Disusun Oleh :
Kelompok 1
FAKULTAS SYARIAH
2021
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas berkat rahmatNya, kami dapat
menyelesaikan makalah ini tanpa ada halangan suatu apapun. Sholawat serta
salam kami haturkan kepada junjungan Nabi kita Muhammad SAW, semoga kita
semua mendapat syafaatnya di yaumil qiyamah kelak.
Makalah ini kami buat guna memenuhi tugas mata kuliah Ushul Fiqh II.
Tujuannya untuk memberikan informasi yang bermanfaat bagi pembaca dan untuk
menambah wawasan serta ilmu pengetahuan mengenai Lafaz yang Jelas
Maknanya: Zhahir, Nash, Mufassar, Muhkam.
Terlepas dari itu semua kami menyadari masih banyak kekeliruan dalam
pembuatan makalah ini. Tentunya kami juga mengharap kritik dan saran dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr Wb
Kelompok 1
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ......................................................................................................12
B. Saran .................................................................................................................12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al Qur’an dan sunnah (keduanya merupakan sumber dan dalil
pokok hukum Islam) adalah berbahasa Arab, karena Nabi yang menerima
dan menjelaskan Al Qur’an itu menggunakan bahasa Arab. Oleh karena
itu setiap usaha memahami dan menggali hukum dari teks kedua sumber
hukum tersebut sangat tergantung kepada kemampuan memahami bahasa
Arab. Para ahli ushul menetapkan bahwa pemahaman teks dan penggalian
hukum harus berdasarkan aqidah.
Secara garis besar, dalam ilmu Ushul Fikih lafaz dari segi
kejelasan artinya terbagi kepada dua macam, yaitu lafaz yang terang
artinya dan lafaz yang tidak terang artinya. Dimaksud dengan lafaz yang
terang artinya ini adalah yang jelas penunjukannya terhadap makna yang
dimaksud tanpa memerlukan penjelasan dari luar. Jenis ini terbagi dalam 4
tingkatan, yaitu zhâhir, nash, mufassar, dan muhkam. Sedangkan yang
dimaksud lafaz yang tidak terang artinya adalah yang belum jelas
penunjukannya terhadap makna yang dimaksud kecuali dengan penjelasan
dari luar lafaz itu. Jenis ini pun terbagi dalam 4 tingkatan, yaitu khafi,
musykil, mujmal, dan mutasyâbih
Dalam makalah ini akan dibahas tentang lafadz dari segi kejelasan
artinya, yakni mengenai zhahir, nash, mufassar, muhkam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimasud dari lafaz yang jelas maknanya?
2. Apa saja macam-macam lafaz yang jelas maknanya?
3. Bagaimana tingkat kehujjahan masing masing lafaz tersebut?
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Izzatul Maftuhah , Lafal yang ditinjau dari segi Kejelasannya dan Cakupanya, Jurnal Pendidikan
Agama, 2018, Vol .5 , No 1, Hlm10
2
yang tidak mempunyai kemungkinan ditakwil, sedangkan zhahir mempunyai
kemungkinan untuk ditakwil.2
2
H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997), Hlm 6
3
Satria Effendi, Ushul Fiqh, Cetakan ke-7 (Jakarta: Kencana,2017), hlm 203
3
Contoh :
ۗ الر ٰب
وا ِ ّٰللاُ ا ْل َب ْي َع َو َح ار َم
َواَ َح ال ه
ِ ٰذ ِلكَ بِاَنا ُه ْم قَالُ ْٰٓوا اِنا َما ا ْلبَ ْي ُع ِمثْ ُل
الر ٰبوا
4
diamalkan sesuai dengan petunjuk lafal itu sendiri, sepanjang tidak ada
dalil yang mentakhsisnya, mentakwilnya, atau menasakhnya4
Zhahir dalam ayat tersebut adalah kewajiban untuk taat kepada Rasul
terhadap segala yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang.5
2. Nash
Pengertian Nash menurut Bahasa adalah munculnya segala sesuatu
yang tampak. Secara istilah Nash berarti lafadz yang memiliki petunjuk
yang tegas sebagai makna yang dimaksudkan atau suatu lafadz yang tidak
mungkin mengandung pengertian lain tanpa ada faktor lain. Nash juga
harus diamalkan menurut makna yang ditunjukkan oleh Nash tersebut,
hingga ada dalil yang mentakwilkan.6
Menurut Imam Jarjani, al-Nash ialah suatu lafal yang lebih jelas
maknanya atau pengertiannya dari zahir dan pengertian tersebut dapat
dipahami dari susunan atau ungkapan kalimatnya7. Misalnya, ayat 275 dari
Surat al-Baqarah dalam pengertian bahwa ayat itu menunjukkan
pembedaan antara jual beli dan riba
Contoh lainnya: "Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka
terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanla”. (QS.
Al-Hasyr: 7). Teks ayat ini secara teks bertujuan untuk menyatakan
keharusan mengikuti Rasul tentang pembagian harta rampasan, baik yang
dibolehkan maupun yang tidak. Namun dari teks ini juga dapat dipahami
4
Ibid. Hlm. 204
5
Abdul Wahhab Khallaf. Ilmu Ushul Fikih. Jakarta: Pustaka Amani. 2003. Hlm 231
6
Suyatno, Dasar-dasar Ilmu Fiqh &Ushul Fiqh, Cetakan II (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013),
hal.199
7
Ibid.Hlm.200
5
artinya secara dzahir, bahwa kita wajib mengerjakan apa saja yang disuruh
Rasul dan meninggalkan apa saja yang dilarangnya.8
Bahwasannya dalam nash lebih jelas penjabaran maknanya
daripada zhahir karena dalam nash adalah maksud asli dari sebuah lafadz
sedangkan dzahir adalah makna yang berkaitan dengan teksnya dan
bukanlah maksud asli dari konteks kalam.
Meskipun berkedudukan sama dalam hukum yaitu kewajiban
mengamalkannya berdasarkan pemahaman makna secara langsung akan
tetapi nash lebih terang maknanya daripada dzahir. Nash itulah yang dituju
menurut ungkapan asal, sedangkan dzahir bukanlah tujuan langsung dari
pihak yang mengungkapkannya. Oleh karena itu makna yang dituju secara
langsung itu lebih mudah untuk dipahami daripada makna yang lainnya
yang tidak langsung. Juga kemungkinan nash mengandung takwil, takhsis
dan naskh itu lebih kecil daripada dzahir. Atas dasar itu apabila terdapat
pertentangan makna antara nash dan dzahir dalam penunjukannya, maka
didahulukan yang nash.9
3. Mufassar
Kata mufassar secara bahasa berarti yang telah dijelaskan, sudah
ditafsirkan, atau sudah diklarifikasikan. Istilah yang sama dengan mufassar
adalah mubayyan dan muwadhdhah. Dalam kitab-kitab Ushul Fiqh lebih
sering digunakan istilah mubayyan daripada mufassar. Sedangkan dalam
Ulumul Qur'an dan Ushul Tafsir lebih sering pula digunakan mufassar
daripada mubayyan.
Sedangkan Mufassar menurut istilah, sebagaimana dikemukakan
oleh Abdul Rahman al-'Akk, "Lafaz yang menunjukkan kepada satu
ketentuan (hukum) dengan sangat jelas, yang tidak mungkin lagi untuk
8
Ahmad Sadzali, Pengantar Belajar Ushul Fiqh, (Yogyakarta : Pusat Studi Hukum Islam, 2017),
Hlm 35
9
Abdul Karim Zaidan, Al WajizfiUshulil Fiqh. Ar risalah. Beirut, Hlm 343
6
dita'wilkan (ditafsirkan) atau ditakhshishkan, tetapi mungkin saja bisa
dimansukhkan pada masa Nabi.".10
Adapun menurut Al-Uddah, mufassar adalah sesuatu yang dapat di
ketahui maknanya dari lafadznya sendiri tanpa memerlukan qharinah yang
lain. Atau sesuatu lafadz yang terang petunjuknya kepada yang di maksud,
lafadz itu tidak mungkin di-ta'wil-kan lagi kepada yang lain akan tetapi
dapat menerima nasakh (penghapusan) pada masa di utusnya Rasulullah
SAW. Dari beberapa definisi mufassar diatas maka kita dapat
mempertegas bahwa hakikat lafadz mufassar adalah:
- Penunjukan lafadz atau sighat terhadap maknanya sangat jelas.
- Penunjukan itu hanya berasal dari lafadz itu sendiri dan tidak
membutuhkan qharinah dari luar lafadz itu untuk memahami
petunjuknya.
- Karena sudah jelas dan terperinci maknanya, maka sudah tidak
mungkin untuk dita'wilkan lagi.
Berdasarkan definisi-definis diatas, maka kejelasan petunjuk
mufassar lebih tinggi daripada bentuk dzhahir dan nash. Hal ini karena
petunjuk dzhahir dan nash masih ada kemungkinan dita'wil atau ditaksis,
sedangkan pada mufassar kemungkinan tersebut sama sekali tidak ada.
Oleh karena itu, lafadz mufassar itu wajib diamalkan sesuai dengan dalil
yang ditunjuk oleh lafadz itu sendiri atau sesuai dari penjelasan dari syari',
kecuali ada dalil yang sharih yang menasakhkannya
(menghapus/membatalkanya)11
Jenis-jenis Mufassar :
10
Fikri Mahmud, Quwa’id Tafsir (Kaidah-kaidah Menafsirkan Al-Qur’an), Riau: Azka Pustaka,
2021, Hlm.49
11
Iwan Hermawan, Ushul Fiqh (Metode Kajian Hukum Islam), kunigan: Hidayatul Qur’an, 2019,
Hlm.180.
7
1. Mufassar bi Nafsihi, yaitu ayat yang sudah jelas maknanya tanpa
dijelaskan oleh ayat atau dalil yang lain. Karena secara bahasa dan
makna kata yang ada di dalamnya sangat terang dan jelas.
Contohnya firman Allah dalam Q.S An-Nur ayat 4.
12
Ibid, Hlm.51.
8
sengaja, korban terbunuh oleh cambuk dan tongkat, diyatnya 100
onta. HR Ibnu majah.
4. Muhkam
Lafadz muhkam yaitu:
13
Ahmad Sadzali, Lc., M.H, 2017, “Pengantar Belajar Ushul Fiqh”, Pusat Studi Hukum Islam
(PSHI): Yogyakarta, Hlm. 36
14
Prof. Dr. H. Amir Syarifudin, 2008, Ushul Fiqh Jilid 2, Kencana: Jakarta, Hlm. 11
9
diikuti pula oleh penjelasan bahwa hukum dalam lafadz itu tidak mungkin
dinasakh.
2. Muhkam Lighairihi, muhkam karena faktor luar bila tidak dapatnya lafadz
itu dinasakh bukan karena nash atau teksnya itu sendiri tetapi karena tidak
ada nash yang menasahknya. Lafadz dalam bentuk ini dalam istilah Ushul
Fiqh disebut dengan lafadz Qath’i.15
C. Tingkat Kehujjahan
Keempat macam lafaz-lafaz yang menunjukkan arti yang jelas
sebagaimana dijelaskan di atas mulai dari muhkam, mufassar, nash dan
zhahir, masing-masing memiliki tingkat dalam kehujjahanya. Maka jika
terjadi pertentangan antara nash dan zhahir maka nash dimenangkan, karena
nash maknanya lebih jelas dibandingkan zhahir dan juga karena nash
mengandung maksud utama pembicaraan sedangkan makna zhahir bukan
maksud utama dari pembicaraan. Begitu juga pendapat al-Sarkhisi yang
menganggap lafaz nash itu lebih jelas dari zhahir karena disertai qarinah yang
datang dari lafaz si pembicara dan jika tanpa qarinah tersebut maka lafaz itu
tidak akan begitu jelas.
Nash itu dalam penunjukannya terhadap hukum lebih kuat dibandingkan
dengan zhahir, karena penunjukannya nash lebih terang dari segi maknanya.
Atas dasar itu, apabila terdapat pertentangan antara nash dengan zahir dalam
penunjukannya, maka didahulukan nash.
Jika terjadi pertentangan antara nash dan mufassar, maka mufassar
didahulukan karena mufassar dilihat dari dalalahnya lebih jelas dibangding
nash serta mufassar tidak menerima takwil karena sudah sangat jelas.
Demikian selanjutnya jika terjadi pertentangan muhkam dan mufassar maka
yang didahulukan adalah muhkam karena dalalah muhkam lebih jelas dan
pasti dibandingkan mufassar. Dengan demikian, jika diletakkan secara
15
Ibid, hlm. 12
10
berurutan dilihat dari kualitas kejelasannya maka yang menempati urutan
pertama adalah muhkam, kedua mufassar ketiga nash dan keempat zhahir.16
16
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Semarang: Dina Utama, 2003), Hlm 257
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Zhahir secara bahasa adalah lafadz yang bisa dipahami maknanya
secara langsung tanpa ada kesamaran. Atau dzahir adalah lafadz yang jelas
maknanya tanpa memerlukan qorinah untuk menafsirkannya.
Nash adalah lafadz yang mempunyai derajat kejelasan diatasdzahir
dengan qorinah yang menyertai lafadz dari mutakallim, ditunjukkan
dengan sighot sendiri atas makna yang dimaksud dalam konteks,
mengandung kemungkinan takwil, menerima naskh dan takhsis.
Mufassar adalah lafadz yang menunjukan terhadap makna jelas
sekali, Penunjukannya itu hanya dari lafadz sendiri tanpa memerlukan
qorinah dari luar. Karena terang dan jelas dan terinci maknanya maka
tidak mungkin ditakwilkan.
Sedangkan Muhkam adalah lafadz yang menunjukkan makna yang
dimaksud, yang memang didatangkan untuk makna itu. Lafadz ini jelas
pengertiannya, tidak menerima lagi adanya takwil dan takhsis Muhkam
terbagi menjadi muhkam Lidzaitihi dan Muhkam Lighairihi.
Dengan demikian jika diletakkan secara berurutan dilihat dari
kualitas kejelasannya maka yang menempati urutan pertama adalah
muhkam, kedua mufassar ketiga nash dan keempat zhahir
B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat jauh dari pada
sempurna dan juga masih banyak kesalahan, untuk itu kami harapkan
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar dalam
pembuatan makalah selanjutnya menjadi lebih baik, semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat kepada kita.
12
DAFTAR PUSTAKA
Hermawan Iwan. 2019. Ushul Fiqh Metode Kajian Hukum Islam. kunigan:
Hidayatul Qur’an
Wahhab, Khallaf Abdul. 2003. Ilmu Ushul Fikih. Jakarta: Pustaka Amani
Maftuhah Izzatul. 2018. Lafal yang Ditinjau Dari Segi Kejelasannya dan
Cakupanya. Jurnal Pendidikan Agama. Vol .5. No 1
13