Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PEMBAGIAN HADITS BERDASARKAN KUALITAS MATAN


Disusun guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah Ulumul Hadits
Dosen Pengampu : Drs. KH. D.A Syuja’i, M.Ag.

Disusun Oleh kelompok 6


Anggota:

Ai Rohayati
Satriyo Aji Nugroho
Syifa Nurul Ihsan

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


SEMESTER IV.1
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-MASTHURIYAH
SUKABUMI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat dan
hidayah-nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Pembagian hadits
berdasarkan kualitas matan”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
kelompok mata kuliah Ulumul Hadits.

Kami menyadari bahwa selama penulisan makalah ini kami mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Oleh sebab itu, kami mengucapkan terima kasih kepada bapak dosen
pengampu, selaku dosen mata kuliah Ulumul Hadits. Yang telah memberikan arahan kepada
kami dalam menyusun makalah ini. Juga kepada semua rekan yang telah memberikan
motivasi kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini .

Makalah ini belum sempurna karena masih banyak kekurangannya baik isi maupun
sistematika penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Sukabumi, 20 Maret 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

JUDUL .......................................................................................................................................
KATA PENGANTAR ..............................................................................................................
DAFTAR ISI .............................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................................
A. Latar Belakang ..............................................................................................................
B. Rumusan Masalah .........................................................................................................
C. Tujuan Masalah ..............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................................
A. Pengertian Matan ..........................................................................................................
BAB III PENUTUP .................................................................................................................
A. Kesimpulan ...................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Hadis atau Sunnah adalah sumber ajaran Islam yang kedua setelah Alqur’an.
Dimana keduanya merupakan pedoman dan pengontrol segala tingkah laku dan
perbuatan manusia. Untuk Alqur’an semua periwayatan ayat-ayatnya mempunyai
kedudukan sebagai suatu yang mutlak kebenaran beritanya sedangkan hadis Nabi
belum dapat dipertanggungjawabkan periwayatannya berasal dari Nabi atau tidak.
Para muhadditsin dalam menentukan dapat diterimanya suatu hadits tidak
cukup hanya dengan memperhatikan terpenuhinya syarat-syarat diterimanya rawi
yang bersangkutan. Hal ini disebabkan hadits itu sampai kepada kita melalui mata
rantai rawi yang teruntai dalam sanad-sanadnya. Oleh karena itu harus terpenuhi
syarat-syarat lain yang memastikan kebenaran perpindahan hadits disela-sela mata
rantai sanad tersebut. Dan kemudian dipadukan dengan syarat-syarat diterimanya
rawi, sehingga penyatuan tersebut dapat dijadikan ukuran untuk mengetahui mana
hadist yang dapat diterima dan tidak.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Matan ?
2. Apa Pengertian dari Hadist Shahih ?
3. Apa Pengertian dari Hadist Hasan ?
4. Apa Pengertian dari Hadist Dhoif ?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Pengertian Matan
2. Untuk Mengetahui Hadist Shahih
3. Untuk Mengetahui Hadist Hasan
4. Untuk Mengetahui Hadist Dhoif
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Matan

Secara etimologis, matan adalah tanah yang tinggi dan keras. Sedangkan menurut
istilah, matan adalah sebuah kalimat yang terletak setelah berakhirnya sanad suatu hadits.
Dengan kata lain, matan adalah isi hadits yang mengandung ungkapan Nabi Muhammad
SAW.

Menurut Dr. Ahmad Fudhaili dalam buku Perempuan di Lembaran Suci “Kriti
katas Hadis-Hadis Sahih”, pengaplikasian matan dalam hadits adalah sebagai bentuk
proses untuk membedakan mana hadits yang baik dan buruk. Selain itu juga digunakan
untuk memperoleh kebenaran akan otentisitas dan interpretasi sebuah matan hadits.

Umar ibn Hasan ‘Usman Fallatah menerangkan dalam kitabnya yang berjudul al-
Wad’u fi al-Hadith, objek kajian matan hadits mempunyai dua kategori, yaitu: bentuk
redaksi dan kandungan matan. Ini dilakukan untuk menyeleksi bahwa sabda-sabda Nabi
Muhammad tersebut bukanlah berasal dari kedustaan.

-. Jika dilihat dari Jihat Benarnya Hadist di bagi menjadi 3 Yaitu :

2. Hadits Shahih

Pembagian hadits berdasarkan kualitas sanad dan matan yang pertama adalah
hadits shahih. Berikut ini akan dijelaskan apa pengertian hadits shahih, syarat hadits
shahih, pembagian hadits shahih dan contoh hadits shahih :

1) Pengertian Hadits Shahih

Apa itu hadits shahih? Menurut Ibnu Sholah dalam kitabnya muqoddimah
Ibnu Sholah, beliau mendefinisikan bahwa Hadits Shahih adalah :

ًّ BB‫ص ُل ْسنَا ُدهُ بنَ ْق ِل ْال َع ْد ِل الضَّاب ِط َعن ْال َع ْد ِل الضَّاب ِط لَى ُم ْنتَهَاهُ َواَل يَ ُكونُ َش‬
‫اذا‬ ‫ِ ِإ‬ ِ ِ ِ ‫يث ْال ُم ْسنَ ُد الَّ ِذي يَتَّ ِ ِإ‬
ُ ‫فَهُ َو ْال َح ِد‬
‫َواَل ُم َعلَّاًل‬

Yaitu hadits yang sanadnya bersambung yang diriwayatkan oleh periwayat


yang adil dan dhabith, dari periwayat yang adil dan dhabith sampai akhir sanad dan
tidak ada syadz dan juga illah”
Dari definisi di atas dapat kita pahami bahwa hadits shahih adalah hadits yang
kualitas sanadnya paling bagus dari segala sisi.

2) Syarat Hadits Shahih

Setelah kita mengetahui pengertian hadits shahih, kita dapat mengambil pelajaran
bahwa syarat hadits shahih itu ada lima :

- Yang pertama, sanadnya bersambung. Maksudnya adalah bahwa setiap


periwayat yang meriwayatkan hadits tersebut betul-betul menerima hadits dari
gurunya secara langsung mulai dari periwayat yang pertama hingga akhir.
- Yang kedua, periwayatnya adil. Maksudnya adalah bahwa setiap periwayat
atau sanad yang terdapat dalam hadits tersebut adalah seorang muslim,
berakal, tidak fasik, baligh, dan tidak melakukan perbuatan yang aib.
- Yang ketiga, periwayatnya dhabit. Maksudnya adalah bahwa periwayat hadits
memiliki ingatan yang kuat. Sehingga ketika seorang periwayat menerima
hadits itu ia mampu menghafal dengan baik dan saat ia menyampaikan ia juga
mampu menyampaikan hadits tersebut sesuai yang telah ia hafalkan.
- Yang keempat, tidak ada syadz. Syadz adalah hadits yang diriwayatkan oleh
seorang tsiqah menyelisihi yang lebih tsiqah.
- Yang kelima, tidak ada illat. Maksudnya adalah tidak ada kecacatan pada
hadits yang dapat merusak kesahihan suatu hadits.
2) Pembagian Hadits Shahih

Hadits Shahih terbagi menjadi dua, yaitu :

1. Shahih Lidzatihi

Secara bahasa berarti shahih dengan sendirinya. Maksudnya adalah


hadits tersebut adalah hadits yang telah memenuhi ke-lima syarat hadits shahih
yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya.Atau dalam arti lain
kualitas sanad pada hadits ini sangatlah kuat, semua periwayatnya tsiqah,
dhobit, adil, bersambung, tidak ada syadz ataupun illat.

2. Shahih Lighairihi

Secara bahasa berarti shahih dengan selainnya. Maksudnya adalah


hadits hasan lidzatihi yang memiliki jalur yang banyak. Dalam arti lain, hadits
shahih lighairihi itu adalah hadits hasan lidzatihi yang jumlahnya lebih dari
satu sehingga antar satu hadits hasan lidzatihi dengan hadits hasan lidzatihi
yang lainnya saling menguatkan.dikarenakan antar hadits hasan lidzatihi
tersebut saling menguatkan maka derajatnya pun naik menjadi hadits shahih
lighairihi.

Simpelnya : Hadits Hasan Lidzatihi + Hadits Hasan Lidzatihi = Hadits Shahih


Lighairihi.

3) Contoh Hadits Shahih

Contoh hadits shahih sangatlah banyak, berikut ini salah satu contoh hadits
shahih :

1. Contoh Hadits Shahih Lidzatihi

‫َم ْن ي ُِر ِد هَّللا ُ بِ ِه َخ ْيرًا‌يُفَقِّ ْههُ‌فِي‌الدِّي ِن‬

Barang siapa yang dikehendaki baik oleh Allah maka Allah akan
menjadikannya faqih dalam agama. (HR. Bukhari Muslim)

2. Contoh Hadits Shahih Lighairihi

‫ص َدقَ ِة ِإلَى َم ِحلِّهَا‬ َ ‫ا ْبتَ ْع‌ َعلَ ْينَا ِإبِاًل بِقَاَل ِئ‬
َّ ‫ص ِم ْن ِإبِ ِل ال‬

Belilah unta dengan unta-unta muda dari hasil zakat hingga zakat itu
diberikan. [HR. Ahmad]

Hadits di atas merupakan hadits shahih lighairihi dikarenakan hadits tersebut


merupakan hadits hasan lidzatihi yang dikuatkan dengan hadits hasan lidzatihi yang
lain yang semakna dengan hadits tersebut.

Hadits tersebut diriwayatkan oleh imam Ahmad dari jalur Muhammad bin
Ishaq dan juga diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari jalur ‘Amr bin Syu’aib. Masing-
masing jalur tersebut derajatnya hasan, sehingga apabila terdapat dua hadits yang
semakna dengan derajat hasan lidzatihi maka hadits tersebut kedudukannya menjadi
hadits shahih lighairihi.
3.Hadits Hasan

1) Pengertian Hadits Hasan

Para ulama berbeda pendapat mengenai pengertian hadits hasan. Namun


menurut Mahmud Ath-Thohhan dalam kitabnya Taisir Mushtholah Al-Hadits
menyebutkan bahwa pendapat yang terpilih adalah :

‫ من غير شذوذ وال علة‬،‫ عن مثله إلى منتهاه‬،‫هو ما اتصل سنده بنقل العدل الذي خف ضبطه‬

“Yaitu hadits yang bersambung sanadnya yang diriwayatkan oleh periwayat


yang adil namun kurang dhobit, dari yang semisal itu sampai akhir periwayat
(maksudnya tidak semua periwayat/sanadnya kurang dhobit), dan tidak terdapat syadz
dan juga illat di dalamnya.”

Pada pengertian di atas dapat kita pahami bahwa hadits hasan adalah hadits
yang kualitas sanadnya di bawah hadits shahih.

2) Syarat Hadits Hasan

Syarat hadits hasan sama dengan hadits shahih, hanya saja bedanya pada
hadits hasan terdapat periwayat yang kurang dhobit.

Atau dalam arti lain tidak ada perbedaan antara hadits hasan dengan hadits
shahih selain dalam hal kesempurnaan hafalan perawinya. Yakni perawi pada hadits
hasan kesempurnaan hafalannya berada di bawah perawi pada hadits shahih.

3) Pembagian Hadits Hasan

Hadits Hasan terbagi menjadi dua :

1. Hadits Hasan Lidzatihi

Artinya hadits tersebut adalah hadits yang hasan dengan sendirinya karena
telah memenuhi semua kriteria atau persyaratan hadits hasan.

2. Hadits Hasan Lighairihi

Yaitu hadits dhaif yang memiliki jalur yang banyak yang saling menguatkan.
Akan tetapi syaratnya tidak ada dari periwayat hadits tersebut periwayat yang
pendusta atau dituduh sebagai pendusta.
Atau bahasa mudahnya : Hadits Dhoif + Hadits Dhoif = Hadits Hasan
lighairihi.Dengan syarat antar satu hadits dhoif dengan hadits dhoif yang digabungkan
memiliki jalur periwayat yang berbeda dan tidak ada dalam jalur periwayatnya
periwayat yang pendusta atau dituduh dusta.

4) Contoh Hadits Hasan

Berikut ini adalah contoh hadits hasan :

1. Hadits Hasan Lidzatihi

ُّ ‫صاَل ِة‬
‫ َوتَحْ لِيلُهَا التَّ ْسلِي ُم‬،ُ‫ َوتَحْ ِري ُمهَا التَّ ْكبِير‬،ُ‫‌الطهُور‬ َّ ‫‌ ِم ْفتَا ُح‌ال‬

Kuncinya sholat adalah bersuci, dan yang mengharamkannya (dari perbuatan


di luar sholat) adalah takbir, dan yang menghalalkannya (dari perbuatan di luar sholat)
adalah salam. [HR Tirmidzi]

2. Hadits Hasan Lighairihi

ُ‫ لَ ْم يَحُطَّهُ َما َحتَّى يَ ْم َس َح بِ ِه َما َوجْ هَه‬،‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِإ َذا َرفَ َع يَ َد ْي ِه فِي ال ُّدعَا ِء‬
َ ِ ‫َكانَ َرسُو ُل هَّللا‬

Bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam ketika mengangkat tangannya


dalam doa, maka beliau tidak mengembalikan keduanya hingga mengusapkan
keduanya pada wajahnya. [HR. Tirmidzi]

Ibnu Hajar mengatakan di dalam kitabnya Bulughul Maram bahwa hadits ini
memiliki beberapa penguat yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan selainnya
sehingga secara keseluruhan menunjukkan bahwa hadits ini hasan.

4. Hadits Dhoif

1) Pengertian Hadits Dhoif

Apa itu hadits Dhoif? Menurut Ibnu Sholah dalam kitabnya Muqoddimah
Ibnu Sholah, hadits dhoif adalah :

ُ ‫ث ْال َح َس ِن ْال َم ْذ ُكو َر‬


،‫ات فِي َما تَقَ َّد َم‬ ِ ‫ات ْال َح ِدي‬
ُ َ‫صف‬
ِ ‫ َواَل‬،‫يح‬ ِ ‫ات ْال َح ِدي‬
َّ ‫ث ال‬
ِ ‫ص ِح‬ ُ َ‫صف‬ ٍ ‫ُكلُّ َح ِدي‬
ِ ‫ث لَ ْم يَجْ تَ ِم ْع فِي ِه‬
ٌ ‫ض ِع‬
‫يف‬ ٌ ‫فَهُ َو َح ِد‬
َ ‫يث‬

“Semua hadits yang tidak memenuhi persyaratan hadits shahih ataupun


persyaratan hadits hasan yang telah disebutkan sebelumnya maka ia merupakan
hadits dhoif.”
Dari pengertian tersebut dapat kita pahami bahwa hadits dhoif adalah
hadits yang kualitas sanadnya lemah. Dan penyebab kelemahannya sangatlah
banyak, entah itu periwayatnya tidak adil, tidak dhobit, ada sanad yang terputus,
dan lain sebagainya.

2) Contoh Hadits Dhoif

‫ فَقَ ْد َكفَ َر بِ َما ُأ ْن ِز َل َعلَى ُم َح َّم ٍد‬،‫ َأوْ َكا ِهنًا‬،‫ َأ ِو ا ْم َرَأةً فِي ُدب ُِرهَا‬،‫َم ْن َأتَى َحاِئضًا‬

Barang siapa yang menyetubuhi wanita yang sedang haid, atau melalui
dubur, atau mendatangi dukun, maka ia telah mengingkari dengan apa yang
diturunkan kepada Muhammad. [HR. Tirmidzi]

3) Hukum Meriwayatkan Hadits Dhoif

Hukum meriwayatkan hadits dhoif tanpa menjelaskan bahwa hadits tersebut


dhoif adalah boleh dengan dua syarat : Tidak berkaitan dengan akidah dan tidak
berbenturan dengan hukum syariat. Artinya meriwayatkan atau menyampaikan hadits
dhoif adalah boleh apabila berkaitan dengan targhib dan tarhib tentang suatu amalan
selama :

1. Dhoifnya tidak terlalu lemah.


2. Amalan yang disebutkan dalam hadits tersebut ada dalam hadits shohih.
3. Tidak berkeyakinan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam mengucapkan
hadits tersebut

Secara makna yang luas, hadits bukan hanya ucapan atau perbuatan Nabi, namun
juga orang lain. Baik itu Sahabat Nabi maupun orang-orang setelahnya. Hadits
dalam makna ini lebih ke makna secara bahasa, yaitu berita atau khabar.
Al-Imam al-Baiquniy rahimahullah menyatakan:

ُ ‫ع … َو َما لِتَابِ ٍع هُ َو ْال َم ْقطُو‬


‫ع‬ ِ ‫َو َما ُأ‬
ُ ‫ضيفَ لِلنَّبِي ْال َمرْ فُو‬

Dan hal-hal yang dinisbatkan kepada Nabi itu adalah marfu’… sedangkan yang
dinisbatkan kepada Tabi’i (atau di bawahnya) adalah maqthu’
(Mandzhumah al-Baiquniyyah)
Berdasarkan penisbatannya, suatu hadits terbagi menjadi 3, yaitu:

1. Marfu’ : penisbatannya pada Nabi shollallahu alaihi wasallam.


2. Mauquf: penisbatannya pada Sahabat Nabi ridhwaanullaahi alaihim ajmain.
3. Maqthu’: penisbatannya pada Tabi’i atau orang-orang setelahnya.
Pada bagian ini, al-Imam al-Baiquniy hanya menyebutkan marfu’ dan maqthu’
saja. Beliau akan menjelaskan mauquf di bagian lain pada mandzhumah beliau
tersebut.

Sahabat Nabi adalah orang yang pernah berjumpa dengan Nabi dalam keadaan
beriman dan meninggal dalam keadaan beriman. Sedangkan Tabiin adalah orang-
orang yang pernah mengambil ilmu dari setidaknya seorang Sahabat Nabi. Satu
orang dari kalangan Tabi’in disebut Tabi’i.

Pembagian suatu hadits menjadi marfu’, mauquf, dan maqthu’ ini adalah dari sisi
penisbatan. Kepada siapa hadits itu dinisbatkan matannya? Jika kepada Nabi, itu
adalah marfu’. Jika kepada Sahabat, itu adalah mauquf. Namun jika dinisbatkan
kepada orang-orang setelah Sahabat Nabi, baik Tabiin maupun setelahnya, itu
adalah maqthu’.

Jika berupa ucapan, hadits marfu’ berarti dinisbatkan sebagai ucapan Nabi. Jika
berupa perbuatan, hadits marfu’ berarti itu adalah perbuatan yang dinisbatkan
kepada Nabi. Demikian seterusnya.

Pembagian tersebut tanpa melihat apakah riwayat itu shahih atau tidak. Sehingga
ada riwayat marfu’ yang shahih, ada yang tidak. Ada riwayat mauquf yang shahih,
ada pula yang tidak. Demikian pula berlaku untuk riwayat maqthu’.

Berikut ini akan disebutkan contoh-contohnya:

Contoh Hadits Marfu’ Shahih


‫و ُل‬B‫ا َل َر ُس‬BBَ‫ا َل ق‬BBَ‫رو ق‬B َ ‫َار ع َْن َأبِي قَاب‬
ٍ B‫ُوس ع َْن َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن َع ْم‬ ٍ ‫َح َّدثَنَا ابْنُ َأبِي ُع َم َر َح َّدثَنَا ُس ْفيَانُ ع َْن َع ْم ِرو ْب ِن ِدين‬
‫ض يَرْ َح ْم ُك ْم َم ْن فِي ال َّس َما ِء‬ ِ ْ‫َّاح ُمونَ يَرْ َح ُمهُ ْم الرَّحْ َمنُ ارْ َح ُموا َم ْن فِي اَأْلر‬
ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم الر‬
َ ِ ‫هَّللا‬
(atTirmidzi menyatakan):Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Umar (ia
berkata) telah menceritakan kepada kami Sufyan dari ‘Amr bin Dinar dari Abu
Qobuus dari Abdullah bin ‘Amr –semoga Allah meridhainya- ia berkata:
Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: “Orang-orang yang memiliki
kasih sayang akan disayangi oleh arRahmaan (Allah). Berkasih sayanglah
terhadap yang ada di bumi, niscaya Yang di atas langit akan menyayangimu.”
(H.R atTirmidzi, dishahihkan Syaikh al-Albaniy)

Contoh Hadits Marfu’ yang Tidak Shahih


Perintah menjawab salam Imam saat sholat:

‫ب‬ٍ ‫ش َح َّدثَنَا َأبُو بَ ْك ٍر ْالهُ َذلِ ُّي ع َْن قَتَا َدةَ ع َِن ْال َح َس ِن ع َْن َس ُم َرةَ ْب ِن ُج ْن َد‬ٍ ‫ار َح َّدثَنَا ِإ ْس َم ِعي ُل بْنُ َعيَّا‬
ٍ ‫َح َّدثَنَا ِه َشا ُم بْنُ َع َّم‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل ِإ َذا َسلَّ َم اِإْل َما ُم فَ ُر ُّدوا َعلَ ْي ِه‬ َّ ِ‫َأ َّن النَّب‬
َ ‫ي‬

(Ibnu Majah menyatakan): Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin


‘Ammaar (ia berkata) telah menceritakan kepada kami Ismail bin Ayyaasy (ia
berkata) telah menceritakan kepada kami Abu Bakr al-Hudzaliy dari Qotadah dari
al-Hasan dari Samuroh bin Jundab bahwasanya Nabi shollallahu alaihi wasallam
bersabda: “Jika Imam mengucapkan salam, jawablah oleh kalian salamnya.” (H.R
Ibnu Majah, dilemahkan Syaikh al-Albaniy)

Penyebab kelemahan riwayat ini ada 3, yaitu:

Pertama: al-Hasan (al-Bashriy) adalah perawi yang mudallis, dan ini adalah
periwayatan secara mu’an-‘an atau an-‘anah. Secara lebih detail penjelasan
tentang mudallas dan mu’an-an akan dijelaskan insyaallah pada bagian tersendiri
pada bait syair al-Baiquniyyah selanjutnya.

Kedua: Abu Bakr al-Hudzaliy adalah perawi yang matruk (ditinggalkan


periwayatannya).

Ketiga: Ismail bin Ayyasy, jika meriwayatkan hadits dari perawi yang bukan dari
Syam adalah lemah.
Ketiga penyebab kelemahan riwayat ini dijelaskan oleh Syaikh al-Albaniy dalam
Silsilah al-Ahaadits ad-Dhaifah.

Contoh Hadits Mauquf yang Shahih


Contoh berikut ini kita nukil hanya pada matan dan Sahabat Nabi yang
menyampaikannya.

‫االجْ تِهَا ِد فِى ْالبِ ْد َع ِة‬


ِ َ‫صا ُد فِى ال ُّسنَّ ِة َأحْ َسنُ ِمن‬
َ ِ‫ ا ِال ْقت‬: ‫ع َْن َع ْب ِد هَّللا ِ قَا َل‬

Dari Abdullah (bin Mas’ud) -semoga Allah meridhainya- ia berkata: Sederhana


dalam Sunnah itu lebih baik daripada bersungguh-sungguh dalam kebid’ahan.
(Riwayat al-Baihaqiy dalam as-Sunan al-Kubro, al-Hakim dalam al-Mustadrak,
dinyatakan shahih sesuai syarat al-Bukhari dan Muslim oleh adz-Dzahabiy)

Ini adalah hadits mauquf yang merupakan ucapan seorang Sahabat Nabi Abdullah
bin Mas’ud radhiyallahu anhu. Hadits itu memberikan pelajaran bagi kita bahwa
yang terpenting dalam menjalankan Dien ini adalah ketepatan sesuai dengan
Sunnah Nabi. Meski kita hanya sedikit dalam mengamalkan sunnah Nabi, itu jauh
lebih baik dibandingkan banyak ibadah, namun berkubang dalam kebid’ahan.

Contoh Hadits Mauquf yang Tidak Shahih


Berikut ini adalah contoh hadits mauquf yang tidak shahih, tentang bacaan di
dalam sholat, yang disebutkan dalam Sunan Abi Dawud:

َ َ‫ي ع َْن ُح َم ْي ٍد َع ِن ْال َح َس ِن ع َْن َجابِ ِر ْب ِن َع ْب ِد هَّللا ِ ق‬


‫ال‬ ِ ‫ق يَ ْعنِي ْالفَ َز‬
َّ ‫ار‬ َ ‫َح َّدثَنَا َأبُو تَوْ بَةَ ال َّربِي ُع بْنُ نَافِ ٍع َأ ْخبَ َرنَا َأبُو ِإ ْس َح‬
‫صلِّي التَّطَ ُّو َع نَ ْدعُو قِيَا ًما َوقُعُودًا َونُ َسبِّ ُح رُ ُكوعًا َو ُسجُودًا‬ َ ُ‫ُكنَّا ن‬

(Abu Dawud menyatakan): Telah menceritakan kepada kami Abu Taubah arRabi’
bin Naafi’ (ia berkata) telah mengkhabarkan kepada kami Abu Ishaq yaitu al-
Fazaariy dari Humaid dari al-Hasan dari Jabir bin Abdillah -semoga Allah
meridhainya- ia berkata: “Kami melakukan sholat tathowwu’ (sunnah), kami
berdoa saat berdiri dan duduk, dan kami bertasbih saat ruku’ dan sujud.” (H.R
Abu Dawud)
Hadits ini dinisbatkan sebagai ucapan Sahabat Nabi Jabir bin Abdillah. Namun
riwayatnya lemah. Meski semua perawinya tsiqoh, namun sanadnya terputus
antara al-Hasan dengan Jabir. Karena al-Hasan (al-Bashri) tidak pernah bertemu
dengan Jabir bin Abdillah.

Ali bin al-Madiniy (salah seorang guru al-Imam al-Bukhari) menyatakan:

‫ْال َح َسن لَ ْم يَ ْس َم ْع ِم ْن َجابِ ِر ب ِْن َع ْب ِد هللاِ َش ْيًئا‬

Al-Hasan tidak pernah mendengar (riwayat) apapun dari Jabir bin Abdillah. (al-
Marosiil karya Ibnu Abi Hatim (1/36))

Selain itu, al-Hasan al-Bashri adalah seorang perawi yang mudallis. Periwayatan
darinya lemah dalam riwayat mu’an-‘an, seperti hadits tersebut. Lebih lanjut
tentang mudallis dan mu’an-‘an akan ada pembahasan tersendiri, insyaallah.

Hadits ini secara makna juga lemah, karena bertentangan dengan riwayat-riwayat
lain yang shahih, bahwa pada kondisi berdiri dalam sholat, setidaknya harus
membaca al-Fatihah di dalamnya. Tidak bisa digantikan dengan sekedar berdoa.

Contoh Hadits Maqthu’ yang Shahih


Muhammad bin Sirin –rahimahullah- adalah salah seorang Tabi’i, murid dari
sekian banyak Sahabat Nabi, seperti Anas bin Malik dan Abu Hurairah. Beliau
menasihati kaum muslimin untuk selektif dalam mengambil ilmu Dien, hanya dari
orang yang berilmu dan Ahlussunnah. Tidak mengambil ilmu agama dari Ahlul
Bid’ah.

Berikut ini adalah beberapa kutipan perkataannya yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim dalam Muqoddimah Shahih Muslim:

‫ين فَا ْنظُرُوا َع َّم ْن تَْأ ُخ ُذونَ ِدينَ ُك ْم‬


ٌ ‫يرينَ قَا َل ِإ َّن هَ َذا ْال ِع ْل َم ِد‬
ِ ‫ع َْن ُم َح َّم ِد ْب ِن ِس‬
Dari Muhammad bin Sirin ia berkata: Sesungguhnya Ilmu ini adalah Dien. Maka
lihatlah kalian dari siapa kalian mengambil (ilmu) Dien kalian. (Riwayat Muslim
dalam Muqoddimah Shahih Muslim)

‫ل‬Bِ B‫ ُر ِإلَى َأ ْه‬Bَ‫ الَ ُك ْم فَيُ ْنظ‬B‫ا ِر َج‬BBَ‫ ُّموا لَن‬B‫الُوا َس‬BBَ‫ةُ ق‬Bَ‫ت ْالفِ ْتن‬
ِ ‫يرينَ قَا َل لَ ْم يَ ُكونُوا يَ ْسَألُونَ َع ِن اِإل ْسنَا ِد فَلَ َّما َوقَ َع‬
ِ ‫ع َِن ا ْب ِن ِس‬
ِ ‫ال ُّسنَّ ِة فَيُْؤ َخ ُذ َح ِديثُهُ ْم َويُ ْنظَ ُر ِإلَى َأ ْه ِل ْالبِد‬
‫َع فَالَ يُْؤ َخ ُذ َح ِديثُهُ ْم‬

Dari (Muhammad) Ibnu Sirin ia berkata: Dulu mereka tidaklah bertanya tentang
isnad. Ketika terjadi fitnah, mereka berkata: Sebutkanlah nama para perawi
(hadits) kalian. Untuk dilihat (apakah berasal dari) Ahlussunnah, sehingga diambil
(diterima) haditsnya. Dan dilihat (apakah berasal dari) Ahlul Bid’ah sehingga
tidak diambil hadits mereka. (Riwayat Muslim dalam Muqoddimah Shahih
Muslim)

Kedua riwayat yang kami kutipkan tersebut adalah termasuk hadits maqthu’ yang
shahih. Artinya, ucapan itu benar-benar disampaikan oleh Muhammad bin Sirin.

Contoh Hadits Maqthu’ yang Tidak Shahih


Di antara contoh hadits maqthu’ yang tidak shahih adalah ucapan yang
dinisbatkan kepada Thowus –seorang Tabi’i- bahwa surat as-Sajdah dan surat al-
Mulk memiliki kelebihan 70 kebaikan dibandingkan surat lain dalam al-Quran.
Dalam sunan atTirmidzi, disebutkan:

ِ ْ‫ُور ٍة فِي ْالقُر‬


ً‫آن بِ َس ْب ِعينَ َح َسنَة‬ ُ ‫س قَا َل تَ ْف‬
َ ‫ضاَل ِن َعلَى ُك ِّل س‬ ٍ ‫ث ع َْن طَا ُو‬ َ ُ‫َح َّدثَنَا هُ َر ْي ُم بْنُ ِم ْس َع ٍر َح َّدثَنَا ف‬
ٍ ‫ض ْي ٌل ع َْن لَ ْي‬

(atTirmidzi menyatakan): Telah menceritakan kepada kami Huraim bin Mis’ar (ia
berkata) telah menceritakan kepada kami Fudhail dari Laits dari Thowus ia
berkata: Kedua surat ini (as-Sajdah dan al-Mulk) memiliki kelebihan
dibandingkan semua surat lain dalam al-Quran dengan 70 kebaikan. (H.R
atTirmidzi)

Syaikh al-Albaniy menilai riwayat tersebut sebagai dhaif maqthu’. Sehingga


penisbatan ucapan itu kepada Thowus adalah tidak shahih atau tidak valid.
Salah satu sebab kelemahan riwayat itu setidaknya karena perawi Laits (bin Abi
Sulaim) yang ditinggalkan periwayatannya oleh Yahya al-Qoththon, Yahya bin
Main, Ibnu Mahdi, dan Ahmad bin Hanbal (ad-Dhuafaa’ wal Matrukiin karya
Ibnul Jauziy.

BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Hadits apabila ditinjau dari segi kualitas Matan,itu terbagi kedalam 3 tingkatan :

1.Hadits Shohih.

2.Hadits Hasan.

3.Hadits Dhoif.

Kualitas Matan Hadits itu bergantung pada kualitas unsur-unsur lain,diantaranya :

1.Bersambungnya Sanad.

2.Tidak adanya Syadz atau kekurangan.

3.Terbebas dari Illat (penyakit).

4.Periwayat yang adil.

5.Kualitas hafalan periwayat (Dhobit).

Dari unsur-unsur tersebut kualitas dari Matan suatu hadits dapat diketahui,apakah
tergolong dalam tingkatan hadits Shohih,Hasan maupun Dhoif.

Anda mungkin juga menyukai