Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PEMBAHASAN TERKAIT ILMU AL-JARH WA AL-TA`DIL

Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Qur`an dan Hadist

Dosen Pengampu

LcDony Burhan Noor Hasan, M.A

Disusun oleh kelompok 13

1. Nurul Komariyah (210721100173)


2. Naila Aula Fina (210721100221)
3. Nuraini (210721100011)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2021

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan limpahanan Rahmat, Taufiq dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penusunan makalah ini. Shalawat serta salam tetap tercurah
limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan jalan kebaikan
dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat manusia.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Dosen Pengampu mata kuliah Studi
Al-Qur`an dan Hadist atas bimbingan yang telah diberikan serta terimaksih kepada
rekan-rekan semua untuk berpartisipasi dan dukungannya sehingga kelompok kami
dapat menyelesaikan makalah tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Studi Al-Qur`an dan
Hadist yang berjudul “PEMBAHASAN TERKAIT ILMU AL-JARH WA AL-
TA`DIL”.
Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal
mungkin. Namun, kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu
tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan. Maka dari itu
kami sebagai penyususn makalah ini, kami mohon kritik, saran dan pesan dari
semua yang membaca makalah ini terutama dosen pengampu mata kuliah ini yang
kami harapkan sebagai bahan koreksi untuk kami.

Bangkalan, 16 september 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ....................................................................................................... i


Kata Pengantar ...................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................... iii
Bab I Pendahuluan
A. Latar belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan masalah ....................................................................................... 1
C. Tujuan masalah .......................................................................................... 2

Bab II Pembahasan

A. Pengertian al-Jarh wa al-Ta`dil .................................................................. 3


B. Kriteria-krteria ke`adalah an Perawi ........................................................... 4
C. Sejarah perkembangan al-Jarh wa al-Ta`dil; Ghibah yang diperbolehkan?
..................................................................................................................... 5
D. Syarat-syarat seorang jarih waMu`addil .................................................... 6
E. Ungkapan-ungkapan al-Jarh wa al-Ta`dil .................................................. 7
F. Kaidah-kaidah dalam al-Jarh wa al-Ta`dil ................................................. 8

Bab III Penutup

A. Kesimpulan ................................................................................................14
B. Saran ......................................................................................................... 14

Daftar Pustaka

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu al-Jarh Wa al-Ta`dil mempunyai posisi yang sangat penting
dalam disiplin ilmu hadist. Kenyataan ini didasarkan kepada ilmu ini
merupakan salah satu bagian yang tidak dapat dipiisahkan dari ilmu-ilmu
hadist lainnya dalam menetukan diterima atau ditolaknya suatu hadist. Jika
seorang ahli hadist dinyatakan cacat periwayatnya ditolak, sebaliknya jika
seorang perawi dipuji dengan pujian adil, maka perawinya diterima, selama
syarat-syarat lain untuk menerima hadist dipenuhi. Kedudukan ilmu ini
semakin signifikan ketika seseorang hendak melakukan penelitian hadist
atau biasa dikenal dengan sebutan Takhrij Al-Hadist.
Ilmu jarh wa Ta`dil adalah timbangan bagi para rawi hadist. Rawi
yang berat timbangannya diterima riwayatnya dan rawi yang ringan
timbangannya ditolak riwayatnya. Dengan ilmu ini kita bisa mengetahui
periwayat yang dapat diterima hadistnya, serta dapat membedakannya
dengan periwayat yang tidak dapat diterima hadistnya. Oleh karena itu para
Ulama hadist memperhatikan ilmu ini dengan penuh perhatiannya dan
mencurahkan segala pikirannya untuk menguasainya. Mereka pun berijma`
akan validitasnya, bahkan kewajibannya karena kebutuhan yang mendesak
akan ilmu ini.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi fokus permasahan yang akan dibahas dalam
makalah ni dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa Pengertian al-Jarh wa al-Ta`dil?
2. Apa saja kriteria-kriteria ke` adalah an perawi?
3. Bagaimana sejarah al-Jarh wa al-Ta`dil; Ghibah yg diperbolehkan?
4. Apa saja syarat-syarat seorang jarih wa mu`addil?
5. Bagaimana ungkapan-ungkapan al-Jarh wa al-Ta`dil?
6. Apa saja kaidah-kaidah dalam al-Jarh wa al-Ta`dil?

1
C. Tujuan Masalah
Adapun yang menjadi tujuan permasalahan yang akan dibahas
dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa pengertian al-Jarh wa al-Ta`dil
2. Untuk mengetahui apa saja kriteria-kriteria ke`adalah an perawi
3. Untuk mengetahui bagaimana sejarah al-Jarh wa al-Ta`dil; Ghibah
yang diperbolehkan
4. Untuk mengetahui apa saja syarat-syarat seorang jarih wa Mu`addil
5. Untuk mengetahui bagaimana ungkapan-ungkapan al-Jarh wa al-
Ta`dil
6. Untuk mengetahui apa saja kaidah-kaidah dalam al-jarh wa al-Ta`dil

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian al-Jarh wa al-Ta`dil


Al-Jarh secara bahasa merupakan isim mashdar yang berarti luka
yang mengalirkan darah atau sesuatu yang dapat menggugurkan ke`adalah-
an seseorang.
⮚ Al-Jarh menurut istilah yaitu terlihatnya sifat pada seorang perawi
yang dapat menjatuhkan ke`adalah-annya, dan merusak hafalan dan
ingatannya, sehingga menyebabkan gugur riwayatnya, atu
melemahkan hingga kemudian ditolak.
⮚ At-Tajrih yatu memberikan sifat kepada seorang peraw dengan sifat
yang menyebabkan pendla`ifan riwayatnya, atau tidak diterima
riwayatnya.
⮚ Al-Adlu secara bahasa adalah apa yang lurus dalam jiwa; lawan dari
durhaka. Dan seseorang yang adil artinya kesaksiannya diterima;
dan At-Ta`dil artinya mensucikannya atau membersihkannya.
⮚ Al-Adlu menurut istilah adalah orang yang tidak nampak padanya
apa yang merusak agamanya dan perangainya, maka oleh sebab itu
diterma beritanya dan kesaksiannya apabila memenuhi syarat-
syaratmenyampaikan hadist (yaitu: islam, baligh, berakan dan
kekuatan hafalan).
⮚ At-Ta`dil yaitu pensifatan perawi dengan sifat-sifat yang
mensucikannya, sehingga nampak ke`adalahannya, dan diterima
beritanya.

Lebih jelasnya, ilmu pengetahuan yang membhas tentang kritikan


adanya `aib atau memberikan pujian adil kepada seorang rawi disebut
dengan “ilmu Jarh wa al-Ta`dil”.

Dr. Ajjaj Khatib mendefinisikan sebagai berikut:

‫ هو العلم اللذى يف احوال الرواة من حيث قبول روايتهم اوردها‬.

3
“Ialah suatu imu yang membahas hal ihwal para rawi dari segi
diterima atau ditolak periwayatannya”.

Ulama lain mendefinisikan al-Jarh wa at-Ta`dil dengan:

‫علم يبحث عن الرواة من حيث ما ورد ىف شأهنم مما يشنيهم أو يزكيهم أبلفاظ‬
‫خمصوصة‬

“Ilmu yang membahas tentang para perawi hadist dari segi yang
dapat menunjukkan keadaan mereka, baik yang dapat mencacatkan
atau membersihkan mereka, dengan ungkapan atau lafadz tertentu”.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ilmu al-Jarh wa at-


Ta`dil adalah ilmu yang menerangkan tentang cacat-cacat yang
dihadapkan kepada para perawi dan tentang penta`dilannya
(memandang lurus perangai para perawi) dengan memakai kata-kata
yag khusus dan untuk menerima atau menolak riwayat mereka.

Para ulama menganjurkan untuk melakukan jarh dan ta`dil, dan


tidak menganggap hal itu sebagai perbuatan ghibah yang terlarang;
diantaranya berdasarkan dalil-dlil berikut:

● Sabda Rasululloh SAW kepada seorang laki-laki: “(Dan) itu


seburuk-buruk saudara ditengah-tengah keluarganya”. (HR
Bukhari).
● Sabda Rasululloh SAW kepada Fatimah binti Qais yang
menanyakan tentang Mu`awiyyah bin Abi Sufyan dan Abu Jahm
yang tengah melamarnya: “Adapun Abu Jahm, dia tidak spernah
meletakkan tongkatdari pundaknya (suka memukul), sedangkan
Mu`awiyyah seorang yang miskin tidak mempunyai harta” (HR.
Muslim).

Dua hadist diatas merupakan dalil al-Jarh dalam rangka nasihat dan
kemaslahatan. Adapun At-Ta`dil, salah satnya berdasarkan hadist:
Rosululloh SAW bersabda “Sebaik-baiknya hamba Allah adalah
Khalid bin Walid, salah sastu pedang diantara pedang-pedang Allah”.
(HR. Ahmad dan Tirmidzi dari Abi Hurairah RA).

B. Kriteria-kriteria ke`adalah an perawi.


Kriteria-kriteria dari factor ke`adalahan perawi adalah sebagai
berikut:
1. Adil (al-Adalah) atau Moralitas
Istilah adil yang berlaku dalam ilmu hadist beebeda konteksnya
dengan istilah adil secara umum, Namun demikian, dari pendapat-
pendapat yang ada dapat dihimpun kriteria berdasarkan kesamaan
pada makna tetapi berbeda adlam ungkapan sebagai konsekuensi
dari perbedaan sudut pandang para ulama.
Kriteria adil adalah sebagai berikut:
a. Seorang islam; perawi hadist haruslah seorang muslim.
Islam menjadi persyaratan diterima kesaksiaannya, karena
didalam periwayatan Hadist, persaksian menjadi unsur yang
urgen. Sebagaiman dijelaskan sebelumnya bahwa orang
fasik tidak diterima periwayatannya, sedangkan orang kafir
melebihi dari pada orang fasik, oleh karena itu orang kafir
(non muslim) lebih tidak diterima periwayatannya
b. Dewasa (baligh); perawi hadist haruslah seorang yang
dewasa, seorang yang belum baligh tidak dipercaya
periwayatannya karena tidak adanya tanda-tanda keseriusan
dan kedisiplinan dalam menguasai persoalan
c. Berakal sehat, perawi hadist harus seorang yang sehat
(normal) akalnya karena seorang yang gila tidak dipercayai
periwayatannya, Karena rusak akalnya, baik yang gila terus-
menerus maupun yang gila sewaktu-waktu. Orang yang gila
(rusak akal) ditolak periwayatannya karena melebihi dari
pada orang fasik yang berakal sehat.
d. Orang yang bebas (terhindar) dari sebab-sebab fasik; yaitu
orang yang melaksanakan ketentuan agama islam, menurut

8
Syuhudi Ismail mengutip tentang kriteria melaksanakan
ketrentuan agama adalah teguh dalam beragama, tidak
melakukan dosa besar, tidak berbuat bid`ah, tidak berbuat
maksiat, dan berakhlaq mulia.
e. Orang yang bebas (terhindar) dari suatu yang menimbulkan
kejelekan kredibilitas (muru`ah), arti muru`ah adalah
kesopanan pribadi yang membawa pemeliharaan diri
manusia pada tegaknya kebajikan moral dan kebiasaan-
kebiasaan, dan hal itu dapat diketahui melaui adat istiadat
yang berlaku pada masing-masing daerah atau tempat yang
mungkin antar tempat satu dengan tempat lain berbeda.
Contohnya orang yang tidak melakukan perbuatan-
perbuatan aneh (menyimpang dari kebiasaan umum) yang
bias menimbulkan atau mengurangi sifat baik pelakunya dan
kredibilitasnya (muru`ah). Misalnya seorang faqih yang
memakai peci, memanjangkan kedua kakinya ketika duduk
didalam sebuah majelis (pertemuan) dan lain sebagainya,
perbuatan orang itu akan menimbulkan kesan tidak sopan
atau tidak pantas dihadapan umum, dan menimbulkan kesan
jelek atau hina dikalangan orang-orang.
2. Teknik al-`Adalah
Hal ini dilakukan unttuk mengtahui tingkat keadilan seorang perawi,
antara lain :
a. Kepopuleran keadilannya dikalangan para ahli ulama, yaitu
sebagai gambaran tingkat kapasitas dan kredibilitasnya yang
sudah diakui dan teruji.
b. Tazkiyah yaitu penta`dilan orang yang telah terbukti adil
terhadap oreang yang belum dikenal keadilannya.

9
C. Sejarah perkembangan al-Jarh wa al -Ta'dil, ghibah yang
diperbolehkan
Sejarah perkembangan ilmu al-Jarh wa al-Ta'dil seiring dan sejalan
dengan sejarah pertumbuhan dan perkembangan periwayatan hadis, karena
bagaimanapun juga untuk memilah hadis-hadis yang shahih harus melewati
penulisan perawi-perawi dalam sanadnya, yang pada akhirnya
memungkinkan untuk membedakan antara hadis yang maqbul dan yang
mardud.
Para ulama merasa punya kewajiban menerangkan keadaan yang
sebenarnya dari para perawi hadis meskipun menyangkut hal-hal internal
atau pribadi perawi. Tujuannya demi menjaga kemurnian hadis. Menurut
Ibnu 'Adi dalam bukunya, al-kamil, mengungkapkan bahwa pendebatan
tentang kualitas para perawi hadis dimulai sejak masa sahabat. Misalnya,
kalangan sahabat ada yang melakukan penelitian hadis dengan metode al-
Jarh wa al-Ta'dil antara lain Ibnu Abbas, Ubaidah bin ash-Shamit dan Anas
bin Malik. Sedangakan dari kalangan at-Tabi'in antara lain Sa'ad bin al-
Musayayab, Ibnu Sirin dan Ash-Sha'by. Pada masa ini masih sedikit perawi
hadis yang dipandang jauh dari lemah dan cacat, karena para perawi itu
sebagian besar adalah sahabat, sebagian besar sebatas terpercaya. para
ulama juga menjelaskan beberapa para perawi hadis hasan, antara lain
hafalan mereka lemah, kurang kuat atu riwayat tidak jelas, tidak terdapat
dalam kitab al-Jarh wa al-Ta'dil.
Tidak semua jenis ghibah dilarang dalam agama. Ada beberapa jenis
ghibah yang diperbolehkan diantanya yaitu:
1. Melaporkan perbuatan aniaya
2. Usaha untuk mengubah kemungkaran dan membantu
seseorang keluar dari perbuatan maksiat, seperti
mengutarakan kepada orang yang mempunyai kekuasaan
untuk mengubah kemungkaran.
3. Untuk tujuan meminta nasihat
4. Untuk memperingatkan atau menasehati kaum muslimin

10
5. Bila seseorang berterus terang dengan menunjukkan
kefasikan dan kebid`ahan
6. Untuk memberi penjelasan dengan suatu sebutan yang telah
masyhur pada diri seseorang.
D. Syarat-syarat seorang jarih wa mu`addil
Adapun syarat-syarat seorang jarih wa mu`addil adalah sebagai
berikut:
1. Jarih dan Mu`addil bersifat `Adalah (Adil dan bermoralitas tinggi).
Definisi sifat `adalah yaitu:
Orang islam
Dewasa (baligh)
Berakal sehat
Orang yang bebas (terhindar) dari sebab-sebab fasik
Orang yang bebas (terhindar) dari suatu yang menimbulkan
kejelekan kredibilitas (Muru`ah)
2. Jarih dan Mu`addil mengetahui sebab-sebab al-Jarh wa al-Ta`dil
3. Jarih dan Mu`addil bertutur kata dengan Bahasa yang baik, cermat
dan mengetahui dalil-dalil (petunjuk-petunjuk lafal) al-Jarh wa al-
Ta`dil yang popular dikalangan ulama`
4. Jarih dan Mu`addil bersifat dhabith (cermat) terhadap sifat-sifat
yang muncul dari diri Majruh dan pandai mencermati diri rawi
dengan ucapan yang digunakan dengan tepat
5. Jarih dan Mu`addil hendaknya mengatur hukum-hukum syara`
6. Jarih dan Mu`addil adalah orang yang wara` (bersih), taqwa, jujur
dan selalu bertanya kepada orang yang berilmu
7. Jarih dan Mu`addil adalh seorang yang moderat tengah-tengah)
tidak Mu`annit (berlebih dalam mencela) dan tidak Mu`ajjiban
(orang yang terkagum-kagum)
8. Jarih dan Mu`addil harus orang yang dapat dipercaya didalam
penukilannya menyebutkan sifat-sifat Jarh wa al-Ta`dil
9. Jarih dan Mu`addil hendaknya tidak mempunyai persaingan

11
10. Jarih dan Mu`addil hendaknya bijaksana dan jujur, sehingga tidak
terdorong oleh emosi dalam melontarkan kritikan
11. Jarih dan Mu`addil hendaknya bukan kerabatnya (ada pertalian
saudara) sehingga akan menyimpangkan kebenaran dalam
penetapan kepada rawi.
E. Ungkaan-ungkapan al-Jarh wa al-Ta`dil
Ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil adalah ilmu yang menerangkan tentang
cacat-cacat yang dihadapkan kepada para perawi dan tentang
penta`dilannya (memandang lurus pada perawi) dengan memakai kata-kata
yang khusus dan untuk menerima atau menolak riwayat mereka.
Ilmu al-Jarh wa at-Ta`dil adalah ilmu yang menjelaskan tentang
cacat-cacat yang dihadapkan kepada para perawi dan penta`dilannya dengan
memakai kata-kata yang khusus dan untuk menerima atau menolak riwayat
mereka. Ilmu ini tumbuh bersama-sama dengan tumbuhnya periwayatan
dalam islam, karena untuk mengetahui hadist-hadist yang shahih perlu
mengetahui keadaan rawinya, secara yang memungkinkan ahli mentapkan
kebenaran mentah atau kedustaannya hingga dapatlah merasa antara yang
diterima dengan yang ditolak. Karena itu para ulama menanyakan keaadaan
para perawi, meneliti ilmiyah mereka, agar mengetahui siapa yang klebih
hafal dan kuat ingatannya. Adapun kegunaan dari ilmu Al-Jarh wa al-Ta`dil
untuk menentukan kualitas perawi dan nilai hadistnya.
F. Kaidah-kaidah dalam al-Jarh wa al-Ta`dil
Ulama kritikus hadis berlandaskan pada beberapa penilaian dalam
penilaian terpuji maupun tercela, atau kritikan terhadap perawi hadis.
Kaidah yang telah dikemukakan oleh para kritikus hadis, selain dari
beberapa macam kaidah, juga memiliki argumen yang mendukung lahirnya
masing-masing kaidah tersebut. Berikut beberapa kaidah yang
dikemukakan oleh beberapa ulama al-Jarh dan al-Ta'dil dan dapat dijadikan
bahan rujukan bagi penulis hadis, khususnya yang berkenaan dengan
penulisan pribadi perawi hadis.
1. Pujian didahulukan atas celaan
2. Celaan didahulukan diatas pujian

12
3. Jika terjadi antara kritikan yang memuji dan mencela, maka yang
didahulukan adalah pujian, kecuali jika celaan disertai dengan
penjelasan tentang alasannya
4. Ketika kritikus yang mengemukakan ketercelaan adalah orang yang
tergolong dhaif, maka kritikannya yang tsiqah tidak diterima
5. Celaan yang dikemukakan oleh orang yang terjadi permusuhan
dalam masalah keduniawian tidak perlu diperhatikan
6. Tidak diterima gugatan terhadap seorang perawi yang telah
disepakati keadilannya
7. Celaan tidak diterima, kecuali setelah ditetapkan (diteliti dengan
cermat) dengan adanya kenyamanan yang dicela oleh orang-orang
8. Celaan tidak diterima kecuali disebutkan secara rinci.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa


ilmu Jarh Wa Ta`dil adalah sebuah upaya metodologis kritik yang paling
orisinil dan genuine yang pernah dilahirkan oleh ilmuwan muslim pada
generasi awal islam. Kemunculan ilmu ini tidak sepi dari gugatan dan
penolakan disan-sini baik menyangkut etika metodologis hingga pada aspek
etika moral. Namun pada akhirnya dasar legalitas kegiatan kritik pada
kepribadian seorang perawi ini bisa dijawab secara tuntas oleh para
muhaddisin. Dan hal ini didukung oleh seperangkat bukti pembenar baik
berupa tradisi yang berasal dari Rosululloh SAW atau dasar wahyu ataupun
mencontoh presiden yang ditinggalkan oleh para sahabat. Berapapun
penilaian ilmu Jarh Wa Ta`dil ini seringkali memunculkan fenomena
perbedaan penilaian antar ulama ahli kritik hadis, namun para muhaddisin
ahli kritik hadis sudah membekali dirinya dengan seperangkat piranti
metodologis untuk menyelesaikan setiap perbedaan pendapat yang
mengemuka. Sehingga pada akhirnya ilmu Jarh Wa Ta`dil ini memiliki
tempat tersendiri dalam khazanah keilmuwan islam dan menjadi metode
verifikasi hadis paling handal dalam memilah dan memilih sebuah riwayat
bisa dinyatakan valid ataukah tidak.

B. Saran

Jika didapati adanya kesalahan-kesalahan baik dari segi penulisan,


maupun dari isi tulisan ini, maka penulis memohon maaf. Kritik serta saran
dari semua pembaca sangat diharapkan oleh penulis untuk dapat
menyempurnakan tulisan ini, terlebih juga dalam pengetahuan kita bersama.

14
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qaththan, Syaikh Manna`. Pengantar Studi Ilmu Hadist (Penj. Mifdhol


Abdurrahhman, Lc.), Pustaka Al-Kautsar, Jakarta 2009.

An-Nawawi Imam, “Dasar-Dasar Ilmu Hadist”. Jakarta: Pustaka Firdaus.

At-Thahan Mahmud, “Metode Takhrij dan penelitian sanad hadist”, Surabaya: PT


Bina Ilmu, 1995.

Sa`id Al-Khin, Musthafa, Nuzhatul Muttaqin Syarah Riyadus Shalihin Beirut: Dar
Al-Kutub Al-`Ilmiyah, 1988.

Ramli Abdul Wahid, Studi Ilmu Hadits, (Bandung, Ciptapustaka Media Printis,
2011)

15

Anda mungkin juga menyukai