Dosen Pengampu:
Disusun oleh :
1443 H / 2021 M
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat allah swt yang telah memberikan hidayah
dan inayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Al-
Musytarak Baina Ash-Shahih Wa Al-Hasan Wa Adl-Dla’if , Hadits Maudlu” dengan tepat
waktu.
Meskipun banyak halang dan rintangan yang kami alami, Alhamdulillah kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa juga kami mengucapkan terimakasih
kepada Dosen pengampu Ibu Rima Ajeng Rahmawati, M.Pd.I , dan teman-teman semua yang
telah mendukung dan bekerja sama, sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Tentunya ada hal yang ingin kami berikan kepada pembaca dari makalah ini. Karena
itu kami berharap semoga makalah ini dapat menjadi sesuatu yang berguna dan membuat kita
mencapai kehidupan yang lebih baik lagi.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang............................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................................... 2
A. Al-Musytarak Antara Ash-Shahih, Al-Hasan, Wa Adl-Dla’if , Hadits Maudlu’ ............................. 2
B. Macam-Macam Hadits Musytarok.............................................................................................. 2
C. Penyebab Timbulnya Hadits Maudlu’ ....................................................................................... 10
BAB III PENUTUP ................................................................................................................................... 13
A. Kesimpulan................................................................................................................................ 13
B. Saran ......................................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Hadits marfu’
Menurut bahasa adalah isim maf’ul dari fi’il rafa’a kebalikan dari kata
Wadla’a, dinamakan demikian karena dinisbatkan kepada orang yang mempunyai
kedudukan tinggi, yaitu Nabi SAW. Sedangkan menurut istilah adalah sesuatu
yang disandarkan kepada nabi secara khusus, baik berupa perkataan, perbuatan
ataupun taqrir, baik sanadnya muttasil maupun munqoti’.
Al-Khathib al-Baghdady membatasinya dengan sesuatu yang dikabarkan oleh
sahabat dari Rasulullah SAW. Baik berupa sabda maupun perbuatan. Dengan
demikian, hadits mursal tidak termasuk dalam kategori definisi tersebut.
2
2. Hadits Muttasil
Hadits yang sanadnya bersambung kepada nabi, baik secara marfu’ atau
sekedar mauquf kepada sahabat atau orang yang dibawahnya.
3. Hadits Musnad
Hadits yang bersambung sanadnya dari awal hingga akhir. Maka dapat
dikatakan bahwa setiap musnad adalah muttasil karena ittisholnya sanad dari awal
hingga akhir. Musnad disebut juga dengan marfu’ muttasil karena berakhirnya
sanad sampai kepada Nabi dengan sanad yang ittishol.
4. Hadits Mu’an’an
Hadits yang periwayatannya memakai sighoh (fulan ‘an fulan). Menurut
Jumhur ulama, hadits ini dihukumi muttasil apabila memenuhi salah satu dari dua
syarat berikut; pertama: perowinya bukanlah orang yang mudallas kedua: orang
yang meriwayatkan bertemu langsung dari yang menceritakannya. Jika syarat ini
tidak terpenuhi maka hadits ini dihukumi mursal.
5. Hadits Muannan
Hadits yang periwayatannya memakai sighoh (haddatsana fulan anna fulan
haddatsahu bikadza).
6. Hadits Mu’allaq
Hadits yang pada awal sanadnya terbuang satu perowi atau lebih secara
berturut-turut dan dinisbatakan pada perowi di atas perowi yang terbuang. Hadits
ini banyak terdapat pada shahih Bukhori yang terbagi dalam dua bagian:
• Hadits tersebut ditempat lain berstatus muttasil, ini dimaksudkan untuk
meringkas agar tidak terlalu panjang.
• Hadits tersebut memang berstatus muallaq, tapi beliau meriwayatkannya
dengan shighat jazm (redaksi pasti) seperti qala, pa’ala, amara dan rawa.
Komentar an-Nawawi untuk kasus seperti ini, maka hadis tersebut adalah
shahih.
7. Hadits Fard
Al-Fard terbagi menjadi dua bagian:
• Al-Fardu Mutlaq
Hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi saja dari seluruh perawi-
perawi yang lain. Contoh:
و عن هبته,النهي عن بيع الوالء
3
Dengan riwayat Abdullah bin dinar dari ibnu ’umar radhiyallahu ta’ala anhuma,
Ibnu umar adalah shohibul jalil, dan ibnu dinar adalah seorang tabi’in yang hafidz
dan terpercaya.
• Al-Fardu Nisbi
Dihukumi kesendiriannya itu engan menisbatkan kepada sifat tertentu.
Contoh:
o Keghoribannya di nisbatkan pada penduduk tertentu
o Keghoribannya di nishbatkan kepada rawi yang tsiqah (terpercaya)
o Keghoribannya di nishbatkan kepada imam atau hafidz
8. Hadits Gharib
Gharib secara etimologi adalah jauh, terpisah, atau menyendiri dari yang lain.
Hadis gharib menurut bahasa berarti hadis yang terpisah atau menyendiri dari
yang lain, atau ‘ Hadis yang terdapat penyendirian rawi dalam sanadnya, dimana
saja penyendirian dalam sanad itu terjadi.
Sedangkan menurut termonologi adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang
rawi, sendirian. Ibnu hajar berkata: hadits ghorib adalah hadits yang diriwayatkan
oleh satu orang pada suatu tempat dimana saja di dalam sanad. Maksudnya adalah
hadits yang di riwayatkan oleh seorang rawi, sendirian. Bisa disetiap tempat
thabaqatnya dari seluruh thabaqat sanadnya, atau di sebagian thabaqat sanad,
malahan bisa pada satu thabaqat saja. Adanya jumlah rawi lebih dari seorang pada
thabaqat lainnya tidak merusak hadits gharib karena yang dijadikan sebagai
patokan adala yang paling minimal.
• Nama Lain Hadits Gharib:
Para ulama banyak menggunakan nama lain untuk hadits gharib, di
antaranya al-fardu, keduanya memiliki arti yang sama. Sebagian ulama yang
lainnya telah membedakan keduanya. Namun Al-Hafidh Ibnu Hajar
menganggap keduanya itu sama saja, baik ditinjau dari segi bahasa maupun
istilah. Meski begitu, beliau berkata, “Bahwa ahli istilah (maksudnya adalah
ahli hadits) telah membedakan keduanya, dilihat dari sisi banyaknya dan
sedikitnya penggunaan. Disebut hadtis fard karena lebih banyak digunakan
untuk hadits fard yang mutlak. Sedangkan hadits gharib lebih banyak
digunakan untuk hadits fard yang nisbi.
• Para ulama menbagi kegharibannya menjadi tiga:
4
o Hadits ghorib matan dan sanad.
Hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi saja. Contoh:
قال رسول هللا ﷺ: عن جابر قال,حديث مح ّمد بن سوقة عن مح ّمد بن المنكدر
فإن, وال تبعض إلى نفسك عبادة هللا, فأوغل فيه برفق, (إن هذا الدين متين:
وال ظهرا أبق,المنبتّ ال أرضًا قطعا
5
Hadist yang diriwayatkan dengan cara Aziz tidak bisa menentukan status
hadits tersebut shahih, hasan ataupun dha’if karena untuk menentukan status
hadist tersebut dhoif atau shahih adalah dilihat dari kesiqohan para perawinya.
Meskipun ada sebagian ulama yang berpandapat bahwa setiap hadits yang jalur
periwayatannya secara aziz maka dia sahih dan setiap hadits yang sahih maka
mesti jalur periwayatanya ‘aziz.
10. Hadits Masyhur dan Hadits Mustayfidh
Dalam pembahasan ini, hadits Masyhur dijadikan satu dengan hadits Mustafid
sehingga menjadi hadits Masyhur mustafid. Al mashur adalah menyebarnya
periwayatan tiga atau lebih dari seorang syaikh.
Ibnu Hajar berkata masyhur adalah hadits yang jalur periwayatannya melalui
dua perowi atau lebih namun tidak sampai pada tingkatan mutawatir. Imam
fuqoha menamakan masyhur dengan ( Al Mustafidz).
Cara membedakan al-Mustafid dan masyhur adalah dengan melihat jalur
periwayatannya, jika jalur periwayatannya dari awal hingga ahkir jumlahnya sama
makadinamakan mustafid, adapun masyhur lebih umum jalur periwayatannya dari
mustafid, tidak ada ketentuan jumlah periwayatan dari awal hingga akhir harus
sama. Maka setiap mustafid adalah masyhur dan tidak setiap yang masyhur itu
mustafid.
Hadist masyhur dan Al mustafidz tidak menentukan hadist itu shahih, hasan
atau dhoif. Maka pengertian masyhur dikalangan ilmu hadist yaitu masyhur secara
istilahi, seperti yang telah dijelaskan diatas. Berbeda halnya dengan para Ulama,
adapun masyhur menurut para Ulama adalaha masyhur secara lisan, maka jika
masyhur diartikan ulama secara umum maka ia tidak terbatas hanya pada hadist
yang memiliki sanad lebih dari satu namun hadist yang tidak memiliki sanadpun
bsa termasuk kategori hadist yang masyhur. Berikut contoh hadits masyhur:
o Masyhur dikalangan Fuqoha
حديث (ابغض الحالل إل هللا الطالق
o Masyhur dikalangan Ususliyiin
)حديث (رفع عن أمتي الخطأ والنسيان وما إستكر هوا عليه
o Masyhur dikalangan umum
(مداراة الناس صدقة
6
o Masyhur dikalangan Usuliyyin, Fuqaha, ahlul Hadits, umum dan lain
sebagainya.
()المسلم من مسلم المسلمون من لسانه ويده والمهاجر من هجر ما حرم هللا
Metode yang digunakan untuk meneliti syahid atau muttabi’nya suatu hadits
adalah dengan I’tibar.
7
a. Sanad yang bilangan rawinya sampai kepada Nabi saw sedikit, kalau
dibandingkan dengan sanad lain dari hadits itu juga.
b. Sanad yang bilangan rawinya sampai kepada salah seorang imam
hadits sedikit disbanding dengan riwayat lain dari sanad itu juga.
c. Sanad yang bilangan rawinya sampai kepada salah satu kitab yang
mu’tabar lebih sedikit dibandingkan sanad lain.
d. Satu sanad di dalamnya ada rawi yang terima dari seorang syaikh
meninggal lebih dahulu dari rawi lain yang juga terima dari syaikh
tersebut.
e. Sanad yang di dalamnya ada rawi yang mendengar dari syaikh lebih
dahulu dari rawi lain dari syaikh itu juga.
satu hadits yang para perawi sanadnya lebih banyak dibanding dengan
sanad lain dari hadits itu juga.
8
Memasukkan perkataan yang disebut oleh perowi baik di awal, tengah,
ataupun akhir sebagai matan hadits. Dan ia menganggap bahwa perkataan tersebut
masuk ke dalam matan hadits nabi, padahal kenyataannya tidak demikian.
Contoh dari hadits mudarroj adalah pada awal matan yang diriwayatkan oleh
Al-Khotib Al-Baghdadi dengan jalur sanad dari Abu Hurairah dari Rosulullah
tambahan dari perkataan Abu Hurairah dan bukan merupakan matan hadits dan itu
dirujuk dari hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhori dan Ahmad
( اسبعوا الوضوء فإني سمعت ابا القاسم: أن أبا هريرة رأى أناسا يتوضؤون فقال لهم
) )) (( ويل لألعقاب من النار:صلى هللا عليه وسلم يقول
Dengan itu ada salah satu perowi yang salah dalam memahami hadits sehingga ia
mengira bahwa semuannya adalah sabda dari Rasullah صلى هللا عليه و سلم.
16. Mudarroj Sanad
Mudarroj sanad ada 3 macam:
o Seorang perowi yang mendaptkan dua matan hadits dengan beberapa sanad
yang berbeda. Kemudian perowi tersebut meriwayatkan dua hadits yang
berbeda dengan salah satu dari dua sanad, atau meriwayatkan kedua hadits
tersebut dengan sanad yang khusus.
o Seorang perowi yang mendengar satu hadits dari suatu kelompok yang
berbeda-beda sanadnya ataupun matannya. Kemudian ia meriwayatkan hadits
tersbut dengan salah satu sanad tanpa menjelaskan perbedaanya.
o Hendaknya seorang perowi meriwayatkan hadits dengan sanad yang
sempurna, dan darinya ada hadits yang diriwayatkan dengan sanad yang lain.
Kemudian ada seorang perowi yang meriwayatkan dari padanya dengan
sempurna menggunakan sanad yang pertama.
Cara mengetahui hadits mudarroj:
Hadits mudroj matan cara mengetahuinya yaitu dengan melihat pada hadits
tersebut. Jika tidak terdapat perkataan tambahan itu dalam hadits lain, atau ada
keterangan jelas dari seorang perowi yang menyisipkan perkataan itu sendiri
ataupun dari sebagian imam yang ahli dalam meneliti hadits.
Sedangkan hadits mudroj sanad cara mengetahuinya cukup dengan
mengetahui keberadaan riwayat tersendiri yang berbeda dengan riwayat yang
telah tercampur sanadnya dan riwayat itu dapat diterima dengan meninggalkan
9
sebagian perowi dalam sanad yang ada campurannya. Ulama telah sepakat akan
keharaman mudroj dengan segala keadaan.
17. Hadits Musohhaf
Para muhaditsin memberikan perhatian yang besar terhadap kedhobitan(tetap)
lafadz-lafadz hadits karena khawatir akan tergantinya lafadz-lafadz dalam sebuah
hadits.
Hadits mushohaf adalah sanad atau matan hadits yang mengalami perubahan
pada titik hurufnya. Contoh dari hadits mushohaf:
ِ صا َم َر َمضَانَ َو اَتبَعَه
ستًّا ِمن ش ََّوال َ َمن
Lalu Abu Bakar ash-Shuuli mengubahnya dengan menambahkan titik pada
huruf (( سsehingga menjadi huruf (( شdan menambahkan huruf ( )يhinga
tersusunlah suatu kalimat yang berbunyi(شيْأ
َ ).
18. Hadits Muharrof
Hadits muharrif adalah hadits yang bentuk hurufnya telah mengalami
perubahan, baik dari sanad maupun matannya. Dan maksud perubahan di sini
adalah harokat ataupun sukunnya.
Adapun mengenai hadits ini para ulama sebenarnya memakruhkan
membawakan hadits mushohif maupun muharrif karena dikhawatirkan ia (yang
membawakan hadits tersebut) berada dalam kesalahan yang fatal[42].
19. Hadits Musalsal
Secara bahasa Musalsal merupakan isim maf’ul dari “as-salsalah” yang berarti
bersambungnya sesuatu dengan sesuatu yang lain.
Secara istilah Keikutsertaan para perowi dalam sanad berturut-turut pada satu
sifat atau pada satu keadaan, terkadang bagi para perowi dan dari periwayatan
Hadits musalsal adalah hadits yang sanadnya bersambung dengan satu
keadaan atau sifat, baik berupa perkataan atau perbuatan yang terulang-ulang
dalam perowi, periwayatannya atau berkaitan dengan waktu dan tempat
periwayatan suatu hadits.
10
kemudian Utsman bin ‘Affan, dilanjutkan dengan pertentangan yang semakin
memuncak antara kelompok ta’ashub ‘Ali bin Abi Thalib di Madinah dan Mu’awiyah
di Damaskus sehingga terjadi perselisihan yang tidak bisa terelakan lagi. Namun lebih
ironis lagi bahwa sebagian kaum muslimin yang berselisih ini ingin menguatkan
kelompok dan golongan mereka masing-masing dengan al-Qur’an dan al-Hadits.
Dikarenakan mereka tidak menemukan teks yang tegas yang mengukuhkan
pendapatnya masing-masing, karena banyaknya pakar al-Qur’an dan al- Hadits pada
saat itu, akhirnya sebagian diantara mereka membuat hadits-hadits yang disandarkan
kepada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam untuk mendukung golongan masing-
masing. Inilah awal sejara timbulnya hadits palsu dikalangan umat islam.
Berdasarkan data sejarah, pemalsuan hadits tidak hanya lakukan oleh orang-
orang Islam, tetapi juga dilakukan oleh orang-orang non-Islam. Ada beberapa motif
yang mendorong mereka membuat hadits palsu yaitu sebagai berikut:
1. Pertentangan politik
Pertentangan politik ini terjadi karena adanya perpecahan antara golongan
yang satu dengan golongan yang lainnya, dan mereka saling membela golongan
yang mereka ikuti serta mencela golongan yang lainnya. Seperti yang terjadi pada
polemik pertentangan kelompok ta’ashub ‘Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah
sehingga terbentuk golongan syi’ah, khawariz, dll. yang berujung pada pembuatan
hadits palsu sebagai upaya untuk memperkuat golongannya masing-masing.
2. Usaha kaum Zindiq
Kaum Zindiq adalah golongan yang membenci Islam, baik sebagai agama
ataupun sebagai dasar pemerintahan. Mereka merasa tidak mungkin dapat
melampiaskan kebencian melalui konfrontasi dan pemalsuan Al-Qur’an, sehingga
menggunakan cara yang paling tepat dan memungkinkan, yaitu melakukan
pemalsuan hadits, dengan tujuan menghancurkan agama islam dari dalam. Salah
satu diantara mereka adalah Muhammad bin Sa’id al-Syami, yang dihukum mati
dan disalib karena kezindiqannya. Ia meriwayatkan hadits dari Humaid dari Anas
secara marfu’:
ي إالّ أن يشاءللا
ْ ي بعد
ّ أناخات ُم النبيّين ال نب
"Aku adalah nabi terakhir, tidak ada lagi nabi sesudahku, kecuali yang Allah
kehendaki.”
3. Sikap Ta’ashub terhadap bangsa, suku, bahasa, negeri, dan pimpinan
11
Salah satu tujuan pembuatan hadits palsu adalah adanya sifat ego dan fanatik
buta serta ingin menonjolkan seseorang, bangsa, kelompok, dan sebagainya. Itu
disebabkan karena kebencian, bahkan balas dendam semata. Sebagai contoh,
menurut keterangan al-Khalily, salah seorang penghafal hadits, bahwa kaum
Rafidhah telah membuat hadits palsu mengenai keutamaan ‘Ali bin Abi Thalib
dan ahlu al-Bait sejumlah 300.000 hadits.
4. Mempengaruhi kaum awam dengan kisah dan nasihat
Kelompok yang melakukan pemalsuan hadits ini bertujuan untuk memperoleh
simpati dari pendengarnya sehingga mereka kagum melihat kemampuannya. Jadi
pada intinya mereka membuat hadits yang disampaikan kepada yang lainnya
terlalu berlebih-lebihan dengan tujuan ingin mendapat sanjungan.
5. Perbedaan pendapat dalam masalah ‘Aqidah dan ilmu Fiqih
Munculnya hadits-hadits palsu dalam masalah ini berasal dari perselisihan
pendapat dalam hal ‘aqidah dan ilmu fiqih para pengikut madzhab. Mereka
melakukan pemalsuan hadits karena didorong sifat fanatik dan ingin menguatkan
madzhabnya masing-masing. Misalnya hadits palsu yang isinya tentang
keutamaan Khalifah ‘Ali bin Abi Thaalib:
ّ ي خيرالبشرمن
شك فيه كفر ٌّ عل
"’Ali merupakan sebaik-baik manusia, barangsiapa yang meragukannya maka
ia telah kafir.”
6. Membangkitkan gairah beribadah
Tanpa mengerti apa yang dilakukan Sebagian orang sholih, ahli zuhud dan
para ulama akan tetapi kurang didukung dengan ilmu yang mapan, ketika melihat
banyak orang yang malas dalam beribadah, mereka pun membuat hadits palsu
dengan asumsi bahwa usahanya itu merupakan upaya mendekatkan diri kepada
Allah subhaanahuwata’ala dan menjunjung tinggi agama-Nya melalui amalan
yang mereka ciptakan, padahal hal ini jelas menunjukan akan kebodohan mereka.
Karena Allah subhaanahuwata’ala dan Rasul-Nya tidak butuh kepada orang lain
untuk menyempurnakan dan memperbagus syari’at-Nya.
7. Pendapat yang membolehkan seseorang untuk membuat hadits demi kebaikan
Sebagian kaum muslimin ada yang membolehkan berdusta atas nama
Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam untuk memberikan semangat kepada umat
dalam beribadah, padahal para ’ulama telah sepakat atas haramnya berdusta atas
12
nama Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam, apapun sebab dan alasannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
Al-Khatib, Muhammad 'Ajaj. 2007. Ushul Al-Hadits, Jakarta: Gaya Media Pratama,
Wahab Khallah, Abdul. Ilmu Ushul Fiqh. Semarang: Dina Utama. 1994.
Wahab Khallaf, Abdul. Kaidah-kaidah Hukum islam. Jakarta: PT Raja Grafindo. 1996.
http://jihankholilah.blogspot.com/2017/11/musytarok-baina-sohih-hasan-dan-
dhoif.html
https://t4f5.wordpress.com/2009/01/25/mustarak-antara-shahih-hasan-dan-dhaif/
14