmu
7. Jarih dan Mu`addil adalh seorang yang moderat tengah-tengah)
tidak Mu`annit (berlebih dalam mencela) dan tidak Mu`ajjiban
(orang yang terkagum-kagum)
8. Jarih dan Mu`addil harus orang yang dapat dipercaya didalam
penukilannya menyebutkan sifat-sifat Jarh wa al-Ta`dil
9. Jarih dan Mu`addil hendaknya tidak mempunyai persaingan
11
10. Jarih dan Mu`addil hendaknya bijaksana dan jujur, sehingga tidak
terdorong oleh emosi dalam melontarkan kritikan
11. Jarih dan Mu`addil hendaknya bukan kerabatnya (ada pertalian
saudara) sehingga akan menyimpangkan kebenaran dalam
penetapan kepada rawi.
E. Ungkaan-ungkapan al-Jarh wa al-Ta`dil
Ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil adalah ilmu yang menerangkan tentang
cacat-cacat yang dihadapkan kepada para perawi dan tentang
penta`dilannya (memandang lurus pada perawi) dengan memakai kata-kata
yang khusus dan untuk menerima atau menolak riwayat mereka.
Ilmu al-Jarh wa at-Ta`dil adalah ilmu yang menjelaskan tentang
cacat-cacat yang dihadapkan kepada para perawi dan penta`dilannya dengan
memakai kata-kata yang khusus dan untuk menerima atau menolak riwayat
mereka. Ilmu ini tumbuh bersama-sama dengan tumbuhnya periwayatan
dalam islam, karena untuk mengetahui hadist-hadist yang shahih perlu
mengetahui keadaan rawinya, secara yang memungkinkan ahli mentapkan
kebenaran mentah atau kedustaannya hingga dapatlah merasa antara yang
diterima dengan yang ditolak. Karena itu para ulama menanyakan keaadaan
para perawi, meneliti ilmiyah mereka, agar mengetahui siapa yang klebih
hafal dan kuat ingatannya. Adapun kegunaan dari ilmu Al-Jarh wa al-Ta`dil
untuk menentukan kualitas perawi dan nilai hadistnya.
F. Kaidah-kaidah dalam al-Jarh wa al-Ta`dil
Ulama kritikus hadis berlandaskan pada beberapa penilaian dalam
penilaian terpuji maupun tercela, atau kritikan terhadap perawi hadis.
Kaidah yang telah dikemukakan oleh para kritikus hadis, selain dari
beberapa macam kaidah, juga memiliki argumen yang mendukung lahirnya
masing-masing kaidah tersebut. Berikut beberapa kaidah yang
dikemukakan oleh beberapa ulama al-Jarh dan al-Ta'dil dan dapat dijadikan
bahan rujukan bagi penulis hadis, khususnya yang berkenaan dengan
penulisan pribadi perawi hadis.
1. Pujian didahulukan atas celaan
2. Celaan didahulukan diatas pujian
12
3. Jika terjadi antara kritikan yang memuji dan mencela, maka yang
didahulukan adalah pujian, kecuali jika celaan disertai dengan
penjelasan tentang alasannya
4. Ketika kritikus yang mengemukakan ketercelaan adalah orang yang
tergolong dhaif, maka kritikannya yang tsiqah tidak diterima
5. Celaan yang dikemukakan oleh orang yang terjadi permusuhan
dalam masalah keduniawian tidak perlu diperhatikan
6. Tidak diterima gugatan terhadap seorang perawi yang telah
disepakati keadilannya
7. Celaan tidak diterima, kecuali setelah ditetapkan (diteliti dengan
cermat) dengan adanya kenyamanan yang dicela oleh orang-orang
8. Celaan tidak diterima kecuali disebutkan secara rinci.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
Sa`id Al-Khin, Musthafa, Nuzhatul Muttaqin Syarah Riyadus Shalihin Beirut: Dar
Al-Kutub Al-`Ilmiyah, 1988.
Ramli Abdul Wahid, Studi Ilmu Hadits, (Bandung, Ciptapustaka Media Printis,
2011)
15