Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Tafsir dan Hadist Dosen
Sulistyarini 16410057/
II.A
2016/2017
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah
serta inayahNya sehingga kita dapat menikmati nikmat iman dan islam. Sholawat
serta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju
zaman yang terang benderang seperti yang kita rasakan pada saat ini.
Selanjutnya, kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Ahmad Hanany Naseh
sebagai dosen mata kuliah tafsir dan hadis yang telah memberikan tugas makalah
kepada kami tentang kualifikasi hadis berdasarkan kualitass. Kami menyadari
masih banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Dengan kerendahan
hati, kami menerima kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki dan
meningkatkan kinerja kami. Semoga makalah ini dapat menambah ilmu dan
bermanfaat di semua kalangan. Terima kasih.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Cover
Daftar Isi...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan..............................................................................................................iii
BAB II PEMBAHASAN
a. Hadist Maqbul.............................................................................................2
b. Hadist Mardud............................................................................................9
3.1 Kesimpulan......................................................................................................21
3.2 Saran................................................................................................................21
Daftar Pustaka.....................................................................................................22
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Oleh karena itu, makalah ini akan membahas pembagian hadis ditinjau dari
kualitasnya secara rinci.
iii
BAB II
PEMBAHASAN
A. HADIST MAQBUL
1
Maqbul menurut bahasa berarti makhudz (yang diambil) dan
mushaddaq (yang dibenarkan atau yang diterima), sedangkan menurut
istilah adalah:
ْ ُ ِ َقب
و ِل ُ َ ما ت ْ ت َ ج
Artinya; ط ش ف ِ ي ْ ه ِم ي وافَ َر
َ َ
ال رو
ْ ُ ْع
“Hadis yang telah sempurna syarat-syarat penerimaannya.”4
1) Macam-macam Hadist Maqbul5
Hadist Maqbul bila ditinjau dari segi tingkatan kualitasnya dibagi
menjadi 2 bagian pokok, yaitu hadist shahih dan hadist hasan,dan masing-
masing terdiri dari 2 bagian, yaitu shahih lidzatihi.
a) Hadist Shahih
Kata shahih berasal dari bahasa Arab as-shahih bentuk pluralnya
ashiha’ dan berakar kata pada shahha. Dari segi bahasa, kata ini memiliki
beberapa arti, diantaranya: (1) selamat dari penyakit, (2) bebas dari
aib/cacat.6 Kata shahih juga telah menjadi kosakata bahasa Indonesia
dengan arti sah, benar, sempurna (tiada celanya); pasti.7
Para ulama telah memberikan definisi hadis shahih sebagai hadis
yang telah diakui dan disepakati kebenarannya oleh para ahli hadis.
2
a. syarat-Syarat Hadist Shahih
Para ulama ahli hadis membagi hadis shahih menjadi dua bagian,
yaitu shahih li dzatihi dan shahih li ghairihi. Perbedaan antara kedua
bagian ini terletak pada segi hafalan atau ingatan perawinya. Pada hadis
shahih li ghairihi, ingatan perawinya kurang sempurna. 10
3
َص
ْ ّ ُ ُ ل َ م َ حق:ف َقا َ ل َ
َحاب َت ي َا َر س اللّ ه ْن ا ب ِ ُح س
ِى؟
ْو
ِن
َ م ْن؟:َ َ ل َ َم :َ ك َ ل َ َقا
قَ ث ُ ّم.ك ن؟ قَا ل قَا ث ُ ّم. ا:ل
ْ
ا ُا ُ ّم
ّم
ْ ُ َ م َ ّ م ا َب
و َك :َ ك َ ل َ قَا.
ْن؟ قَا ل َقا ث ُ ّم. ل
ث ُا
ّم
Meriwayatkan kepada kami Qutaibah bin Said, ia berkata:
“Meriwayatkan kepada kami Jarir dari ‘Umarah bin Al-Qa’qa’ dari Abu
Zur’ah dari Abu Hurairah, ia berkata: ‘Datang seorang laki-laki kepada
Rasulullah SAW., lalu berkata: ‘Ya Rasulullah, siapakah orang yang
paling berhak mendapatkan perlakuanku yang baik?’ Rasulullah
menjawab: ‘Ibumu.’ Orang itu bertanya: ‘Kemudian siapa?’ Rasulullah
menjawab: ‘Ibumu.’ Orang itu bertanya lagi: ‘Kemudian siapa?’
Rasulullah menjawab: ‘Ibumu.’ Orang itu kembali bertanya: ‘Kemudian
siapa?’ Rasulullah menjawab: ‘Kemudian bapakmu.’” (HR. Al-Bukhari
dan Muslim)12
س ِ عن َْد علَى ّ مت ِ َ َ م ْ م
ّ َ ّلَْول َ ا ْ ُ شق
َوا ا ْى ل ْرت ب ِال ن
ِك ُه ا
ك ُ َ صل ٍَة.
ّل
12 Ibid, 243-244.
13 Ibid, 270.
14 Mudasir, Ilmu Hadis (Bandung: Pustaka Setia, 2010), 148.
4
Artinya: “Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya kuperintahkan
bersiwak setiap kali hendak melaksanakan salat.”
7. Hadis shahih yang diriwayatkan oleh ahli hadis yang terkenal selain
Al-Bukhari dan Muslim, tetapi tidak mengikuti syarat-syarat
keshahihan Al-Bukhari dan Muslim dan tidak pula mengikuti syarat-
syarat keshahihan salah satu dari Al-Bukhari dan Muslim.16
15 Ibid, 149-150.
16 Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadis, terj. Adnan Qohar (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2006), 57.
5
Para ulama telah menyusun sejumlah kitab yang khusus
menghimpun hadis-hadis shahih. Yang paling masyhur diantaranya adalah
shahih Al-Bukhari dan shahih Muslim. Berikut ini adalah nama-nama kitab
yang memuat hadis shahih.
4. Shahih ibn Huzaimah, disusun oleh Abu Abdullah ibn Abu Bakar al-
Huzaimah.
5. Shahih ibn Hibban, disusun oleh Abu Hatim Muhammad ibn Hibban.17
a) Hadist Hasan
17 Alfatih Suryadilaga, dkk, Ulumul Hadits (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2010), 248.
18 Dr. Mahmud Thahhan, Intisari Ilmu Hadist .,hlm.73.
19 Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadis, terj. Adnan Qohar (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2006), 59.
6
sempurna. Dengan kata lain bahwa syarat-syarat hadis hasan dapat dirinci
sebagai berikut:
1. Sanadnya bersambung
2. Perawinya adil
Para ulama membagi hadis hasan menjadi dua bagian, yaitu hasan li
dzatihi dan hasan li ghairihi. Yang dimaksud dengan hadis hasan li dzatihi
ialah hadis yang telah memenuhi persyaratan hadis hasan diatas. Dengan
demikian, maka pengertian hadis hasan li dzatihi sama dengan pengertian
hadis hasan sebagaimana telah diuraikan diatas. 20 Selain itu, hadis hasan li
dzatihi juga sederajat dengan hadis shahih li ghairihi.
ِمعة
َ ُ وا ي ُ ج ُ ِ
سل سل ِ مي ْ نِ ْ علَى الم
َ حق
ّ َ
ْ
َم ال َْو َن ا ي َْغت
7
Hadis tersebut bersanadkan Abu Yahya Ismail bin Ibrahim At-Taimi,
Yazid bin Abi Ziad, Abdurrahman bin Abi Laila, dan Al-Barra’ bin Aziz.
Karena itu, hadis tersebut adalah dhaif.
Di samping itu, ada pula hadis yang semakna dengan hadis At-
Turmudzi tadi, yakni hadis Bukhari yang bersanadkan Harami bin Umrah
Syu’bah, Abu Bakar bin Al-Munkadir, Amru bin Sulaim Al-Anshari, dan
Abu Sa’id r.a. Kata Abu Sa’id, aku menyaksikan Rasulullah SAW.,
bersabda:
Para ulama belum pernah ada yang membukukan hadis hasan secara
terpisah. Mereka menggabungkan hadis-hadis hasan dengan hadis shahih
dan mencampurnya dengan hadis dhaif, meskipun mereka tidak
memasukkan hadis dhaif ke dalam kitab susunan mereka kecuali sangat
sedikit dan amat jarang.23 Sumber-sumber hadis hasan dapat ditemukan di
beberapa kitab, diantaranya:
8
4. Sunan Al-Mushthafa, karya Ibn Majah.24
B. HADIST MARDUD
ضها
َ ِ ِط أ ّ َ ْف ُْقد ت ِل
َ
Artinya: َْو ب َع ك ش
ْ ُ ال
رو
“Hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat atau sebagian syarat hadis
maqbul.”
Dari 2 sebab tersebut terdapat berbagai jenis hadits yang akan diuraikan
dalam pembahasan berikut :
24 Alfatih Suryadilaga, dkk, Ulumul Hadits (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2010), 266-267.
25 Dr. Mahmud Thahhan, Intisari Ilmu Hadist.,hlm.89.
9
a. Hadist Dla’if
Kata dha’if menurut bahasa berasal dari kata dhu’fun yang berarti
lemah.26 Menurut An-Nawawi, hadis dhaif secara istilah adalah hadis yang
di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadis shahih dan syarat-syarat
hadis hasan.27 Dengan kata lain, hadis ini tidak memenuhi syarat-syarat
yang dimiliki oleh hadis shahih dan hasan.
26 Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadis, terj. Adnan Qohar (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2006), 63.
27 Mudasir, Ilmu Hadis (Bandung: Pustaka Setia, 2010), 156.
28 Dr. Mahmud Thahhan, Intisari Ilmu Hadist.,hlm. 92.
10
Maksudnya agar tidak sepenuhnya menisbahkan hadist tersebut kepada
Rasulullah SAW, sebab jelas diketahui bahwa hadist tersebut dla’if.
Hukum mengamalkan hadist dla’if29
Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan hukum
mengamalkan hadist dla’if. Kebanyakan ulama berpendapat boleh
mengamalkannya dalam hal yang berhubungan dengan keutamaan amal
ibadah (fadlail-a’mal), tetapi harus disertai 3 syarat, sebagaimana yang
telah dijelaskan oleh al-Hafidh Ibn Hajar, yaitu:
1) Dla’ifnya tidak keterlaluan;
2) Hadist dla’if tersebut harus pada pokok amalan yang riwayatkan juga
tercantum pada hadist shahih.
3) Ketika mengamalkannya tidak meng’itikadkan tetapnya hadist itu
benar-benar dari Rasulullah SAW, namun semata-mata untuk ikhtiyath
(hati-hati dalam pengamalan).
ُ م ْت
ْ ُب َ ْ لَت َى ِالعي َْدي ْ حت َ م ْن
ِ ِّل ل
هل م ِن ي َ َم لَي ِس َقا
ي
ṿ ُ ُ ُقلُْو ُ َ َقلْب ُ ُه ي
ت َوْ م م
ال ْت و
“Barang siapa berdiri mengerjakan salat pada malam dua hari raya
semata-mata karena Allah, maka tidak akan mati hatinya pada hari semua
hati mati.”
Para rawi diatas adalah stiqat. Hanya saja Tsaur bin Yazid dituduh
sebagai berpaham Qadariyah. Namun dalam kesempatan ini ia
29 Ibid.,hlm.93.
11
meriwayatkan hadis yang tidak berkaitan dengan perilaku bidahnya itu
sehingga tidak menghalangi kehujahannya.
12
Jenis Hadis Dha’if sangat banyak dan tidak cukup jika dijelaskan secara
keseluruhan dalam makalah ini, untuk itu penulis berusaha untuk memilah
menjadi tiga macam hadits dha’if berdasarkan:
1. Hadits Mursal
Kata “Mursal” secara etimologi diambil dari kata “irsal” yang berarti
“Melepaskan”, adapun pengertian hadits mursal secara terminologi ialah
hadits yang dimarfu’kan oleh tabi’in kepada Nabi Saw. Artinya, seorang
tabi’in secara langsung mengatakan, “bahwasanya Rasulullah Saw
bersabda…..”
Definisi seperti inilah yang banyak digunakan oleh ahli Hadits, hanya
mereka tidak memberikan batasan antara tabi’in kecil dan besar. Namun
ada juga sebagian ‘ulama hadits yang memberikan batasan Hadits Mursal
ini hanya dimarfu’kan kepada tabi’i besar saja karena periwayatan tabi’i
besar adalah sahabat dan Hadits yang dimarfu’kan kepada tabi’i yang kecil
termasuk Hadits Munqati’.
Sebagai contoh, seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik dalam
kitab Al-Muwqaththa’, dari Zaid bin Aslam, dari Atha’ bin Yasar,
bahwasanya Rasulullah Saw bersabda:
“sesungguhnya cuaca yang sangat panas itu bagian dari uap neraka
Jahannam”
Contoh yang lain adalah, Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dalam
kitab Shahihnya pada bagian “jual beli” (kitab al-buyu’) dia berkata :
13
“telah menceritakan kepadaku Muhammad Ibnu Rafi’, telah menceritakan
kepada kami Hujjain, telah menceritakan kepada kami al-Laits, dari Uqail
dari Ibnu Shihab dari Ibnu Ssaid ibnu Musayyab, bahwa Rasulullah saw
melarang menjual kurma yang masih berada dipohon, dengan kurma yang
sudah dikeringkan.”
Said bin Musayyab adalah seorang tabi’i besar. Dia meriwayatkan Hadits
ini tanpa menyebutkan perawi (sahabat) yang menjadi perantara antara
dirinya dengan Rasulullah saw. Dalam hal ini Ibnu Musyayyab telah
menggugurkan akhir dari perawinya yaitu sahabat. Bisa saja selain dari
sahabat yang digugurkannya ada tabi’i lain yang juga digugurkannya.
a. Mursal Shahabi
b. Mursal Khafi'
Mursal Khafi' yaitu Hadits yang diriwayatkan oleh tabi’i namun tabi’i
yang meriwayatkan hadits tersebut hidup sezaman dengan sahabat tetapi
tidak pernah mendengar ataupun menyaksikan hadits langsung dari
Rasulullah saw.
14
c. Mursal Jali
2. Hadits Munqati
3. Hadits Mudallas
Hadits mudallas menurut bahasa, berarti hadits yang sulit dipahami. Kata
mudallas adalah isim maf’ul dari dallasa yang berarti gelap atau berbaur
dengan gelap. Menurut ilmu hadits, mudallas adalah hadits yang
diriwayatkan seorang rawi dari orang yang hidup semasanya, namun ia
tidak pernah bertemu dengan orang yang diriwayatkannya tersebut dan
tidak mendengarnya darinya karena kesamaran mendengarkannya”.
15
Para ‘ulama memberi batasan hadits mudallas adalah hadits yang gugur
dua orang rawinya atau lebih secara beriringan dalam sanadnya,
contohnya: “telah sampai kepadaku, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah
Saw bersabda:
“Budak itu harus diberi makanan dan pakayan secara baik”. (HR. Malik)
4. Hadits Muallaq
Hadits muallaq menurut bahasa berarti hadits yang tergantung. Dari segi
istilah, hadits muallaq adalah hadits yang gugur satu rawi atau lebih diawal
sanad. Contoh: Bukhari berkata, kata Malik, dari Zuhri, dari Abu Salamah,
dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda:
لتقاضلوابين النبياء
“Janganlah kamu melebihkan sebagian Nabi dan sebagian yang lain”. (HR.
Bukhari)
5. Hadits mu’dhal
Hadits mu’dhal adalah hadits yang gugur dua orang sanadnya atau lebih
secara berturut-turut.
6. Hadits Maudhu
Hadits maudhu’ ialah hadits yang bukan hadits Rasulullah saw tapi
disandarkan kepada beliau oleh orang secara dusta dan sengaja atau secara
keliru tanpa sengaja. Contoh:
16
“Anak jin tidak masuk surga hingga tujuh turunan”.
7. Hadits Matruk
Hadits matruk ialah hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi, yang
menurut penilaian seluruh ahli hadits terdapat catatan pribadinya sebagai
seorang rawi yang dha’if. Contoh: hadits riwayat Amr bin Syamr, dari
Jabir Al-Ju’fi, dari Haris, dari Ali. Dalam hal ini Amr termasuk orang yang
haditsnya ditinggalkan.
Yang dimaksud dengan rawi tertuduh dusta yaitu seorang rawi yang dalam
pembicaraan selalu berdusta, tetapi belum dapat dibuktikan bahwa ia
berdusta dalam membuat hadits. Adapun orang yang berdusta di luar
pembuatan hadits ditolak periwayatannya.
8. Hadits Munkar
Hadits munkar ialah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang dha’if yang
berbeda dengan riwayat rawi yang tsigah (terpercaya). Contoh:
من اقام الصلة واتي الزكاة وحج وصام وقري الضيق ودخل الجنة.
Hadits munkar adalah hadits yang perawinya sangat cacat dalam kadar
sangat keliru atau nyata kefasikannya. Para ‘ulama hadits memberikan
definisi yang berfariasi tentang hadits munkar ini. Di antaranya ada dua
definisi yang selalu digunakan, yaitu:
17
a. Hadits yang terdapat pada sanadnya seorang perawi yang sangat keliru,
atau sering kali lupa dan terlihat kefasikannya secara nyata.
b. Hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang dha’if yang hadits tersebut
berlawanan dengan yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqoh.
9. Hadits Muallal
Muallal menurut istilah para ahli hadits ialah hadits yang di dalamnya
terdapat cacat yang tersembunyi, yang bisa mengakibatkan cacatnya hadits
itu, namun dari sisi lahirnya cacat tersebut tidak tampak. Contoh:
Hadits Muallal adalah hadits yang cacat karena perawinya al-Wahm, yaitu
hanya persangkaan atau dugaan yang tidak mempunyai landasan yang
kuat. Umpamanya, seorang perawi yang menduga suatu sanad adalah
muttashil (bersambung) yang sebenarnya adalah munqathi’ (terputus), atau
dia mengirsalkan yang mutthasil, dan memauqufkan yang maru’ dan
sebagainya.
والزعيم الحميل لمن أمن بي واسلم، انا زعيم:قال رسول ال صلي ال عليه وسلم
)وجاهدفي سبيل ال يبيت في ريض الجنة )رواه النسائ
“Rasulullah saw bersabda: saya itu adalah Zaim dan Zaim itu adalah
penanggungjawab dari orang yang beriman kepadaku, taat dan berjuang di
jalan Allah, dia bertempat tinggal di dalam surga.” (HR. Nasa’i)
18
Idraj berarti memasukkan Sesuatu kepada suatu yang lainnya dan
menggabungkannya kepada yang lain itu, dengan kata lain hadits mudraj
adalah hadits yang di dalamnya terdapat kata-kata tambahan yang bukan
dari bagian hadits tersebut. Hadits mudraj ada dua yaitu :
إذا سجد احدكم فل يبرك كمايبرك البعير وليضع يديه قبل وكبته
Hadits maqlub yaitu hadits yang lafadz matannya tertukar pada salah
seorang perawi pada salah seorang perawi atau seseorang pada sanadnya.
Kemudian didahulukan dalam penyebutannya, yang seharusnya disebut
belakangan atau mengakhirkan penyebutannya, yang seharusnya
didahulukan atau dengan diletakkannya sesuatu pada tempat yang lain.
19
12. Hadits Syadz
Hadits syadz adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang
terpercaya, yang berbeda dalam matan atau sanadnya dengan riwayat rawi
yang relatif lebih terpercaya, serta tidak mungkin dikompromikan antara
keduanya. Contoh: hadits syadz dalam matan adalah hadits yang
diriwayatkan oleh muslim, dari Nubaisyah Al-Hudzali, dia berkata,
Rasulullah bersabda:
Jadi, kesimpulan bahwa hadits yang cacat rawi dan matan atau kedua-
duanya digolongkan hadits dha’if yang terbagi menjadi tujuh, yaitu: hadits
maudu’ (palsu), hadits matruk (yang ditinggalkan) atau hadits matruh
(yang dibuang), hadits munkar (yang diingkari), hadits muallal (terkena
‘illat), hadits mudraj (yang dimasuki sisipan), hadits maqlub (yang diputar
balik), dan hadits syadz (yang ganjil), hadits Mudhtharib, dan hadits
mushahhaf.33
33 Ibid.,
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hadis ditinjau dari kualitasnya dibagi menjadi dua, yaitu hadis maqbul
dan hadis mardud. Hadis maqbul adalah hadis yang dapat diterima. Hadis maqbul
digolongkan menjadi dua, yaitu hadis shahih dan hadis hasan. Perbedaan antara
hadis shahih dan hadis hasan terdapat pada hafalan perawinya. Sedangkan hadis
mardud ialah hadis yang ditolak (tidak dapat diterima). Hadis mardud
digolongkan menjadi hadis dhaif, yakni hadis yang tidak terdapat syarat-syarat
hadis shahih dan hadis hasan. Serta klasifikasinya.
3.2 Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
(https://www.academia.edu/11362711/MAKALAH_STUDI_HADIST_PE
MBAGIAN_HADIST_MENURUT_KUALITASNYA_) diakses pada
01/06/2017 15:08 WIB.
22