Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah S.W.T atas berkat rahmat dan hidayahnya
akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul ‘Kriteria Hadits Shahih’.
Berdasarkan sumber-sumber yang kami dapat dari luar maupun dari dalam, walaupun masih banyak
kekurangan. Makalah ini dimaksudkan untuk memberikan informasi mengenai dakwah kriteria
hadits shahih, juga memberikan penjelasan yang jelas tentang kriteria sanad, matan, dan rowinya.

Diharapkan bahwa makalah ini membantu pembaca untuk memahami dengan lebih baik tentang kriteria
keshahihan hadits. Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, disebabkan karena terbatasnya
kemampuan kami, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami perlukan dari pembaca
terutama dari Bapak Dosen Mata Kuliah Studi Hadits. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Temanggung, 10 November 2019

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................1

DAFTAR ISI ..................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................3

A. Latar Belakang......................................................................................3
B. Rumusan Masalah ................................................................................3
C. Tujuan Penulisan .................................................................................3

BAB II Pembahasan ......................................................................................4

A. Pengertian Hadis Shahih, Sanad, Matan, Dan Rowi ………………...4


B. Kriteria Hadits Shahih ………………………………………………...5
C. Kriteria Kesahihan Sanad Hadis ……………………………………...6
D. Kriteria Keshahihan Matan Hadits …………………………………,..7
E. Kriteria Keshahihan Rowi Hadits …………………………………….9
F. Macam-Macam Hadis Shahih ………………………………………...10

BAB III KESIMPULAN ...............................................................................14

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................16

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadits adalah hukum kedua setelah Al-Qur’an, sehingga umat Islam dalam
menentukan hukum taklifi harus dengan berdalil dan berargumentasi dengan
menggunakan Al-Qur’an dan jika tidak ada keterangan yang jelas di dalam Al-Qur’an
biasanya mengambil dari hadits. Dalam mengambil dalil dari hadits, ada klarifikasi hadits
yang bias dijadikan hujjah untuk menentukan masalah aqidah atau keimanan atau
menentukan halal atau haram da nada yang bisa dijadikan dalil untuk anjuran
meninggalkan hal-hal yang makruh atau tarhib.
Dalam proses penerimaan hadits para ahli hadis mensyaratkan beberapa
ketentuan, selain kelayakan perowi (sisi sanad) disyaratkan juga keabsahan matan (teks)
hadis. Hadis yang sampai kepada kita, keshahihannya tidak hanya ditentukan oleh
perowinya namun ditentukan pula oleh kualitas teksnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari hadits shahih, sanad, matan, dan rowinya?
2. Apa saja kriteria hadits shahih?
3. Apa saja kriteria keshahihan sanad, matan, dan rowi hadits?
4. Apa sajakah macam-macam hadits shahih?

C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan tentang pengertian hadits shahih, sanad, matan, dan rowinya
2. Menyebutkan kriteria yang ada dalam hadits shahih
3. Menyebutkan kriteria keshahihan sanad, matan, dan rowi hadits
4. Menjelaskan pembagian hadits shahih

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadis Shahih, Sanad, Matan, Dan Rowi

Kata shahih dalam bahasa diartikan orang sehat, antonim dari kata as-saqim orang yang
sakit. Jadi, yang dimaksud hadis shahih adalah hadis yang sehat dan benar, tidak terdapat
penyakit dan cacat. Dalam istilah hadis shahih adalah: hadis yang muttasil (bersambung)
sanadnya, diriwayatkan oleh orang adildan dhobith (kuat daya ingatan) sempurna dari
sesamanya, selamat dari kejanggalan (syadzdz), dan cacat (illat).1

Dalam definisi lain, hadis shahih adalah, hadis yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi-
rawi yang adil, sempurna ingatannya, sanadnya bersambung-sambung, tidak ber-illat, dan
tidak janggal.2 Ada juga satu definisi yang bebas dari cacat dan kritik, hadis shahih adalah
hadis yang bersambung sanadnya, yang diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dhobith dari
rawi lain yang juga adil dan dhobith sampai akhir sanad, dan hadis itu tidak janggal serta tidak
mengandung cacat (illat).3

Dari definisi diatas jadi hadis shahih adalah: hadis yang muttashil sanadnya melalui
(periwayatan) orang-orang adil lagi dhabith tanpa syadz dan illat. Yang di maksud orang-
orang adil lagi dhabith adalah para perawi dalam sanad itu, yakni diriwayatkan oleh perawi
yang adil lagi dhabith, dari perawi yang adil lagi dhabith pula dari awal sampai akhirnya.4

Sanad, matan, dan rawi adalah 3 hal yang tidak terpisahkan dari ilmu hadits. Pada asalnya
semua hadits harus memiliki 3 hal ini, sanad, matan, dan rawi (atau boleh dikatakan 2 saja,
sanad dan matan, karena rawi bagian dari sanad).

Dari segi bahasa, sanad artinya yang menjadi sandaran, tempat bersandar, arti yang lain
sesuatu yang dapat dipegangi atau dipercaya. Dalam istilah ilmu hadis sanad ialah rangkaian

1
Abdul Majid Khon. 2013. Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah. Hlm. 167-168
2
M. Agus Solahudin.2009. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia. Hlm. 141
3
Nuruddin.2012. Ulumul Hadis. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hlm. 240
4
Muhammad Ajaj Al-Khathib.2007. Pokok-Pokok ilmu Hadis. Jakarta: Gaya Media Pratama. Hlm. 276

4
urutan orang-orang yang menjadi sandaran atau jalan yang menghubungkan satu hadis atau
sunnah sampai pada Nabi Saw. Sanad menurut istilah ahli hadis yaitu: “Jalan yang
menyampaikan kepada matan hadis.” Atau dalam istilah lain “Mata rantai para periwayat
hadis yang menghubungkan sampai ke matan hadis.” Menerangkan rangkaian urutan sanad
suatu hadis disebut isnad. Orang yang menerangkan sanad suatu hadis disebut musnid.
Sedangkan hadis yang diterangkan dengan menyebutkan sanadnya sehingga sampai kepada
Nabi Saw. disebut musnad.

Dari segi bahasa, matan berarti Punggung jalan, Tanah gersang atau tandus, membelah,
mengeluarkan, mengikat. Matan menurut istilah ilmu hadis yaitu: "Perkataan yang disebut
pada akhir sanad, yakni sabda Nabi Saw. yang disebut sesudah habis disebutkan sanadnya."5

Sedangkan rawi yaitu orang yang memindahkan hadis dari seorang guru kepada orang lain
atau membukukannya ke dalam suatu kitab hadis. Rawi pertama adalah para sahabat dan rawi
terakhir adalah orang yang membukukannya, seperti Imam Bukhari , Imam Muslim, Imam
Ahmad dan lain-lain.

B. Kriteria Hadits Shahih

Sebagaimana dijelaskan Mahmud al-Thahan dalam Taisir Musthalah Hadis, kelima kriteria
tersebut adalah:

1. Ketersambungan Sanad
Ketersambungan sanad (ittishalul sanad) berati masing-masing perawi bertemu
antara satu sama lainnya. Salah satu cara yang digunakan untuk membuktikan masing-
masing rawi bertemu ialah dengan cara melihat sejarah kehidupan masing-masing
perawi, mulai dari biografi guru dan muridnya, tahun lahir dan tahun wafat, sampai
rekaman perjalanannya.
2. Perawi Adil
Setelah mengetahui ketersambungan sanad, langkah berikutnya adalah meneliti
satu per satu biografi perawi dan melihat bagaimana komentar ulama hadis terhadap

5
Bacaan Madani, Pengertian Sanad, Matan, Rawi Hadits dan Contohnya, diakses dari
https://www.bacaanmadani.com/2018/01/pengertian-sanad-matan-rawi-hadits-dan.html , pada tanggal Januari
2018 , pukul 09:33

5
pribadi mereka. Perlu diketahui, adil (‘adalah) yang dimaksud di sini berkaitan
dengan muruah atau nama baik. Perawi yang semasa hidupnya pernah melakukan
perbuatan yang melanggar moral dan merusak muruah, hadis yang diriwayatkannya
tidak bisa diterima dan kualitasnya rendah.
3. Hafalan Perawi Kuat
Selain mengetahui muruah perawi, kualitas hafalannya juga perlu diperhatikan.
Kalau hafalannya kuat, kemungkinan besar hadisnya shahih. Tapi kalau tidak kuat,
ada kemungkinan hadis tersebut hasan, bahkan dhaif.
4. Tidak Ada Syadz
Syadz berati perawi tsiqah bertentangan dengan rawi lain yang lebih tsiqah
darinya. Misalkan, ada dua hadis yang saling bertentangan maknanya. Untuk mencari
mana kualitas hadis yang paling kuat, kualitas masing-masing perawi perlu diuji,
meskipun secara umum sama-sama tsiqah. Dalam hal ini, perawi yang paling tsiqah
dan kuat hafalannya lebih diprioritaskan. Dengan demikian, untuk memastikan
keshahihan hadis, perlu dikonfirmasi dengan riwayat lain, apakah tidak bertentangan
dengan hadis lain atau tidak.
5. Tidak ada ‘illah
Illah yang dimaksud di sini adalah sesuatu yang dapat merusak keshahihan hadis,
namun tidak terlalu kelihatan. Maksudnya, ada hadis yang dilihat sekilas terkesan
shahih dan tidak ditemukan cacatnya. Namun setelah diteliti lebih dalam, ternyata di
situ ada sesuatu yang membuat kualitas hadis menjadi lemah. Hal ini dalam musthalah
hadis diistilahkan dengan ‘illah.6

C. Kriteria Keshahihan Sanad Hadits

Adapun silsilah dzahab atau silsilah emas, yang disebut Mahmud Thahan dalam Taysir
Musthalah Hadits sebagai ashahhul asanid (sanad-sanad yang paling sahih) adalah sebagai
berikut.

6
Hengki Ferdiansyah, Kriteria Hadis Shahih, https://islami.co/kriteria-hadis-shahih/ , pada tanggal 16 Desember
2017

6
 Pertama, silsilah sanad sahih yang paling tinggi derajatnya adalah sanad Malik dari
Nafi’ dari Ibnu Umar. Silsilah sanad inilah yang disebut para ulama sebagai
silsilatudz dzahab karena kualitas perawi dan ketersambungannya tidak dapat
diragukan lagi.
 Kedua, silsilah sanad sahih yang kualitasnya di bawah silsilah dzahab di atas, yaitu
riwayat Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas bin Malik.
 Ketiga, yang merupakan silsilah sanad sahih yang kualitasnya di bawah kedua
silsilah sanad di atas adalah riwayat Suhail bin Abi Shalih dari Ayahnya (Abi
Shalih) dari Abu Hurairah RA.7

Hadis shahih ialah hadis yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang
berkualitas dan tidak lemah hafalannya, di dalam sanad dan matannya tidak ada syadz dan
illat. Mahmud Thahan dalam Taisir Musthalah Hadis menjelaskan hadis shahih adalah:

‫ما اتصل سنده بنقل العدل الظابط عن مثله إلى منتهاه من غير شذوذ وال علة‬

“Setiap hadis yang rangkaian sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil
dan dhabit dari awal sampai akhir sanad, tidak terdapat di dalamnya syadz dan ‘illah.”

Dilihat dari defenisi di atas, terdapat lima kriteria hadis shahih yang harus diperhatikan.
Demikian pula ketika ingin mengetahui apakah hadis yang kita baca atau dengar shahih atau
tidak, lima kriteria tersebut menjadi panduan utama. Kalau kelima kriteria itu ada dalam
sebuah hadis, maka hadisnya shahih. Kalau tidak ada salah satunya berati hadis dhaif.

D. Kriteria Kesahihan Matan Hadis


Mayoritas ulama hadis sepakat bahwa penelitian matan hadis menjadi penting
untuk dilakukan setelah sanad bagi matan hadis tersebut diketahui kualitasnya. Ketentuan
kualitas ini adalah dalam hal kesahihan sanad hadis atau minimal tidak termasuk berat
kedlaifannya.
Apabila merujuk pada definisi hadis sahih yang diajukan Ibnu Al- Shalah, maka
kesahihan matan hadis tercapai ketika telah memenuhi dua kriteria, antara lain:
7
Muhammad Alvin Nur Choiron, Ini Sanad-Sanad yang Sahih dan Lemah dalam Hadits, diakses dari
https://islam.nu.or.id/post/read/84120/ini-sanad-sanad-yang-sahih-dan-lemah-dalam-hadits, pada tanggal 12
Desember 2017, pukul 11:02

7
1. Matan hadis tersebut harus terhindar dari kejanggalan (syadz).
2. Matan hadis tersebut harus terhindar dari kecacatan ('illah).

Maka dalam penelitian matan, dua unsur tersebut harus menjadi acuan utama tujuan
dari penelitian. Dalam prakteknya, ulama hadis memang tidak memberikan ketentuan
yang baku tentang tahapan-tahapan penelitian matan. Karena tampaknya, dengan
keterikatan secara letterlijk pada dua acuan diatas,akan menimbulkan beberapa
kesulitan. Namun hal ini menjadi kerancuan juga apabila tidak ada kriteria yang lebih
mendasar dalam memberikan gambaran bentuk matan yang terhindar dari syadz dan 'illat.
Dalam hal ini, Shaleh Al-Din Al-Adzlabi dalam kitabnya Manhaj Naqd Al-Matan 'inda Al-
Ulama Al-Hadits Al-Nabawi mengemukakan beberapa kriteria yang menjadikan matan
layak untuk dikritik, antara lain:

1. Lemahnya kata pada hadis yang diriwayatkan.


2. Rusaknya makna.
3. Berlawanan dengan al-Qur'an yang tidak ada kemungkinan ta'wil padanya.
4. Bertentangan dengan kenyataan sejarah yang ada pada masa Nabi.
5. Sesuai dengan madzhab rawi yang giat mempropagandakan mazhabnya.
6. Hadis itu mengandung sesuatu urusan yang mestinya orang banyak mengutipnya,
namun ternyata hadis tersebut tidak dikenal dan tidak ada yang menuturkannya
kecuali satu orang.
7. Mengandung sifat yang berlebihan dalam soal pahala yang besar untuk perbuatan
yang kecil.

Selanjutnya, agar kritik matan tersebut dapat menentukan kesahihan suatu


matan yang benar-benar mencerminkan keabsahan suatu hadis, para ulama telah
menentukan tolak ukur tersebut menjadi empat kategori, antara lain :

1. Tidak bertentangan dengan petunjuk Al-Qur'an.

2. Tidak bertentangan dengan hadis yang kualitasnya lebih kuat.

3. Tidak bertentangan dengan akal sehat, panca indra dan fakta sejarah.

8
4. Susunan pernyataannya yang menunjukkan ciri-ciri sabda kenabian.

Dengan kriteria hadis yang perlu dikritik serta tolok ukur kelayakan suatu
matan hadis di atas, dapat dinyatakan bahwa walaupun pada dasarnya unsur-unsur
kaidah kesahihan matan hadis tersebut hanya dua item saja, tetapi aplikasinya dapat meluas
dan menuntut adanya pendekatan keilmuan lain yang cukup banyak dan sesuai dengan
keadaan matan yang diteliti.8

E. Kriteria Keshahihan Rowi Hadits


Di antara persyaratan hadits shahih yang harus dipenuhi adalah perawi harus adil dan
dhabith (hafalannya kuat). Menurut Mahmud Thahan dalam Kitab Taysiru Musthalahil
Hadits, yang dimaksud dengan ‘adil (‘adalah) dan dhabit di sini adalah sebagai berikut: :‫العدالة‬
‫ه أن‬pp‫ون ب‬pp‫ ويعن‬:‫بط‬pp‫ والض‬.‫روءة‬pp‫ويعنون بها أن يكون الراوي مسلما بالغا عاقال سليما من اسباب الفسق سليما من خوارم الم‬
‫يكون الراوي غير مخالف للثقات وال سيء الحفظ وال فاحش الغلط وال مغفال وال كثير األوهام‬
Artinya, “’Adalah (adil) ialah perawinya Muslim, baligh, berakal, tidak melakukan
perbuatan fasik, dan tidak rusak moralnya. Sedangkan dhabit ialah periwayatan perawi tidak
bertentangan dengan perawi tsiqah lainnya, hafalannya tidak jelek, jarang salah, tidak lupa,
dan tidak keliru.”
Adil yang dimaksud dalam istilah ilmu hadits berati seorang perawi harus beragama
Islam, baligh dan berakal, serta tidak melakukan perbuatan fasik dan moralitasnya tidak rusak.
Dengan demikian, kalau ada perawi yang melakukan perbuatan tercela atau pernah bohong
misalnya, maka hadits yang diriwayatkannya tidak bisa diterima.
Adapun dhabit berkaitan dengan kekuatan hafalan dan seorang perawi jarang melakukan
kesalahan. Orang yang kekuatan hafalannya bagus, periwayatannya tidak akan bertentangan
atau menyalahi hadits yang diriwayatkan oleh perawi tsiqah lainnya. Kalau ada perawi yang
meriwayatkan hadits bertentangan dengan perawi tsiqah, besar kemungkinan hafalannya
bermasalah.
Dalam Kitab Taysiru Musthalahil Hadits, Mahmud Thahan juga menjelaskan cara untuk
mengetahui perawi itu adil dan dhabit. Menurutnya, ada dua cara yang bisa dilakukan untuk
mengetahui keadilan perawi:
8
Munawir Al-Lukman, Kriteria Kesahihan Matan Hadis, diakses dari
https://www.academia.edu/29672310/Kriteria_Kesahihan_Matan_Hadis_-_Copy , pada tanggal 10 November
2019, pukul 20:18

9
 Pertama, kualiatas perawi hadits dapat diketahui berdasarkan pengakuan dari
perawi lain atau ulama hadits.
 Kedua, kualitas perawi hadits bisa diketahui dari popularitasnya. Orang yang
sudah populer kualitas dan kealimannya tidak perlu lagi pengakuan dari ulama
hadits. Maksudnya, tanpa pengakuan pun periwayatannya sudah bisa diterima
karena sudah populer. Misalnya, hadits-hadits yang disampaikan oleh imam
empat madzhab, Sufyan Ats-Tsauri, ‘Azra’i, dan ulama terkenal lainnya.

Adapun cara mengetahui kualitas hafalan perawi adalah dengan cara membandingkan
hadits yang disampaikannya dengan perawi tsiqah lainnya. Kalau hadits yang
disampaikannya sesuai dengan perawi tsiqah lainnya berarti kualitas hafalannya bagus.
Apabila bertentangan dan berbeda dengan perawi tsiqah, maka hafalannya dianggap
bermasalah dan tidak bisa dijadikan pedoman kalau kesalahannya terlalu fatal. Wallahu
a’lam.9

F. Macam-Macam Hadis Shahih


Hadis shahih ada dua macam yaitu shahih lidzatih dan shahih lighayrih
a. Hadis shahih lidzatih (shahih dengan sendirinya)
Yaitu hadis yang sahih dengan sendirinya karena telah memenuhi syarat atau ke-5
kriteria seperti: sanadnya bersambung, keadilan para perawi,tidak terjadi illat,
dhobith dan tidak rancu.10 atau hadis yang memenuhi syarat-syaratnya secara
maksimal.11sedangkan shahih li dzatihi menurut istilah adalah: satu hadis yang
sanadnya bersambung dari permulaan sampai akhir, diceritakan oleh orang-orang
adil, dhobith yang sempurna, serta tidak ada syu-dzudz dan tidak ada illat yang
tercela.12 Contohnya:
‫ اذا كا نوا ثال ثتة فال يتنا‬: ‫حدثنا عبدهللا بن يوسف اخبر نا ما لك عن نا فع عن عبدهللا ان رسول هللا ص م قا ل‬
‫جى اثنا دون الثا لث‬
9
Hengki Ferdiansyah, Ini Cara Mengetahui Kredibilitas Perawi Hadits, https://islam.nu.or.id/post/read/86177/ini-
cara-mengetahui-kredibilitas-perawi-hadits , pada tanggal 14 Februari 2018, pukul 22:03

10
Abdul Majid Khon. 2013. Ulumul hadis. Jakarta: Amzah. Hlm. 173
11
Muhammad Ajaj Al-Khathib.2007. Pokok-Pokok ilmu Hadis. Jakarta: Gaya Media Pratama. Hlm. 277
12
Qadir Hassan. 2007. Ilmu Mushthalah Hadits. Bandung: Cv penerbit Diponegoro.hlm. 29

10
(kata bukhari) telah menceritakan kepada kami, “abdullah bin yusuf, (ia berkata)
telah mengkhobarkan kepada kami, malik, dari nafi, dari abdullah bahwa
Rasulluwlah SAW. Bersabda: “apabila mereka itu bertiga orang, janganlah dua
orang (dari antaranya) berbisik-bisikan dengan tidak bersama ketiganya.
Rawi-rawi yang ada dalam sanad hadis diatas, kalau disusun dengan tertib akan
jadi seperti berikut:
a) Bukhari
b) Abdullah bin yusuf
c) Malik
d) Nafi
e) Abdullah (ibnu Umar)
f) Rasulullah SAW.

Keterangan:

a) Kalau kita memeriksa sanad tersebut, dari bukhari sampai nabi saw., kita akan
dapati bersambung dari seorang rawi kepada yang lain, karena bukhari
mendengar dari abdullah, abdullah ini mendengar dari malik, malik ini
mendengar dari nafi, nafi ini mendengar dari abdullah ibnu umar, dan abdullah
ibnu umar ini mendengar dari rasul saw.
b) Rawi-rawi no. 1-5 tersebut, semua bersifat adil, kepercayaan dan dhabith
dengan sempurna. Adapun rasulullah saw. Tentu tidak perlu kita urus tentang
sifat beliau. Kita semua sudah mengerti.
c) Hadis ini tidak terdapat syu-dzudz-nya. Yakni tidak menyalahi hadis yang
derajatnya lebih kuat, dan tidak ada illatnya yaitu kekeliruan, kesalahan dan
lain-lain yang menyebabkan hadis itu tercela. Jadi hadis tersebut memiliki
syarat-syarat sebagaimana tertera dalam makna shahih yang tercantum di atas.13
b. Hadis shahih lighayrih (shahih karena yang lain)
Yaitu hadis hasan lidzatihi ketika ada periwayatan melalui jalan lain yang
sama atau lebih kuat daripadanya. Jadi hadis shahih lighayrih, semestinya tidak

13
Qadir Hassan. 2007. Ilmu Mushthalah Hadits. Bandung: Cv penerbit Diponegoro.hlm. 30

11
memenuhi persyaratan hadis shahih, ia baru sampai tingkat hadis hasan, karena
diantara perawi ada yang kurang sedikit hafalannya dibandingkan dalam hadis
shahih, tetapi karena diperkuat dengan jalan/sanad lain, maka naik menjadi hadis
shahih lighayrih(shahihnya karena yang lain). Kualitas sanad lain terkadang sama-
sama hasan atau lebih kuat lagi yaitu shahih.14
Ada juga yang mengatakan bahwasannya hadis shahih lighyrih adalah: hadis
shahih yang tidak memenuhi syarat secara maksimal. Misalnya perawinya yang adil
tidak sempurna kedhobitannya (kapasitas intelektualnya rendah). Dengan demikian,
shahih lighayrih adalah hadis yang kesahihannya ada faktor lain, karena tidak
memenuhi syarat secara maksimal. Misalnya hadis hasan yang diriwayatkan melalui
beberapa jalur, bisa naik dari hasan ke derajat shahih. hal ini akan di jelaskan lebih
lanjut ke sub bab hadis hasan.15

Contoh hadis shahih lighayrih :

Hadis yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi melalui jalan muhammad bin amr dari
abu salamah dari abu Hurairah bahwa rasulluwlah bersabda :

‫لوالان اشق عل امتي المرتهم بالسواك عند كل صالة‬

“seandainya aku tidak khawatir memberatkan atas umatku, tentu aku perintah
mereka bersiwak ketika setiap shalat.”

Hadis diatas berkualitas hasan lidzatih, karena semua perawinya bersifat


tsiqah (adil,dhabith) selain muhammad bin Amr, ia bertitel: shaduq (banyak
benarnya). Akan tetapi, hadis ini memiliki jalan lain yang diriwayatkan oleh Al-
Bukhari dan muslim melalui jalan Abu Az-Zanad dari Al-A’raj dari Abu Hurairah.
Maka hadis diatas kualitasnya dapat naik menjadi shahih lighayrih.

shahih lighayrih menurut ketetapan ahli hadis, ada macam-macam rupa, yaitu :

a) Hadis hasan li dzatihi, dikuatkan dengan jalan lain yang sama derajatnya

14
Abdul Majid Khon. 2013. Ulumul hadis. Jakarta: Amzah. Hlm. 173-174
15
Muhammad Ajaj Al-Khathib.2007. Pokok-Pokok ilmu Hadis. Jakarta: Gaya Media Pratama. Hlm. 277

12
b) Hadis hasan li dzatihi, dibantu dengan beberapa sanad walaupun sanadnya
berderajat rendah.
c) Hadis hasan li dzatihi atau hadis lemah yang isinya setuju dengan salah satu ayat
quran, atau yang cocok dengan salah satu dari pokok-pokok agama.
d) Hadis yang tidak begitu kuat, tetapi diterima baik oleh ulama-ulama. Semua hal
ini akan di jelaskan di sub bab hadis hasan.

13
BAB III

PENUTUP

Hadits shahih adalah hadis yang muttashil sanadnya melalui (periwayatan) orang-orang adil
lagi dhabith tanpa syadz dan illat. Yang di maksud orang-orang adil lagi dhabith adalah para
perawi dalam sanad itu, yakni diriwayatkan oleh perawi yang adil lagi dhabith, dari perawi
yang adil lagi dhabith pula dari awal sampai akhirnya.

Sanad, matan, dan rawi adalah 3 hal yang tidak terpisahkan dari ilmu hadits. Pada asalnya
semua hadits harus memiliki 3 hal ini, sanad, matan, dan rawi (atau boleh dikatakan 2 saja,
sanad dan matan, karena rawi bagian dari sanad).

Kriteria Hadits Shahih sebagaimana dijelaskan Mahmud al-Thahan dalam Taisir Musthalah
Hadits, kelima kriteria tersebut adalah ketersambungan sanad, perawi adil, hafalan perawi
kuat, tidak ada syadz, tidak ada ‘illah. Apabila merujuk pada definisi hadis sahih yang
diajukan Ibnu Al- Shalah, maka kesahihan matan hadis tercapai ketika telah memenuhi dua
kriteria, antara lain:

1. Matan hadis tersebut harus terhindar dari kejanggalan (syadz).


2. Matan hadis tersebut harus terhindar dari kecacatan ('illah).

Adapun silsilah dzahab atau silsilah emas, yang disebut Mahmud Thahan dalam Taysir
Musthalah Hadits sebagai ashahhul asanid (sanad-sanad yang paling sahih).Pertama, silsilah
sanad sahih yang paling tinggi derajatnya adalah sanad Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar.
Silsilah sanad inilah yang disebut para ulama sebagai silsilatudz dzahab karena kualitas
perawi dan ketersambungannya tidak dapat diragukan lagi. Kedua, silsilah sanad sahih yang
kualitasnya di bawah silsilah dzahab di atas, yaitu riwayat Hammad bin Salamah dari Tsabit
dari Anas bin Malik. Ketiga, yang merupakan silsilah sanad sahih yang kualitasnya di bawah
kedua silsilah sanad di atas adalah riwayat Suhail bin Abi Shalih dari Ayahnya (Abi Shalih)
dari Abu Hurairah RA.

Di antara persyaratan hadits shahih yang harus dipenuhi adalah perawi harus adil dan
dhabith (hafalannya kuat). Dalam Kitab Taysiru Musthalahil Hadits, Mahmud Thahan juga

14
menjelaskan cara untuk mengetahui perawi itu adil dan dhabit. Menurutnya, ada dua cara
yang bisa dilakukan untuk mengetahui keadilan perawi: Pertama, kualiatas perawi hadits
dapat diketahui berdasarkan pengakuan dari perawi lain atau ulama hadits. Kedua, kualitas
perawi hadits bisa diketahui dari popularitasnya. Orang yang sudah populer kualitas dan
kealimannya tidak perlu lagi pengakuan dari ulama hadits. Maksudnya, tanpa pengakuan pun
periwayatannya sudah bisa diterima karena sudah populer. Misalnya, hadits-hadits yang
disampaikan oleh imam empat madzhab, Sufyan Ats-Tsauri, ‘Azra’i, dan ulama terkenal
lainnya. Adapun cara mengetahui kualitas hafalan perawi adalah dengan cara membandingkan
hadits yang disampaikannya dengan perawi tsiqah lainnya. Kalau hadits yang disampaikannya
sesuai dengan perawi tsiqah lainnya berarti kualitas hafalannya bagus. Apabila bertentangan
dan berbeda dengan perawi tsiqah, maka hafalannya dianggap bermasalah dan tidak bisa
dijadikan pedoman kalau kesalahannya terlalu fatal. Wallahu a’lam.

Hadis shahih ada dua macam yaitu shahih lidzatih dan shahih lighayrih. Hadis shahih
lidzatih (shahih dengan sendirinya) yaitu hadis yang sahih dengan sendirinya karena telah
memenuhi syarat atau ke-5 kriteria seperti: sanadnya bersambung, keadilan para perawi,tidak
terjadi illat, dhobith dan tidak rancu. Hadis shahih lighayrih (shahih karena yang lain) yaitu
hadis hasan lidzatihi ketika ada periwayatan melalui jalan lain yang sama atau lebih kuat
daripadanya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Al-Khathib. Muhammad Ajaj.2007. Pokok-Pokok ilmu Hadis. Jakarta: Gaya Media Pratama
Al-Lukman, Munawir. Kriteria Kesahihan Matan Hadis, diakses dari
https://www.academia.edu/29672310/Kriteria_Kesahihan_Matan_Hadis_-_Copy

Bacaan Madani. Pengertian Sanad, Matan. Rawi Hadits dan Contohnya, diakses dari
https://www.bacaanmadani.com/2018/01/pengertian-sanad-matan-rawi-hadits-dan.html
Choiron, Muhammad Alvin Nur. Ini Sanad-Sanad yang Sahih dan Lemah dalam Hadits. Diakses
dari https://islam.nu.or.id/post/read/84120/ini-sanad-sanad-yang-sahih-dan-lemah-dalam-
hadits

Ferdiansyah, Hengki. Kriteria Hadis Shahih. https://islami.co/kriteria-hadis-shahih/

Ferdiansyah, Hengki. Ini Cara Mengetahui Kredibilitas Perawi Hadits,


https://islam.nu.or.id/post/read/86177/ini-cara-mengetahui-kredibilitas-perawi-hadits

Hassan, Qadir. 2007. Ilmu Mushthalah Hadits. Bandung: Cv penerbit Diponegoro


Khon, Abdul Majid. 2013. Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah
Nuruddin.2012. Ulumul Hadis. Bandung: Remaja Rosdakarya
Solahudin, M. Agus.2009. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia

16

Anda mungkin juga menyukai