pendekatan
akhlak
yang
tahapannya
terdiri
dari
takhalli
Tasawuf
ternyata
pula
bahwa
al-Quran
dan
al-hadis
murah hati, suka memberi maaf, sabar, baik sangka, berkata benar, pemurah,
keramahan, bersih hati, berani, kesucian, hemat, menepati janji, disiplin,
mencintai ilmu, dan berpikir lurus. Nilai-nilai serupa ini yang harus dimiliki
oleh seorang muslim, dan dimasukkan kedalam dirinya dari semasa ia kecil.
Sebagaimana diketauhi bahwa dalam tasawuf masalah ibadah amat
menonjol, karena bertasawuf itu pada hakikatnya melakukan serangkaian
ibadah seperti shalat, puasa, haji, zikir, dan lain sebagainya, yangsemuanya itu
dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah yang
dilakukan dalam rangka bertasawuf itu ternyata erat hubungannya dengan
akhlak.
Dalam hubungan ini Harun Nasution lebih lanjut mengatakan, bahwa
ibadah dalam Islam erat sekali hubungannya dengan pendidikan akhlak.
Ibadah dalam al-Quran dikaitkan dengan takwa, dan takwa berarti
melaksanakan perintah tuhan dan menjauhi larangan-Nya, yaitu orang yang
berbuat baik dan jauh dari yang tidak baik. Inilah yang dimaksud dengan
ajaran amar maruf nahi munkar, mengajak orang pada kebaikan dan mencega
orang dari hal-hal yang tidak baik. Tegasnya orang yang bertakwa adalah
orang yang berakhlak mulia. Harun Nasution lebih lanjut mengatakan, kaum
sufilah, terutama yang pelaksanaan ibadahnya membawa kepada pembinaan
akhlak mulia dalam diri mereka. Hal itu, dalam istilah sufi disebut dengan altakhalluq bi akjlaqillah, yaitu berbudi pekerti dengan budi pekerti Allah, atau
al-ittishab bi shifatillah, yaitu mensifati diri dengan sifat-sifat yang dimiliki
Allah.
ilmu ini juga dikatakan dengan ilmu aqaid, credo atau keyakinan-keyakinan,
dan buku-buku yang menguppas tentang keyakinan-keyakinan diberi judul alAqaid (ikatan yang kokoh).
Selanjutnya ilmu tauhid disebut pula Ilmu Kalam yang secara harfiah
berarti ilmu tentang kata-kata. Kalau yang dimaksud dengan kalam adalah
sabda Tuhan, maka yang dimaksud adalah kalam Tuhan yang ada di dalam alQuran, dan masalah ini pernah menimbulkan perbincangan bahkan
pertentangan keras di kalangan ummat Islam di abad ke sembilan dan
kesepuluh Masehi sehingga menimbulkan pertentangan dan penganiayaan
terhadap sesama muslim.
Selanjutnya yang dimaksud dengan kalam adalah kata-kata manusia,
maka yang dimaksud dengan ilmu kalam adalah ilmu yang membahas tentang
kata-kata atau silat lidah dalam rangka mempertahankan pendapat dan
pendirian masing-masing.
Dari berbagai istilah yang berkaitan dengan ilmu tauhid maka kita
dapat memperoleh kesan yang mendalam bahwa Ilmu tauhid itu pada intinya
berkaitan dengan upaya memahami dan meyakini adanya Tuhan dengan
segala sifat dan perbuatan-Nya. Juga termasuk pula pembahasan ilmu tauhid
yaitu rukun Iman.
Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu tauhid? Sekuang-kurangnya
dapat dilihat melalui tiga analisis sebagai berikut:
1. Dilihat dari segi objek pembahasannya.
Ilmu tauhid membahas masalah masalah Tuhan baik dari segi zat, sifat dan
perbuatan-Nya. Kepercayaan yang mantap kepada Tuhan yang demikian
itu akan menjadi landasan untuk mengarahkan amal perbuatan yang
dilakukan manusia itu akan tertuju semata-mata karena Allah SWT. Dan
utuk mengarahkan manusia menjadi ikhlas, dan keikhlsan ini merupakan
salah satu akhlak yang mulia. Allah SWT. Berfirman:
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus,
dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang
demikian Itulah agama yang lurus. (QS. Al-Bayyinah, 98:5).
2. Dilihat dari segi fungsinya.
Ilmu tauhid menghendaki agar seseorang yang bertauhid tidak hanya
cukup dengan menghafal rukun iman yang enam dengan dalil-dalilnya
saja, tetapi yang terpenting adalah agar orang yang bertauhid itu meniru
dan mencontoh terhadap subyek yang terdapat dalam rukun iman itu. Jika
kita percapa bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang mulia, maka sebaiknya
manusia yang bertauhid meniru sifat-sifat mulia.
3. Dilihat dari eratnya kaitan antara iman dan amal shalih.
Hubungan antara iman dan amal shalih banyak sekali kita jumpai di dalam
Al-Quran maupun hadis. Misalnya:
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga
mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka
perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu
keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima
dengan sepenuhnya. (QS. Al-Nisa, 4: 65).
Jika kita perhatikan ayat-ayat tersebut secra seksama akan tampak bahwa
ayat-ayat tersebut seluruhnya bertemakan keimanan dalam hubungannya
dengan akhlak mulia. Ayat-ayat tersebut memberi petunjuknya dengan
akhlak yang mulia. Ayat-ayat tersebut dengan jelas bahwa keimanan harus
dimaifestasikan dalam perbuatan akhlak dalam bentuk kerelaan dalam
menerima keputusan yang diberikan nabi terhadap perkara yang
diperselisihkan di antara manusia, patut dan tunduk terhadap keputusan
Allah dan rasulnya, bergetar hatinya jika dibacakan ayat-ayat Allah,
bertawakkal, melaksanakan shalat dengan khusyu, berinfaq di jalan Allah,
menjauhi perbuatan yang tidak ada gunanya, menjaga farjinya, dan tidak
ragu-ragu dalam berjuang di jalan Allah. Maka disinilah letaknya
hubungan antara keimanan dengan pembentukan Ilmu Akhlaq. Dari uraian
yang agak panjang lebar di atas, dapat dilihat dengan jelas hubungan
antara keimanan yang dibahas dalam Ilmu tauhid dengan perbuatan yang
dibahas dalam Ilmu Akhlak. Ilmu tauhid tampil dalam memberikan
landasan terhadap ilmu akhlak, dan ilmu akhlak tampil dengan
memberikan penjabaran dan pengalaman dari Ilmu Tauhid. Tauhid tampa
akhlak yang mulia tiada artinya, dan akhlak yang mulia tampa tauhid maka
tidak akan kokoh. Selain itu tauhid memberikan arah terhadap akhlak, dan
akhlak memberi isi terhadap arahan tersebut.
lebih dahulu menghias diri manusia daripada kejahatan, dan bahwa manusia
pada dasarnya cenderung kepada kebajikan.
Selain itu di dalam ilmu jiwa juga terdapat informasi tentang
perbedaan psikologis yang diaami seseorang pada setiap jenjang usianya.
Gejala psikologis yang dialami anak usia di bawah 5 tahun (balita), kanakkanak (5-6 tahun), anak-anak (7-12tahun), remaja (13-19 tahun), dewasa (2040 tahun), orang tua (41-60 tahun), lanjut usia (61-seterusnya) ternyata
berlainan.
Banyak hasil pembinaan akhlak yang telah dilakukan para ahli dengan
mempergunakan jasa yang diberikan ilmu jiwa, seperti yang dilakukan para
psilolog terhadap perbaikan anak-anak nakal, berperlaku menyimpang dan lain
sebaginya.
memiliki
sifat-sifat
dan
akhlak
yang
mulia.
Rumusan
ini
sebagaimana
terlihat
dalam
pemikirannya
tentang
jiwa.
masukan
yang
amat
berguna
dalam
merancang
dan