Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

KLASIFIKASI HADIST BERDASARKAN KUALITASNYA

Di Susun oleh :
Nama: Muhammad Ali Mustofa
Prodi : PAI
Kelas : A1
MATKUL : Hadist
UNIVERSITAS ISLAM JEMBER 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Alloh SWT atas limpahan rahmat dan hidayah nya,
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “KLASIFIKASI HADIST
BERDASARKAN KUALITASNYA” yang menjadi salah satu tugas dari mata kuliah HADIST
ini dengan baik dan lancer.

Makalah ini merupakan suatu tambahan pengetahuan dan wawasan bagi kami para penyusun
makalah ini terutama materi-materi baru yang dapat memberikan pemahaman-pemahaman yang
lebih bervariatif.

Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh
karena itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati saya ingin mengucapkan terima kasih
kepada:

1 Rekan-rekan mahasiswa-mahasiswi Universitas Islam Jember

2 Semua pihak yang tidak kami sebutkan satu persatu.

Kami sebagai penyusun makalah ini menyadari sepenuh nya bahwa dalam penulisan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan di masa yang akan dating. Akhir kata, semoga
makalah ini bermanfaat bagi kami selaku penyusun dan penulis makalah ini pada khususnya dan
pembaca pada umumnya sebagai refrensi tambahan di bidang ilmu Pengantar Studi Islam

Jember, 14 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Depan.......................................................................................i
Kata Pengantar........................................................................................ii
Daftar Isi.................................................................................................iii
Bab 1 Pendahuluan.................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................1
B. Rumusan Masalah .............................................................................1
C. Tujuan Penulisan ...............................................................................1
Bab 2 Pembahasan..................................................................................2
A. Pengertian studi islam .......................................................................3
B. Tujuan studi islam..............................................................................4
C. Aspek-Aspek Sasaran Studi Islam......................................................5
Bab 3 Penutup ........................................................................................6
A. Kesimpulan........................................................................................7
B. Daftar Pusaka ....................................................................................8

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Hadist merupakan sumber ajaran agama islam, disamping Al-qur’an. Bila dilihat dari segi
periwatannya jelas berbeda antara Al-qur’an dengan hadist. Untuk Al-qur’an semua periwayatan
berlangsung secara mutawatir, sedangkan periwayatan hadist sebagian berlangsung secara
mutawatir dan sebagian lagi berlangsung secara ahead. Berawal dari hal tersebut sehingga timbul
berbagai pendapat dalam menilai kualitas sebuah hadist sekaligus sebagai sumber perdebatan,
yang akibatnya bukan kesepakatanyang didapatkan tetapi sebaliknya justru perpecahan.

Kemudian berawal dari sebuah pertanyaan, “apakah hadis ini atau hadist itu dapat
dijadikan hujjah atau tidak?” salah satu kelompok dengan kuat mempertahankan pendapatnya
sementara kelompok lain dengan gigih bersikap serupa.

Mayoritas ulama’ berbeda pendapat dalam pengkajian hadist. Hadist yang sering dijumpai
tidak serta merta dapat diterima secara langsung, hadist yang didapati perlu adanya pencarian jati
diri hadist tersebut untuk dijadikan landasan hidup.

Bertitik tolak dari hal tersebut maka penulis tertarik untuk memuat pembagian hadist yang
selama ini beredar terutama hadist dari segi kuantitas dan kualitas sanadnya, mudah-mudahan
dapat mengurangi tingkat kekeliruan dalam memahami hadist, baik dari segi kuantitas dan
kualitas sanadnya. Penulis menyadari didalam makalah sangat jauh dari kesempurnaan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca sekalian sangat diharapkan sebagai kontribusi merevisi
makalah ini.

B.     Rumusan Masalah

Adapun pokok pembahasan dalam makalah ini dirumuskan masalah berikut ini:

1. Bagaimana pembagain hadits dari segi kualitasnya?


2. Apa yang dimaksud dengan hadits Shahih?
3. Apa yang dimaksud dengan hadits Hasan?
4. Apa yang dimaksud dengan hadits Dha’if?

C.     Tujuan Makalah

Tujuan penulisan makalah ini adalah;

iv
1. Memberikan wawasan baru terhadap penulis khususnya dan pembaca mengenai Hadits
ditinjau dari segi kualitasnya.
2. Makalah ini ditulis guna memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadits.

v
BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pembagian Hadits Ditinjau Dari Segi Kualitasnya

Ditinjau dari segi kualitas sanad dan matan-nya, atau berdasarkan kepada kuat dan


lemahnya, Hadits terbagi menjadi 2 golongan, yaitu: Hadits Maqbul & Hadits Mardud.

Yang dimaksud dengan Hadits Maqbul adalah hadits yang memenuhi syarat untuk


diterima sebagai dalil dalam perumusan hukum  atau untuk beramal dengannya. Hadits
Maqbul ini terdiri dari Hadits Shahih dan Hadits Hasan. Sedangkan yang dimaksud dengan
Hadits Mardud adalah Hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat qabul, dan Hadits Mardud
dinamai juga dengan Hadits Dha’if.

B.     Hadits Shahih

1. Pengertian Hadits Shahih


Kata “Shahih” menurut bahasa berarti: sehat, selamat, sah dan sempurna. Ulama biasa
menyebut kata shahih sebagai lawan dari kata “saqim” yang bermakna sakit. Makna hadits
shahih secara bahasa adalah hadis yang sehat, selamat, benar, sah, sempurna dan yang tidak
sakit. Sedangkan menurut istilah yaitu “ Hadis yang dinukilkan (diriwayatkan) oleh rawi yang
adil, sempurna ingatannya, bersambung sanadnya, tidak ber’illat (cacat),  dan tidak syadz
(janggal).” Demikian pengertian hadis shahih menurut pendapat muhadditsin.

2.      Syarat-syarat Hadis Shahih


Dari pengertian di atas bahwa suatu hadis dapat dikatakan shahih apabila memenuhi
lima syarat, yaitu:
a. Bersambung sanadnya, maksudnya tiap-tiap rawi dapat saling bertemu dan menerima
langsung dari guru yang memberinya dan tidak terdapat rawi yang gugur.
b.  Perawinya adil, terdapat beberapa kriteria yaitu beragama Islam, dewasa, sehat jasmanai
dan rohani, mukallaf, memelihara muru’ahnya, dan tidak mengikuti salah satu pendapat
mazhab yang bertentangan dengan dasar syara’.
c. Perawinya dhabith, maksudnya kuatnya daya ingat perawi hadis terhadap hadis yang
didengar  maupun menyampaikannya sebagaimana mestinya, kapan saja ketika
diperlukan. Para muhadditsin membaginya menjadi dua bagian, yaitu:

vi
Ø  Dhabith shadr atau dhabith fu’ad yaitu terpeliharanya semua hadis dalam hafalan,
mulai dari ia menerima sampai meriwayatkannya kepada orang lain dan ingatannya
itu sanggup dikeluarkan kapan saja, dimana saja ia kehendaki.

Ø  Dhabith kitab yaitu terpeliharanya ingatan itu melalui tulisan-tulisan atau catatan-


catatan yang dimilikinya. Ia ingat betul hadis-hadis yang telah ditulis sejak ia
mendengarnya, meriwayatkannya kepada orang lain yang benar. Jika ditemukan
adanya kesalahan tulisan dalam kitab, ia mengetahui kesalahannya.

d. Tanpa syadz (janggal) yaitu hadis yang sanad dan matannya tidak bertentangan dengan
hadis lain yang lebih tsiqqah.
e. Tanpa ‘illat (cacat) maksudnya hadis yang secara lahiriyyah tidak cacat, tetapi apabila
diteliti cacat itu ada sehingga keberadaannya dapat mencacatkan keshahihannya.

3.      Macam-macam Hadis Shahih

Para ulama hadis membagi hadis shahih menjadi dua macam, yaitu:

a.  Hadis Shahih Li Dzatihi


      Hadis shahih li dzatihi adalah  hadis yang didalamnya telah terpenuhi syarat-syarat
hadis maqbul atau yang memenuhi syarat-syarat diatas secara sempurna. Akan tetapi jika
kualitas daya ingat perawi kurang sempurna, maka hadis shahih li dzatihi akan turun
menjadi hadis hasan lidzatihi, akan tetapi jika kekurangan tersebut dapat ditutupi dengan
adanya hadis lain yang kualitas daya ingatnya lebih kuat maka naiklah hadis hasan li
dzatihi menjadi hadis shahih lighairihi.

b. Hadis Shahih Li Ghairihi


 Hadis shahih li ghairihi adalah hadis yang keshahihannya dibantu oleh adanya
hadis lain. Pada mulanya hadis ini memiliki kelemahan berupa periwayatan yang kurang
dhabith, sehingga dinilai tidak memenuhi syarat untuk dikategorikan sebagai hadis shahih.
Tetapi setelah diketahiu ada hadis lain dengan kandungan matan yang sama dengan
kualitas shahih maka hadis tersebut naik menjadi hadis shahih, kata lain hadis shahih li
ghairihi pada asalnya adalah hadis hasan yang karena hadis ada hadis shahih dengan matan
yang sama maka hadis hasan tersebut naik menjadi hadis shahih. Contoh hadis hasan
menjadi shahih li ghirihi:

ِ ‫ق َعلَى ُأ َّمتِي اَل َ َمرْ تُهَ ْم بِالس َِّوا‬


َ ‫ك ِع ْن َد ُك ِّل‬
()‫ ( رواه الترمذي‬.‫صاَل ٍة‬ َّ ‫لَوْ اَل َأ ْن َأ ُش‬

Kalau tidak memberatkan ummatku, sungguh aku akan menyuruh mereka siwak
(sikat gigi) setiap hendak shalat. (HR TIRMIDZI)

vii
Dalam redaksi yang sama persis, hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Tirmizi juga
Imam Bukhari. Hadis yang melalui jalur Imam Tirmidzi melalui rawi Muhammad bin Amir
yang terkenal sebagai orang yang jujur namun dinilai kurang dhabit, maka hadis tersebut
adalah hasan li dzatihi. Akan tetapi ada hadis lain dengan redaksi dan makna yang
sama melalui jalur Bukhari yang shahih, maka hadis yang melalui jalur Tirmidzi naik menjadi
hadis Shahih li ghairihi.

4.      Kehujjahan Hadis Shahih

Dalam menanggapi masalah apakah hadis shahih itu dapat dijadikan sebagai hujjah
dalam menetapkan hokum secara umum maka dalam hal ini para muhaddisin, sebagian ahli
ushul dan ahli fiqh bersepakat untuk menyatakan bahwa hadis shahih dapat dijadikan hujjah
dan wajib diamalkan.

Sekalipun demikian, kesepakatan tersebut hanya terbatas pada masalah-masalah yang


berkaitan dengan penetapan status halal dan haram, bukan yang berhubungan dengan
keyakinan atau aqidah, sebab masalh keyakinan atau aqidah harus ditetapkan dengan dasar
Al-Qur’an dan hadis mutawwatir bukan dengan hadis ahadi, sedangkan hadis shahih termasuk
kedalam salah satu macam hadis ahadi jika dilihat dari sisi kualitasnya.

Dari faktor itulah, maka stratifikasi hadis shahih tergantung pada sejauh mana
kedhabitan dan keadilan para perawinya, semakin dhabit dan adil maka semakin tinggi pula
strata kualitas hadis yang diriwayatkan.

Hadits Hasan

1.      Pengertian Hadis Hasan

Secara bahasa Hasan artinya sesuatu yang disenangi dan dicondongi oleh nafsu. Sedangkan
secara istilah menurut Ibnu Hajar al-Asqalani adalah:

“Hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, kurang kuat hafalannya, bersambung
sanadnya, tidak mengandung ‘illat (cacat), dan tidak mengandung kejanggalan (syadz)”.

Para ulama sepakat bahwa istilah hadis hasan diperkenalkan pertama kali oleh Tirmidzi,
karena sebelum beliau pembagian hadis hanya ada shahih dan saqim atau maqbul dan mardud.

2.      Macam-macam Hadis Hasan

Sebagaimana hadis shahih, demikian pula hadis hasan juga dibagi menjadi 2, yaitu:

1
a.       Hadis hasan li dzatihi
Hadis yang memenuhi lima unsur persyaratan hadis shahih, tetapi salah satu rawi ditengarai
kurang kuat hafalannya.

Menurut al-Hafidz Ibnu Hajar, hadis hasan li dzatihi ialah hadis yang bersambung sanadnya
dengan penukilan perawi yang ‘adil dan ringan kedhabitannya dan yang semisalnya atau dari
perawi yang lebih tinggi darinya sampai akhirnya berhentinya sanad dan bukan hadis yang
syadz, juga bukan mu’allal (yang bercacat).

b.      Hadis hasan li ghairihz


Yaitu hadis dha’if yang karena didukung oleh hadis lain yang shahih dengan matan yang
sama, sehingga naik menjadi hadis hasan li ghairihi. Hadis yang naik peringkatnya menjadi hadis
hasan hanyalah hadis dha’if yang tidak terlalu dha’if. Adapun hadis yang sangat lemah tidak
dapan menjadi hadis hasan meskipun terdapat hadis hadis dengan matan yang sama berkualitas
shahih.

Contoh hadis dha’if yang menjadi hadis hasan li ghairihi:

‫ْت فِى ْال َجنَّ ِة‬


ُ ‫ اطَلَع‬: ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَ ِم قَا َل‬ َ ‫َح َّدثَنَا ع ُْث َمان ْب ِن الهَ ْيت َِم َح ّدثَنَا َعوفُ ع َْن َأبِي َر َجا ٍء ع َْن ِع ْم َرا ٍن ب ِْن حُ َسي ٍْن َع ِن النَّبِى‬
)‫ ( رواه البخارى‬.‫ْت َأ ْكثَ َر أ ْهلِهَا النِّ َسا ُء‬ ُ ‫ار فَ َرَأي‬ ُ ‫فَ َرَأيْتَ َأ ْكثَ َر َأ ْهلِهَا ْالفُقَ َرا ُء َواطَلَع‬
ِ َّ‫ْت فِي الن‬

Aku pergi ke surga dan aku dapati kebanyakan penghuninya adalah orang faqir dan aku
pergi ke neraka kudapati sebagian besar penghuninya adalah wanita. (HR BUKHARI)

Hadis yang diriwayatkan melalui jalur Bukhari menjadi dha’if karena adanya Usman bin
Haitam yang dinilai lemah, namun menjadi hasan li ghairihi karena adanya jalur lain melalui
Tirmizi yang bernilai hasan.

3. Kehujjahan Hadits Hasan


Adapun kehujjahan hadits hasan, para ulama’ bersepakat untuk mengatakan bahwa
hadits hasan sama dengan hadits shahih sekalipun tingkatannya tidak sama, bahkan ada
sebagian ulama yang memasukkan hadits hasan kedalam kelompok hadits shahih baik hasan
li dzatihi maupun hasan li ghairihi.

2
Maka dari itu, para ahli hukum banyak beramal menggunakan dasar dari hadits
hasan, sekalipun mereka tetap berpegang pada persyaratan keafsahan hasan li ghairihi
sebagai hujjah, yaitu:

a.         Meminimalisir kekurangan-kekurangan yang ada.

b.         Hadits tersebut tertutup oleh banyaknya periwayatan hadits lain, baik redaksinya sama
atau hamper sama.

Hadis Dha’if

1.      Pengertian  Hadis Dha’if

Kata dha’if menurut bahasa berarti lemah, kebalikannya adalah  (‫ )ﻗﻮﻯ‬yang berarti kuat.
Maka sebutan hadis dha’if secara bahasa berarti hadis yang lemah, sakit, tidak kuat. Sedangkan
pengertian hadis dha’if secara therminologi menurut an-Nawawi dan al-Qasimi adalah:

        ‫الص َّح ِة َواَل ُشرُوْ طُ ْال َح َس ِن‬


ِ ُ‫َما لَ ْم يُوْ َج ْد فِ ْي ِه ُشرُوْ ط‬

Hadis dha’if adlah hadis yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadis shahih dan
syarat-syarat hadis hasan. Dari definisi tersebut dapat difahami bahwa jika dalam satu hadis telah
hilang satu syarat saja dari sekian syara-syarat hadis hasan, maka hadis tersebut dinyatakan
sebagai hadis dha’if. Apalagi yang hilang itu sambai dua atau tiga syarat maka inilah yang
dikatakan sebagai hadis dha’if dan status semua hadis dha’if adalah mardud (tertolak) dan tidak
bias dijadikan hujjah.

2.      Klasifikasi Hadis Dha’if

Hadis dhaif berdasarkan tingkat kedha’ifannya dibagi menjadi dua, yaitu:

a.       Dhaif muhtamal, yaitu yang bias ditahan (diterima) atau ringan, bukan dha’if yang berat.
Hal ini ketika ada hadis semisal yang membantu tertutupnya kedha’ifan hadis tersebut dan
terangkat menjadi hadis hasan li ghairihi.

b.      Dha’if syadid, yaitu dha’if yang sangat berat. Hal ini ketika ada hadis yang semisalnya
tertapi tetap tidak tertutup kedha’ifan hadis tersebut dan tidak terangkat derajatnya.

3
BAB III
PENUTUP

1 . Kesimpulan
Dalam menanggapi masalah apakah hadis shahih itu dapat dijadikan sebagai hujjah
dalam menetapkan hokum secara umum maka dalam hal ini para muhaddisin, sebagian
ahli ushul dan ahli fiqh bersepakat untuk menyatakan bahwa hadis shahih dapat
dijadikan hujjah dan wajib diamalkan.

Adapun kehujjahan hadits hasan, para ulama’ bersepakat untuk mengatakan bahwa
hadits hasan sama dengan hadits shahih sekalipun tingkatannya tidak sama, bahkan ada
sebagian ulama yang memasukkan hadits hasan kedalam kelompok hadits shahih baik
hasan li dzatihi maupun hasan li ghairihi.

Jika dalam satu hadis telah hilang satu syarat saja dari sekian syara-syarat hadis
hasan, maka hadis tersebut dinyatakan sebagai hadis dha’if. Apalagi yang hilang itu
sambai dua atau tiga syarat maka inilah yang dikatakan sebagai hadis dha’if dan status
semua hadis dha’if adalah mardud (tertolak) dan tidak bias dijadikan hujjah.

2 . Saran

Dalam penyusunan makalah ini maupun dalam penyajiannya kami selaku manusia
biasa menyadari adanya beberapa kesalahan oleh karena itu kami mnegharapkan kritik
maupun saran khususnya dari Dosen Pembimbing Bapak Mukhsan S.Pd.I yang bersifat
membantu dan membangun agar kami tidak melakukan kesalahan yang sama dalam
penyusunan makalah yang akan datang.

4
DAFTAR PUSTAKA

Zein, Muhammad Ma’shum.2007.Ulumul Hadits & Musthalah Hadits.Jakarta:Darul


Hikmah.

Yuslem, Nawir.2001.Ulumul Hadis.Jakarta:PT. Mutiara Sumber Widya.

TIM MGMP PROVINSI YOGYAKARTA.2011.Ilmu


Hadits.Yogyakarta:Kementrian  Agama Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai