AL-JARH WA AL-TA’DIL
Disusun oleh
الرِح ْي ِم
َّ الر ْحمٰ ِن ِ بِس ِم
َّ اهلل ْ
Alhamdulillah berkat taufik dan hidayah-Nya, makalah yang berjudul AL-
Atas keberhasilan tersebut tidak lupa penulis panjatkan shalawat dan salam
kepada Nabi Muhammad SAW. Agaknya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa tanpa
kehadiran beliau di muka bumi ini mustahil kita menjadi mukmin sejati dengan
akidah yang kokoh dan benar. Semoga beliau mendapat tempat yang layak di sisi
makalah ini juga tidak mungkin bebas sepenuhnya dari kekurangan dan kesalahan.
Oleh karena itu, penulis membuka pintu selebar-lebarnya untuk kritik-kritik yang
membangun.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………........... I
Daftar isi……………………………………………………………........... II
BAB I PENDAHULUAN
2. Rumusan Masalah.................................................................. 2
3. Tujuan Penulisan.................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
mentarjihkan rawi......................................................................... 7
1. Kesimpulan............................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis merupakan salah satu sumber pokok ajaran Islam. Tanpa adanya
perintah yang ada dalam al-Qur’an. Allah menegaskan bahwa selain al-
Qur’an, bila menyelesaikan suatu masalah, maka rujuklah hadis. Oleh karena
itu, wajarlah bila ada seorang ulama yang mengatakan bahwa untuk
mengetahui hadis yang sahih tentu tidak mudah. Hal ini di antaranya
setelah wafatnya Rasul. Oleh karena itu, untuk mengetahui kesahihan suatu
hadis perlu dilakukan pengkajian dan penelitian yang mendalam, teliti, dan
rumusan masalah yang akan dibahas dalam sub bab makalah ini yaitu tentang
2. Apakah syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi rawi yang akan melakukan
Al-Jarh Wa Al-Ta’dil ?
rawi ?
C. Tujuan Masalah
rawi.
6. Mengetahui kitab-kitab Al-Jarh Wa Al-Ta’dil.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Jarh
Kata Jarh menurut bahasa sebagai bentuk masdar dari “jaraha”, seperti
kebanyakan digunakan dalam bentuk abstrak (nonfisik) dan juga dalam bentuk
konkret (fisik).
dan kuat daya ingatnya terhadap periwayatan perawi karena adanya cacat yang
merupakan cacat dalam segi keeta’dilan atau cacat dalam segi kedhabit-an
mereka.1
2. Ta’dil
1
Abdul Mauwjud Muhammad Abdullatif, Ilmu Jarh Wa Ta’dil, Bandung: Gema Media Pustakatama,
1986, h. 28.
Ta’dil menurut bahasa ada beberapa arti; a) Menegakkan, misalnya
penimbangan. Jadi, dalam hal ini ta’dil mempunyai tiga pengertian, yaitu
seimbang (al-taswiyah).
Jadi secara garis besarnya Al-Jarh Wa Al-Ta’dil adalah suatu ilmu yang
membahas tentang jarh (sifat-sifat tercela rawi) dan ta’dil (sifat-sifat terpuji
rawi).
B. Syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi rawi yang akan melakukan Al-
Jarh Wa Al-Ta’dil
3. Jarih dan mu’addil bertutur kata dengan bahasa yang baik, cermat, dan
muncul dari diri dan pandai mencermati diri rawi dengan ucapan-ucapan
2
Ibid., h. 29-30.
5. Jarih dan mu’addil hendaknya mengatahui hukum syara’ karena banyak
mereka mengira bahwa hukum sesuatu itu halal padahal haram sehingga
6. Jarih dan mu’addil adalah seorang yang bersih, takwa, jujur, dan selalu
pada hasil penetapan yang tidak objektif karena sifat permusuhan, fanatik
mazhab, atau perbedaan akidah dan hal lain yang dipengaruhi oleh
pendapat pribadi.
8. Jarih dan mu’addil harus orang yang dapat dipercaya dalam penukilannya
penetapannya.
teman persaingan yang hidup dalam satu masa yang berbarengan akan
pengikutnya.
10. Jarih dan mu’addil hendaknya bijaksana dan jujur sehingga tidak
11. Jarih dan mu’addil hendaknya bukan kerabatnya (ada tali persaudaraan)
Dalam masalah ini ada terdapat perselisihan tentang jumlah orang yang
1. Minimal dua orang, baik dalam soal syahadah maupun dalam soal
2. Cukup soarang saja dalam soal riwayah bukan dalam soal syahadah. Sebab
bilangan itu tidak menjadi syarat dalam peneriamaan hadis, maka tidak
3. Cukup seorang saja, baik dalam soal riwayah maupun dalam soal dirayah.
pujian orang banyak atau dimasyhurkan oleh ahli-ahli ilmu, maka tidak
dan lain-lainnya.4
kitabnya. Hal ini bagi rawi yang belum jelas perihal keadaannya dan
dan Imam Nawawi, lafdh-lafadh itu disusun menjadi 4 tingkatan. Menurut Al-
5
Abdul Mauwjud Muhammad Abdullatif, Ilmu Jarh Wa Ta’dil, h. 33-35.
ثبت الناس حفظا و عدالة : Orang yang paling mantap hafalannya
اليه المنتهي في التثبت : Orang yang paling top keteguhan hati dan
lidahnya
ثقة فوق الثقة : Orang yang tsiqah melebihi orang yang tsiqah
ingatan, misalnya:
كذاب : pembohong
وضاع : pendusta
دجال : penipu
hadisnya
tetapi sifat
hadisnya
6
Fatchur Rahman, Ikhtishar Mushthalahul Hadits, h. 313-318.
F. Kitab-kitab Al-Jarh Wa Al-Ta’dil
buku-bukunya. Sebagian ada yang kecil, hanya terdiri satu jilid dan hanya
menjadi beberapa jilid besar-besar yang mencakup antara sepuluh sampai dua
sekitar abad ketiga dan keempat, dan komentar orang-orang yang berbicara
mengenai para tokoh secara jarh dan ta’dil sudah dikumpulkan. Dan jika
permulaan penyusunan dalam ilmu ini dinisbatkan kepada Yahya bin Ma’in,
Ali bin Al-Madiny, Ahmad bin Hambal, maka penyusunan secara meluas
terjadi sesudah itu, dalam karya-karya yang mencakup perkataan para generasi
awal tersebut.
Sebagian besar metode yang dipakai oleh para pengareng adalah mengurutkan
nama-nama para perawi sesuai dengan huruf kamus (mu’jam). Dan berikut ini
1. Kitab Ma’rifat Ar-Rijal, karya Yahya bin Ma’in (wafat tahun 233 H),
7
Ibid., h. 319.
2. Kitab Adh-Dhu’afa’ Al-Kahir dan Adh-Dhu’afa’ Ash-Shaghir, karya Imam
Muhammad bin Isma’il Al-Bukhari (wafat tahun 256 H), dicetak di India.
Karya beliau yang lain: At-Tharikh Al-Kabir, dan Al-Awsath, serta Ash-
Shagir.
3. Kitab Ats-Tsiqat, karya Abu-Hasan Ahmad bin Abdillah bin Shalih Al-‘Ijly
Hadits, karya Abu ‘Utsman Sa’id bin Amr Al-Bardza’i (wafat tahun 292
H).
Nasa’i (wafat tahun 303 H), telah dicetak di India bersama kitab Adh-
7. Kitab Adh-Dhu’afa’, karya Abu Ja’far Muhammad bin Amr bin Musa bin
Ahmad bin Hibban Al-Busti (wafat tahun 354 H) manuskrip, dan karya
secara umum, tidak hanya terbatas pada biografi para tokoh saja, atau
dengan nomor.
10. Kitab Al-Jarh wa Al-Ta’dil, karya Abdurrahman bin Hatim Ar-Razi (wafat
tahun 327 H) dan dia termasuk diantara yang paling besar dari kitab-kitab
tentang Al-Jarh wa At-Ta’dil yang sampai kepada kita, dan palinh banyak
At Fa’dil terkait dengan para perawi hadits. Kitab ini merupakan ringkasan
dari upaya para pendahulu yang mengerti ilmu ini mengenai para perawi
kutub sittah dan lainnya, sebagian diantaranya khusus pada perawi satu
kitab, dan sebagian yang lain khusus dengan kitab-kitab hadits, dan
12. Kitab Dzikri Asma’i At-tabi’in wa Man Ba’dahum Min Man Shalihat
Riwayatuhu min Ats-Tsiqat ‘Inda Al-Bukhari, karya Abu Al-Hasan Ali bin
karya Abu Nasr Ahmad bin Muhammad Al-Kalabadzi (wafat tahun 398 H)
karya Abu Al-Walid sulaiman bin Khalaf Al-Baji Al-Andalusi (wafat tahun
15. Kitab At-Ta’rif bi Rijal Al-Muwattha’, karya Muhammad bin Yahya bin Al-
17. Kitab Rijal Al-Bukhari wa Muslim, karya Abu Al-Hasan Ali bin Umar Ad-
18. Kitab Rijal Al-Bukhari wa Muslim, karya Abu Abdillah Al-Hakim An-
20. Kitab Al-Kumal fi Asma’ Ar-Rijal, karya Al-Hafizh Abdul Ghani bin Abdul
tertua yang sampai kepada kita yang secara khusus membahas para perawi
kutub sittah. Kitab ini dianggap sebagai asal bagi orang setelahnya dalam
bab ini.
21. Kitab Tahdzib Al-Kamal, karya Al-Hafizh Al-Hajjaj Yusuf bin Az-Zaki Al-
22. Kitab Tadzkirah Al-Huffazh, karya Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad
Adz-Dzahabi juga.
25. Kitab Tahdzib At-Tahdzib, karya Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani (wafat
tahun 852 H) ringkasan dan perbaikan dari kitab Tahdzib Al-Kamal karya
Al-Mizzi, dan dia adalah kitab yang paling menonjol yang dicetak secara
asli, dan dia adalah kitab yang paling baik dan paling detil.
(wafat tahun 748 H). Dan termasuk kitab paling lengkap tentang biografi
Kitab ini mencakup atas biografi sepuluh orang perawi dari kitab-kitab
hadits, yaitu: kutub sittah, yang menjadi obyek pembahasan pada kitab
Tahdzibul kamal karya Al-Mizzi, ditambah empat kitab lagi karya para imam
Musnad yang diriwayatkan oleh Al-Husein bin Muhammad bin Khasru dari
hadits Abi Hanifah. Dan terdapat menuskrip lengkap dari kitab At-Tadzkirah
ini.8
menetapkan apakah periwayatan seorang rawi itu dapat diterima atau harus
8
Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Islam Hadits, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005, h. 90-
94.
ditolak sama sekali. Apabila seorang rawi dijarh oleh para ahli sebagai rawi
yang cacat, maka periwayatannya harus ditolak dan apabila seorang rawi
dipuji sebagai orang yang adil, niscaya periwayatannya akan diterima, selama
9
Fatchur Rahman, Ikhtishar, h. 307.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
merupakan cacat dalam segi keeta’dilan atau cacat dalam segi kedhabit-an
mereka.
Jadi secara garis besarnya Al-Jarh Wa Al-Ta’dil adalah suatu ilmu yang
membahas tentang jarh (sifat-sifat tercela rawi) dan ta’dil (sifat-sifat terpuji
rawi).
2. Syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi rawi yang akan melakukan Al-Jarh
pembahasan di atas.
a. Minimal dua orang, baik dalam soal syahadah maupun dalam soal
lainnya.
b. Cukup soarang saja dalam soal riwayah bukan dalam soal syahadah.
rawi-rawi.
c. Cukup seorang saja, baik dalam soal riwayah maupun dalam soal
dirayah.
mengenai para tokoh secara jarh dan ta’dil sudah dikumpulkan. Dan jika
Ma’in, Ali bin Al-Madiny, Ahmad bin Hambal, maka penyusunan secara
apakah periwayatan seorang rawi itu dapat diterima atau harus ditolak
sama sekali.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mauwjud Muhammad Abdullatif, Ilmu Jarh Wa Ta’dil, Bandung: Gema Media
Pustakatama, 1986.
Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Islam Hadits, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2005.