Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

SYARAT-SYARAT HADITS SHAHIH

OLEH

KELOMPOK 9

GUSRIFARIS YUDA ALHAFIS


NIM. 11850112172

TRI PRASTIO NUGROHO


NIM. 11850115030

KELAS STUDY HADITS E


JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2019
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
taufik serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami
sangat menyadari bahwa bantuan dari berbagai pihak sangat membantu dalam menyelesaikan
makalah ini, untuk itu kami ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan memberikan motivasi dalam penyelesaian makalah ini.
Meski telah diupayakan semaksimal mungkin kesempurnaannya, karna keterbatasan
penulis dan dangkalnya ilmu pengetahuan yang dimiliki, tentu banyak hal-hal yang perlu
disempurnakan. Dalam hal ini kami mengharapkan kritik dan saran yang dapat menambah
kebaikan dan wawasan kepada semua pihak demi kesempurnaan penulisan makalah ini
selanjutnya.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat khususnya bagi diri pribadi dan umumnya kepada
para pembaca.

Pekanbaru, 6 Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................2
2.1 Pengertian Hadits Shahih..................................................................................................2
2.2 Syarat-syarat Hadits Shahih..............................................................................................2
2.3 Contoh Hadits Shahih Yang Memenuhi Syarat-syarat.....................................................7
2.4 Contoh Hadits Shahih Lidzatihi Dan Shahih Lighairihi Beserta Syarat-syaratnya..........7
2.5 Contoh Hadits Shahih Lidzatihi Dan Shahih Lighairihi Dan Skema Sanadnya...............8
BAB III PENUTUP..................................................................................................................14
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................14
3.2 Saran................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Hadits adalah sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an, sehingga umat Islam dalam
menentukan hukum taklifi harus berdalil dan beragumentasi dengan menggunakan Al-
Qur’an dan jika tidak ada keterangan yang jelas di dalam Al-Qur’an biasanya mengambil
dari hadits. Dalam mengambil dalil dari hadits ada klasifikasi hadits yang bisa dijadikan
hujjah untuk menentukan masalah aqidah atau keimanan dan menentukan halal atau haram
dan ada yang bisa dijadikan dalil untuk anjuran untuk meninggalkan hal-hal yang makruh
atau tarhib. Klasifikasi hadits yang bisa dijadikan hujjah yaitu hadits shahih lidzatihi dan
hadits shahih lighairihi.
I.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hadits shahih?
2. Apa syarat-syarat hadits shahih?
3. Apa contoh hadits shahih yang memenuhi syarat?
4. Apa syarat-syarat beserta contoh hadits shahih lidzatihi dan hadits shahih lighairihi?
5. Apa skema sanad beserta contoh hadits shahih lidzatihi dan hadits shahih lighairihi?
I.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu hadits shahih.
2. Untuk mengetahui syarat-syarat hadits shahih.
3. Untuk mengetahui contoh hadits shahih yang memenuhi syarat.
4. Untuk mengetahui syarat beserta contoh hadits shahih lidzatihi dan hadits shahih
lighairihi.
5. Untuk mengetahui sanad beserta contoh hadits shahih lidzatihi dan hadits shahih
lighairihi.

1
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Hadits Shahih


Kata shahih berasal dari bahasa Arab As-Shahih, bentuk pluralnya Ashihha’ dan Shahha.
Dari segi bahasa, kata ini memiliki beberapa arti yaitu, selamat dari penyakit dan bebas
dari aib atau cacat.
Dari segi istilah, para ulama berpendapat bahwa hadits shahih adalah hadits yang sanadnya
bersambung, diriwayatkan oleh yang adil dan dhabith sampai akhir sanad, tidak terdapat
kejanggalan dan cacat.
Dikemukakan Ibn As-Shalah oleh An-Nawawi hadits shahih adalah hadits yang sanadnya
bersambung sampai nabi dan diriwayatkan oleh orang-orang yang adil dan dhabith serta
tidak terdapat dalam hadits itu kejanggalan dan cacat.1
II.2 Syarat-syarat Hadits Shahih
1. Sanadnya bersambung
Bahwa setiap rawi hadits yang bersangkutan benar-benar menerimanya dari rawi yang
berada di atasnya dan begitu selanjutnya sampai kepada pembicara yang pertama.
2. Rawinya bersifat adil
Menurut Ar-Razi, keadilan adalah tenaga yang mendorong untuk selalu bertindak
takwa, menjauhi dosa-dosa besar, menjauhi kebiasaan melakukan dosa-dosa kecil, dan
meninggalkan perbuatan-perbuatan mubah yang menodai muru’ah.

Term adalah (adil) secara etimologi berarti pertengahan, lurus, condong kepada


kebenaran. Banyak perbedaan pendapat antara ulama, memperhatikan pendapat ulama
yang telah dipaparkan agaknya dapat dipahami bahwa seseorang dikatakan adil atau
bersifat ‘adalah jika pada dirinya terkumpul criteria muslim, baligh, berakal, memelihara
muru’ah, tidak berbuat bid’ah, tidak berbuat maksiat dan dapat dipercaya beritanya.

Dengan kata lain, dapat dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan adil adalam
transformasi hadis adalah bahwa periwayat tersebut harus beragama Islam, mukallaf,
melaksanakan ketentuan agama dan memelihara citra dirinya (muru’ah). Dengan kata
lain, keadilan periwayat ini terkait erat dengan kualitas pribadinya. Sekalipun ulama
mempunyai maksud yang sama dalam mendefinisikan tentang sifat adil ini, tetapi mereka

1
M. Alfatih Suryadilaga, Ulumul Hadis, (Yogyakarta: Kalimedia, 2009), h. 244

2
berbeda dalam redaksi dan kriterianya. Ada beberapa cara menetapkan keadilan
periwayat hadis yang disebutkan oleh ulama, yakni berdasarkan:

a.    Pertama, popularitas keutamaan periwayat tersebut di kalangan ulama hadis

b.    Kedua, penilaian dari para kritikus periwayat hadis

c.    Ketiga, penerapan kaedah al-jarh wa al-ta’dil. Cara ini ditempuh bila para kritikus
periwayat hadis tidak sepakat tentang kualitas pribadi periwayat tertentu.

3. Rawinya bersifat dhabith


Dhabith adalah rawi yang bersangkutan dapat menguasai haditsnya dengan baik, baik
dengan hafalan yang kuat atau dengan kitabnya, lalu dia mampu mengungkapkannya
kembali ketika meriwayatkannya. Kalau seseorang mempunyai ingatan yang kuat,
sejak menerima hingga menyampaikan kepada orang lain dan ingatannya itu sanggup
dikeluarkan kapan dan dimana saja dikehendaki, orang itu dinamakan dhabtu shadri.
Kemudian, kalau apa yang disampaikan itu berdasarkan pada buku catatannya dia
disebut dhabtu kitab. Rawi yang adil sekaligus dhabith disebut tsiqat.2

Dari sudut kuatnya ingatan perawi, para ulama membagi kedhabitan ini menjadi dua :

         Dhabit Shadr (dhabit Fuad)

Artinya terpelihara hadis yang diterimanya dalam hafalan, sejak ia menerima hadis
tersebut sampai meriwayatkannya kepada orang lain, kapan saja periwayatan itu
diperlukan.

         Dhabit Kitab

Artinya terpeliharanya periwayatan itu melalui tulisan-tulisan yang dimilikinya, ia


memahami dengan baik tulisan hadis yang tertulis dalam kitab yang ada padanya,
dijaganya dengan baik dan meriwayatkannya  kepada orang lain dengan benar.

Seorang perawi layak disebut dhabit, apabila dalam dirinya terdapat sifa-sifat berikut:

a.    Pertama, perawi itu memahami dengan baik riwayat yang telah didengarnya dan
diterimanya

b.    Kedua, perawi itu hafal dengan baik atau mencatat dengan baik riwayat yang telah
didengarnya (diterimanya)
2
Ibid

3
c.    Ketiga, perawi itu mampu menyampaikan riwayat hadis yang telah didengarnya
dengan baik, kapanpun diperlukan, terutama hingga saat perawi tersebut menyampaikan
riwayat hadisnya kepada orang lain.

4. Tidak cacat
Bahwa hadits yang bersangkutan bebas dari cacat keshahihannya, yakni hadits itu
terbebas dari sifat samar yang membuatnya cacat.
5. Tidak janggal
Kejanggalan hadits terletak pada adanya perlawanan antara suatu hadits yang
diriwayatkan oleh rawi yang maqbul dengan hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang
lebih kuat dari padanya, disebabkan kelebihan jumlah sanad dalam kedhabithan atau
adanya segi tarjih yang lain.3

Syadz adalah suatu kondisi dimana seorang rawi berbeda dengan rawi yang lain yang lebih kuat
posisinya. Kondisi ini dianggap janggal karena bila ia berada dengan rawi yang lain yang lebih
kuat posisinya, baik dari segi kekuatan daya ingatnya atau hapalannya atau pun jumlah mereka
lebih banyak, maka para rawi yang lain itu harus diunggulkan, dan ia sendiri disebut syadz atau
janggal. Dan karena kejanggalannya maka timbulah penilaian negatif terhadap periwayatan
hadits yang bersangkutan.
    Menurut al-Syafi’iy Suatu hadits tidak dinyatakan mengandung syudzudz, bila hadits itu
hanya diriwayatkan oleh seorang periwayat yang siqat, sedang periwayat yang siqat lainnya
tidak meriwayatkan hadits itu. Barulah hadits dinyatakan mengandung syudzudz, bila hadits
diriwayatkan oleh seorang periwayat yang siqat, namun   bertentangan dengan hadits yang
diriwayatkan oleh banyak periwayat yang juga juga bersifat siqat  [34]
Sebenarnya kejanggalan suatu hadits itu akan hilang dengan terpenuhi syarat-syarat
sebelumnya, karena para muhaditsin menganggap bahwa ke-dhabit-an telah mencakup potensi
kemampuan rawi yang berkaitan dengan jumlah hadits yang dikuasainya. Boleh jadi terdapat
kekurang pastian dalam salah satu haditsnya, tanpa harus kehilangan predikat ke-dhabit-annya
sehubungan dengan hadits-hadits yang lain. Kekurang pastian tersebut hanya mengurangi
kesahihan hadist.
ke-syadz-an sanad hadits baru dapat diketahui setelah diadakan penelitian sebagai berikut:
a.       Semua sanad  yang mengandung matn hadits yang pokok masalahnya memiliki kesamaan,
dihimpun dan diperbandingkan
b.      Para periwayat di seluruh sanad diteliti kualitasnya

3
Ibid, Ulumul Hadis, h. 142

4
c.      Apabila seluruh periwayat bersifat siqat dan ternyata ada seorang periwayat yang sanad-
nya menyalahi sanad-sanad lainnya, maka sanad  yang menyalahi itu disebut sanad
syadz sedang sanad-sanad lainnya disebut sanad mahfuzh.
Adapun yang menjadi penyebab utama terjadinya syadz sanad hadits adalah karena
perbedaan tingkat ke-dhabith-an periwayat.Jadi sekiranya unsur sanad bersambung  atau unsur
periwayat bersifat dhabith benar-benar telah terpenuhi, niscaya ke-syadz-an sanad tidak akan
terjadi
    Berdasarkan dari beberapa defenisi maka hadits syadz dibagi kepada dua bagian, yaitu
syadz  pada sanad, dan syadz pada matan.

1.Contoh Syadz Pada Sanad

ّ ‫ح ّد ثناابن ابي عمر ح ّد ثنا سفيان عن عمروبن دينارعن عوسجةعن ابن عباّس‬
‫ان رجال مات على عهدرسول هللا صل ّى هللا عليه‬
‫وسلّم ولم يدع وارثااالّعبداهو اعتقه فاعطاه النّب ّي صل ّى هللا عليه وسلّم ميراثه‬.
“Turmudzi berkata: Telah menceritakan kepada kami, Ibnu Abi Umar, telah menceritakan
kepada kami, Sofyan, dari ‘Amr bin Dinar, dari ‘Ausajah, dari Ibnu Abbas, bahwa seorang laki-
laki meninggal dunia dimasa Rosulullah saw. Serta tidak meninggalkan ahli warits, kecuali
seorag hamba sahaya yang ia merdekakan(maula), makanabi saw. Memberikan warisanya
kepada hamba itu.
            Dalam sanad yang pertama, yang menjadi pokok adalah Sufyan bin ‘Uyainah. Sufyan
meriwayatkan dari ‘Amr bin Dinar, dari ‘Ausajah, dan dari Ibnu Abbas. Sedangkan disanad yang
kedua, yang menjadi pokok adalah Hammad bin Zaid.
Hammad ini meriwayatkan dari ‘Amr bin Dinar, dari ‘Ausajah dan tanpa Ibnu
Abbas.Sufyan dan Hammad adalah orang-orang kepercayaan dan ahli dibidang hafalan, tetapi
riwayat Sufyan yang memakai sebutan Ibnu Abbas itu dibantu oleh Ibnu juraij.Muhammad bin
Muslim ath-Tha-ifi dan lainya sedangkan riwayat Hammad tidak ada yang membantunya. Maka
berdasarkan keterangan tersebut dapat dikethui bahwa riwayat Sufyan lebih patut(kuat) daripa
riwayat Hammad. Karena itu Imam Abu Hatim menguatkan riwayat sufyan.  Riwayat Hammad
yang menyalahi riwayat Sufyan yang lebih kuat itu disebut Syadz, sedangkan riwayat Sufyan
disebut Mahfuzh(yang terpelihara). Syadz tersebut terjadi pada sanad karena itu disebut Syadz
pada sanad

2        .Syad pada matan contohnya ialah:

5
‫ح ّد ثناابن السّرح ح ّد ثناابن وهب اخبرني يونس عن ابن شهاب عن عمرة بنت عبدالرّحمن عن‬

ّ .‫عاأشة زوج النّب ّي ص‬.


‫ نحر عن ال مح ّمد في ح ّجة الوداع بقرة واحدة‬.‫رسول هللا ص‬ ‫ان‬

Kata Abu Daud : Telah menceritakan kepada kami, Ibnu sarah, telah menceritakan kepada
kami, Ibnu Wahb telah mengkhabarkan kepada kami,Yunus, dari Ibnu Syihab dari ‘Amrah binti
Abdurahman, dari ‘Aisyah istri Nabi saw., bahwa Rosulullah saw. Berkurban untuk keluraga
Muhammad(istri-istrinya) pada Haji Wada’ seekor sapi betina.

Dengan Hadits
‫ يوم حججنا بقرة بقرة‬.‫رواه ع ّما رال ّدهن ّي عن عبد ال ّرحمن بن القا سم عن ابيه عن عاءشة قالت ذبح عنّا رسول هللا ص‬.
Diriwayatkan Hadits ini oleh ‘Ammar ad-Duhani, dari ‘Abdurrahman, bin al-Qasim, dari
ayahnya(al-Qasim), dari ‘Aisyah, ia berkata Rosulullah saw. Telah menyembelih unta untuk
kami   pada hari kami naik haji, seekor sapi, seekor sapi.
            Yang menjadi pokok pembahasan pada hadits pertama ialah Yunus, dan dalam hadits
kedua ‘Ammar ad-Dhuni. Istri nabi berjumlah Sembilan orang. Didalam hadits yang pertama
disebutkan “seekor sapi” untuk Sembilan orang istri. Sedangkan pada hadits kedua disebutkn
“seekor sapi, seekor sapi” yang berarti untuk Sembilan orang istri Nabi berkurban Sembilan ekor
sapi. Dua Hadits ini berlawanan perlu diperiksa mana yang lebih kuat. Yunus dan ’Ammar
adalah orang-orang kepercayaan, tetapai Hadits yang diriwayatkan oleh Yunus lebih kuat
daripada ‘Ammar. Riwayat Yunus dibantu oleh Ma’mar yang lafazh Haditsnya lebih tegas dari
riwayat Yunus, dan dibantu lagi dari jalan Abu Hurairoh. Pembantu-pembantu ini meriwayatkan
bahwa Nabi saw. Berkurban seekor sapi untuk Sembilan orang istrinya.  

Adapun riwayat ‘Ammar tidak mendapat bantuan. Sehingga riwayat Yunus lebih kuat
dari pada riwayat ‘Ammar. Karena keganjilan terdapat pada matan maka disebut Syadz pada
matan.

Dilihat dari segi periwayat, hadist mual’al(yang terdapat illat) dengan hadist syadz itu
sama, yaitu keduanya sama-sama diriwayatkan oleh periwayat yang stiqoh. Bedanya, dalam
hadist mual’al, illatnya dapat di temukan sedang dalam hadist syadz tidak terdapat illat.

6
Demikianlah uraian-uraian tentang hadist shohih dan syarat-syaratnya yang lima, maka
apabila dari kelima syarat tersebut tidak terpenuhi atau mungkin tidak begitu sempurna, maka
dari demikian muncul dua kemungkinan.

1. Apabila syarat-syarat kelima sudah terpenuhi, tapi kekurangannya cuman dari segi kedhobithan
dari salah seorang perowinya kurang sempurna meskipun sedikit, tapi tidak begitu pelupa.
Maka itu dinamakan hadist hasan. Karna memang pada dasarnya hadist hasan dan shohih itu
sama, cuman diukur dari kedhobitan dari perowinya.

2. Apabila ada salah satu atau bahkan lebih, dari kelima syarat tersebut tidak terpenuhi, maka hadist
tersebut termauk hadis dhoif.

II.3 Contoh Hadits Shahih Yang Memenuhi Syarat-syarat

‫حدثنا عبد هللا بن يوسف قال أخبرنا مالك عن ابن شهاب عن محمد بن جبير بن مطعيم عن أبيه قال سمعت رسول هللا‬
‫ حدثنا عبد هللا بن يوسف قال أخبرنا مالك عن ابن شهاب عن محمد بن جبير‬ ‫صلى هللا عليه و سلم قرأ في المغرب بالطور‬
‫بن مطعيم عن أبيه قال سمعت رسول هللا صلى هللا عليه و سلم قرأ في المغرب بالطور‬

Artinya: “Telah bercerita kepada kami ‘Abdullah ibn Yusuf, yang berkata telah
mengkabarkan kepada kami Malik, dari Ibnu Syihab, dari Muhammad ibnu Jubair ibn
Muth’im, dari ayahnya, yang berkata, aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa
sallam membaca surah Ath-Thur pada waktu shalat maghrib.”(HR. Al-Bukhari, No. 723)
II.4 Contoh Hadits Shahih Lidzatihi Dan Shahih Lighairihi Beserta Syarat-syaratnya

1. Hadits shahih lidzatihi

Hadits yang memenuhi semua syarat-syarat hadits maqbul secara sempurna.

Contoh:

َ ِ ‫َعنْ أ ُ ِّم َش ِريكٍ َرضِ َي هَّللا ُ َع ْن َها أَنَّ َرسُو َل هَّللا‬


َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَ َم َر ِب َق ْت ِل ْال َو َز ِغ َو َقا َل َك‬
‫ان َي ْنفُ ُخ َعلَى إِب َْراهِي َم َعلَ ْي ِه ال َّسالَم‬

Artinya, “Rasulullah SAW memerintahkan untuk membunuh cicak. Beliau bersabda,


‘Dahulu cicak ikut membantu meniup api Ibrahim AS.”(HR Al-Bukhari, No. 3359)
2. Hadits shahih lighairihi

7
Hadits shahih lighairihi adalah hadits hasan lidzatihi ketika diriwayatkan dari jalur lain
yang semisal dengannya atau lebih kuat darinya.
Contoh:
‫ َد َقةِإِلَى َم ِحلِّ َها‬111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111‫ص‬ َ ‫ا ْب َتعْ َعلَ ْي َناإِ ِباًل ِب َقاَل ِئ‬
َّ ‫ص ِم ْنإِ ِباِل ل‬
Artinya: “Juallah kepada kami unta dengan menggantinya dari unta zakat ketika
sudah sampai tempatnya”

8
II.5 Contoh Hadits Shahih Lidzatihi Dan Shahih Lighairihi Dan Skema Sanadnya
1. Hadits shahih lidzatihi
Dinamakan hadits shahih lidzatihi karena telah memenuhi  semua syarat shahih dan
tidak butuh dengan riwayat yang lain untuk sampai pada puncak keshahihan.
Keshahihannya telah tercapai dengan sendirinya.4

Contoh:

‫ْن ُع َم َر َرضِ َي هَّللا ُ َع ْن ُه َما َقا َل‬ ِ ‫الزهْ ِريِّ َقا َل أَ ْخ َب َرنِي َسالِ ٌم َعنْ اب‬
ُّ ْ‫َح َّد َث َنا ِب ْش ُر بْنُ م َُح َّم ٍد الس َّْخ ِت َيانِيُّ أَ ْخ َب َر َنا َع ْب ُد هَّللا ِ أَ ْخ َب َر َنا يُو ُنسُ َعن‬
‫إْل‬ ‫ت َرسُو َل هَّللا ِ َ هَّللا‬
‫اع فِي‬ ٍ ‫اع َو َمسْ ُئو ٌل َعنْ َرعِ َّي ِت ِه َوالرَّ ُج ُل َر‬ ٍ ‫صلَّى ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َيقُو ُل ُكلُّ ُك ْم َر‬
ٍ ‫اع َو َمسْ ُئو ٌل َعنْ َرعِ َّي ِت ِه َوا ِ َما ُم َر‬ ُ ْ‫َسمِع‬
ُ
‫اع َو َمسْ ئو ٌل َعنْ َرعِ َّي ِت ِه‬ َ ْ ٌ َ ُ ٌ
ِ ‫ت ز ْو ِج َها َراعِ َية َو َمسْ ئولة َعنْ َرعِ َّي ِت َها َوالخا ِد ُم فِي َم‬
ٍ ‫ال َس ِّي ِد ِه َر‬ َ ِ ‫أَهْ لِ ِه َو َمسْ ئو ٌل َعنْ َرعِ َّي ِت ِه َوال َمرْ أة فِي َب ْي‬
ُ َ ْ ُ

Artinya: “Basyr bin Muhammad Al-Sahtiyani telah menyampaikan hadits pada kami.
Abd Allah telah mengabarkan pada kami. Yunus telah mengabarkan pada kami dari
Al-Zuhri yang mengatakan, Salim mengabarkan padaku dari Ibn Umar R.A. yang
mengatakan : Saya mendengar Rasul SAW bersabda: kalian semua adalah pemimpin
yang bakal bertanggung jawab tentang kepemimpinannya. Imam adalah pemimpin
yang bertanggung jawab tentang yang dipimpinnya. Laki-laki adalah pemimpin
dalam keluarganya yang dimintai tanggung jawab tentang kepemimpinannya.
Perempuan adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya yang dimintai tanggung
jawab tentang kepemimpinannya. Asisten rumah tangga juga pemimpin dalam
mengelola kekayaan majikannya, yang dimintai tanggung jawab tentang
kepemimpinannya.”(HR. Al-Bukhari, No. 2546)

Hadits yang diriwayatkan dari Ibn Umar di atas, adalah salah satu hadits shahih ditinjau
dari segala segi. Matarantai hadits ini sambung-menyambung dari Rasul yang bersabda
didengar langsung oleh sahabat yang bernama Abd Allah bin Umar, kemudian ke
Salim, yang menyampaikan pada Al-Zuhri. Dari beliau disampaikan kepada Yunus,
kemudian ke Abdullah, kemudian ke Basyr bin Muhammad, sampai kepada imam Al-
Bukhari. Jadi matarantai dari Rasul ke Al-Bukhari itu sambung-menyambang. Semua
tokoh yang menjadi matarantai hadits ini adalah orang-orang yang sangat dipercaya,
adil, cerdas, jujur, tidak cacat dan tidak ada kejanggalan. Tanpa hadits lainnya yang
mendukungnya juga sudah dianggap shahih.

4
Tim Guru Provinsi Jawa Timur, Hadis, (Surabaya: Mutiara Ilmu Mojosari Mojokerto, 2012), h. 52

9
2. Hadits shahih lighairihi
Hadits ini dinamakan hadits shahih lighairihi karena keshahihannya tidak datang dari
sanad pertama itu sendiri, namun keshahihannya itu datang dari bergabungnya riwayat
lain baginya.5
Contoh:

َ ‫ش َّق َعلَى أ ُ َّمتِي أَل َ َمرْ ُت ُه ْم ِبالس َِّواكِ عِ ْن َد ُك ِّل‬


‫صاَل ٍة‬ ُ َ‫لَ ْواَل أَنْ أ‬

Artinya: “Sekiranya tidak memberatkan umatku sungguh akan aku perintahkan untuk
bersiwak setiap kali akan shalat.”(HR. At-Tirmidzi. Hadits ini juga diriwayatkan oleh
Al-Bukhari dari jalur Thariq Abu Zinad dari al-A’raj dari Abu Hurairah)

Pengertian hadist hasan

Hasan menurut bahasa artinya baik dan bagus, Sesuatu yang disenangi dan dicondongi
oleh nafsu

Sedangkan secara istilah, hadits hasan didefinisikan secara beragam oleh ahli Hadits,


sebagai berikut :

1.       Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani

‫َوخبراألحاد بنقل عدل تام الضبط متصل السند غير معلل وال شا ذ‬

Khobar  ahad yang dinukil oleh orang yang adil, kurang sempurna hapalannya, bersambung
sanadnya, tidak cacat, dan tidak syadz..

2.       Menurut Imam at-Tirmidzi

 ‫كل حديث يروى ال يكو ن فى إسنا ده من ّيتّهم با لكذب وال يكو ن الحديث شا دّا و يروى من غير وجه نحو ذالك‬

Tiap-tiap hadits yang pada sanadnya tidak terdapat perawi yang tertuduh dusta, pada matannya
tidak  terdapat keganjalan, dan hadits itu diriwayatkan tidak hanya dengan satu jalan
(mempunyai banyak jalan) yang sepadan dengannya

5
Ibid, h. 250

10
Definisi hadits hasan menurut at-Tirmidzi ini terlihat kurang jelas, sebab bisa jadi hadits
yang perawinya tidak tertuduh dusta dan juga hadits gharib, sekalipun pada hakikatnya
berstatus hasan.  Tidak dapat dirumuskan dalam definisi ini sebab dalam definisi tersebut
disyariatkan tidak hanya melalui satu jalan periwayatan (mempunyai banyak jalan periwayatan).
Meskipun demikian, melalui definisi ini at-Tirmidzi tidak bermaksud  menyamakan hadits hasan
dengan hadits shahih, sebab justru at-Tirmidzilah yang mula-mula memunculkan istilah hadits
hasan ini.

3.       Menurut At-Thibi

‫ مسند من قرب من درجة الثقة أو مرسل ثقة وروي كال هما من غير وجه وسلم من شدو ٍذ ا وال علة‬.

Hadits musnad ( muttasil dan marfu’ ) yang sanad-sanadnya mendekati derajat tsiqah. Atau
hadits mursal yang sanad-sanadnya tsiqah, tetapi pada keduanya ada perawi lain, dan hadits itu
terhindar dari syadz ( kejanggalan ) dan illat (kekacauan).

Dengan kata lain hadits hasan adalah :

‫ هو ما ا تصل سنده بنقل العدل الذى ق َّل ضبطه و خال من الشّذوذ والعلة‬.

Hadits hasan adalah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil, kurang
sedikit ke-dhabit-annya, tidak ada keganjilan (syadz) dan tidak ada illat.

Atas dasar pengertian hadits hasan tersebut, maka syarat-syarat hadits hasan itu ada lima macam,
yaitu:

1.    Muttasil sanadnya

2.    Rawinya adil

3.    Rawinya dhabith

Kedhabitan rawi disini tingkatannya dibawah kedhabitan rawi hadits shahih, yakni kurang
sempurna kedhabitannya.  

11
4.    Tidak temasuk hadits syadz

5.    Tidak terdapat illat [cacat]

    Sedangkan pembagian hadist hasan juga sama dengan pembagian hadist shohih, yakni dibagi
menjadi dua.

1. Hadits Hasan Li Dzatihii

Hadits hasan li dzatihii adalah hadits yang memenuhi segala syarat-syarat hadits hasan,


[42] hadits hasan dengan sendirinya, karena telah memenuhi segala kriteria dan persyaratan yang
ditentukan.

Sebuah hadits dikategorikan sebagai hasan li dzatihi karena jalur periwayatannya, hanya melalui


satu jalur periwayatan saja. Sementara hadits hasan pada umumnya, ada kemungkinan melalui
jalur riwayat yang lebih dari satu. Atau didukung dengan riwayat yang lainnya. Bila hadits hasan
ini jumlah jalur riwayatnya hanya satu, maka hadits hasan itu disebut dengan hadits hasan li
dzatihi. Tetapi jika jumlahnya banyak, maka ia akan saling menguatkan dan akan naik derajatnya
menjadi hadits shahih li ghairihi.

Contoh hadits hasan lidzatihii :

Diriwayatkan oleh At-Tirmizi, dia berkata: telah bercerita kepada kami Qutaibah, telah
bercerita kepada kami Ja’far bin Sulaiman Ad-Dhab’I, dari Abi Imran Al-Jauni, dari Abu Bakar
bin Abu Musa Al-Asy’ari, dia berkata,” Aku telah mendengar ayahku berkata dihadapan musuh,
Rasulullah bersabda, :

 ‫ى قال سمعت أبي‬


ّ ‫حدثنا قتيبة حدثنا جعفر بن سليما ن الضبع ٌّي عن ابي عمران الجو ن ّي عن ابي بكر بن ابي موسى اال شعر‬
‫بحضر ة العد ِّو يقول قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم إنّ ابواب الجنّة تحت ظالل السيوف‬

“......dari Abu Bakar bin Abu Musa al-Asy’ari, (berkata), saya mendengar ayahku ketika berada
dihadapan musuh berkata, Rasulullah saw. Bersabda: ‘sesungguhnya pintu-pintu surga berada
dibawah bayang-bayang pedang’.”  (HR. al-Tirmidzi)

12
Empat perawi hadits tersebut adalah tsiqoh kecuali Ja’far bin Sulaiman ad-Dhab’I,
sehingga hadits ini sebagai hadits hasan.

             2.     Hadits Hasan Li Gahirihi

Hadits hasan li ghairihi adalah  hadits dhaif yang bukan dikarenakan perawinya pelupa,
banyak salah dan orang fasik, yang mempunyai mutabi’ dan syahid,[46]  hadits yang dhaif
dikuatkan dengan beberapa jalan, dan sebab kedhaifannya bukan karena kefasikan perawi (yang
keluar dari jalan kebenaran) atau kedustaannya.

Seperti satu hadits yang dalam sanadnya ada perawi yang mastur (tidak diketahui
keadaannya), atau rawi yang kurang kuat hafalannya, atau rawi yang tercampur hafalannya
karena tuanya, atau rawi yang pernah keliru dalam meriwayatkan, lalu dikuatkan dengan jalan
lain yang sebanding dengannya, atau yang lebih kuat darinya. Hadits ini derjatnya lebih rendah
dari pada hasan lidzatihii dan dapat dijadikan hujjah.

Contoh hadits hasan li ghairihi :

Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Al-Turmudzi dan dia menilainya hasan, dari riwayat
Syu’bah dari ‘Asim bin Ubaidillah dari Abdullah bin Amir bin Rabi’ah dari ayahnya, berbunyi
sebagai berikut:

َ َ‫ز‬‰‰َ‫ َرأَةً ِمنْ بَنِي ف‬‰‫ أَنَّ ا ْم‬: ‫ ِه‬‰‫ عَنْ أَبِي‬، َ‫ة‬‰‫س ِمعْتُ َع ْب َد هَّللا ِ بْنَ عَا ِم ِر ْب ِن َربِي َع‬
ْ‫زَ َّو َجت‬‰‰َ‫ارةَ ت‬ ِ ‫ عَنْ عَا‬، ُ‫ش ْعبَة‬
َ ‫ قَال‬، ِ ‫ص ِم ْب ِن ُعبَ ْي ِد هَّللا‬ ُ ‫َح َّدثَنَا‬
َ‫از‬ َ َ َ َ َ َ َ َ
‫(رواه‬. ُ‫ ه‬‰‫ فأ َج‬: ‫ا َل‬‰‰‫ ق‬. ‫ ن َع ْم‬: ْ‫الت‬‰‰‫ ِك بِن ْعل ْي ِن ؟" ق‬‰ِ‫ ِك َو َمال‬‰‫س‬ ْ َ
ِ ‫ت ِمنْ نف‬ ِ ‫ضي‬ َ
ِ ‫" أ َر‬: ‫سل َم‬ َّ َ ‫هَّللا‬
َ ‫صلى ُ َعل ْي ِه َو‬ َّ ‫هَّللا‬
َ ِ ‫سو ُل‬ َ
ُ ‫ فقا َل َر‬. ‫َعلَى نَ ْعلَ ْي ِن‬
َ
                                 )‫الترمذي‬

Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari jalur Syu’bah dari ‘ashim bin ‘Ubaidillah,dari Abdillah bin
Amir bin Rabi’ah, dari ayahnya bahwasanya seorang perempuan dari bani Fazarah menikah
dengan mahar sepasang sandal…”

Al-Turmudzi mengomentari bahwa hadits itu terdapat riwayat-riwayat lain, yaitu dari
Umar, Abu Hurairah, Aisyah dan Abu Hadrad. Dalam hal ini Al-Turmudzi menilai hadits

13
tersebut hasan, karena meskipun ‘Asim dalam sanad hadits yang diriwayatkannya itu dhaif
karena jelek hafalannya, hadits ini didukung oleh adanya riwayat-riwayat lain.

Para ulama belum menyusun kitab khusus tentang hadits-hadits hasan secara terpisah
sebagaimana mereka melakukannya dalam hadits shahih, tetapi hadits hasan banyak kita
dapatkan pada sebagian kitab, diantaranya:

1.      Jami’ At-Tirmidzi, dikenal dengan Sunan At-Tirmidzi, merupakan sumber untuk mengetahui
hadits hasan.

2.      Sunan Abi Dawud

3.      Sunan Ad-Daruqutni

3.      Kehujjahan Hadits shohih dan hadist Hasan

Mengenai kehujjahan hadis shahih, dikalangan ulama tidak ada perbedaan tentang
kekuatan hukumnya, terutama dalam menentukan halal dan haram (status hukum) sesuatu. Hal
ini didasarkan pada firman Allah, (Q.S al-Hasyr : 59)  ayat : 7

‫وما اتىكم الرسول فخذواه وما نهاكم عنه فانتهوا‬

"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka
tinggalkanlah. "

Adapun hadits hasan sama seperti hadits shahih dalam pemakaiannya sebagai hujjah,
walaupun kekuatannya lebih rendah dibawah hadits shahih. Hanya saja, jika terjadi pertentangan
antara hadits shahih dengan hadits hasan, maka harus mendahulukan hadits shahih, karena
tingkat kualitas hadits hasan berada dibawah hadits shahih. Hal ini merupakan konsekuensi logis
dari dimensi kesempurnaan kedhabitan rawi-rawi hadits hasan, yang tidak seoptimal
kesempurnaan kedhabithan rawi-rawi hadits shahih.

Kebanyakan ulama ahli hadits dan fuqoha bersepakat untuk menggunakan hadits shahih
dan hadits hasan sebagai hujjah. Disamping itu, ada ulama yang mensyaratkan bahwa hadits

14
hasan dapat digunakan sebagai hujjah,  bilamana memenuhi sifat-sifat yang diterima. Pendapat
terakhir ini memerlukan peninjauan yang seksama. Sebab, sifat-sifat yang dapat diterima itu ada
yang tinggi, menengah dan rendah. Hadits yang sifat dapat diterimanya tinggi dan menengah
adalah hadits shahih, sedangkan hadits yang sifat dapat diterimanya rendah adalah hadits hasan.

Hadits-hadits yang mempunyai sifat dapat diterima sebagai hujjah disebut hadits maqbul,


dan hadits yang tidak mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima disebut hadits mardud.

Sedangkan yang termasuk hadits maqbul adalah:

1.      Hadits shahih, baik shahih li dzatihi maupun shahih li ghairihi

2.      Hadits hasan, baik hasan li dzatihi maupun hasan li ghairihi

Yang termasuk hadits mardud  adalah segala macam hadits dhaif. Hadits mardud  tidak


dapat diterima sebagai hujjah karena terdapat sifat-sifat tercela pada rawi-rawinya atau pada
sanadnya. meski ada beberapa pengecualian didalamnya.

Ringkasnya, hadits yang dapat diterima sebagai hujjah atau dalam istimbath [konklusi]
hukum hanyalah hadits shahih dan hasan. Hadits dhaif tidak dapat digunakan baik
sebagai hujjah maupun istimbath hukum.

Istilah-istilah yang digunakan oleh para ahli hadits dalam menyebut hadits maqbul ialah:

1.      Jayyid

2.      Qowiy

3.      Shalih

4.      Tsabit

5.      Maqbul

15
6.      Mujawad

16
BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Hadits shahih adalah hadits yang sehat dan benar tidak terdapat penyakit dan cacat. Hadits
shahih dibagi menjadi dua yaitu, hadits shahih lidzatihi dan hadits shahih lighairihi.
III.2 Saran

Berdasarkan dari keseluruhan pembahasan di atas, maka penulis dapat memberikan saran
ketika mempelajari hadits harus memperhatikan keshahihan dari hadits tersebut.

Dalam penulisan ini penulis mengakui masih banyak kesalahan untuk itu semoga para
pembaca berkenan memberikan kritikan yang menyempurnakan penulisan makalah ini.

17
DAFTAR PUSTAKA

Suryadilaga, M. Alfatih, Ulumul Hadis, Yogyakarta: Kalimedia, 2009


Solahudin, M. Agus, Suyadi, Agus, Ulumul Hadis, Bandung: Pustaka Setia, 2013
Tim Guru, Hadis, Surabaya: Mutiara Ilmu Mojosari Mojokerto, 2012

18

Anda mungkin juga menyukai