Ai Rohayati
Satriyo Aji Nugroho
Syifa Nurul Ihsan
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat dan
hidayah-nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Pembagian hadits
berdasarkan kualitas matan”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
kelompok mata kuliah Ulumul Hadits.
Kami menyadari bahwa selama penulisan makalah ini kami mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Oleh sebab itu, kami mengucapkan terima kasih kepada bapak dosen
pengampu, selaku dosen mata kuliah Ulumul Hadits. Yang telah memberikan arahan kepada
kami dalam menyusun makalah ini. Juga kepada semua rekan yang telah memberikan
motivasi kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini .
Makalah ini belum sempurna karena masih banyak kekurangannya baik isi maupun
sistematika penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
JUDUL .......................................................................................................................................
KATA PENGANTAR ..............................................................................................................
DAFTAR ISI .............................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................................
A. Latar Belakang ..............................................................................................................
B. Rumusan Masalah .........................................................................................................
C. Tujuan Masalah ..............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................................
A. Pengertian Matan ..........................................................................................................
BAB III PENUTUP .................................................................................................................
A. Kesimpulan ...................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis atau Sunnah adalah sumber ajaran Islam yang kedua setelah Alqur’an.
Dimana keduanya merupakan pedoman dan pengontrol segala tingkah laku dan
perbuatan manusia. Untuk Alqur’an semua periwayatan ayat-ayatnya mempunyai
kedudukan sebagai suatu yang mutlak kebenaran beritanya sedangkan hadis Nabi
belum dapat dipertanggungjawabkan periwayatannya berasal dari Nabi atau tidak.
Para muhadditsin dalam menentukan dapat diterimanya suatu hadits tidak
cukup hanya dengan memperhatikan terpenuhinya syarat-syarat diterimanya rawi
yang bersangkutan. Hal ini disebabkan hadits itu sampai kepada kita melalui mata
rantai rawi yang teruntai dalam sanad-sanadnya. Oleh karena itu harus terpenuhi
syarat-syarat lain yang memastikan kebenaran perpindahan hadits disela-sela mata
rantai sanad tersebut. Dan kemudian dipadukan dengan syarat-syarat diterimanya
rawi, sehingga penyatuan tersebut dapat dijadikan ukuran untuk mengetahui mana
hadist yang dapat diterima dan tidak.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Matan ?
2. Apa Pengertian dari Hadist Shahih ?
3. Apa Pengertian dari Hadist Hasan ?
4. Apa Pengertian dari Hadist Dhoif ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Pengertian Matan
2. Untuk Mengetahui Hadist Shahih
3. Untuk Mengetahui Hadist Hasan
4. Untuk Mengetahui Hadist Dhoif
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Matan
Secara etimologis, matan adalah tanah yang tinggi dan keras. Sedangkan menurut
istilah, matan adalah sebuah kalimat yang terletak setelah berakhirnya sanad suatu hadits.
Dengan kata lain, matan adalah isi hadits yang mengandung ungkapan Nabi Muhammad
SAW.
Menurut Dr. Ahmad Fudhaili dalam buku Perempuan di Lembaran Suci “Kriti
katas Hadis-Hadis Sahih”, pengaplikasian matan dalam hadits adalah sebagai bentuk
proses untuk membedakan mana hadits yang baik dan buruk. Selain itu juga digunakan
untuk memperoleh kebenaran akan otentisitas dan interpretasi sebuah matan hadits.
Umar ibn Hasan ‘Usman Fallatah menerangkan dalam kitabnya yang berjudul al-
Wad’u fi al-Hadith, objek kajian matan hadits mempunyai dua kategori, yaitu: bentuk
redaksi dan kandungan matan. Ini dilakukan untuk menyeleksi bahwa sabda-sabda Nabi
Muhammad tersebut bukanlah berasal dari kedustaan.
2. Hadits Shahih
Pembagian hadits berdasarkan kualitas sanad dan matan yang pertama adalah
hadits shahih. Berikut ini akan dijelaskan apa pengertian hadits shahih, syarat hadits
shahih, pembagian hadits shahih dan contoh hadits shahih :
Apa itu hadits shahih? Menurut Ibnu Sholah dalam kitabnya muqoddimah
Ibnu Sholah, beliau mendefinisikan bahwa Hadits Shahih adalah :
ًّ BBص ُل ْسنَا ُدهُ بنَ ْق ِل ْال َع ْد ِل الضَّاب ِط َعن ْال َع ْد ِل الضَّاب ِط لَى ُم ْنتَهَاهُ َواَل يَ ُكونُ َش
اذا ِ ِإ ِ ِ ِ يث ْال ُم ْسنَ ُد الَّ ِذي يَتَّ ِ ِإ
ُ فَهُ َو ْال َح ِد
َواَل ُم َعلَّاًل
Setelah kita mengetahui pengertian hadits shahih, kita dapat mengambil pelajaran
bahwa syarat hadits shahih itu ada lima :
1. Shahih Lidzatihi
2. Shahih Lighairihi
Contoh hadits shahih sangatlah banyak, berikut ini salah satu contoh hadits
shahih :
Barang siapa yang dikehendaki baik oleh Allah maka Allah akan
menjadikannya faqih dalam agama. (HR. Bukhari Muslim)
ص َدقَ ِة ِإلَى َم ِحلِّهَا َ ا ْبتَ ْع َعلَ ْينَا ِإبِاًل بِقَاَل ِئ
َّ ص ِم ْن ِإبِ ِل ال
Belilah unta dengan unta-unta muda dari hasil zakat hingga zakat itu
diberikan. [HR. Ahmad]
Hadits tersebut diriwayatkan oleh imam Ahmad dari jalur Muhammad bin
Ishaq dan juga diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari jalur ‘Amr bin Syu’aib. Masing-
masing jalur tersebut derajatnya hasan, sehingga apabila terdapat dua hadits yang
semakna dengan derajat hasan lidzatihi maka hadits tersebut kedudukannya menjadi
hadits shahih lighairihi.
3.Hadits Hasan
من غير شذوذ وال علة، عن مثله إلى منتهاه،هو ما اتصل سنده بنقل العدل الذي خف ضبطه
Pada pengertian di atas dapat kita pahami bahwa hadits hasan adalah hadits
yang kualitas sanadnya di bawah hadits shahih.
Syarat hadits hasan sama dengan hadits shahih, hanya saja bedanya pada
hadits hasan terdapat periwayat yang kurang dhobit.
Atau dalam arti lain tidak ada perbedaan antara hadits hasan dengan hadits
shahih selain dalam hal kesempurnaan hafalan perawinya. Yakni perawi pada hadits
hasan kesempurnaan hafalannya berada di bawah perawi pada hadits shahih.
Artinya hadits tersebut adalah hadits yang hasan dengan sendirinya karena
telah memenuhi semua kriteria atau persyaratan hadits hasan.
Yaitu hadits dhaif yang memiliki jalur yang banyak yang saling menguatkan.
Akan tetapi syaratnya tidak ada dari periwayat hadits tersebut periwayat yang
pendusta atau dituduh sebagai pendusta.
Atau bahasa mudahnya : Hadits Dhoif + Hadits Dhoif = Hadits Hasan
lighairihi.Dengan syarat antar satu hadits dhoif dengan hadits dhoif yang digabungkan
memiliki jalur periwayat yang berbeda dan tidak ada dalam jalur periwayatnya
periwayat yang pendusta atau dituduh dusta.
ُّ صاَل ِة
َوتَحْ لِيلُهَا التَّ ْسلِي ُم،ُ َوتَحْ ِري ُمهَا التَّ ْكبِير،ُالطهُور َّ ِم ْفتَا ُحال
ُ لَ ْم يَحُطَّهُ َما َحتَّى يَ ْم َس َح بِ ِه َما َوجْ هَه،صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِإ َذا َرفَ َع يَ َد ْي ِه فِي ال ُّدعَا ِء
َ ِ َكانَ َرسُو ُل هَّللا
Ibnu Hajar mengatakan di dalam kitabnya Bulughul Maram bahwa hadits ini
memiliki beberapa penguat yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan selainnya
sehingga secara keseluruhan menunjukkan bahwa hadits ini hasan.
4. Hadits Dhoif
Apa itu hadits Dhoif? Menurut Ibnu Sholah dalam kitabnya Muqoddimah
Ibnu Sholah, hadits dhoif adalah :
فَقَ ْد َكفَ َر بِ َما ُأ ْن ِز َل َعلَى ُم َح َّم ٍد، َأوْ َكا ِهنًا، َأ ِو ا ْم َرَأةً فِي ُدب ُِرهَا،َم ْن َأتَى َحاِئضًا
Barang siapa yang menyetubuhi wanita yang sedang haid, atau melalui
dubur, atau mendatangi dukun, maka ia telah mengingkari dengan apa yang
diturunkan kepada Muhammad. [HR. Tirmidzi]
Secara makna yang luas, hadits bukan hanya ucapan atau perbuatan Nabi, namun
juga orang lain. Baik itu Sahabat Nabi maupun orang-orang setelahnya. Hadits
dalam makna ini lebih ke makna secara bahasa, yaitu berita atau khabar.
Al-Imam al-Baiquniy rahimahullah menyatakan:
Dan hal-hal yang dinisbatkan kepada Nabi itu adalah marfu’… sedangkan yang
dinisbatkan kepada Tabi’i (atau di bawahnya) adalah maqthu’
(Mandzhumah al-Baiquniyyah)
Berdasarkan penisbatannya, suatu hadits terbagi menjadi 3, yaitu:
Sahabat Nabi adalah orang yang pernah berjumpa dengan Nabi dalam keadaan
beriman dan meninggal dalam keadaan beriman. Sedangkan Tabiin adalah orang-
orang yang pernah mengambil ilmu dari setidaknya seorang Sahabat Nabi. Satu
orang dari kalangan Tabi’in disebut Tabi’i.
Pembagian suatu hadits menjadi marfu’, mauquf, dan maqthu’ ini adalah dari sisi
penisbatan. Kepada siapa hadits itu dinisbatkan matannya? Jika kepada Nabi, itu
adalah marfu’. Jika kepada Sahabat, itu adalah mauquf. Namun jika dinisbatkan
kepada orang-orang setelah Sahabat Nabi, baik Tabiin maupun setelahnya, itu
adalah maqthu’.
Jika berupa ucapan, hadits marfu’ berarti dinisbatkan sebagai ucapan Nabi. Jika
berupa perbuatan, hadits marfu’ berarti itu adalah perbuatan yang dinisbatkan
kepada Nabi. Demikian seterusnya.
Pembagian tersebut tanpa melihat apakah riwayat itu shahih atau tidak. Sehingga
ada riwayat marfu’ yang shahih, ada yang tidak. Ada riwayat mauquf yang shahih,
ada pula yang tidak. Demikian pula berlaku untuk riwayat maqthu’.
بٍ ش َح َّدثَنَا َأبُو بَ ْك ٍر ْالهُ َذلِ ُّي ع َْن قَتَا َدةَ ع َِن ْال َح َس ِن ع َْن َس ُم َرةَ ْب ِن ُج ْن َدٍ ار َح َّدثَنَا ِإ ْس َم ِعي ُل بْنُ َعيَّا
ٍ َح َّدثَنَا ِه َشا ُم بْنُ َع َّم
صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل ِإ َذا َسلَّ َم اِإْل َما ُم فَ ُر ُّدوا َعلَ ْي ِه َّ َِأ َّن النَّب
َ ي
Pertama: al-Hasan (al-Bashriy) adalah perawi yang mudallis, dan ini adalah
periwayatan secara mu’an-‘an atau an-‘anah. Secara lebih detail penjelasan
tentang mudallas dan mu’an-an akan dijelaskan insyaallah pada bagian tersendiri
pada bait syair al-Baiquniyyah selanjutnya.
Ketiga: Ismail bin Ayyasy, jika meriwayatkan hadits dari perawi yang bukan dari
Syam adalah lemah.
Ketiga penyebab kelemahan riwayat ini dijelaskan oleh Syaikh al-Albaniy dalam
Silsilah al-Ahaadits ad-Dhaifah.
Ini adalah hadits mauquf yang merupakan ucapan seorang Sahabat Nabi Abdullah
bin Mas’ud radhiyallahu anhu. Hadits itu memberikan pelajaran bagi kita bahwa
yang terpenting dalam menjalankan Dien ini adalah ketepatan sesuai dengan
Sunnah Nabi. Meski kita hanya sedikit dalam mengamalkan sunnah Nabi, itu jauh
lebih baik dibandingkan banyak ibadah, namun berkubang dalam kebid’ahan.
(Abu Dawud menyatakan): Telah menceritakan kepada kami Abu Taubah arRabi’
bin Naafi’ (ia berkata) telah mengkhabarkan kepada kami Abu Ishaq yaitu al-
Fazaariy dari Humaid dari al-Hasan dari Jabir bin Abdillah -semoga Allah
meridhainya- ia berkata: “Kami melakukan sholat tathowwu’ (sunnah), kami
berdoa saat berdiri dan duduk, dan kami bertasbih saat ruku’ dan sujud.” (H.R
Abu Dawud)
Hadits ini dinisbatkan sebagai ucapan Sahabat Nabi Jabir bin Abdillah. Namun
riwayatnya lemah. Meski semua perawinya tsiqoh, namun sanadnya terputus
antara al-Hasan dengan Jabir. Karena al-Hasan (al-Bashri) tidak pernah bertemu
dengan Jabir bin Abdillah.
Al-Hasan tidak pernah mendengar (riwayat) apapun dari Jabir bin Abdillah. (al-
Marosiil karya Ibnu Abi Hatim (1/36))
Selain itu, al-Hasan al-Bashri adalah seorang perawi yang mudallis. Periwayatan
darinya lemah dalam riwayat mu’an-‘an, seperti hadits tersebut. Lebih lanjut
tentang mudallis dan mu’an-‘an akan ada pembahasan tersendiri, insyaallah.
Hadits ini secara makna juga lemah, karena bertentangan dengan riwayat-riwayat
lain yang shahih, bahwa pada kondisi berdiri dalam sholat, setidaknya harus
membaca al-Fatihah di dalamnya. Tidak bisa digantikan dengan sekedar berdoa.
Berikut ini adalah beberapa kutipan perkataannya yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim dalam Muqoddimah Shahih Muslim:
لBِ B ُر ِإلَى َأ ْهBَ الَ ُك ْم فَيُ ْنظBا ِر َجBBَ ُّموا لَنBالُوا َسBBَةُ قBَت ْالفِ ْتن
ِ يرينَ قَا َل لَ ْم يَ ُكونُوا يَ ْسَألُونَ َع ِن اِإل ْسنَا ِد فَلَ َّما َوقَ َع
ِ ع َِن ا ْب ِن ِس
ِ ال ُّسنَّ ِة فَيُْؤ َخ ُذ َح ِديثُهُ ْم َويُ ْنظَ ُر ِإلَى َأ ْه ِل ْالبِد
َع فَالَ يُْؤ َخ ُذ َح ِديثُهُ ْم
Dari (Muhammad) Ibnu Sirin ia berkata: Dulu mereka tidaklah bertanya tentang
isnad. Ketika terjadi fitnah, mereka berkata: Sebutkanlah nama para perawi
(hadits) kalian. Untuk dilihat (apakah berasal dari) Ahlussunnah, sehingga diambil
(diterima) haditsnya. Dan dilihat (apakah berasal dari) Ahlul Bid’ah sehingga
tidak diambil hadits mereka. (Riwayat Muslim dalam Muqoddimah Shahih
Muslim)
Kedua riwayat yang kami kutipkan tersebut adalah termasuk hadits maqthu’ yang
shahih. Artinya, ucapan itu benar-benar disampaikan oleh Muhammad bin Sirin.
(atTirmidzi menyatakan): Telah menceritakan kepada kami Huraim bin Mis’ar (ia
berkata) telah menceritakan kepada kami Fudhail dari Laits dari Thowus ia
berkata: Kedua surat ini (as-Sajdah dan al-Mulk) memiliki kelebihan
dibandingkan semua surat lain dalam al-Quran dengan 70 kebaikan. (H.R
atTirmidzi)
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Hadits apabila ditinjau dari segi kualitas Matan,itu terbagi kedalam 3 tingkatan :
1.Hadits Shohih.
2.Hadits Hasan.
3.Hadits Dhoif.
1.Bersambungnya Sanad.
Dari unsur-unsur tersebut kualitas dari Matan suatu hadits dapat diketahui,apakah
tergolong dalam tingkatan hadits Shohih,Hasan maupun Dhoif.