Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

MACAM-MACAM HADIST DHOIF


Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadis
Dosen Pengampu:
Drs. Mujahid, M.Ag. / Asniyah Nailasariy, M.Pd.I.

Disusun Oleh :
Ahmad Bayu Permana 21104010036

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

‫الرحِ ي ِْم‬
َّ ‫الر ْح َم ِن‬
َّ ‫الل‬
ِ ‫س ِم ه‬
ْ ِ‫ب‬

Alhamdulillah Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam
karena dengan izin dan karunia-nya,penulis dapat menyelesaikan makalah dengan tepat
waktu tanpa kurang suatu apapun. Tak lupa sholawat serta salam haturkan kepada junjungan
kita Rasulullah Muhammad SAW, Semoga kita mendapatkan syafaatnya kelak di hari akhir
nanti.Penulisan makalah berjudul “MACAM-MACAM HADIST DHOIF” bertujuan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadist, penulis berharap makalah ini dapat membantu
pembaca dalam memahami materi yang akan di bahas. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Drs. Mujahid, M.Ag. / Asniyah Nailasariy, M.Pd.I selaku dosen pengampu mata
kuliah Pengantar Studi Islam.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi konten maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka penulis
menerima segala saran dan kritik agar penulis dapat memperbaiki makalah ini menjadi lebih
baik lagi. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat kepada kita semua.

Yogyakarta, 21 September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii


DAFTAR ISI ............................................................................................................ 1
BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................... 2
1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................... 2
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 2
1.3 Tujuan Pembahasan................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 3


2.1 Pengertian Hadist Dhoif .......................................................................... 3
2.2 Pembagian Hadist Dhoif .......................................................................... 3
2.3 Berhujjah Dengan Hadist Dhoif ............................................................... 5

BAB III PENUTUP ................................................................................................. 7


3. Kesimpulan .............................................................................................. 7

DAFTAR PUSTAKA

1
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Hadits merupakan sumber ajaran Islam yang kedua telah dibukukan pada masa
pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, khilafah kelima Bani Umayyah. Sedangkan
sebelumnya hadits–hadits Nabi SAW masih terdengar dalam ingatan para sahabat
untuk kepentingan dan pegangan mereka sendiri.
Umat Islam di dunia harus menyadari bahwa hadits Rasulullah SAW sebagai
pedoman hidup yang kedua setelah Al-Qur‟an. Tingkah laku manusia yaang tidak
ditegaskan ketentuan hukumnya, cara mengamalkannya, tidak dirinci dengan ayat Al-
Qur‟an secara mutlak dan secara jelas, hal ini membuat para muhaditsin sadar akan
perlunya mencari penyelesaian dalam hal tersebut dengan al-hadits.
Pada zaman sekarang ini banyak sekali bertebaran hadist-hadist yang tidak
jelas sanad dan perowinya, yang adanya hadist tersebut hanya untuk melemahkan islam
semata, hadist yang seperti itu disebut dengan hadist dhoif, untuk mengetahui apa itu
hadist dhoif, akan kita bahas pada makalah kita kali ini, pengertian dan macam-macam
hadist dhoif.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu hadist dhoif?
2. Apa saja macam-macam hadist dhoif?

1.3 Tujuan pembahasan


Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan pengertian dan macam-macam hadis
Dhaif

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN HADIST DHAIF


Kata Dhaif menurut bahasa yang berarti lemah, sebagai lawan dari Qawiy yang kuat.
Sebagai lawan dari kata shahih, kata Dhaif secara bahasa berarti Hadist yang lemah, yang
sakit atau yang tidak kuat.1
Secara Terminilogis, para ulama mendefinisikan secara berbeda-beda. Akan tetapi
pada dasarnya mengandung maksud yang sama, Pendapat An-Nawawi : “Hadist yang
didalamnya tidak terdapat syarat-syarat Hadist Shahih dan syarat-syarat Hadist Hasan.”2

2.2 PEMBAGIAN HADITS DHAIF


A. Dhaif dari sudut sandaran matannya.
Dhaif dari sudut sandaran matannya, maka hal ini terbagi dua macam, yaitu:
1) Hadits Mauquf, ialah Hadits yang diriwayatkan dari para sahabat, berupa
perkataan, perbuatan dan taqrirnya3.
Sebagai contoh Ibnu Umar berkata: Bila kau berada diwaktu sore, jangan
menunggu datangnya diwaktu pagi hari, dan bila kau berada diwaktu pagi jangan
menunggu datangnya waktu sore hari, Ambillah dari waktu sehatmu persediaan
untuk waktu sakitmu dan dari waktu hidupmu untuk persediaan matimu.”
(Riwayat Bukhari)
2) Hadits Maqhtu, ialah Hadits yang diriwayatkan dari Tabi‟in, berupa perkataan,
perbuatan atau taqrirnya. Contoh : seperti perkataan Sufyan Ats-Tsaury, seorang
Tabi‟in:
“Termasuk Sunnah, ialah mengerjakan sembahyang 12 rakaat setelah
sembahyang idul fitri , dan 6 rakaat sembahyang idul Adha.
B. Dhaif dari sudut matannya.
Hadits Syadz, ialah Hadits yang diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqah
atau terpercaya, akan tetapi kandungan haditsnya bertentangan dengan (kandungan
Hadits) yang diriwayatkan oleh para perawi yang lebih kuat ke-tsiqahannya.4

1
Utang Ranuwijaya,Op.Cit., hal. 176
2
An-Nawaawi, At-Taqrib Li An-Nawawi Fann Ushul Al-Hadist, Abd Rahman Muhammad Kairo,tt,19.
3
Subhi ash-shahih, Ulumul al-Hadits wa Musthalahuh, Dar al-„ilm al-madayin, Beirut, 1977, hal.208
4
Utang ranuwijaya, Op.Cit,hal.18.

3
Contohnya, “Rasulullah SAW, bila telah selesai sembahyang sunnat dua rakaat fajar,
beliau berbaring miring diatas pinggang kanannya.” Hadits Bukhari diatas yang
bersanad Abdullah bin Yazid, Said bin Abi Ayyub, Abul Aswad, Urwah bin Zubair dan
Aisyah r.a dan riwayat dari rawi-rawi yang lain yang lebih tsiqah yang meriwayatkan
atas dasar fiil (perbuatan Nabi).
C. Dhaif dari salah satu sudutnya, baik sanad ataupun matan secara bergantian.
Yang dimaksud bergantian disini adalah ke-Dhaifan tersebut kadang-kadang
terjadi pada sanad dan kadang-kadang pada matan, yang termasuk hadits yaitu:
1. Hadits Maqlub,
ialah Hadits yang terjadi mukhalafah (menyalahkan hadits lain),
disebabkan mendahulukan dan mengakhirkan.
Tukar menukar yang dikarenakan mendahulukan sesuatu pada satu dan
mengakhirkan pada tempat lain, adakalanya terjadi pada matan hadits dan
adakalanya terjadi pada sanad hadits. Contoh: Tukar menukar yang terjadi
pada matan , Hadits Muslim dari Abu Hurairah r.a Artinya: “... dan
seseorang yang bersedekah dengan sesuatu yang sedekah yang
disembunyikan, hingga tangan kanannya tak mengetahui apa-apa yang
telah dibelanjakan oleh tangan kirinya”. Hadits ini terjadi pemutarbalikan
dengan Hadits riwayat Bukhari atau riwayat Muslim Sendiri, pada tempat
lain, yang berbunyi.
“(hingga tangan, kirinya tak mengetahui apa-apa yang dibelanjakan tangan
kanannya.)”. Tukar menukar pada sanad dapat terjadi, misalnya rawi
Ka‟ab bin Murrah bertukar dengan Murrah bin Ka‟ab dan Muslim bin
Wahid, bertukar dengan Wahid dan Muslim.
2. Hadits Mudraf
Kata Mudraf menurut bahasa artinya yang disisipkan.Secara
terminologi hadits mudraf ialah hadits yang didalamnya terdapat sisipan
atau tambahan.
3. Hadits Mushahhaf
Hadits Muhahhaf ialah Hadits yang terdapat perbedaan dengan hadits
yang diriwayatkan oleh tsiqah, karena didalamnya terdapat beberapa huruf
yang diubah. Pengubahan ini juga bias terjadi pada lafadz atau pada
makna, sehingga maksud hadits menjadi jauh berbeda dari makna, dan
maksud semula.

4
D. Dhaif dari sudut matan dan sanadnya secara bersama-sama
Yang termasuk hadits dhaif dari sudut matan dan sanadnya secara bersama-sama
yaitu:
1) Hadits Maudhu
Hadits yang disanadkan dari Rasululah SAW secara dibuat-buat dan dusta,
padahal beliau tidak mengatakan, melakukan dan menetapkan.5
2) Hadits Munkar
Ialah hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah yang
bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang
terpercaya/jujur”.6
E. Dhaif dari segi persambungan sanadnya
Hadits-hadits yang termasuk dalam kategori Dhaif atau lemah dari sudut
persambungan sanadnya ialah: Hadits Mursal, Hadits Mungqathi‟, hadits Mu‟dhal, dan
Hadits Mudallas.
1) Hadits Mursal
Hadits Mursal ialah hadits yang gugur sanadnya setelah tabi‟in. Yang
dimaksud gugur disini ialah nama sanad terakhir, yakni nama sahabat tang tidak
disebutkan, padahal sahabat adalah oang pertama menerima Hadits dari
Rasulullah SAW.
2) Hadits Mungqathi‟
Ialah Hadits yang gugur pada sanadnya. Seorang perawi atau pada sanad
tersebut disebutkan seorang yang tidak dikenal namanya.7
3) Hadits Mu‟dha
Hadits yang gugur dua sanadnya atau lebih, secara berturut-turut, baik
(gugurnya itu) antara sahabat dengan tabi‟in, atau antara tabi‟in dengan tabi‟in.8

2.3 BERHUJJAH DENGAN HADITS DHAIF


Para ulama sepakat melarang meriwayatkan hadits dhaif bukan maudhu. Adapun
hadits dhaif bukan hadits maudhu‟ maka diperselisihkan tentang boleh atau tidaknya
diriwayatkan untuk berhujjah. Dalam hal ini ada beberapa pendapat:
5
Ibnu Hajar Al-Kanani Al-Agalni, Subul Al-Salam, juz, I Dahlan Bandung, tt,hal.3
6
Ibnu Ash-Shaleh, Op.Cit.,hal. 212
7
Utang Ranuwijaya,Op.Cit.,hal.185
8
Hasbi Ash-Shiddiqie, Dirayah Hadits, Bulan Bintang Jakarta, 1986, hal.257.

5
1. Melarang secara mutlak
2. Membolehkan
Ibnu Hajar Al-Asqalani, ulama hadits yang memeperbolehkan berhujjah
dengan hadits dhaif untuk keutamaan amal, memberikan 3 syarat:
a. Hadits Dhaif itu tidak keterlaluan.
b. Dasar Amal yang ditunjukan oleh hadits Dhaif tersebut, masih dibawah
suatu dasar yang dibenarkan oleh hadits yang dapat diamalkan (Shahih
atau Hasan)
c. Dalam mengamalkannya tidak mengitikadkan bahwa hadits tersebut
benar-benar bersumber dari Nabi. Tetapi tujuan ikhtiyath (hati-hati)
belaka
Dari beberapa uraian diatas maka dapatlah disimpulkan bahwa apabila menggunakan
hadits Dhaif untuk dijadikan suatu sugesti amalan maka dapatlah kita pergunakan hal ini
memotifasi bagi masyarakat.Untuk memperbanyak amalan-amalannya, hadits yang
diterangkan harus selektif mungkin juga sampai tidak masuk akal atau rasional.

6
BAB III
PENUTUP

3. KESIMPULAN
Hadits Dhaif adlah, Hadits yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadits
shahih dan hadits hasan. Atau dapat juga diartikan hadits yang kehilangan, satu syarat
atau lebih dari syarat-syarat hadits shahih atau hadits hasan.
A. Pembagian Hadist Dhaif dari sudut sandaran matannya.
1. Hadits Mauquf
2. Hadist Maqtu’
B. Dhaif dari sudut matannya.
1. Hadist Syadz
C. Dhaif dari salah satu sudutnya, baik sanad ataupun matan secara bergantian.
1. Hadits Maqlub
2. Hadits Mudraf
3. Hadits Mushahhaf
D. Dhaif dari sudut matan dan sanadnya secara bersama-sama
1. Hadits Maudhu
2. Hadits Munkar
E. Dhaif dari segi persambungan sanadnya
1. Hadits Mursal
2. Hadits Mungqathi
3. Hadits Mu’dha
Dam Para ulama sepakat melarang meriwayatkan hadits dhaif bukan maudhu

7
DAFTAR PUSTAKA

SARBANUN. (n.d.). MACAM - MACAM HADITS DARI SEGI KUALITASNYA. Lampung


Selatan.

Utang Ranuwijaya,Op.Cit., hal. 176


An-Nawaawi, At-Taqrib Li An-Nawawi Fann Ushul Al-Hadist, Abd Rahman
Muhammad Kairo,tt,19.
Subhi ash-shahih, Ulumul al-Hadits wa Musthalahuh, Dar al-„ilm al-madayin, Beirut,
1977, hal.208
Utang ranuwijaya, Op.Cit,hal.18.
Ibnu Hajar Al-Kanani Al-Agalni, Subul Al-Salam, juz, I Dahlan Bandung, tt,hal.3
Ibnu Ash-Shaleh, Op.Cit.,hal. 212
Utang Ranuwijaya,Op.Cit.,hal.185
Hasbi Ash-Shiddiqie, Dirayah Hadits, Bulan Bintang Jakarta, 1986, ha

8
Pembagian Hadist
KETERSAMBUNGAN SANAD

a) Muallaq
Contoh Hadits

ِ ‫ستَحْ ٰيى ِم ْنهُ ِمنَ ال َّن‬


‫اس‬ ْ ُ‫ق ا َ ْن ي‬
ُّ ‫هللاُ ا َ َح‬
"Allah lebih berhak dijadikan tempat merasa malu ddaripada manusia". (HR. Abu
Dawud No. 3501, Tirmidzi No. 2718)

1. Sanad dalam riwayat dari Imam Abu Dawud, dari Abdullah bin Maslamah, dari
ayahnya (Maslamah), dari Bahz bin Hakim, dari ayahnya (Hakim), dari kakeknya,
dari Nabi SAW.
2. Sanad dalam riwayat dari Imam Tirmidzi, dari Ahmad bin Mani', dari Muadz bin
Muadz dan Yazid bin Harun, dari Bahz bin Hakim, dari ayahnya (Hakim), dari
kakeknya, dari Nabi SAW.
3. Namun, Imam Bukhari dalam riwayatnya menggugurkan beberapa rawi dan langsung
tersambung dari Bahz bin Hakim, dari ayahnya (Hakim), dari kakeknya, dari Nabi
SAW.

b) Mursal
Hadits tentang doa berbuka puasa: Allaahumma laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthortu.
Hadits itu diriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud.
‫ط َر قَا َل اللَّ ُه َّم‬َ ‫سلَّ َم كَانَ ِإذَا أ َ ْف‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫ّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صي ٍْن َع ْن ُم َعا ِذ ب ِْن ُز ْه َرة َ أَنَّهُ بَلَغَهُ أ َ َّن النَّ ِب‬
َ ‫ي‬ َ ُ‫سدَّدٌ َحدَّثَنَا ه‬
َ ‫ش ْي ٌم َع ْن ُح‬ َ ‫َحدَّثَنَا ُم‬
ُ‫ط ْرت‬ َ ‫ص ْمتُ َو َع َلى ِر ْزقِكَ أ َ ْف‬ ُ َ‫لَك‬

(Abu Dawud menyatakan) Telah menceritakan kepada kami Musaddad (ia berkata) telah
menceritakan kepada kami Husyaim dari Hushain dari Muadz bin Zuhroh bahwasanya
telah sampai berita kepadanya bahwasanya Nabi shollallahu alaihi wasallam jika
berbuka mengucapkan: Allaahumma Laka Shumtu wa ‘alaa rizqika afthortu (H.R Abu
Dawud)

Syaikh al-Albaniy melemahkan hadits itu dengan menyatakan:

‫ظ ْال ُم ْنذ ِِري‬


ُ ِ‫سا ِل أ َ َعلَّهُ ْال َحاف‬
َ ‫ َوبِا ْ ِال ْر‬،ٌ‫ي َمجْ ُه ْول‬
ٌّ ‫سلٌ؛ ُمعَاذ َهذَا ت َابِ ِع‬
َ ‫ْف ُم ْر‬
ٌ ‫ض ِعي‬
َ ُ‫إِ ْسنَادُه‬

Sanadnya lemah lagi mursal. Muadz ini (Muadz bin Zuhroh adalah seorang Tabi’i yang
majhul (tidak dikenal). Al-Hafidz al-Mundziri menganggap riwayat ini memiliki illat
karena mursal (Dhaif Abi Dawud (2/264))

Jadi, hadits itu lemah setidaknya karena 2 hal, yaitu:


1. Di dalam sanadnya terdapat perawi yang majhul, yaitu Muadz bin Zuhroh.
2. Tidak ada Sahabat Nabi dalam mata rantai perawi pada hadits tersebut.
c) Munqathi'
Contoh hadis munqathi’ adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abdul Razzāq dari al-
Tsauri dari Abu Ishāq dari Zaid bin Yutsay’ dari Huzaifah secara marfū’:

‫إن وليتموها أبا بكر فقوي أمين‬

Hadis di atas telah mengalami keterputusan sanad, yaitu seorang perawi yang bernama
Syarīk, ia mestinya berada di antara al-Tsauri dan Abu Ishāq, karena al-Tsauri nyatanya
belum pernah mendengar sama sekali hadis dari Abu Ishāq secara langsung, ia
mendengarnya dari Syarīk, Syarīk dari Abu Ishāq.
d) Mu'dhal
Contoh hadits mu’dhal adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitab
al-Muwaṭṭa’.

ii
‫بلغني عن أبي هريرة أن رسول هللا صلى هللا عليه و سلم قال للملوك‬
‫طعامه وكسوته بالمعروف وال يكلف من العمل إال ما يطيق‬

Artinya, “Telah menyampaikan kepada kami dari Abu Hurairah RA sungguh Rasul
SAW bersabda, ‘Berikan makanan dan pakaian yang layak kepada para budak. Jangan
bebani mereka dengan pekerjaan yang tidak mereka sanggupi.’” Menurut Imam Al-
Hakim, hadits tersebut adalah hadits muʽdhal karena Imam Malik membuang dua
perawi, yakni Muhammad bin ʽAjlan dan ‘Ajlan. Seharusnya dua nama itu disebutkan
sebelum Abu Hurairah RA, (Lihat Mahmūd At-Thaḥḥān, Taysīru Muṣṭalahil Ḥadīts,
[Riyadh, Maktabah Maʽārif: 2004 M] halaman 92).
e) Mudallas
Pembagian dan Contoh Hadits Mudallas (Hadits Tadlis)
Seperti halnya pembagian hadits mursal yang berbeda pembagian, hadits mudallas atau
hadits tadlis juga memiliki perbedaan pembagian dari beberapa referensi. Namun, 3
pembagian di bawah ini sekiranya lebih mudah dipahami :

ِْ ‫س‬
1. Mudallas Isnad (ُ‫اال ْسنَاد‬ ْ
ُ َّ‫)ال ُمدَل‬
Mudallas Isnad adalah rawi yang meriwayatkan hadits dari rawi lain yang pernah ia
temui, tetapi rawi itu tidak pernah mendengar dari rawi lain tersebut dan merekayasa
seolah dia pernah mendengarnya.

Ada pula yang berpendapat, Mudallas Isnad adalah rawi yang meriwayatkan hadits dari
rawi lain yang semasa, tetapi rawi itu tidak pernah bertemu dengannya, dan merekayasa
seolah dia pernah bertemu dan mendengarnya.

Contoh Mudallas Isnad :

َ ‫سلَّ َم أَ ْولَ َم‬


‫علَى‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلَّى ه‬
َ ُ‫ّللا‬ َّ ‫ع ْن أَن َِس ب ِْن َمالِكٍ أَ َّن النَّ ِب‬
َ ‫ي‬ ُّ ‫ع ِن‬
َ ِ ‫الز ْه ِري‬ َ َ‫ع َي ْينَة‬
ُ ُ‫ان ْبن‬ ِ ‫س ْف َي‬
ُ ‫ع ْن‬ َ
‫ق َوت َْم ٍر‬
ٍ ‫س ِو ْي‬ ِ ‫ص ِفيَّةَ ِب ْن‬
َ ‫ت ُح َيي ٍ ِب‬ َ
"Dari Sufyan bin Uyainah, dari Az-Zuhri, dari Sahabat Anas bin Malik, sesungguhnya
Nabi SAW membuat walimah atas pernikahan (Beliau dan) Shafiyah dengan memasak
gandum dan kurma". (sanad lengkap bisa dilihat pada HR. Tirmidzi No. 1015).

iii
Abu Isa mengatakan bahwa Sufyan bin Uyainah melakukan tadlis pada hadits tersebut,
di mana dia terkadang tidak menyebutkan dari Wa'il bin Dawud dari anaknya (Dawud)
dan dia terkadang menyebutkannya.

Artinya, Sufyan bin Uyainan terkadang menyembunyikan 2 rawi sebelum sambung pada
Az-Zuhri, yaitu Wa'il bin Dawud dari anaknya (Dawud). Hadits tersebut diriwayatkan
dari banyak jalur sanad, salah satu jalur sanadnya adalah Sufyan bin Uyainah dari Az-
Zuhri (lihat sanad lengkapnya pada HR. Tirmidzi No. 1015).

ُّ ‫س ال‬
ُ ‫شي ُْو‬
2. Mudallas Syuyukh (‫خ‬ ْ
ُ َّ‫)ال ُمدَل‬
Mudallas Syuyukh adalah rawi yang meriwayatkan hadits dari gurunya (rawi lain),
tetapi dia menyebut gurunya dengan sebutan yang tidak dikenal, baik berupa nama,
kunyah (nama panggilan), laqab (julukan), qabilah (suku), negara, atau bahkan
pekerjaan, dengan tujuan agar tidak dikenali.

Contoh Mudallas Syuyukh :


‫ع ْب ِد‬
َ ‫س ِن ب ِْن‬َ ‫ َحدَّثَنَا أَحْ َمدُ بْنُ ْال َح‬،‫ظ‬ ُ ِ‫عدِي ٍ ْال َحاف‬
َ ُ‫ أَ ْخبَ َرنَا أَب ُْو أَحْ َمدَ بْن‬،‫ي‬ ُّ ِ‫س ْع ٍد ْال َما ِلين‬
َ ‫أَ ْخبَ َرنَا أَب ُْو‬
‫وب ب ِْن‬َ ُ‫ع ْن يَ ْعق‬ َ ،‫ي‬ ُّ ِ‫ش ْيبَان‬ ُ َ‫ أ‬،َ‫ أَ ْخبَ َرنَا أَبُو ِإ ْس َحاق‬،ِ‫ي بْنُ ْال َج ْعد‬
َّ ‫ ال‬:َ‫ظنُّهُ قَال‬ َ ‫ َحدَّثَنَا‬،‫ي‬
ُّ ‫ع ِل‬ ُّ ِ‫ص ْوف‬ ِ ‫ْال َجب‬
ُّ ‫َّار ال‬
،‫سلَّ َم‬َ ‫ع َل ْي ِه َو‬ ‫صلَّى ه‬
َ ُ‫ّللا‬ َ ‫هللا‬
ِ ‫سو َل‬ ُ ‫ أَ َّن َر‬: َ‫شة‬
َ ِ‫عائ‬َ ‫ع ْن‬ َ ،َ‫ع ْم َرة‬ َ ‫ع ْن‬ َ ،‫الر َجا ِل‬ ِ ‫ع ْن أَ ِبي‬ َ ،‫حَْل َء‬ َ ‫ط‬ َ ‫ُم َح َّم ِد ب ِْن‬
‫علَ ْي ِه‬ ‫صلَّى ه‬
َ ُ‫ّللا‬ ُ ‫ فَقَا َل َر‬،‫ فَأ َ َك َل ْالغُ ََل ُم فَأ َ ْكثَ َر‬،‫ فَأ َ ْلقَى َبيْنَ َيدَ ْي ِه ت َْم ًرا‬،‫غ ََل ًما‬
ِ ‫سو ُل‬
َ ‫هللا‬ ُ ‫ي‬ َ ‫أَ َرادَ أَ ْن َي ْشت َِر‬
‫شؤْ ٌم‬ ُ ‫ ِإ َّن ك َْث َرةَ ْاْل َ ْك ِل‬: ‫س َّل َم‬
َ ‫َو‬
"Abu Sa'd Al-Malini menceritakan kepada kami, Abu Ahmad bin 'Adi Al-Hafidz
menceritakan kepada kami, Ahmad bin Hasan bin Abdul Jabbar As-Shufi menceritakan
kepada kami, Ali bin Ja'd menceritakan kepada kami, Abu Ishaq menceritakan kepada
kami, aku mengira dia berkata : As-Sya'bani, dari Ya'qub bin Muhammad bin Thalkha',
dari Abu Rijal, dari 'Amrah, dari Siti Aisyah, sesungguhnya Rosulullah SAW ingin
membeli ghulam (pelayan yang masih anak-anak), Beliau memberikan kurma di
hadapannya, ia pun memakan banyak, lalu Rosulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya
banyak makan adalah (tanda) kesialan"".

Hadits tersebut merupakan Mudallas Syuyukh, karena Ali bin Ja'd merekayasa nama
rawi sesudahnya, yaitu Abu Ishaq yang memiliki nama asli Ibrahim bin Harasah. Hal itu
dilakukan karena Ibrahim bin Harasah dianggap berbohong sebagai seorang rawi.

iv
ْ
ُ َّ‫)ال ُمدَل‬
3. Mudallas Taswiyyah (ُ‫س الت َّ ْس ِويَّة‬
Mudallas Taswiyyah adalah apabila ada rawi yang menggugurkan seorang rawi yang
dhaif di antara dua rawi yang terpercaya dan kuat.

Contoh Mudallas Taswiyyah :


،‫ َحدَّثَنَا ْال َو ِل ْيدُ بْنُ ُم ْس ِل ٍم‬،َ‫ع ِطيَّة‬ ٍ ‫ع ْن ُم َح َّم ِد ب ِْن َو ْه‬
َ ‫ب ب ِْن‬ َ ،ِ‫س ْو ِسي‬ َّ َ‫ع ْن أَبِ ْي أ ُ َميَّة‬
ُ ‫الط ْر‬ َّ ‫ع ْن‬
َ ِ ‫الط َحا ِوي‬ َ
ُ ‫ قَا َل َر‬،َ‫ع َم َر قَال‬
‫س ْو ُل‬ َ ،ِ‫ب ْال ُج َر ِشي‬
ُ ‫ع ِن اب ِْن‬ ٍ ‫ع ْن أَبِ ْي ُمنِ ْي‬
َ َ‫ع ِطيَّة‬ ٍ ‫ع ْن َحس‬
َ ‫َّان ب ِْن‬ ُّ ‫َحدَّثَنَا اْْل َ ْوزَ ا ِع‬
َ ،‫ي‬
‫ َو ُج ِع َل ِر ْزقِ ْي تَحْتَ ِظ ِل‬،ُ‫ْف َحتَّى يُ ْعبَدَ هللاُ َال ش َِريْكَ لَه‬ ِ ‫سي‬ َّ ‫ بُ ِعثْتُ بِال‬: ‫سلَّ َم‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫هللا‬
‫شبَّهَ بِقَ ْو ٍم فَ ُه َو ِم ْن ُه ْم‬ ْ ‫ف أَ ْم ِر‬
َ َ‫ َو َم ْن ت‬،‫ي‬ َ َ‫علَى َم ْن خَال‬ َ ‫َار‬
ُ ‫صغ‬ َّ ‫الذلَّةُ َوال‬
ِ ‫ َو ُج ِع َل‬،‫ُر ْم ِح ْي‬
"Dari At-Thajawi, dari Abu Umayyah At-Tharsusi, dari Muhammad bin Wahab bin
Athiyah, Walid bin Muslim menceritakan kepada kami, Al-Auza'i menceritakan kepada
kami, dari Hassan bin Athiyah, dari Abu Munib Al-Jurasyi, dari Ibnu Umar berkata,
Rosulullah SAW bersabda, ""Aku diutus (menjelang hari kiamat) dengan pedang
sehingga Allah disembah tanpa ada sekutu bagi-Nya, rizkiku ditempatkan di bawah
bayang-bayang tombakku. Kehinaan dan kerendahan dijadikan bagi orang yang
menyelisihi perintahku. Barangsiapa menyerupai suatu kaum berarti ia termasuk
golongan mereka"".

Dalam hadits tersebut, Walid bin Muslim sengaja menggugurkan seorang rawi yang
dhaif di antara Al-Auza'i dan Hassan bin Athiyah, rawi dhaif tersebut bernama Abdur
Rahman bin Tsabit. Hal itu dilakukan agar hadits tersebut terbebas dari sanad yang
dhaif, sebagaimana pengakuan Walid bin Muslim sendiri ketika Hutsaim bin Kharijah
menanyakan kepadanya.

v
TIDAK 'ADIL

a. Maudu’
ْ : ‫سلَّ َم‬
‫اطلُبُوا‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫ّللا‬ ُ ‫ قَا َل َر‬: ‫ قَا َل‬، ُ‫ع ْنه‬
َ ‫س ْو ُل هللا‬ َ ُ‫ي هللا‬ ِ ‫ع ْن أَن ٍَس ب ِْن َمالِكٍ َر‬
َ ‫ض‬ َ
‫ين‬
ِ ‫الص‬ ِ ‫ْال ِع ْل َم َو َل ْو ِب‬

Artinya : Dari Anas bin Malik r.a bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Tuntutlah ilmu walaupun ke negeri China!”
{Hadist ini dianggap maudhu' sebab perawinya yang bernama Abu 'Atikah Tharif
bin Sulaiman dikenal sebagai pemalsu hadist.}

b. Munkar
Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Nasa’i:

‫ سمعت هشام بن‬:‫ حدثني يحيى بن محمد بن قيس قال‬:‫أخبرنا محمد بن عمر بن علي بن عطاء بن مقدم قال‬
‫ كلوا البلح بالتمر فإن بن آدم إذا‬:‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه و سلم‬:‫عروة يذكر عن أبيه عن عائشة قالت‬
‫أكله غضب الشيطان‬

Dari Muhammad bin Umar bin Ali bin ‘Atha’ bin Muqaddam, dari Yahya bin
Muhammad bin Qais, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah bahwa
Rasulullah Saw. bersabda:

vi
“Makanlah balah (kurma yang masih muda) bersama tamar (kurma yang sudah
matang). Bila anak Adam (manusia) memakannya, maka setan akan marah.”
Imam Nasa’i memberikan keterangan, bahwa Yahya bin Muhammad bin
Qais merupakan seorang perawi hadits yang saleh. Namun bila sebuah hadits
diriwayatkan dari jalurnya saja, maka hadits itu sangat diragukan.

c. Matruk
Contoh Hadits Matruk
،ٍ‫سى ابْنُ ِز َياد‬ َ ‫ َحدَّثَنَا ِع ْي‬، َ‫ َحدَّثَنَا ُم َح َّمدٌ ابْنُ ِع ْم َران‬،‫اص ٍم‬
ِ ‫ع‬ َ ُ‫س ْف َيانَ ابْن‬ُ ُ‫حََ دَّثَنَا َي ْعقُ ْوبٌ ابْن‬
‫ قَا َل‬: ‫ب قَا َل‬ َّ ‫ع َم َر اب ِْن ْالخ‬
ِ ‫َطا‬ ُ ‫ع ْن‬ َ ‫ب‬ َ ‫س ْع ِد اب ِْن ْال ُم‬
ِ َّ‫سي‬ َ ‫ع ْن‬
َ ‫ع ْن اَ ِب ْي ِه‬
َ ‫الر ِحي ِْم ابْنُ زَ ْي ٍد‬ َ ‫َحدَّثَنَا‬
َّ ُ‫ع ْبد‬
‫ّللاُ َحقًّا‬
‫سا ُء لَعُ ِب َد ه‬ ِ ‫ لَ ْو َال‬: ‫سلَّ َم‬
َ ‫الن‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلَّى ه‬
َ ُ‫ّللا‬ ِ ‫س ْو ُل ه‬
َ ‫ّللا‬ ُ ‫َر‬
"Ya'qub bin Sufyan bin 'Ashim telah menceritakan kepada kami, Muhammad bin
Imran telah menceritakan kepada kami, Isa bin Ziyad telah menceritakan kepada
kami, Abdur Rochim bin Zaid telah menceritakan kepada kami, dari ayahnya
(Zaid), dari Sa'd bin Musayyab, dari Umar bin Khattab berkata, Rasulullah SAW
bersabda, "Jika saja tidak ada wanita, maka Allah akan disembah dengan hak
(hakekat ibadah)".
Mengenai hadits tersebut, Ibnu Ady menjelaskan bahwa ada 2 orang rawi
di dalam sanadnya yang tergolong rawi yang matruk, yaitu Abdur Rochim dan
ayahnya (Zaid).

TIDAK DHABIT

vii
a. Mushohhaf

Contoh Hadits Mushahhaf di Dalam Matan


ُ‫ام الدَّ ْه َر ُكلَّه‬
َ ‫ص‬َ ُ‫ضانَ َواَتْبَ َعهُ ِستًّا مِ ْن ش ََّوا ٍل فَ َكاَنَّه‬
َ ‫ام َر َم‬
َ ‫ص‬َ ‫َم ْن‬
"Barang siapa yang berpuasa di Bulan Ramadhan dan dia mengikuti puasa 6 hari di Bulan
Syawal, maka dia seperti telah berpuasa setahun penuh".
Abu Bakar As-Shuli pernah meriwayatkan hadits tersebut, namun kekeliruannya adalah
pada lafadz "‫( " ِستًّا‬enam hari) yang diriwayatkan dengan lafadz "‫ش ْيئًا‬
َ " (sesuatu). Tentu saja
hadits di atas adalah hadits yang kuat dan dinilai diterima untuk diamalkan, namun jika
periwayatannya menggunakan lafadz "‫ش ْيئًا‬
َ ", maka menjadi sebuah kedhaifan yang parah,
dikhawatirkan orang awam menerimanya akan gagal faham.

Contoh Hadits Mushahhaf di Dalam Sanad


‫صلَّى ه‬
‫ّللاُ َعلَ ْي ِه‬ ُ ‫ قَا َل َر‬،َ‫ّللاُ َع ْنهُ قَال‬
ِ ‫س ْو ُل ه‬
َ ‫ّللا‬ ‫ي ه‬ ِ ‫عثْ َمانَ النَّ ْهدِى َع ْن َعثْ َمانَ اب ِْن َعفَّان َر‬
َ ‫ض‬ ُ ‫اجم َع ْن اَبِ ْي‬ ِ ‫َع ِن ْالعَ َّو ِام اب ِْن َم َر‬
‫ لَت ُ َؤد ُّْونَ ْال ُحقُ ْوقَ اِلَى ا َ ْه ِل َها‬: ‫سلَّ َم‬
َ ‫َو‬
"Dari Awam bin Marajim, dari Abu Utsman An-Nahdi, dari Sahabat Utsman bin Affan ra
berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Sungguh penuhilah hak-hak pada orang yang berhak
menerimanya".
Yahya bin Ma'in pernah mentashrif sanad pada hadits di atas, yaitu "‫اجم‬
ِ ‫ " َم َر‬menjadi
"‫" َمزَ احِ م‬.

b. Mudraj
Contohnya adalah :
‫ت ْال َعدَ ِد‬ َ ‫َار حِ َراءٍ َوهُ َو الت َّ َعبُدُ اللَّيَال‬
ِ ‫ِي ذَ َوا‬ ُ َّ‫سلَّ َم يَت َ َحن‬
ٍ ‫ث ف ِْي غ‬ ‫صلَّى ه‬
َ ‫ّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُّ ‫ كَانَ النَّ ِب‬: ‫ّللاُ َع ْن َها‬
َ ‫ي‬ ‫ي ه‬ ِ ‫شةَ َر‬
َ ‫ض‬ َ ِ‫َع ْن َعائ‬
"Dari Siti Aisyah ra, Nabi SAW menyepi di dalam Gua Hira', Beliau beribadah selama
beberapa malam"
Kalimat "ُ‫"وه َُو الت َّ َعبُد‬
َ (Beliau beribadah) merupakan perkataan rawi, lihat perbedaan
Hadits Muslim No. 231 dan Hadits Bukhari No. 4572 pada kalimat di atas.

c. Muharraf
contoh adalah hadits yang diriwayatkan dari Sahabat Jabir ra :
‫سلَّ َم‬ ‫صلَّى ه‬
َ ‫ّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫ب َعلَى ا َ ْك َح ِل ِه فَك ََواهُ َر‬
ِ ‫س ْو ُل ه‬
َ ‫ّللا‬ َ ْ ‫ي يَ ْو َم‬
ِ ‫االحْ زَ ا‬ ُّ َ‫ي اُب‬
َ ِ‫ُرم‬
"Ubay bin Ka'ab terkena panah pada hari Perang Ahzab (Perang Khandaq) pada urat
nadinya, lalu Rasulullah SAW menyudut lukanya dengan besi panas" (HR. Muslim No.
4089).

viii
ُّ َ‫( "اُب‬Ubay bin Ka'ab)
Ghandar pernah meriwayatkan hadits tersebut dan mengubah lafadz "‫ي‬
menjadi "‫( "ا َ ِب ْي‬ayahku). Jadi, di sini seolah yang terkena panah bukanlah Sahabat Ubay bin
Ka'ab ra, tetapi ayah Sahabat Jabir ra, padahal ayah Sahabat Jabir ra sudah meninggal
dunia sebelum Perang Ahzab (Perang Khandaq).

KEJANGGALAN

Contoh
Contoh Syadz pada Teks Hadits: Masalah Memisah Antara Kepala dan Telinga
Saat Wudhu
Dalam Bulughul Maram pada hadits no. 42 tentang tata cara wudhu disebutkan
hadits berikut,
ُّ ‫أ َ ْخ َر َجهُ ْال َب ْي َه ِق‬. } ‫سلَّ َم َيأ ْ ُخذُ ِْلُذُنَ ْي ِه َما ًء َغي َْر ْال َماءِ الَّذِي أ َ َخذَهُ ل َِرأْ ِس ِه‬
،‫ي‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫ّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫ي‬ َّ ‫ّللا ب ِْن زَ ْي ٍد { َرأَى النَّ ِب‬
ِ َّ ‫َو َع ْن َع ْب ِد‬
‫ظ‬ُ ‫ َوه َُو ْال َمحْ فُو‬، } ‫ض ِل َيدَ ْي ِه‬ ْ َ‫س َح ِب َرأْ ِس ِه ِب َماءٍ َغي ِْر ف‬ َ ‫ { َو َم‬: ِ‫َوه َُو ِع ْندَ ُم ْسل ٍِم مِ ْن َهذَا ْال َوجْ ِه ِبلَ ْفظ‬

Dari ‘Abdullah bin Zaid, ia melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil
air untuk kedua telinganya dengan air yang berbeda dengan yang diusap pada kepalanya.
Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi.
Dalam riwayat Muslim disebutkan dengan lafazh, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengusap kepalanya dengan air yang bukan sisa dari kedua tangannya.” Inilah
hadits yang mahfuzh.
Hadits yang pertama diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam kitab sunannya (1: 65),
dari riwayat Al-Haitsam bin Kharijah, dari ‘Abdullah bin Wahb. Ia berkata: Telah
menceritakan padaku ‘Amr bin Al-Harits, dari Hibban bin Wasi’ Al-Anshari, bahwa
bapaknya telah menceritakan padanya, ia mendengar ‘Abdullah bin Zaid menceritakan

ix
bahwa ‘Abdullah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil air untuk
kedua telinganya bukan dengan air yang digunakan untuk kepala. Artinya, saat wudhu
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memisah antara kepala dan telinga, tidak bersambung.

KECACATAN

Contoh:

‫… أفطر عندكم الصائمون‬:‫عن يحيى بن أبي كثير عن أنس رضي هللا عنه أن النبي كان إذا أفطر عند أهل البيت قال‬

Dari Yahya bin Abi Katsir dari Anas r.a Rasulullah saw. bersabda, “……orang-orang
berpuasa telah berbuka di dekatmu”

Hadis di atas terdapat pada riwayat Imam Ahmad dan ad-Darimi. Sayyid Alawi al-Maliki
dalam kitab yang sama mengutip pendapat Imam Hakim, menambahkan keterangan
bahwa secara dzahir hadis tersebut shahih, karena Yahya bin Abi Katsir dan Anas bin
Malik sezaman dan keduanya pernah bertemu. Namun jika diteliti lebih lanjut walaupun
mereka pernah bertemu ternyata Yahya Ibn Katsir tidak pernah mendengar hadis ini secara
langsung dari Anas bin malik, maka hadisnya terputus. Wallahu a’lam

Anda mungkin juga menyukai