Anda di halaman 1dari 14

Accelerat ing t he world's research.

HADIS SHAHIH
Risky Millenia
Risky Millenia

Cite this paper Downloaded from Academia.edu 

Get the citation in MLA, APA, or Chicago styles

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Henrda hadis aku


Hendra Ut ama Zein

SYARAT-SYARAT HADIS SAHIH


Zeni mahdalena Silaen

SYARAT-SYARAT HADIS SAHIH PEMBAHASAN


Eka Indah
HADIS SHAHIH

Mata Kuliah: Pengantar Studi Hadis

Dosen Pengampu: Abdul Hamid, Lc., Ma.

Di susun Oleh:

Risky Millenia
(1520190007)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING
UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah mengenai hadis. Saya juga mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Abdul Hamid, Lc., Ma. selaku dosen
pengampu mata kuliah Pengantar Studi Hadis yang sudah memberikan kepercayaan kepada
saya untuk menyelesaikan makalah ini.

Saya pun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya mengharapkan adanya kritik dan
saran demi perbaikan makalah yang akan saya buat di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan dipahami oleh semua orang khususnya bagi para pembaca. Mohon maaf yang
sebesar-besarnya jika terdapat kata-kata yang kurang berkenan dalam penulisan makalah ini.
Akhir kata saya berharap semoga makalah tentang hadis ini dapat memberikan manfaat
terhadap pembaca.

Jakarta, 27 Juni 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI............................................................................................................................................... 3
BAB I ........................................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang............................................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................................................... 4
BAB II ....................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 5
A. Pengertian Hadis Shahih ............................................................................................................. 5
B. Syarat-Syarat Hadis Shahih ......................................................................................................... 6
C. Kitab-Kitab Hadis Shahih ........................................................................................................... 10
BAB III .................................................................................................................................................... 12
PENUTUP ............................................................................................................................................... 12
Kesimpulan........................................................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 13

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hadis atau yang lebih dikenal dengan sunnah adalah segala sesuatu yang bersumber
atau disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan. Dan peran
hadis sebagai salah satu sumber ajaran Islam yang diakui oleh masyarakat mahdzab tidak dapat
dipungkiri. Hadis merupakan salah satu sumber ajaran Islam yang utama, tetapi tidak sedikit
umat Islam yang belum memahami apa itu hadis. Sehingga dikhawatirkan suatu saat nanti akan
terjadi kerancuan dalam hadis, karena tidak mengertinya dan mungkin karena kepentingan
sebagian kelompok untuk membenarkan pendapat kelompok tersebut.

Hadis adalah sumber hukum kedua setelah al-Qur’an sehingga umat Islam dalam
menentukan hukum taklifi musti berdalil dan berargumentasi dengan menggunakan al-Qur’an
dan jika tidak ada keterangan yang jelas di dalam al-Qur’an biasanya dapat mengambil dari
hadis. Dalam mengambil dalil dari hadis ada klasifikasi hadis yang bermacam-macam, salah
satunya pembagian hadis berdasarkan tingkat shahih untuk menentukan masalah aqidah atau
keimanan dan menentukan yang halal atau haram dan ada juga yang bisa dijadikan dalil untuk
anjuran meninggalkan hal-hal yang makhruh. Oleh karena itu, dalam penulisan makalah ini
penulis mencoba menjelaskan mengenai hadis shahih.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian hadis shahih?


2. Apa saja syarat-syarat hadis shahih?
3. Apa saja kitab-kitab hadis shahih?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui dan memahami pengertian hadis shahih.


2. Mengetahui dan memahami syarat-syarat hadis shahih.
3. Mengetahui dan memahami kitab-kitab hadis shahih.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadis Shahih

Kata ”shahih” berasal dari Bahasa Arab yaitu “as-shahih”, bentuk plural nya “ashihha”
dan berasal pada kata “shahha”. Dari segi bahasa, kata ini memiliki beberapa arti diantaranya:
(1) Selamat dari penyakit, (2) Bebas dari aib/cacat. Sedangkan pengertian hadis adalah khabar
(berita).

Secara literal, sahih berarti sehat, selamat, benar, sah dan sempurna. Antonim dari kata ini
adalah saqim (sakit). Dengan demikian, hadis sahih berarti hadis yang selamat, sehat, sah, atau
sempurna. Menurut terminologi, hadis sahih adalah hadis yang memiliki sanad bersambung
kepada Nabi Muhammad Saw, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit, hingga akhir
sanad nya dan tidak ada kejanggalan illat nya.

Definisi diatas menjelaskan bahwa hadis sahih adalah hadis yang memenuhi kaidah-
kaidah keshohihan hadis, yaitu :

1. Sanad hadis tersebut mesti bersambung mulai dari mukharrij sampai kepada nabi SAW.
2. Seluruh periwayat dalam hadis tersebut harus memiliki sifat adil dan dhabit.
3. Sanad dan matannya harus terhindar dari kejanggalan dan cacat.Jika terperinci maka
syarat tersebut bisa menjadi 5 (lima) syarat yaitu:
a) Antara satu sanad dan sanad lainnya mesti bersambung.
b) Diriwayatkan oleh para periwayat yang adil.
c) Memiliki hafalan yang sempurna.
d) Tidak mengandung cacat (‘illat) baik pada sanad maupun pada matan.
e) Tidak janggal (syaz), baik ada sanad maupun matan

Dalam arti lain, hadis shahih adalah:

“Hadis yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi-rawi yang adil, sempurna ingatannya, sanadnya
bersambung-sambung, tidak ber-illat, dan tidak janggal.”

5
B. Syarat-Syarat Hadis Shahih

1) Sanad Bersambung

Sanad bersambung adalah setiap riwayat hadist dalam sanad hadist menerima riwayat
hadist dari periwayat yang terdekat sebelumnya, keadaan semacam itu terus berlangsung
sampai akhir sanad. Artinya, sanad tersambung mulai dari mukharrij hadist sampai pada
periwayat pertama (kalangan sahabat) yang memang langsung bersangkutan dengan Nabi.
Dalam istilah lain, sanad bersambung sejak sanad pertama hingga sanad yang terakhir atau
kalangan sahabat hingga Nabi, atau dibalik, sanad pertama dari Nabi sebagai periwayat
pertama hingga berakhir pada periwayat terakhir (mukharrij hadist). Namun atas
bersambungnya sanad masih belum bisa serta merta dikatakan hadist shahih. Sebab ada yang
mengistilahkan hadist yang tersambung sanad nya tersebut dengan istilah hadist musnad.

Menurut Ibnu ‘Abd al-Barr hadist musnad adalah hadis yang didasarkan pada hadist
Nabi (sebagai hadist marfuq). Adapula yang mengistilahkan dengan sebutan hadist muttashil
atau mawsaul. Ibnu al-Saleh dan al-Nawawi memberikan pengertian bahwa hadist muttasil atau
mawsaul adalah hadits yang bersambung sanadnya, baik bersambung sampai kepada nabi
(marfuq) maupun hanya mentok pada sahabat nabi (mawquf) saja. Tetapi ada juga yang
maqthu’ (disandarkan pada Tabiin) dengan demikian hadist ini tidak bisa dijadikan patokan
untuk menentukan kesohihan hadist beda dengan hadist musnad. Dari keputusan tersebut
dikhawatirkan adanya keterputusan informasi dari Nabi.

Jadi, suatu sanad hadits dapat dinyatakan bersambung, apabila seluruh rawi dalam sanad itu
benar-benar tsiqat (adil dan dhabit). Antara masing-masinng rawi dengan rawi yang lain
terdekat sebelumnya dalam sanad itu benar-benar telah terjadi hubungan periwayatan hadits
secara sah menurut ketentuan tahamul wa adaal-hadits.

2) Rawi ‘adil

Tentang perawi yang bersifat adil ini ada banyak pandangan dikalangan para ulama
hadist. Dan banyak pandangan ini sudah biasa dalam menentukan suatu ketentuan. Diantara
beda pandangan itu ialah pendapat dari al-Hakim, ia menyatakan bahwa seorang bisa dikatakan
adil ketika ia beragama islam, tidak berbuat bid’ah, dan tidak berbuat maksiat. Beda dengan
al-Irsyad yang memiliki pendapat bahwa yang dimaksud adil ialah yang berpegangteguh
terhadap pedoman adab-adab syara, beda pula yang keluar dari kepala seorang ar-Raji, ‘adil

6
baginya adalah tenang jiwa yang mendorong untuk selalu bertakwa menjauhi dosa-dosa besar,
menjauhi kebiasaan-kebiasaan dalam melakukan dosa-dosa kecil, dan meninggalkan
perbuatan-perbuatan mubah yang menodai muru’ah, seperti makan sambil berdiri di jalan,
buang air kecil yang bukan disediakan untuknya, dan bergurau berlebih-lebihan.

Adapula yang mengatakan bahwa adil itu, adalah orang yang konsisten (istiqamah)
dalam beragama baik akhlaknya, tidak fasik dan tidak melakukan cacat murah. Dari sekian
pandangan tersebut M. Syuhudi Ismail dalam buku yang diramu oleh kasman yang berjudul
hadist dalam pandangan Muhammadiyah meringkas semuanya menjadi 4 (empat) kriteria
perawih yang adil diantaranya adalah:

a. Beragama Islam
b. Muallaf
c. Melakukan ketentuan agama
d. Melakukan muru’ah

Para ulama menetapkan untuk menentukan kualits keadilan perawih didasarkan pada:

a. Popularitas keutamaan periwayat tersebut dikalangan ulama hadist tersebut.


b. Penilaian dari para kritikus periwayat hadist, penilaian ini mencakup kelebihan atau
kekurangan yang terdapat pada periwayat hadist tersebut.
c. Penerapan ilmu al-jarh wa-al-ta”dil dipakai apabila dari kalangan kritik hadist tidak
menemukan ksepakatan tentang kualitas pribadi periwayat tertentu.

Penelitian terhadap keadilan para perawih ini dilakukan pada setiap thabaqoh dengan
cermat dan teliti, sehingga tidak ada seorang rawih pun yang tertinggal, namun dikecualikan.
Dalam hal ini sahabat-sahabat Nabi Muhammad Saw, mayoritas ulama sependapat bahwa
terhadap sahabat Nabi Muhammad Saw tidak perlu dilakukan penelitian. Sebab seluruh sahabat
Nabi adalah adil, mereka mendukukung pendapatnya dengan ayat Al-Qur’an seperti surah al-
Baqarah ayat 143, al-Imran ayat 110, dan al-Fath ayat 18,19 dan 29. Demikian juga dengan
hadis Nabi Muhammad Saw dan kesepakatan mayoritas ulama yang kesemuanya menunjukkan
betapa tingginya kedudukan sahabat Nabi Muhammad Saw.

7
Diantara ulama, ada yang tidak setuju dengan keadilan kolektif dan universal sahabat
Nabi Muhammad Saw. Mereka berpendapat bahwa para sahabat juga tidak luput dari penilaian
dan penelitian terhadap keadilan. Pendapat lainnya memandang bahwa sahabat yang sudah
dikenal dekat dengan Nabi tidak perlu diteliti keadilannya, namun sahabat lainnya mesti
dilakukan penilaian. Ada juga pendapat bahwa sahabat yang terlibat pembunuhan Ali
semuanya tidak adil, sehingga periwayatannya di tolak. Dalam pada itu, adapula yang
mengatakan bahwa sahabat-sahabat yang berperang dengan sesama muslim tidak adil.
Berdasarkan pendapat as-Suyuthi pendapat yang bersebrangan dengan jumhur tersebut tidak
dapat diterima, sebab tidak didukung dengan alasan yang kuat. Selain pendapat diatas masih
ditemukan juga pendapat yang mengatakan bahwa semua sahabat dipandang adil, kecuali
sahabat yang secara jelas telah melakukan perbuatan salah.

3) Rawi dhabit.

Rawinya bersifat dhabit, secara leksikal dhabit berati kukuh, kuat, cermat, terpelihara,
dan hafal dengan sempurna. Dengan demikian periwayat yang dhabit adalah periwayat yang
kukuh, cermat, dan kuat hafalannya. Secara terminologis, Ibnu Hajar Asqalani menjelaskan
bahwa dhabit adalah orang yang kuat hafalannya terhadap sesuatu yang pernah didengarnya,
kemudian mampu menyampaikan hafalan tersebut manakala diperlukan. Dengan demikian,
orang yang disebut dhabit adalah orang yang harus mendengar secara utuh apa yang diterima
nya, memahami isinya, kemudian mampu menyampaikannya dan meriwayatkannya kepada
orang lain.

Dhabit adalah bahwa rawi hadits yang bersangkutan dapat menguasai hadits
yangditerimanya dengan baik, baik dengan hapalannya yang kuat ataupun dengan
kitabnya,kemudian ia mampu mengungkapkannya kembali ketika meriwayatkannya
kembali.Persyaratan ini menghendaki agar seorang perawi tidak melalaikan dan tidak
semaunyaketika menerima dan menyampaikannya.Kalau seseorang mempunyai ingatan yang
kuat, sejak menerima hingga menyampaikankepada orang lain dan ingatannya itu sanggup
dikeluarkan kapan saja dan dimana sajadikehendakinya, maka orang itu disebut dhabtu shabri.
Sedangkan, kalau apa yang disampaikan itu berdasarkan pada buku catatannya, maka ia disebut
dhabtu kitab, dan rawi yangadil sekaligus dhabit, maka ia disebut tsiqat.

8
4) Tidak janggal (syadz)

Secara bahasa syadz merupakan bentuk isim fa’il dari syadz yang maknanya adalah
sendiri dan kata syadz (fa’il) maknanya adalah yang menyendiri dari kebanyakan. Secara istilah
pengertian syadz menurut Ibnu Hajar adalah: “Hadits yang diriwayatkan oleh perawi
terpercaya yang bertentangan dengan perawi yang lebih terpercaya, bisa karena lebih kuat
hafalannya, lebih banyak jumlahnya atau karena sebab- sebab lain,”

Kejanggalan hadis terletak pada adanya perlawanan antara suatu hadis yang
diriwayatkan oleh rawi yang maqbul (dapat diterima periwayatannya) dengan hadis yang
diriwayatkan oleh rawi yang lebih kuat daripadanya, disebabkan kelebihan jumlah sanad dalam
ke-dhabit-an atau adanya segi-segi tarjih yang lain.

5) Tidak ada illat

Maksudnya ialah bahwa hadits yang bersangkutan terbebas dari cacat haditsnya. Yakni
hadits itu terbebas dari sifat-sifat samar yang membuatnya, meskipun tampak bahwa hadits itu
tidak menunjukan adanya cacat-cacat tersebut. Jadi hadits yangmengandung cacat itu bukan
hadits yang shahih. Kata ‘illat secara lughawi berarti sakit. Adapula yang mengartikan sebab
dan kesibukan. Adapun dalam terminology ilmu hadist, ‘illat didefinisikan sebagai sebuah
hadist yang didalamnya terdapat sebab-sebab tersembunyi, yang dapat merusak keshahihan
hadistyang secara lahir tampak shahih. ‘Illat disini adalah cacat yang menyelinap pada sanad
hadist, sehingga kecacatan tersebut pada umumnya berbentuk:

a. Pertama, sanad yang tampak bersambung dan sampai kepada Nabi ternyata muttashil
tetapi hanya sampai kepada sahabat (mawquf).
b. Kedua, sanad yang tampak muttashil dan marfu’ ternyata muttashil tetapi hanya riwayat
sahabat dari sahabat lain (mursal).
c. Ketiga, terjadi percampuran dengan hadist lain.
d. Keempat, kemungkinan terjadi kesalahan penyebutan perawi yang memiliki
kesamaannama, padahal kualitas pribadi dan kapasitas intelektualnya tidak sama.
Maksudnya bahwa hadis yang bersangkutan bebas dari cacat kesahihannya, yakni hadis
itu terbebas dari sifat-sifat samar yang membuatnya cacat.

9
C. Kitab-Kitab Hadis Shahih

Kitab-kitab sahih ialah kitab-kitab yang memuat hadis-hadis yang sahih saja. Di antara
kitab-kitab hadis yang oleh para ulama hadis diakui dan dinilai sebagai paling sahih adalah:

1. Kitab sahih al-Bukhairi yang aslinya berjudul al- Jami’ as-Shahih al-Musnad min
Hadits Rasulillahi Shallallah ‘alaihi wa sallama wa Sunanihi wa Ayyamih karya Imam
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhairi. (256H/870M).
2. Shahih al-Mujarrad al-Musnad ila Rashulillah yang lebih popular dengan nama al-
Jami’ as -Shahih Muslim karya Imam Abu al-Husain Muslim bin Hajjal al-Qusyairi an-
Naisaburi. (261h/875M).
3. Disamping Shahih al-Bukhairi dan shahih Muslim, masih ada sejumlah kitab yang
disebut shahih seperti as-Shahih karya Ibnu Khizaimah (313H), at-Taqsim aq al-
Anwa’ karya Ibnu Hibban (304 H).

1) Kitab Shahih al-Bukhari

Kitab ini merupakan kitab hadis pertama yang menghimpun hadis-hadis shahih kitab
yang diselesaikan selama 16 tahun yang berisi hadis-hadis tentang masail fiqhiyah, al- fadhail,
berita-berita masa lampau dan masa datang, adab atau etika, dan lain-lain karena mencakup
berbagai persoalan maka dinamakan al-Jami’. Semua hadis yang terangkum didalam al- Jami’
ini secara umum berkualitas shahih, dan tidak ada yang dha’if. Sebagaimana dinyatakan sendiri
oleh al-Bukhari: “Saya tidak memasukan dalam kitab saya ini selain hadis yang shahih. Shahih
al-Bukhari juga bersifat mukhtadsar, yakni bahwa tidak semua hadis sahih yang diriwayatkan
di himpun dalam kitab tersebut. Sebagaimana di nyatakan sendiri oleh beliau.

“Saya telah menghafal 100.000 hadis sahih dan 200.000 hadis yang tidak sahih. Namun, saya
tidak memasukkan dalam kitab ini kecuali yang shahih saja, dan sesungguhnya masih banyak
hadis sahih lain nya yang tidak saya masukkan dalam kitab ini.”

10
2) Kitab Shahih Muslim

Judul asli kitab sahih muslim adalah as-Shahih al-Mujarrad al-Musnad Illa Sholallohu
‘alaihi Wa Sallama yang lebih popular dengan nama al-Jami’ as-Shahih Muslim. Meskipun
muslim tidak menyatakan secara eksplisit mengenai syarat kriteria hadis sahih. Namun, melalui
kajian secara intens terhadap kitab dan syarat-syaratnya, para ulama hadis memyimpulkan
beberapa syarat yang di pegang oleh Imam Muslim dalam menerima sebuah hadis dari perawi,
antara lain para perawi hadis harus adil, kuat hafalnya, dan dapat dipertanggungjawabkan
kejujurannya, amanah dan daya ingatnya. Sanadnya harus lengkap, terbatas dari syadz dan ‘illat
serta marfu.

Namun demikian, beliau juga menerima periwatan dari perawi yang memiliki sifat-sifat
lebih rendah pada sifat-sifat tersebut. Karenanya ia tetap menerima beberapa hadis (misalnya
dari perawi tingkat ketiga) yang oleh al-Bukhari tidak di cantumkan dalam sahihnya. Ini berarti
bahwa Muslim tidak selamanya berpegang pada ketentuan yang dipakai oleh al-Bukhari yang
menerima hadis dari murid-muridnya.

11
BAB III

PENUTUP
Kesimpulan

Hadis shahih merupakan hadis yang selamat, sehat, sah atau sempurna. Ada lima syarat
hadist shohih, yaitu: (a) Sanadnya bersambung, (b) rawinya bersifat Adil, (c) rawinya bersifat
dhabith, (d) tidak ber-illat, dan (e) tidak syadz (janggal).

Maka apabila syarat-syarat diatas sudah terpenuhi, tidak dapat di ragukan lagi, hadist
tersebut dapat dikategorikan sebagai hadist shohih yang benar-benar berasal dari Nabi
Muhammad Saw. Sedangkan kitab-kitab hadis shahih ada 2 (dua) yakni kitab shahih al-Bukhari
dan kitab shahih muslim.

12
DAFTAR PUSTAKA

Hamid, A. (2016). Pengantar Studi Al-Qur’an.

https://www.academia.edu/29529795/MAKALAH_HADIST_SHAHIH_doc diakses pada


tanggal 27 Juni 2021.

Hamid, A. (2017). Globalisasi dan Tantangan Dakwah. Kordinat: Jurnal Komunikasi antar
Perguruan Tinggi Agama Islam, 16 (1).

Solahudin, M. Agus, Suyadi, Agus, Ulumul Hadis, Bandung: Pustaka Setia, 2013.

https://www.academia.edu/39074179/SYARAT_SYARAT_HADIS_SAHIH_PEMBAHASA
N diakses pada tanggal 27 Juni 2021

Hamid, A. (2016). Dakwah dalam Perspektif Paradigma Tradisionalisme dan Reformisme.


Kordinat: Jurnal Komunikasi antar Perguruan Tinggi Islam, 15 (1).

Suryadilaga, M. Alfatih, Ulumul Hadis, Yogyakarta: Kalimedia, 2009.

13

Anda mungkin juga menyukai