Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Dalalah Lafal Dari Segi Kejelasan Artinya

DI SUSUN OLEH : MUHAMMAAD LUVI


: MUHAMMAD ICSAN

DOSEN PEMBIMBING : MIFTAHUL KHAIRAT,S.HI.,M.Sy.

FAKULTAS FEBI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) LHOKSEUMAWE
TAHUN AJARAN 2020-2021

1
SKATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Segala puji hanya milik Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat yang tiada terkira kepada kita
semua seluruh makhluk-Nya. Setiap hari, setiap waktu terus rahmat dan karunia-Nya kita rasakan.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan alam Nabi Muhammad SAW, manusia utama
yang menjadi panutan setiap insan di dunia, yang menjadi pembawa alqur’an untuk menjadi rahmad
bagi semesta alam.

Dengan mengucap syukur atas pertolongan dan karunia-Nya lah, makalah tentang “Lafadz yang
Tidak Terang Artinya ( Khafi, Musykil, Mujmal dan Mutasyabih )” dapat kami selesaikan. Makalah ini
kami perbuat guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Ushul fiqh II. Makalah yang kami buat ini kiranya
menjadi bahan yang berguna untuk pembelajaran.

Kami memohon maaf jika masih banyak kekurangan dalam makalah yang kami sajikan ini. Kami
berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

2
Yogyakarta, 16 september 2014

DAFTAR ISI

Kata pengantar............................................................ …………….……...…................................................. 2

Daftar isi......................................................................................... ……………………….……...…………….……....... 3

BAB I PENDAHULUAN.............................................................. …………….……...…………….……...……………... 4

a. Latar belakang................................................................................ …………….……...…………….......... 4

b. Tujuan penulisan........................................................................... …………….……...……………........... 4

c. Rumusan masalah....................................... …………….……...…………….……...………............................ 4

Bab II PEMBAHASAN...................................... …………….……...…………….……...……………............................. 5

A. Lafadz-lafadz yang tidakterangartinya……………………….……...…………….……...………………………………..…….5

1. Khafi……………………………………………………………………….……...…………….……...…………….……...………………...5

2. Musykil………………………………………………….……...…………….……...…..………….……...………………………………...6

3. Mujmal……………………………………….……...…………….……...…………..….……...……………………………………………7

4. Mutasyabih………………………………….……...…………….……...………….….……...……………………………………………8

Bab III PENUTUP.................. …………….……...…………….……................................................................... 10

Kesimpulan .................................... …………….……...…………….……...............................................................11

DAFTAR
PUSTAKA……………………………………….……...…………….……...…………….……...…………….……...………………….……... 12

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ushul fiqih merupakan salah satu cabang dalam ilmu keislaman yang secara garis besar membahas
tentang bagaimana menggali dan memunculkan hukum syara’ paraktis dari nash yang ada baik Al-Quran
maupun As-Sunnah.

Pembahasan mengenai ilmu ushul fiqih yang bersinggungan dengan nash maka kajian kebahasaan
merupakan salah satu unsur penting yang menentukan bagaimana nantinya hasil yang dapat
dikeluarkan dari nash tersebut. Dengan demikian pemahaman atas terori kebahasaan merupakan
syarat dalam pengkajian ushul fiqih.

Salah satu dari teori kebahasaan tersebut ialah memahami lafadz dari segi maknanya, baik
yang jelas maupun tidak jelas . Lafadz-lafadz yang tidak bisa di artikan secara langsung ( jelas ) itulah
yang menyebabkan banyak perbedaan penafsiran makna terhadap lafadz tersebut. Sehingga dalam
makalah ini akan di bahas mengenai lafadz-lafadz yang tidak terang artinya serta pembagian dan
contohnya.

B. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah adalah :

1. Mengetahui apa itu lafadz-lafadz yang tidak terang artinya.

2. Mengetahui apa saja bagian-bagian lafadz yang tidak terang artinya.

3. Memenuhi tugas mata kuliah Ushul fiqh II

C. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Lafadz yang tidak terang artinya?

2. Ada berapa bagian lafadz yang tidak terang artinya?

3. Apa pengertian dari bagian-bagian lafadz yang tidak terang artinya?

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. LAFADZ-LAFADZ YANG TIDAK TERANG ARTINYA

Lafadz yang tidak terang artinya atau ghairu wudhu al-ma’na,yaitu lafadz yang dari segi lafadz itu sendiri
tidak dapat di ketahui artinya. Lafadz itu baru dapat di pahami maksudnya bila ada penjelasan dari luar
lafadz tersebut. Lafadz dalam bentuk ini disebut juga lafadz mubham. Jika nash atau dalil itu bisa
dihilangkan kesamarannya dengan jalan meneliti dan melakukan ijtihad, maka dalil itu disebut al-khafi
atau al-musykil. Jika kesamarannya tidak bisa dihilangkan kecuali dengan mengambil penjelasan dari
syari’ itu sendiri, maka dalil itu disebut al-mujmal. Dan jika tidak ada jalan sama sekali untuk
menghilangkan kesamarannya itu, maka dalil itu disebut al-mutasyabih.

Ulama’ Ushul telah membagi Lafadz yang tidak terang pada empat bagian, yaitu: Khafi, Musykil, Mujmal
dan Mutasyabih.

1) Khafi

Yaitu:

‫ كأن يكون لبعض افراده اسم خاصا‬,‫ ولكن عرض له شيئ من الخفاء بسبب غير لفظه‬, ‫الخفي هو ماكان في ذانه ظاهر الداللة على معنه‬
‫ووصف يميزه عن غيره‬

‫ولكن وجد سبب عارض ادى الي خفاء مرادالمتكلم‬,‫اي ان معنه ظاهر من لفظه‬,‫هوماخفيي مراده بعارض غير الصيغة الينال اال بالطلب‬
‫في بعض افراده يحتاج ادراكه الي نظر وتامل‬

‫ ويقول فيه فخر االسالم البزدوى هوماأشتبه معناه‬.‫ لعارض غير الصيغة بل من تطبيقه علي مدلوالته‬,‫هو ما خفي معنه في بعض مدلوالته‬
‫ وخفي مراده بعارض خارج الصيغة الينال االبالطلب‬.

Suatu lafadz yang samar artinya dalam sebagian penunjukan ( dilalah )-nya yang di sebabkan oleh faktor
luar, bukan dari segi sighat lafadz sendiri.

Al-Khafi menurut istilah ulama‘ ushul adalah lafadz yang dapat menunjukkan artinya dengan jelas,
namun untuk menerapkan arti kata itu kepada satuan-satuan lainnya merupakan sesuatu yang samar
dan tidak jelas dan untuk menghilangkan kesamaran dan ketidakjelasan itu diperlukan upaya berfikir
secara mendalam.

Lafadz yang khafi itu sebenarnya dari segi lafadznya menunjukkan arti yang jelas, namun dalam
penerapan artinya terhadap sebagian yang lain dari satuan artinya terdapat kesamaran. Untuk
menghilangkan kesamaran itu diperlukan penalaran dan takwil.

5
Sumber kesamaran dalam lafadz itu di sebabkan karena dalam salahsatu satuan artinya ( afradnya )
mengandung sifat tambahan di bandingkan dengan satuan arti yang lainnya. Bisa juga karena kurang
sifatnya atau karena mempunyai nama khusus.Karena ada kelebihan atau kekurangan sifat itu atau ada
nama khusus itu, menyebabkan artinya diragukan. Kesamaran arti lafadz itu dihubungkan dalam konteks
satuan arti tersebut.

Contoh lafadz khafi ini adalah lafadz ” ‫ = السارق‬pencuri” yang mana sudah cukup jelas artinya yaitu “
Orang yang mengambil harta yang bernilai milik orang lain dalam tempat penyimpanannya secara
sembunyi-sembunyi”. Penerapan hukuman terhadap pencuri juga jelas, namun lafadz “ pencuri “ itu
mempunyai satuan arti yang banyak yaitu pencopet, perampok, pencuri barang kuburan, dan lain
sebagainya yang mempunyai kelebihan sifat atau kekurangan sifat dibandingkan dengan pencuri dalam
arti di atas. Apakah sanksi hukuman potong tangan di perlakukan terhadap semua satuan arti
itu.Disinilah letak kesamaran dan ketidak jelasan itu. Adapun cara untuk menghilangkan kesamaran
tersebut adalah melalui penelitian, mengetahui tujuan umum dan tujuan khusus di tetapkannya hukum
atasnya; yaitu “perluasan” penunjukan lafadz atau “penyempitan” dalam penerapannya. Menurut
ijtihad telah ditetapkan secara mufakad diwajibkannya memotong tangan pencopet, yang diambil dari
jalan dalalah nash, sebab hukum ini lebih cocok, mengingat bahwa alasan memotong lebih terpenuhi
bagi pengertian copet.

2) Musykil

Yaitu:

‫وهو يقابل النص‬، ‫ بحيث اليدرك االبالتأمل وبقرينة تبين المرادمنه‬، ‫هو اللفظ الذي خفي معناه المراد بسبب في نفس اللفظ‬

‫المشكل هو الذي خفي معنه بسبب في ذات اللفظ‬

‫المشكل هو ما خفيت داللته علي معناه لذاته‬

Suatu lafadz yang samar artinya, di sebabkan oleh lafadz itu sendiri.

Ada definisi lain yang memberikan penjelasan terhadap definisi di atas, yaitu bahwa lafadz musykil itu
dari segi sighatnya sendiri tidak menunjukkan maksud tertentu, oleh karenanya di perlukan qarinah dari
luar yang menjelaskan apa yang di maksud oleh lafadz tersebut.

Sumber kesamaran lafadz itu berasal dari lafadz itu sendiri. Adakalanya karena lafadz itu digunakan
untuk arti yang banyak secara penggunaan yang sebenarnya sehingga tidak dapat di pahami artinya dari
semata-mata hanya melihat kepada lafadz itu.

Umpamanya lafadz ‫ القرء‬dalam surat Al-Baqarah ayat 228 yang berbunyi:

‫والمطلقت يتربصن بأنفسهن ثلثة قروء‬

6
Yang bermakna ganda yaitu “suci” dan “haid”.Manakah diantara kedua arti itu yang dimaksud dalam
ayat tersebut, iddah( masa tenggang waktu ) wanita yang dijatuhi thalak itu tiga haid ataukah tiga kali
masa suci?. Imam Syafi’I dan sebagian mujtahid berpendapat bahwa yang dimaksud adalah suci.
Petunjuknya yaitu memberikan tanda perempuan pada nama bilangan. Karena menurut bahasa, hal itu
menunjukkan bahwa al-ma’dud adalah mudzakkar, yaitu ‫( االطهار‬suci ) dan bukan‫ ( الحيضات‬haid ).
Sedangkan Ulama’ Hanafiyyah dan sekelompok mujtahid lain berpendapat bahwa kata tersebut adalah
haid. Petunjuknya adalah:

1. Hikmah disyari’atkannya hukum iddah bagi wanita yang dijatuhi thalak adalah untuk mengetahui
bersihnya Rahim wanita itu dari benih-benih kehamilan, dan sesuatu yang dapat menunjukkan hal ini
adalah haid bukan suci.

2. Firman Allah SWT. Q.S. Ath-Talak ( 65 ) : 4

‫والئ يئسن من المحيض من نسائكم ان ارتبتم فعدتهن ثلثة اشهر والئ يحضن‬

3. Sabda Rasulullah SAW:

‫طالق االمة اثنتان وعدتها حيضتان‬

Cara untuk menghilangkan kesulitan al-musykil adalah dengan ijtihad. Apabila dalam nash itu terdapat
lafadz yang musytarak, seorang mujtahid harus berusaha menemukan qarinah-qarinah dan dalil-dalil
yang dijadikan oleh syari’ untuk menghilangkan kesulitan lafadz itu dan menentukan pengertiannya.
Sebagaimana dimaklumi betapa jelas ijtihad para mujtahid ketika menentukan pengertian
lafadz ‫ القرء‬dalam ayat tersebut, serta perbedaan orientasi pandangan mujtahid dalam menentukan ini.
Apabila terdapat beberapa nash sedang dzahirnya nampak terdapat perbedaan dan
pertentangan, maka seorang mujtahid harus mentakwilkan nash dengan benar dan dapat memberikan
kejelasan nash-nash itu, sehingga seorang mujtahid dapat memberikan petunjuk pentakwilan ini dalam
bentuk keterangan, selain berupa nash-nash yang lain, juga berupa kaidah-kaidah syara’ atau hikmah
pembentukan hukum.

Adanya arti ganda itu menghasilkan hukum yang berbeda, karenanya lafadz tersebut termasuk dalam
lafadz musykil.

‫ بالقرائن واالدلة‬،‫ ثم العمل بما تبين المراد منه‬،‫ هو وجوب البحث والتأمل في المعنى المراد من اللفظ المشكل‬: ‫حكم المشكل‬

3) Mujmal

Yaitu :

‫المجمل هو الذي ينطوي في معنه علي عدة واحوال واحكام قدجمعت فيه‬

‫هواللفظ الذي خفي المرادمنه بنفس اللفظ خفاءاليدرك االببيان من المتكلم به‬

‫هو ماخفيت داللته علي معناه لذاته‬

7
Lafadz yang maknanya mengandung beberapa keadaan dan beberapa hukum yang terkumpul di
dalamnya.

Lafadz mujmal ini lebih tidak jelas di bandingkan dengan lafadz-lafadz sebelumnya, karena lafadz itu
sendiri tidak dapat di ketahui secara pasti artinya. Tambahan dari itu tidak ada qarinah yang memberi
petunjuk. Oleh karena itu, untuk mengetahui apa sebenarnya yang di maksud dari lafadz itu sepenuhnya
tergantung pada penjelasan dari yang mengucapkan lafadz itu, dalam hal ini adalah Nabi. Umpamanya
kata shalat dan zakat yang terdapat dalam alqur’an, namun secara bahasa tidak dapat dipahami
artinya. Untuk itu penjelasannya di serahkan kepada Nabi.

Tentang bagaimana sifat mujmal yang sudah diberi penjelasan oleh Nabi, dalam hal ini terdapat
perbedaan pendapat di kalangan ulama. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa lafadz mujmal setelah
mendapatkan penjelasan dari Nabi menjadi “ mufassar “ sehingga tidak mungkin dimasuki oleh ta’wil
dan tidak dapat pula menerima takhsis.

Sebagian ulama berpendapat bahwa lafadz mujmal setelah memperoleh penjelasan, kadang-kadang
menjadi zhahir atau nash, dan kadang-kadang menjadi mufassar, bahkan kadang-kadang menjadi
muhkam.Karena banyak kemungkinannya, maka tidak dapat dipastikan untuk satu diantara macam-
macam kemungkinan tersebut. Jadi sebab kesamaran dalam al-mujmal ini bersifat lafdzi, bukan sifat
yang baru datang.

Apabila dalam nash syara’ diantara lafadz-lafadznya terdapat lafadz, dan lafadz itu adalah mujmal, maka
pengertiannya harus ditangguhkan sampai ada penafsiran terhadap lafadz itu oleh syari’ sendiri. Karena
itu ada al-sunnah dalam bentuk amal perbuatan atau ucapan untuk menafsirkan sholat dan menjelaskan
rukun-rukun, syarat-syarat dan cara-caranya.

‫ التوقف في تعيين المرادمنه في عهدالرسالة حتى يبينه المتكلم به‬: ‫حكم المجمل‬

4) Mutasyabih

Yaitu :

‫هو ما خفي بنفس اللفظ وانقطع رجاء معرفةالمراد منه لمن اشتبه عليه‬

‫هو اللفظ الذي يخفى معناه‬

‫هو ما خفيت داللته على معناه لذاته‬

Lafadz mutasyabih secara bahasa adalah lafadz yang meragukan pengertiannya karena mengandung
beberapa persamaan. Dalam istilah hukum, lafadz mutasyabih adalah lafadz yang samar artinya dan
tidak ada cara yang dapat digunakan untuk mencapai artinya.

Ketidakjelasan lafadz mutasyabih ini adalah karena sighatnya sendiri tidak memberikan arti yang
dimaksud, tidak ada pula qarinah yang akan menjelaskan maksudnya; sedangkan syari’ membiarkan saja

8
kesamaran tersebut tanpa ada penjelasan. Dalam hal ini akal manusia tidak dapat berbuat sesuatu
kecuali menyerahkan dan melimpahkannya kepada Allah sambil mengakui kelemahan dan
kekurangmampuan manusia.

Mutasyabih itu ada dua bentuk :

1. Dalam bentuk potongan huruf hijaiyyah yang terdapat dalam beberapa pembukaan surat dalam
alqur’an.

2. Ayat-ayat yang menurut dzahirnya mempersamakan Allah yang Maha Pencipta dengan makhluk-
Nya, sehingga tidak mungkin dipahami ayat itu menurut arti lughawinya.

Lafadz mutasyabihat merupakan lafadz yang paling samar ( tidak terang ) artinya dalam kelompok lafadz
yang samar artinya.Sedangkan dalam kelompok yang terang artinya lafadz muhkam berada dalam
tingkat atas dari segi kejelasannya. Kedua bentuk lafadz ini secara jelas disebutkan dalam alqur’an pada
ayat-ayat yang meyakinkan (qath’i ), sedangkan lafadz yang mutasyabih dan yang berada dalam
kelompoknya menghasilkan pemahaman yang tidak meyakinkan ( dzanni )

Seperti lafadz yang terdapat pada firman Allah SWT:

‫طه‬, ‫ ص‬, ‫حم‬

‫يدهللا فوق ايديهم‬

“ Tangan Allah diatastanganmereka “.( Q.S.Al-fath :10)

Huruf hijaiyyah terpotong-potong yang terdapat pada beberapa permulaan surat( didalam al-qur’an ) itu
sendiri tidak menunjukkan artinya. Dan Allah SWT. Tidak menjelaskan arti yang dikehendaki
daripadanya. Dia Maha Mengetahui artinya. Begitu pula ayat-ayat yang dzahirnya menunjukkan
penyerupaan al-Khaliq dengan makhluk-Nya, dan tidak dapat dipahami menurut arti bahasa. Berkenaan
dengan Allah SWT. Adalah Maha Suci dari ( mempunyai ) tangan, mata, tempat dan segala sesuatu yang
menyerupai makhluk-Nya. Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui, maka syara‘ tidak menjelaskan
arti kata-kata itu, Dia Maha Mengetahui artinya. Inilah pendapat ulama‘ salaf ( terdahulu ) tentang
pengertian al-mutasyabih. Mereka menyerahkan kepada Allah SWT. Dan ilmu-Nya arti al-mutasyabih
tersebut dan mereka mempercayainya serta tidak membicarakan untuk mentakwilnya.

Pendapat ulama’ khalaf adalah bahwa ayat-ayat tersebut dzahirnya mustahil, sebab Allah SWT. Tidak
memiliki tangan, mata dan tempat. Segala sesuatu yang secara dzahiriyyah mustahil pengertiannya
harus dita’wilkan dan dipalingkan dari arti dzahirnya, serta dimaksudkan dengannya arti yang dikandung
oleh kata tersebut sekalipun dengan jalan majaz. Di dalamnya tidak terdapat penyerupaan al-Khaliq
dengan makhluk-Nya. Seperti “ tangan Allah diatas tangan mereka ” ta’wilnya ialah “ kekuasaan Allah di
atas kekuasaan mereka “.

9
Sumber timbulnya perbedaan ini ialah perbedaan mereka dalam memahami firman Allah SWT. Tentang
ayat mutasyabihat:

‫والراسخون في العلم يقولون امنّا به كل من عند رب ّنا‬


ّ ‫ “وما يعلم تأويله االهللا‬Padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya
kecuali Allah. Dan orang-orang yang mendalami ilmunya berkata: “ Kami beriman kepada ayat-
ayat yang mutasyabihat. Semuanya itu dari sisi Tuhan kami “.( Q.S. Ali Imran:7 ).

Orang yang memberi tanda berhenti setelah lafadz ‫هللا‬, maka dia akan berpendapat bahwa tidak ada yang
mengetahui arti ayat mutasyabihat kecuali Allah SWT. Kita mengimani dan menyerahkan artinya kepada
Allah, serta tidak melakukan ta’wil atasnya. Sedang orang yang member tanda berhenti setelah
lafadz‫والراسحون في العلم‬berarti dia berpendapat bahwa tidak ada yang dapat mengetahui ta’wilnya kecuali
Allah dan orang-orang yang dalam ilmunya. Mereka mengetahui ta’wilnya dengan mendatangkan arti
yang dikandung oleh lafadz yang sesuai, serta memahasucikan sang Khaliq dari menyerupai makhluk-
Nya.

‫ وهما طريقة السلف وطريقةالخلف‬,‫ هناك طريقتان عندعلماءالكالم والتوحيد لمعرفة حكم المتشابه‬:‫حكم متشابه‬

10
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Lafadz yang tidak terang artinya atau ghairu wudhu al-ma’na,yaitu lafadz yang dari segi lafadz itu
sendiri tidak dapat di ketahui artinya.

Lafadz yang tidak terang ini terbagi pada empat bagian, yaitu: Khafi, Musykil, Mujmal dan Mutasyabih.

Perbedaan antara lafadz mujmal dengan khafi dan musykil adalah bahwa lafadz mujmal tidak mungkin
diketahui rincian maksudnya hanya semata-mata mengandalkan dan melihat pada lafadznya
sebagaimana yang berlaku pada khafi dan tidak pula dengan semata-mata pada penalaran dan
penafsiran lafadz sebagaiman yang berlaku pada musykil.

Bahwasannya mutasyabih itu lafadz yang meragukan pengertiannya karena mengandung beberapa
persamaan.Sehingga terjadilah perbedaan pengertian menurut ulama’ khalaf dan salaf.

11
DAFTAR PUSTAKA

Az-zuhaili, Wahbah, 1986, Ushulul Fiqh Al islami, Darul Fikri.

Hasaballah, Ali, 1119, Ushul Tasyri’al-Islam, Kairo: Darul Ma’arif.

Syarifuddin, Amir , 2012, Garis-Garis Besar Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana Prenada Media.

Syarifuddin, Amir, 2008, Ushul Fiqh Jilid II, Jakarta: Kencana Prenada Media.

S zahra, Abu, 1958, Ushulul fiqh, Kairo: Darul fikri al-arabi.

Khalaf, Abdul Wahab, Alih Bahasa Helmy, Masdar, 1997, Ilmu Ushulul Fiqh, Bandung: Gema Risalah
Press.

12

Anda mungkin juga menyukai