Anda di halaman 1dari 74

PEMBINAAN AKHLAK SISWA

MELALUI PENYELENGGARAAN
PROGRAM IMTAQ
PEMBINAAN AKHLAK SISWA MELALUI PENYELENGGARAAN
PROGRAM IMTAQ DI KELAS VIII SMPN 1 GUNUNG SARI KABUPATEN
LOMBOK BARAT T/P 2009 2010
Skripsi
diajukan Kepada Institut Agam,A Islam Negri Mataram
untuk melengkapi persyaratan menccapai gelar Serjana
Pendidikan Islam ( S.Pdi )
oleh

FITRIAWATI
NIM. 151 071 218

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI ( IAIN )
MATARAM
2010

BAB I
PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian
Sebagai agama yang besar, Islam memiliki sistem ajaran yang universal dan
komprehensif dalam mengatur kehidupan manusia. Dalam doktrin Islam, terdapat pokokpokok ajaran Islam yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah yang disebut
dengan ibadah. Hubungan antarsesama makhluk, khususnya sesama manusia yang disebut
muamalah. Dalam hubungan sesama manusia, terdapat aturan yang harus ditaati oleh
semua orang Islam. Sejumlah aturan dalam bergaul antara sesama manusia yang dicontohkan
oleh Nabi Muhammad SAW. Hal ini dijelaskan dalam kitab suci al-Quran sebagai berikut:

s)9 tb%x. N3s9 Aqu !$# ouq& puZ|ym


`yJj9 tb%x. (#q_t !$# tPqu9$#ur tzFy$# tx.sur
!$# #ZVx.
Artinya:
Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi
orang-orang yang mengharap ridho Allah dan (kedatangan) hari Qiyamat dan banyak
mengingat Allah. (QS. Al-Ahzab : 21).1[1]
Dengan demikian, seorang Muslim yang baik adalah yang selalu menjadikan
Rasulullah sebagai teladan dalam semua tindakannya, mau mengikuti dan meniru cara-cara
Nabi Muhammad SAW dalam berbagai hal, baik yang menyangkut tentang ibadah kepada
Allah, maupun hubungan dengan sesama manusia. Oleh karena itu, Tuhan telah memberikan
jalan yang terbaik dengan cara menurunkan kitab suci dan mengutus Rasul untuk dijadikan
rujukan bagi manusia yang mau mempercayainya, yaitu tentang jalan dan tingkah laku yang
benar. Dengan demikian, Allah SWT melalui rahmat-Nya tidak membiarkan manusia

1[1] Al-Quran dan Terjemahaannya, QS,Al-ahzab:21 (Madinah: Mushaf as-Syarif 1418 H.),
h. 670.

terjerumus ke dalam jurang kegelapan, dengan mengutus para Rasul untuk menjelaskan dan
menunjukkan kepada manusia tentang jalan yang benar.
Secara alamiah, manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial yang beradab, atau dalam
konsep Islam ditegaskan bahwa, manusia lahir dalam keadaan fitrah suci. Untuk
kelangsungan hidupnya manusia membutuhkan orang lain untuk bercakap-cakap, bertukar
pikiran dan memperoleh manfaat dari orang tersebut. Mencintai, menyayangi dan menjalin
hubungan sosial merupakan ciri-ciri kehidupan manusia bahkan menjadi kebutuhan hidup.
Remaja atau tepatnya anak sekolah adalah salah satu dari kelompok manusia yang
usianya masih relatif muda dan belum banyak memiliki pengalaman. Maka, remaja sangat
membutuhkan berbagai kebutuhan hidup, seperti manusia dewasa, termasuk di dalamnya
kebutuhan akan hubungan sosial atau persahabatan. Kenyataan membuktikan bahwa, remaja
adalah orang yang masih minim pengalamannya, kejiwaanya masih belum stabil, serta rentan
terhadap pengaruh dari luar yang mengkontasinya. Kadang-kadang persahabatan menjadikan
seseorang ingin menguasai sahabatnya tersebut dan ingin menjadikannya berada di bawah
perintahnya. Sikap ini tentu akan menimbulkan bermacam-macam persoalan baru di antara
mereka, seperti pertikaian, pertentangan, dan perkelahian. Fenomena persahabatan dan
perselisihan selalu terjadi di mana-mana terutama di kalangan remaja. Perkelahian di antara
anak-anak sekolah, tampaknya menjadi berita yang biasa kita dengar dan kita baca pada
media masa maupun media elektronik. Banyaknya anak yang berkeliaran di jalan, pasar, atau
tempat-tempat hiburan pada jam-jam sekolah merupakan kebiasaan mereka dan nyaris tidak
lagi menjadi berita. Pelanggaran norma keagamaan dan hukum seperti pencurian, pelecehan
seksual, penggunaan obat terlarang (narkotika dan sejenisnya), kebut-kebutan di jalan, dan
pesta corat-coret baju seragam untuk merayakan kelulusan merupakan hal lain yang dari
waktu ke waktu terjadi peningkatan. Tempat kejadiannya tidak hanya di kota-kota besar,
bahkan di pelosok pedesaan. Apabila hal ini terus berlangsung, maka mungkin akan

mengurangi wibawa sekolah sebagai lembaga yang mencetak generasi masa depan ke arah
yang lebih baik, beriman, berilmu, cerdas, terampil, dan berakhlak mulia.
Ironisnya, menurut Widodo2[2] hampir di setiap sekolah terdapat siswa nakal dalam
artian melanggar peraturan-peraturan sekolah. Pelanggaran tersebut mulai dari yang paling
ringan, seperti tidak memasukkan baju seragam, datang ke sekolah sengaja terlambat sampai
pada pelanggaran berat seperti merokok di lingkungan sekolah, minum-minuman beralkohol,
atau terlibat narkoba. Terhadap hal-hal tersebut pihak sekolah tentu harus mengantisipasi
sejak dini, seperti memanggil orang tua siswa, mengadakan kesepakatan-kesepakatan antara
sekolah dengan siswa yang berisi tentang pelanggaran-pelanngaran atas tata tertib sekolah
beserta sanksi-sanksinya. Sanksi tersebut dapat berupa peringatan, skorsing, sampai
dikeluarkan dari sekolah yang bersangkutan, jika dianggap penting.
Lebih lanjut, Widodo BM menulis bahwa adanya anak bermasalah tersebut berangkat
dari krisis identitas dari anak-anak yang lambat belajar. Mereka sebenarnya membutuhkan
pengakuan atas eksistensi dirinya, akan tetapi untuk berkompetisi dalam memperoleh prestasi
akademik, mereka kurang mampu karena memang kecerdasan dan daya tangkapnya relatif
rendah.3[3] Oleh karena itu, mereka menggunakan cara-cara negatif untuk menunjukkan
identitas dirinya. Siswa yang demikian, biasanya memiliki kebanggaan atas perbuatan yang
menjadi larangan sekolah tersebut.
Permasalahan tersebut sebenarnya telah diantisipasi oleh pemerintah Republik
Indonesia dengan membuat undang-undang No. 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan
Nasional (SISDIKNAS), sebagai acuan bagi semua warga negara yang menyelenggarakan
pendidikan. Dalam undang-undang tersebut (pasal 2) ditegaskan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
2[2] Widodo BM Memahami Siswa Nakal dalam Warta Guru Sarana Komunikasi Antarguru SLTP,
Vol. VII Edisi November 2003. h. 11.

3[3] Ibid., h. 11.

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya


potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.4[4]
Melihat problematika yang multidimensi di dunia pendidikan kita (khususnya di
lingkungan sekolah), merupakan tindakan yang sangat disesalkan. Fenomena frustasi,
pandangan negantif terhadap suasana sekolah, kesan tidak baik terhadap perilaku guru dan
lain-lain adalah PR kita bersama. Bila si anak melihat sekolah sebagai sesuatu yang kurang
menyenangkan, maka akan terjadi benih-benih kenakalan anak, seperti bolos, tidak
melakukan tugas-tugas sekolah dan perilaku negatif lainnya.5[5]
Perubahan lingkungan strategis yang serba cepat dewasa ini, sebagai dampak
globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah persepsi
masyarakat terhadap nilai-nilai sosial, budaya, politik, ekonomi dan tata nilai keagamaan.
Pengaruh itu akan merambah ke seluruh lapisan dan lingkungan masyarakat, termasuk
sekolah-sekolah yang berada di lingkungan tersebut. Sekolah adalah salah satu lembaga
pendidikan yang menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, membina dan
mengembangkan potensi anak didik, mempunyai karakteristik tersendiri. Sekolah bukan
hanya mengembangkan potensi siswa yang bersifat keilmuan dan perekayasaan belaka,
melainkan mampu membimbing mereka agar mempunyai perilaku dan kepribadian yang
sesuai dengan tuntutan nilai-nilai agama dan budaya.6[6]
Di sisi lain, kemorosotan moral pada sebagian masyarakat dan lebih diperparah lagi
pada siswa sekolah, antara lain meningkatnya jumlah kriminalitas, terbentuknya geng-geng,
berpakaian compang-camping, bersikap dan bertindak yang mengarah timbulnya new
4[4] Lihat UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003.
5[5] S. Nasution, Metode Resecrh, (Bandung: Jemmars, 1994), h. 148.
6[6] UU Sisdinas no 20 2003 dalam Bab II pasal 3.

morality, suka meniru tanpa koreksi lebih dahulu sehingga jauh menyimpang dari akhlakakhlak Islami.
Dalam konteks ini, paradigma pendidikan Barat seringkali diikuti oleh anak-anak
sekolah. Pendidikan Barat an-sich menitikberatkan segi teknik empiris semata, dan tidak
mengakui eksistensi jiwa dan tidak mempunyai arah yang jelas serta jauh dari landasan
spiritual. Dalam konteks lebih khusus lagi, hal ini merupakan realitas bahwa, pendidikan
Barat tidak mengarahkan perhatiannya pada moral dan etika (nilai Ilahiyah). Kalaupun ada
pendidikan etika dan agama, maka nilai yang menjadi target adalah nilai humanistis semata,
bersifat antroposentrik (berkisar manusia).
Maka, dalam konteks di atas dapat dikatakan, bahwa pendidikan akhlak begitu
penting dalam Islam, namun dalam paradigma pendidikan Barat, nilai-nilai moral dan etika
tidak terlalu diutamakan. Pendidikan Barat hanya mengutamakan nilai humanitis belaka serta
jauh dari landasan spiritual yang akhirnya pendidikan tersebut justru menimbulkan kerusakan
moral atau akhlak anak didik. Maka, melihat penyebab gejala kemerosotan moral dan akhlak
tersebut, sangat diperlukan antisipasi dan melakukan wadah pembinaan terhadap akhlak
siswa. Pembinaan akhlak bagi remaja melalui Sekolah Menengah Tingkat Pertama, sudah
dapat dilakukan secara langsung dengan nasehat, petunjuk dan penjelasan tentang berbagai
hal yang baik atau bermanfaat serta hal-hal yang buruk, merusak dan membahayakan.7[7]
Pembinaan akhlak bertujuan mencari kesadaran jiwa dan ketinggian akhlak manusia.
Kerasulan Nabi SAW. bila ditinjau dari segi pendidikan dan kejiwaan bertujuan untuk
mendidik dan mengajarkan manusia, membersihkan dan mensucikan dirinya, memperbaiki
dan menyempurnakan akhlak serta membina mental spiritual yang mantap. Semua visi dan
misi ajaran Islam yang berintikan pada akidah, syariah dan akhlak pada dasarnya adalah
mengacu kepada pendidikan akhlak dan pembinaan mental spiritual.

7[7] Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, Edisi Revisi, (Jakarta: Bulan Bintang, 2002), h. 22.

Penanaman nilai-nilai agama (nilai iman dan taqwa) diharapkan dapat menunjukkan
keberagamaan dari siswa, baik di sekolah maupun di rumahnya dan selanjutnya program ini
dikenal dengan kegiatan iman dan taqwa (Imtaq). Jelas, bahwa peningkatan Imtaq merupakan
penjabaran dari sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Upaya peningkatan
Imtaq selaras dengan semangat yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yakni, atas
berkat Allah Yang Maha Kuasa, serta dijabarkan lebih lanjut dalam pasal 29 UUD 1945 yang
menyatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.8[8]
SMPN 1 Gunungsari memiliki siswa dengan latar belakang yang berbeda, baik agama
dan status sosial lainnya, pasti tingkat pemahaman terhadap agama pun berbeda. Fenomena
ini menimbulkan sikap dan tingkah laku sebagian siswa membuat kemarahan guru, bahkan
membuat siswa-siswa yang lain terganggu akibat ulah siswa tersebut. Maka, kegiatan Imtaq
di SMPN 1 Gunungsari sangat mendukung untuk pembinaan akhlak siswa itu sendiri. Bentuk
kegiatan Imtaq ini meliputi: pengarahan agama setiap pagi Jumat diiringi dengan membaca
Al-Quran bersama, para siswa juga diharuskan untuk memakai busana muslim. Demikian
pula terdapat sejumlah program Imtaq lainnya dalam upaya meningkatkan pembinaan akhlak
kepada peserta didik (siswa).
Penyelenggaraan program Imtaq tidak selamanya berhasil, karena ada kendalakendala di luar harapan, kendala itu dapat berasal dari siswa, guru dan dari sarana dan
prasarana sekolah. Dengan dasar inilah, Peneliti tertarik mengangkat judul Skripsi dengan
judul Pembinaan Akhlak Siswa Melalui Penyelenggaraan Program Imtaq di Kelas VIII SMP
Negeri 1 Gunungsari Lombok Barat Tahun Ajaran 2009-2010.

B. Fokus Penelitian
8[8] Dikutip dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lombok Barat, Pedoman Pelaksanaan
Pembinaan Imtaq, 2003, h. 17.

1. Fokus Penelitian
Dari konteks Penelitian di atas, maka fokus Peneliti dalam Penelitian ini sebagai
berikut:
a. Bagaimana bentuk-bentuk pembinaan akhlak siswa melalui penyelenggaraan program Imtaq
di kelas VIII SMPN 1 Gunungsari?
b. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam penyelenggaraan program Imtaq
c. Apa saja alternatif (solusi) yang perlu dilakukan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan Penelitian
Berangkat dari konteks dan fokus Penelitian di atas, Peneliti dapat merumuskan
tujuan Penelitian sebagai berikut:
a.

Untuk mengetahui bentuk-bentuk pembinaan akhlak siswa melaui penyelenggaraan program


Imtaq di kelas VIII SMPN I Gunungsari.

b. Untuk mengetahui kendala-kedala apa saja yang dihadapi dalam penyelenggaraan program
Imtaq
c.

Untuk memberikan alternatif (solusi) dalam mengatasi kendala-kendala itu.

2. Manfaat Penelitian
a. Kegunaan Teoritis
Secara teoritik, hasil Penelitian ini diharapkan menjadi kajian yang menarik bagi
kalangan akademisi dan praktisi pendidikan mengenai urgensinya pendidikan dan pembinaan
akhlak pada siswa. Sehingga, nantinya sekolah yang mengemban tugas mulia, sebagai

pembina generasi yang berakhlak atau berbudi pekerti yang luhur benar-benar terealisasi. Di
samping itu, hasil Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan
tentang penyelenggaraan program Imtaq dalam rangka pembinaan akhlak siswa di sekolah
lanjutan tingkat pertama pada khsusnya.
b. Kegunaan Praktis
Hasil dari Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada lembaga
pendidikan (SMPN 1 Gunungsari) dalam menjalankan perannya, agar output yang dihasilkan
dapat memiliki nilai lebih, seperti yang diharapkan oleh semua orang. Bagi orang tua dan
masyarakat umum, hasil Penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi tentang kondisi
SMPN 1 Gunungsari dalam hal kualitas akhlak siswanya, sehingga diharapkan masyarakat
dapat ikut membantu atau mendukung pembinaan akhlak dan kecakapan hidup bagi siswa.

D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian


1. Ruang Lingkup Penelitian
Sesuai dengan fokus yang diteliti, maka ruang lingkup Penelitian ini meliputi, bentukbentuk pembinaan akhlak siswa, kendala-kendala yang dihadapi dan alternatif (solusi)
pemecahaannya dalam penyelenggaraan program Imtaq di Kelas VIII SMPN 1 Gunungsari.
Penelitian ini tidak mengkaji masalah-masalah pendidikan secara umum di lokasi Penelitian,
tetapi terbatas pada bentuk-bentuk dan kenda-kendala yang dihadapi.
2. Setting Penelitian
Lokus Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 1 Gunungsari yang berlokasi di Desa
Gunungsari kecamatan Gunungsari. Tertariknya Peneliti melaksanakan Penelitian di lokasi
tersebut, karena: pertama; SMP Negeri 1 Gunungsari merupakan sekolah menengah yang
banyak Peneliti ketahui seluk-beluknya, dibandingkan dengan sekolah lain. Kedua, karena

lokasi ini sangat mendukung dan memiliki sarana prasarana pendidikan cukup memadai,
termasuk fasilitas ibadah. Ketiga, locus tersebut sangat diminati oleh mayoritas masyarakat
sekitar, sebagai salah satu sekolah yang maju.

E. Telaah Pustaka
Pertama kali yang ingin Penulis katakan adalah, permasalahan ini bukanlah masalah
baru lagi yang sedang on, tentu sudah banyak yang membahas, baik dalam bentuk buku atau
pun Skripsi. Dari beberapa basil Penelitian yang telah dilakukan, tentu sudah banyak konsepkonsep baru tentang pembinaan akhlak siswa dikeluarkan oleh para pemerhati pendidikan.
Sebagai deskripsi, Penulis mengambil hasil-hasil dari beberapa Penelitian (dalam
bentuk Skripsi) yang telah dilakukan sebelumnya dengan tema serupa, tetapi tidak sama. Di
antaranya Skripsi yang disusun oleh Muslim dengan judul Studi tentang Pembinaan Akhlak
terhadap Remaja di desa Tenga Woha Kabupaten Bima mengulas tentang bagaimana bentuk
pembinaan akhlak pada remaja serta problema dan upaya yang dilakukan oleh tokoh
masyarakat. Jadi Penulis melakukan Penelitian pada lingkungan masyarakat bukan dilakukan
di lingkungan pendidikan (sekolah).
Kemudian Skripsi dengan judul Dampak Pelaksanaan Program Imtaq terhadap
pengembangan kepribadian siswa kelas I MTs Negeri 1 Jonggat Lombok tengah yang
disusun oleh Lidiawati. Penulis menjelaskan tentang dampak-dampak pelaksanaan program
Imtaq terhadap pengembangan kepribadian siswa serta faktor-faktor yang menjadi pendorong
dan penghambat penyelenggaraan Imtaq di MTs negeri 1 Jonggat, tetapi Penulis tidak
memaparkan alternatif (solusi) pemecahannya.
Dari para penyusun Skripsi di atas, jelas mempunyai kesamaan, hubungan dan
perbedaan konsep. Tetapi, jika dilihat dari masalah yang diangkat oleh Penulis sekarang ini
yang menjelaskan tentang pembinaan akhlak siswa melalui penyelenggaraan program Imtaq

di kelas VIII SMPN 1 Gunungsari di mana dalam Penelitian ini menitikberatkan bentukbentuk, kendala-kendala dan alternatif (solusi) pemecahannya. Dari semua konsep tersebut,
Penulis yakin semuanya bertujuan baik dan bermanfaat bagi para pembaca. Dalam tulisan ini,
penulis hanya ingin mengatakan bahwa Penelitian ini banyak mempunyai relevansi dengan
buku-buku dan Skripsi, hanya saja tidak sama pembahasan dan ruang lingkup yang akan
dibahas nantinya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Penelitian yang akan dibahas
nantinya, belum diteliti oleh para Peneliti dengan objek dan subjek yang sama. Otentisitas
merupakan orientasi dari tulisan dan menjadi nilai tersendiri bagi Penulis.

F. Kerangka Teoritik
1. Pengertian Akhlak
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk jamak dari khuluq yang
berarti: budi pekerti, perangai, tingkah laku, tabiat atau moral. 9[9] Istilah akhlak seakar
dengan kata khaliq (pencipta), makhluq (yang diciptakan), dan khalaq (penciptaan),
kesamaan akar tersebut mengisyaratkan bahwa dalam perilaku manusia (makhluk) baru
mengandung nilai-nilai yang baik, jika tindakan atau perilaku tersebut didasarkan pada
kehendak Tuhan (selaku Khaliq).10[10]
Imam Al Ghazali11[11] mendefinisikan akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa
yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan ringan dan mudah tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan (tashduru al-afal bi suhulah wa yusr, min ghoiri hajah ila fikr
wa rukyah). Sedangkan menurut Yunahar Ilyas,12[12] mendefinisikan akhlak adalah sifat yang
tertanam dalam jiwa yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk

9[9] Abudin Nata, Paradigma Pendidikan Islam, (Jakarta: Gramedia Widya Sarana Indonesia, 2001), h. 187.
10[10] Yunahar Ilyas, Kuliah akhlak, (Yogyakarta: LPPI UMY, 2005), h. 1
11[11] Al Ghazali, Ihya Ulumuddin, Beirut: Darul Fikr, 1989), h. 58
12[12] Yunahar Ilyas, Kuliah akhlak., h. 2.

tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan (tashduru anha al malu min khoiri au
syarri min ghairi hajati ila fikr wa rukyah).
Dari beberapa pengertian di atas, dapat diketahui bahwa akhlak adalah perbuatan yang
memiliki beberapa ciri antara lain: pertama, sifat tersebut sudah tertanam kuat dalam batin
seseorang, mendarah daging, dan menjadi kepribadian sehingga tidak mudah hilang. Kedua,
perbuatan tersebut dilakukan secara terus menerus di manapun ia berada, sehingga pada
waktu mengerjakan sudah tidak memerlukan pertimbangan dan pemikiran lagi. Ketiga,
perbuatan tersebut dilakukan dengan tulus ikhlas atau sungguhan, bukan dibuat-buat atau
berpura-pura. Keempat, perbuatan tersebut dilakukan dengan kesadaran sendiri, bukan
paksaan atau tekanan dari luar, melainkan atas kemauannya sendiri.
2. Pengertian Pembinaan Akhlak Siswa
Yang dimaksud dengan pembinaan akhlak melalui kegiatan ektsra kurikuler (Imtaq)
adalah pembinaan yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam hal ini guru-guru pembina dan
Kepala Sekolah di kelas atau pun di tempat-tempat khusus. Pembinaan tersebut melalui
berbagai macam cara, antara lain: melalui matapelajaran tertentu atau pokok bahasan atau
subpokok bahasan khusus dan melalui program-program lainnya, seperti Imtaq. Dalam hal
ini, guru-guru tersebut mendapat tugas agar dapat mengintegrasikan secara langsung nilainilai akhlak kepada siswa. Di samping itu, guru yang mengajar matapelajaran tertentu yang
sulit untuk membahas nilai-nilai akhlak, bisa secara eksplisit melalui pokok bahasan tertentu
untuk mengintegrasikannya dengan cara menyisipkan dalam pokok bahasan yang sedang
dikaji.13[13]
Dalam kehidupan sehari-hari, istilah pembinaan seringkali diperdengarkan dalam
hubungannya dengan bimbingan atau arahan-arahan yang diberikan oleh seseorang kepada
orang lain, tetapi hal ini masih memberikan konotasi yang berbeda-beda, sehingga dapat
menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda pula, di mana pengertian dari pembinaan itu
sendiri adalah suatu usaha untuk memperbaharui dan memperbaiki manusia dalam
kehidupannya.14[14] Secara harfiah, pembinaan berarti pemeliharaan secara dinamis dan
berkesinambungan.15[15] Maka, untuk itu pembinaan akhlak adalah suatu usaha atau kegiatan
memelihara dan mengembangkan fitrah manusia menuju insan yang dewasa jasmani dan
rohani, demi kebahagian dunia akhirat bermanfaat bagi bangsa dan negara.16[16]
3. Tujuan Pembinaan Akhlak Siswa Melaui Program Imtaq
13[13] Abdul Mujib, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, Cet, I (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), h. 199.
Lihat pula Departemen Pendidikan Nasional Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Jakarta Press, 1995), h.
504.
14[14] Sahminan Zaini, dkk., Wawasan Al-Quran tentang Pembangunan Manusia

Seutuhnya, (Jakarta: Kalam Mulia, 1996), h. 25


15[15] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia., h. 504.
16[16] Andi Mafiere, Pengantar Bimbingan dan Konseling Di Sekolah, (Surabaya: Usaha
Nasioal, 1984), h. 12.

Pembinaan akhlak di sekolah memiliki tujuan agar siswa dapat mempunyai


kemampuan atau kompetensi dasar yang harus dikuasai pesertadidik antara lain adalah siswa
terbiasa berperilaku dengan sifat-sifat terpuji. 17[17] Agar kompetensi tersebut dapat tercapai,
maka perlu ditentukan, dipilih, dirancang organisasi isi/materi pembelajaran, strategi
penyampaian serta pengelolaannya. Pembinaan akhlak merupakan spesifikasi pendidikan
nilai di sekolah, yang salah satu caranya dilakaukan dalam program Imtaq. Oleh karena itu,
pembinaan akhlak melalui Imtaq harus mampu melatih dan mengarahkan perkembangan
siswa agar akhlak mereka merupakan manifestasi dari nilai-nilai yang dikenal dan
diyakininya. Dalam memilih dan menetapkan strategi penyampaian, diperlukan pertimbangan
antara lain karakteristik anak didiknya, di samping pertimbangan-pertimbangan lainnya. Hal
ini agar nilai akhlak dapat terinternalisasi dan terwujud dalam tindakan nyata.
Pembinaan dan pengajaran akhlak melalui Imtaq bertujuan untuk memberikan
bimbingan dan pertolongan secara sadar kepada anak didik agar dapat memiliki pengetahuan
dan kecakapan, keterampilan yang benar-benar dikuasai dan dapat dipergunakan, baik di
sekolah maupun di masyarakat. Pembinaan akhlak melalui Imtaq secara khusus untuk
menghasilakan hal-hal sebagai berikuti:
(a). Melahirkan perbuatan yang mulia dan sempurna dalam: (1) Hubungan dan ibadah kepada
Allah.(2) Hubungan dengan sesama manusia. (3). Hubungan dengan binatang, tumbuhtumbuhan, dan makhluk Allah yang lain
(b). Terhindar dari perbuatan hina dan tercela dalam hubungan kepada Allah, Rasul, sesama
manusia, binatang, tumbuhan dan makhluk Allah yang lain.
(c). Melahirkan perbuatan yang serasi antara kata dan tindakan, antara teori dan praktek.
(d). Melahirkan perbuatan yang mempunyai keseimbangan dalam memenuhi kebutuhan duniawi
dan ukhrawi, lahir maupun batin dan jasmani maupun rohani.
(e). Memperoleh kemudahan dalam memenuhi hak dan kewajiban dan tetap terjaga martabatnya
secara terhormat di dunia dan akhirat. Jadi, tujuan pentingnya pembinaan akhlak adalah untuk
membentuk pribadi Muslim yang berbudi pekerti mulia, bertingkah laku sopan, berperangai
atau beradat istiadat yang baik sesuai ajaran Islam.
Pembinaan akhlak melalui program Imtaq bertujuan meningkatkan keimanan,
pemahaman, penghayatan dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam, sehingga
17[17] Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam (Bandung: Nuansa, 2003), h.
89.

menjadi manusia Muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. serta mempunyai
sikap yang mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.18[18]
Jadi, tujuan utama dalam pembinaan program ini ialah terciptanya kemampuan
peserta didik dalam mentaati kehidupan dengan cara penanaman ilmu dan ketrampilan pada
anak, merupakan tujuan awal dari Islam. Sedangkan tujuan akhir, maka pererta didik dibekali
dengan pendidikan spiritual yang di dalamnya terdapat pendidikan agama, pendidikan sikap
(akhlak) sosial siswa.19[19]
4. Peranan Guru Agama Islam dalam Pembinaan Akhlak Siswa
Menurut Amran, peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan. 20
[20] Peranan adalah terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang
dilakukan dalam suatu situasi tertentu. Menurutnya peranan guru adalah terciptanya
serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu,
serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa yang
menjadi tujuannya.21[21]
Sedangkan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama pendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan usia anak dini jalur pendikan formal, pendidikan dasar dan menengah. 22[22]
Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1)
berfungi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi
untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Demikian pula pasal 6 (enam) menjelaskan
kedudukan guru dan Dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem
18[18] Raka Joni, T, Pokok-pokok Pikiran Mengenai Pendidikan Guru. (Jakarta: Ditjen Dikti
Depdiknas, 1992), h. 2.

19[19] Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, h. 4.


20[20] Amran, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Chaniago, 1995), h. 449.
21[21] Ibid.,
22[22] Undang-undang Guru dan Dosen, Bandung: Fokus Media, 2009, h.2.

pendidikan nasioanl dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya


potesni peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga
negara yang demokratis dan bertanggungjawab.23[23]
Secara khusus, guru agama adalah guru yang diberi tugas, wewenang dan
tanggungjawab oleh pejabat berwenang untuk mengajarkan matapelajaran agama pada
sekolah baik SD, SLTP dan SLTA atau matapelajaran agama Islam pada madarasah di
lingkungan Departemen agama. Apabila diperhatikan, guru mempunyai peranan yang sangat
besar dalam usaha pembentukan sumber daya manusia (SDM) yang potensial dibidang
pembangunan. Karena maju dan mundurnya suatu bangsa, sebagian besar ditentukan oleh
pendidikan, guru dan sumber daya manusianya. Berkaitan dengan hal tesebut, maka
sebenarnya guru mempunyai peranan dan andil yang sangat besar dalam usahanya untuk
mengantarkan siswa atau anak didik ketarap yang dicita-citakan.
Para guru agama mempunyai tugas dan tanggungjawab yang lebih berat dibandingkan
dengan pendidik pada umumnya, karena selain mengajar ilmu pengetahuan ajaran agama
Islam, juga bertanggungjawab terhadap pembentukan pribadi anak didik yang sesuai dengan
ajaran Islam. Karena beratnya tanggungjawab tersebut, supaya guru agama dapat
melaksanakan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya. Bagi guru agama, di samping harus
memiliki syarat-syarat khusus, masih harus ditambah dengan syarat yang lain.
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi dalam Pembinaan Akhlak
Berhasil tidaknya pembinaan akhlak yang dilakukan ditentukan oleh beberapa faktor
yang saling mempengaruhi. Namun, faktor intregralnya terletak pada pendidik dengan segala
kemampuan dan keterbatasannya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi akhlak siswa
antara lain, sebagai berikut:
a. Faktor Guru dan Kepala Sekolah
23[23] Ibid., h. 5-6.

Di samping guru, kepala sekolah beserta stafnya harus menjadikan sekolah sebagai
masyarakat belajar dan bermoral, dalam arti semua ikut bertanggung jawab terhadap
pembentukan akhlak siswanya. Semua orang dewasa harus dapat menjadi model dari nilainilai inti dalam setiap perilakunya yang diharapkan akan mempengaruhi akhlak siswa.
Dengan demikian, jika siswa diharapkan untuk ikut bekerjasama memperbaiki keadaan
sekolah agar tercapai suasana yang dinamis dan konstruktif. Demikian pula yang terjadi pada
pimpinan sekolah beserta stafnya, mereka harus ikut bertanggung jawab dan memikirkan
tentang langkah-langkah yang seharusnya dilakukan oleh sekolah.24[24]
Tugas dari pendidik atau guru adalah sebagai media agar anak didik mencapai tujuan
yang dirumuskan. Tanpa pendidik, tujuan pendidikan manapun yang dirumuskan tidak akan
tercapai, oleh sebab itu sangat diperlukan guru yang profesional karena guru yang profesional
akan lebih mampu dan lebih menguasai teori pelajaran yang akan diberikan dan tentu lebih
berhasil sebagai guru untuk membina dan mengembangkan kemampuan siswa. Oleh karena
itu, guru bukan orang biasa, tetapi harus memiliki kemampuan serta keahlian khusus, dan
tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Abu Ahmad mengemukakan, bahwa syarat yang
harus dipenuhi oleh seorang guru adalah:
(1) Ijazah
(2) Umur
(3) Kesehatan
(4) Budi pekerti
(5) Surat pengangkatan
Di samping itu, pengalaman mengajar yang baik turut membantu terhadap
kemampuan mengajar. Bagi seorang guru, pengalaman merupakan suatu hal yang sangat
berharga, sebab pengalaman yang ditemukan pada waktu mengajar lebih terkesan daripada
hanya mempelajari teori. Dengan pengalaman tersebut, seorang guru dapat melihat hal yang
24[24] http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/37/pembinaan_kepatuhan_peserta_didi.htm dikutip
pada tanggal 5 Febuari 2010.

terbaik, sehingga pengalaman itu semakin meningkatkan kualitas peran dalam usaha
membina anak didik.
b. Faktor siswa
Siswa adalah orang yang belajar dan menerima bimbingan dari guru dalam kegiatan
pendidikan. Antara guru dan siswa merupakan dua faktor yang tidak bisa dipisahkan dan
tidak bisa berdiri sendiri, di mana guru sebagai pemberi pelajaran dan siswa menerima
pelajaran. Kedua tentunya aktif, bukan guru saja tetapi siswa dalam menerima pelajaran harus
dengan perhatian dan minat yang besar. Oleh sebab itu, anak didik harus diperhatikan dalam
kegiatan pendidikan karena anak didik merupakan objek pendidikan yang menjadi inti dari
pendidikan.
Secara teori, peserta didik bisa berkembang secara optimal dalam arti mampu
berkembang secara kreatif. Pada pokoknya, akhlak itu terbagi 2 bagian yaitu akhlak baik dan
buruk. Akhlak baik disebut akhlakul al-karimah (terpuji) dan akhlak buruk disebut akhlak
mazmumah (tercela).
(1). Akhlakul al-Karimah (terpuji)
Baik buruknya akhlak seseorang menjadi salah satu syarat sempurna atau tidaknya
keimanan orang tersebut. Seseorang yang dikatakan sempurna imannya kalau sudah
berakhlak baik dan sekaligus martabat dan kehormatan manusia akan dapat ditegakkan.
Adapun yang tergolong akhlakul karimah di antaranya yaitu: cinta kepada Allah, taqwa
kepada Allah, mengharapkan kehadiran Allah, ridha atas qadha dan qadar, tawakal kepada
Allah, syukur kepada Allah, takut kepada Allah, bukan berarti menjauhi Allah, tetapi
sebaliknya sekuat tenaga untuk selalu berusaha di dekat-Nya.
Dengan cara menjauhi segala apa yang dilarang dan mengerjakan apa yang
diperintahkan Allah.
(2). Akhlak al-Mazmumah (tercela)

Akhlak semacam ini dapat merusak keimanan seseorang, sehingga martabat dan
kehormatan manusia menjadi jatuh dan selama hidupnya tidak akan bahagia, baik di dunia
dan akhirat. Adapun yang tergolong akhlak mazmumah di antaranya yaitu: bohong, takabur,
dendam, kufur, munafik, syirik, malas, dan pemutus silaturahmi. Akhlak baik akan memberi
manfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain, sedangkan akhlak tercela akan merugikan dirinya
sendiri dan orang lain.
6. Urgensi Imtaq dalam Pembinaan Akhlak Siswa
Sebelum Penulis mengemukakan pentingnya pembinaan akhlak melalui Imtaq,
Penulis akan memaparkan tentang tujuan pendidikan nasional. Menurut UU Sisdiknas No.
20 Tahun 2003 yaitu:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Dalam konsep akhlak sesuatu perbuatan itu akan dinilai baik atau buruk, terpuji atau tercela,
semata-mata karena ajaran yang tertuang dalam al Quran dan as-Sunnah. Hati nurani atau
fitrah dalam bahasa al-Quran memang dapat menjadi ukuran baik dan buruk karena manusia
diciptakan oleh Allah SWT memiliki fitrah bertauhid, mengaku keesaan-Nya. Karena fitrah
manusia cinta kepada kesucian dan selalu cenderung kepada kebenaran. Hati nuraninya selalu
mendambakan dan merindukan kebenaran dan mengikuti ajaran-ajaran Tuhan karena
kebenaran itu datangnya dari sumber kebenaran mutlak (Allah). Dengan demikian, jelaslah
bahwa ukuran yang pasti (tidak spekulatif), objektif, komprehensif, dan universal untuk
menentukan baik dan buruk hanyalah al-Quran dan as-Sunnah.
Dari uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa akhlak adalah suatu proses kontinuitas
dan berkelanjutan dalam rangka memenuhi jati diri yang sebenarnya. Karena akhlak itu
sendiri membicarakan baik dan buruk (mahmudah dan mazmumah), maka bisa saja hasil
yang terjadi dalam proses pemahaman akhlak tersebut baik dan benar juga. Maka, di sinilah

pentingnya dilakukan pembinaan akhlak melalui program Imtaq sejak dini dalam upaya
menemukan jati diri dan hakekat Tuhan.
Selanjutnya dalam memberikan teladan kepada siswa, pihak sekolah harus membuat
langkah atau kegiatan sebagai berikut, antara lain:
a.

Melakukan jabat tangan apabila bertemu dengan sesama warga sekolah atau tamu. Dalam
menjalankan strategi ini pihak sekolah menugaskan guru atau karyawan agar melakukan
salaman (jabat tangan) kepada siswa yang dilakukan di depan pintu gerbang dalam. Petugas
biasanya berjumlah dua orang, satu orang laki-laki dan satu perempuan. Petugas akan
berjabat tangan dengan anak sesuai dengan jenis kelaminnya dan apabila ada anak yang tidak
rapi dalam memakai pakaiannya seperti lengan baju yang dilipat atau tidak dikancingkan,
maka petugas akan segera merapikannya.

b. Memberi contoh perbuatan untuk membentuk kebiasaan siswa dalam melakukan amaliyah
sehari-hari seperti upacara bendera pada hari senin, shalat dzuhur, atau shalat Jum`at hampir
semua warga sekolah terlibat secara aktif. Begitu pula dalam berucap dan bertutur kata
sekolah berusaha agar warga dapat menjaga sopan santun dengan baik. Seperti yang
dipaparkan oleh guru-guru dan karyawan yang Penulis temui dan berdialog dengan mereka.
Meskipun demikian terdapat ketidaksesuaian antara yang diharapkan dengan kenyataan
yang terjadi di lapangan. Selama Peneliti melakukan observasi di lingkungan sekolah banyak
anak yang berperilaku terlalu santai atau bahkan terkesan kurang sopan.
c. Mengajak siswa untuk mencontoh tokoh-tokoh yang berakhlak mulia. Mewujud kebijakan
ini antara lain adalah dengan memberi nama setiap ruangan kelas dengan nama-nama tokohtokoh Islam. Di antaranya adalah sahabat nabi seperti Abu Bakar, Ibnu Umar, Ibnu Mas`ud,
tokoh-tokoh ilmuwan Muslim seperti Al Kindi, Al Ghazali, Al Farabi, dan lain-lain, serta
tokoh-tokoh pahlawan nasional seperti P. Diponegoro, Kahar Muzakir, dan lain-lain.
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Setiap Penelitian akan memerlukan suatu pendekatan atau desain yang menunjukkan
cara pengumpulan dan menganalisa data, agar Penelitian dapat dilaksanakan secara efektif
dan efisien, secara serasi dengan tujuan Penelitian. Dalam melakukan Penelitian ini Penulis
menggunakan pendekatan yang bersifat kualitatif karena data yang akan diperoleh di

lapangan lebih banyak yang bersifat informasi dan keterangan-keterangan bukan dalam
bentuk simbol atau angka. Penelitian kualitatif menurut Moleong adalah prosedur Penelitian
yang menghasilkan data deskriftif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
prilaku yang dapat diamati.25[25] Dengan demikian, dalam menggunakan metode yang
bersifat kualitatif, Peneliti hanya mengharapkan apa adanya dari ucapan atau tulisan dari
prilaku dari orang-orang atau subyek yang diteliti.
Dalam memaparkan data dari temuan serta dalam membahas Skripsi ini Penulis
mengemukakan secara deskriftif, yaitu menggambarkan dengan kata-kata semua data-data
yang diperoleh serta diuraikan secara alamiyah (apa adanya). Demikian juga analisisnya
menggunakan analisis data secara induktif. Sedangkan dalam proses pengumpulan data
Peneliti lebih banyak berhubungan dengan responden.
Adapun ciri-ciri Penelitian yang dilakukan dengan pendekatan kualitatif, yaitu:
a. Dilakukan Penelitian pada latar alamiyah pada konteks dari suatu keutuhan (entity).
b. Peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama.
c. Menggunakan metode kualitatif.
d. Menggunakan analisis data secara induktif
e. Lebih menghendaki arah bimbingan penyusunan teori substantif berasal dari data.
f. Deskriptif
g. Lebih banyak mementingkan segi proses dari pada hasil
h. Adanya batas yang ditentukan oleh fokus
i. Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data
j. Desain yang bersifat sementara
k. Hasil Penelitian dirundingkan dalam disepakati bersama.26[26]
25[25] Moleong, J. Lexy, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, (Bandung: Remaja Rosa Karya,
2001), h. 3.

26[26] Moleong, J. Lexy, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosa Karya, 1996), h. 4-8.

Berdasarkan ciri-ciri pendekatan kualitatif di atas, maka dalam Penelitian ini, Penulis
mengkaji setiap peristiwa, aktivitas-aktivitas dan program-program kerja atapun hal-hal lain
yang berhubungan dengan efektivitas penyelenggaraan program Imtaq dalam rangka
pembinaan akhlak siswa di SMPN 1 Gunungsari. Pendekatan kualitatif merupakan suatu
rangkaian kegiatan atau proses menyaring data atau informasi yang sewajarnya mengenai
suatu masalah dalam kondisi tertentu pada obyeknya. Oleh karena itu, dalam Penelitian ini
Penulis mengkaji setiap peristiwa, aktifitas kerja maupun konsep-konsep kerja dan hal-hal
lain yang berhubungan dengan efektifitas penyelenggaraan program Imtaq dalam rangka
pembinaan akhlak siswa di SMPN 1 Gunungsari.
Untuk mendapatkan data yang akurat tentang hal-hal yang diteliti, Peneliti
menghubungi sumber data yang ada di lokasi seperti Kepala Sekolah, guru agama Islam, guru
pembina Imtaq dan guru bidang studi lainnya yang dianggap perlu. Tujuannya adalah;
memberikan bukti-bukti penelitian, memudahkan Peneliti dalam penelitian dan penelitian ini
bertujuan untuk mengkaji secara lebih mendalam masalah; perencanaan dan penyelenggaraan
progran Imtaq dan pendorong dan penghambat Imtaq dalam pembinaan akhlak siswa di
SMPN 1 Gunungsari.

2. Kehadiran Peneliti
Kehadiran Peneliti dalam penelitian ini berperan sebagai instrumen kunci yang
langsung melibatkan diri dalam kegiatan subjek, artinya Peneliti secara langsung melibatkan
diri dalam kegiatan Imtaq yang ada di sekolah dalam semua hal-hal yang berkaitan dengan
subjek Penelitian yang telah ditetapkan atau yang telah ditentukan oleh Peneliti sendiri sesuai
dengan jadwal Penelitian.
Dalam hal ini kehadiran Peneliti bukan ditujukan untuk mempengaruhi subjek
Penelitian, tetapi untuk mendapatkan data-data yang akurat dan sewajarnya dengan ikut

terlibat langsung dalam aktivitas-aktivitas mereka. Untuk mendapatkan data-data yang akurat
dan sesuai dengan tujuan penelitian, maka hal-hal yang perlu dilaksanakan oleh Peneliti di
lapangan penelitian adalah sebagai berikut:
a. Melakukan observasi secara mendalam tentang objek Penelitian
b. Mengadakan wawancara secara langsung dengan pihak-pihak terkait, antara lain : kepala
sekolah, guru agama dan guru bidang studi lainnya, guru BP/BK, serta para siswa/siswi
SMPN 1 Gunungsari
c. Di samping mengadakan observasi dan wawancara, Peneliti melakukan pencatatan data-data
terutama data-data yang berkenaan dengan fasilitas serta data tentang keadaan guru,
siswa/siswi, dan keadaan lingkungan sekitar SMPN 1 Gunungsari.
Adapun yang menjadi permasalahan dalam Penelitian

ini adalah

efektivitas

penyelenggaraan program Imtaq dalam pembinaan akhlak siswa. Tujuan utama kehadiran
Peneliti di lokasi Penelitian adalah untuk mendapatkan data dan informasi yang dibutuhkan.
Dalam metode kualitatif, Peneliti perlu melibatkan diri dalam kehidupan orang-orang yang
menjadi objek Penelitian. Dengan keterlibatan tersebut, Peneliti dapat mengetahui kejadiankejadian waktu melakukan observasi.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian yang akan dijadikan sebagai objek adalah SMPN I Gunungsari.
Karakter khas lokasi Penelitian menjadi lembaga favorit di daerah tersebut. Perhatiannya
menyedot banyak minat masyarakat untuk dapat menyekolahkan anaknya di sana. Padahal
ada beberapa alternatif sekolah di daerah yang sama, tetapi dominan dari animo masyarakat
adalah pada SMPN I itu. Dari asumsi sementara yang Penulis amati adalah karena di samping
fasilitas infrastrukur dan struktur bangunan pendidikan yang cukup memadai, juga kurikulum
ekstranya demikian padat, baik itu yang berhubungan dengan matapelajaran atau pun
tambahan skill lain yang berbentuk hiburan seperti dramben, drama dan sejumlah kegiatan
olah raga.

4. Sumber Data

Yang dimaksud dengan sumber data menurut Arikunto adalah subjek dari mana data
diperoleh.27[27] Seperti yang dikemukakan oleh Arikunto bahwa sumber data dapat
diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu :
1. Person, yaitu sumber data yang bisa memberikan data berupa jawaban
2. Place, yaitu sumber data yang menyajikan tampilan berupa keadaan diam dan bergerak
3. Paper, yaitu sumber data yang menjadikan tanda-tanda berupa huruf, angka, gambar atau
simbol-simbol lain.28[28]
Oleh karena itu, dalam Penelitian ini Peneliti menggunakan metode observasi,
wawancara dan dokumentasi dalam mengumpulkan data, maka yang menjadi sumber data
adalah:
a.

Kepala SMPN 1 Gunungsari, untuk mendapatkan data tentang efektivitas penyelenggaraan


program Imtaq dalam rangka pembinaan akhlak siswa di SMPN 1 Gunungsari.

b.

Guru agama untuk mendapatkan data tentang perencanaan dan proses penyelenggaraan
program Imtaq.

c.

Guru BP/BK untuk mendapatkan data tentang bagaimana penyelenggaraan program Imtaq
dalam pembinaan akhlak siswa.

d.

Guru bidang studi lainnya untuk mendapatkan data tentang bagaimana sikap dan prilaku
siswa di dalam mengikuti pelajaran di kelas, seperti guru bidang studi PPKn, Sejarah,
Keterampilan dan sebagainya.

e.

Siswa/siswi SMPN 1 Gunungsari untuk mendapatkan data tentang penyelenggaraan program


Imtaq dalam rangka pembinaan akhlak.

f.

Guru pembina Imtaq.


5. Tehnik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data, diperlukan alat penumpulan data. Alat pengumpulan data
tersebut adalah metode data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan dalam
27[27] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi,,
(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998), h. 114.
28[28] Ibid., h. 114-115.

Penelitian. Dalam hubuungan ini, maka alat pengumpul data yang diperlukan ada tiga (tiga)
macam metode:
a.

Metode Observasi
Metode observasi adalah suatau cara pengumpulan pengamatan dan pendataan secara
sistematis terhadap fenomena yang diselidiki secara luas dan menyeluruh. 29[29] Menurut
Moleng observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis mengenal
fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan. Observasi
dapat dibagi atas pengamatan terbuka dan pengamatan tertutup. Pengamatan secara terbuka
observasi oleh subjek, dan para subjek dengan sukarela memberikan kesempatan kepada
pengamat untuk mengamati peristiwa yang terjadi. Sebaliknya pada pengamatan tertutup,
pengamatnya beroperasi dan mengadakan pengamatan tanpa diketahui oleh subjeknya.30[30]
Dalam Penelitian ini, Peneliti mengunakan observasi secara terbuka dengan diketahui
oleh subjek untuk mendapatkan data-data yang sesuai dengan kenyataan. Adapun data yang
diperoleh dengan menggunakan metode ini adalah:
1. Keadaan lingkungan di sekitar SMPN 1 Gunungsari
2. Keadaan sarana dan prasarana SMPN 1 Gunungsari
3. Pelaksanaan kegiatan program Imtaq
4. Informasi dan berbagai sumber
b. Metode Interview
Metode interview adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapann itu
dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan
yang diwawancara (interviewe) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. 31[31] Namun
dalam Penelitian ini Penulis akan memilih wawancara berstruktur yaitu wawancara yang
pewawancaranya menetapkan sendiri masalah-masalah dan pertanyaan yang akan diajukan.

29[29] Ibid., h.136.


30[30] Moleong, J. Lexy, Metode Penelitian Kualitatif., h. 127.
31[31]Ibid., h. 138.

Penulis menggunakan wawancara ini karena ingin mengetahui

bagaimana

perencanaan program Imtaq, proses penyelenggaraan program Imtaq, pendorong dan


penghambat program Imtaq. Dalam rangka pembinaan akhlak siswa di SMPN 1 Gunungsari.
Semua masalah di atas, akan Penulis peroleh melalui interview dengan responden, yakni;
Kepala sekolah SMPN 1 Gunungsari, guru Agama, guru BP/BK, siswa SMPN 1 Gunungsari,
guru bidang studi lainnya, dan guru pembina Imtaq.

c. Metode Dokumentasi
Yang dimaksud dengan metode dukumentasi adalah mencari data mengenai halhal atau variabel yang berupa catatan,transkrip buku, surat kabar majalah, prasasti, notulen
rapat agenda dan sebagainya.32[32] Dokumentasi sudah lama digunakan untuk menguji,
menafsirkan bahkan meramalkan data yang didapatkan. Dengan metode dokumentasi ini,
Penulis bermaksud untuk mencatat data-data yang bersumber dari dokumentasi resmi SMPN
1 Gunungsari, berupa: gambara umum lokasi penelitian, visi misi sekolah, daftar guru, dan
daftar sejumlah data lain yang dianggap penting.
6. Analisa Data
Setelah data terkumpul dari hasil Penelitian di lapangan, maka proses selanjutnya
adalah menganalisa data-data yang sudah terkumpul tersebut. Analisa data merupakan proses
mengorganisasikan dan mengurus data ke dalam pola, kategori dan satuan ialah dasar
sehingga dapat ditentukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan
oleh data.33[33]
Dengan demikian, data yang dapat terkumpul dibahas, ditafsirkan dan dikumpulkan
secara induktif. sehingga dapat memberikan gambaran jelas mengenai hal-hal yang terjadi.

32[32] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian., h. 234.


33[33] Moleong, J. Lexy, Metode Penelitian Kualitatif., h. 103.

Mengingat Penelitian ini hanya menampilkan data-data yang berupa ungkapan-ungkapan dan
tidak menggunakan analisa statistik.
Penelitian dengan menggunakan metode-metode tersebut untuk mengelola data-data
empiris dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi dengan landasan yang ada sehingga
didapatkan suatu kesimpulan.
7. Validitas Data
Validitas atau keabsahan data bertujuan untuk membuktikan bahwa apa yang didapati
oleh Peneliti sesuai dengan apa yang ada dalam kenyataan di lokasi Penelitian. Untuk
memperoleh keabsahan data, maka dalam Penelitian ini digunakan proses validasi dengan
melalui teknik trianggulasi, yaitu dengan melakukan cek kepada sumber data lain dalam
waktu bersamaan, melakukan kaji ulang kepada sumber data yang sama dalam waktu
berlainan, dan melakukan cek silang data kepada sumber-sumber yang berbeda dalam waktu
yang berbeda pula. Teknik trianggulasi dimaksudkan untuk memperoleh derajat kepercayaan
yang tinggi.
Peneliti juga berusaha untuk menjaga objektivitas dan keabsahan data sesuai standar
keilmuan dalam mencermati temuan data di lapangan. Hal ini disebabkan karena
bagaimanapun pedoman objektif tidaknya dan shahih tidaknya data hanya dapat diuji dengan
standar nilai objektif dan validitas yang dibuat secara spesifik menurut konsep Peneliti
sendiri. Seperti mencermati konsistensi statemen-statemen, ungkapan-ungkapan subjek yang
diteliti, mencermati tampilan wajah atau karakter, relevan atau tidaknya antara pengetahuan,
sikap, perilaku, perbuatan dan perkataan, serta kesesuaian antara data wawancara dengan
observasi. Data yang sudah dianalisis dicoba dikonfirmasikan sebagai upaya kesepakatan
bersama antara Peneliti dan subjek data yang diteliti atas temuan sebagai ciri khas dari
Penelitian kualitatif. Tentang corak Penelitian kualitatif naturalistik yang mempunyai konsep

metode untuk mengarahkan formatnya pada keaslian yang sesungguhnya tentang data,
kealamiahan, ungkapan subjek yang realistik atau senyatanya.
Dengan demikian, pendekatan ini mempunyai makna penting untuk membangun
kerangka konseptual tentang nilai-nilai yang ditampilkan sebagai sesuatu yang melekat utuh
dan menyeluruh secara substantif atas temuan di lapangan.
Hasil akhir yang merupakan temuan Peneliti di lapangan akan dilaporkan dalam
bentuk deskripsi tentang pembinaan akhlak siswa melalui penyelenggaraan program Imtaq di
SMPN 1 Gunungsari Lombok Barat tahun pelajaran 2009-2010. Laporan yang dibuat tersebut
berisi tentang data yang telah diolah dan dianalisis serta merupakan kesimpulan Peneliti
setelah melakukan kegiatan Penelitian. Sehingga akan didapatkan jawaban atas pertanyaan
penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya ketika Peneliti akan melaksanakan kegiatan
Penelitian.

BAB II
PAPARAN DAN TEMUAN DATA

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


1. Diskripsi Lokasi Penelitian
SMPN 1 Gunungsari terletak di Jalan Pariwisata No. 64 Dusun Balekuwu, Desa
Gunungsari, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat, Propinsi Nusa Tenggara
Barat. Adapun batasbatasnya adalah sebagai berikut:34[34]
Sebelah Utara : Kecamatan Pemenang
Sebelah Timur
Sebelah Selatan
Sebelah Barat

: Kecamatan Lingsar
: Kecamatan Rembiga Mataram
: Kecamatan Batulayar

Di daerah sekitarnya, dikenal sebagai pusat kerajinan bambu, khususnya Dusun


Kapek Atas. Terdapat pula berbagai jenis industri kecil seperti industri kecil pembuatan
bakul, anyaman bambu yang diminati oleh wisatawan asing setelah dikemas sedemikian rupa
oleh para ahlinya. Desa Gurungsari ini juga banyak yang menghasilkan industri bata, genteng
dan lain-lain serta terdapat juga banyak bengkel-bengkel kendaraan roda dua atau reparasi
motor ataupun mobil serta pengecatan motor/mobil.
Keadaan sosial ekonomi orang tua siswa tergolong mayoritas kurang mampu. Dari
segi pekerjaan orang tua siswa, mayoritas berprofesi sebagai buruh baik itu buruh tani, buruh
bangunan atau buruh lainnya. Dari segi pendidikan orang tua siswa terdiri dari tamatan
Sekolah Dasar (SD) 41,18 % lulusan SMP 21,50 % lulusan SMA/sederajat 27,19 %
Perguruan Tinggi 10,13%. Penghasilan orang tua siswa dibagi dua yaitu tidak mampu 74,45
% dan yang mampu 25,55 % kondisi ini, menurut salah satu guru, agaknya menyulitkan
Komite Sekolah bersama pihak sekolah dalam menyusun RAPBS maupun merencanakan
34[34] Dokumen resmi dari SMPN I Gunungsari, dikutip pada tanggal 20 Febuari 2010.

anggaran program pengembangan sekolah.35[35] Demikian sekilas letak geografis SMPN I


Gunungsari.
2. Visi Misi Sekolah
Usaha untuk terus menerus melakukan inovasi dan pengembangan, merupakan
suatu keharusan yang konsekuensi dari tuntutan perkembangan zaman yang begitu pesat dan
cepat. Hal ini harus dapat segera ditangkap dan direspon oleh lembaga pendidikan, termasuk
di antaranya SMPN I Gunungsari sebagai sebuah sekolah atau institusi formal yang di
dalamnya terdapat proses pendidikan, pelatihan, pembelajaran, dan pembekalan kepada
peserta didik. Kemauan untuk berubah dengan melakukan inovasi yang dilakukan oleh
SMPN I Gunungsari ini disertai dengan harapan agar dapat menghasilkan peserta didik
menjadi manusia yang berilmu, memiliki keahlian, berkepribadian matang, berakhlak mulia
serta memiliki kecakapan hidup. Sehingga output yang dihasilkan dapat menjadi manusia
yang bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungannya serta responsif dan mudah beradaptasi
mengikuti perkembangan yang terjadi dalam kehidupan.
Untuk dapat mewujudkan impian disusun sebuah visi dan misi sekolah sebagai
sebuah respon dari adanya perkembangan dalam dunia pendidikan dan agar dalam proses
pelaksanaannya, tidak menyimpang dari arah dan tujuan yang diinginkan. Dalam melakukan
perencanaan pendidikan dan latihan, SMPN I Gunungsari telah melakukan upaya antisipatif
terhadap konteks dan kecenderungan zaman di masa kini dan masa yang akan datang.
Perencanaan seperti ini menunjukkan adanya komitmen yang tinggi dari SMPN I Gunungsari
(para pimpinan dan guru) untuk mendidik dan mencetak generasi berkualitas yang siap
menghadapi tantangan, serta mampu berkompetisi dalam hidup dan kehidupan. Komitmen
seperti ini, memang harus dimiliki oleh seluruh stake holders pendidikan, terutama guru
sebagai pelaksana teknis dan sekaligus ujung tombak bagi keberhasilan proses pendidikan di
sekolah. Hal ini tentunya akan membawa dampak yang positif bagi peningkatan kualitas
35[35] Hasil wawancara dilakukan dengan Kepala Sekolah pada tanggal 04 Mei 2010.

dalam proses belajar mengajar di sekolah. Adapun visi dan misi SMPN I Gunungsari adalah
sebagai berikut.36[36]
Visi: Mewujudkan Pendidikan Unggul, Mandiri dan Prestasi
Misi : antara lain;
1. Sinergi Program dan Sumber Daya Menuju Mandiri.
2. Tingkatkan motivasi dan Kepuasan dalam Pretasi.
3. Mencitakan suasana belajar yang kondusip.
4. Meningkatkan minat baca pada setiap siswa.
5. Meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
6. Meningkatkan pengawasaan IPTEK untuk menyongsong
Globalisasi.
Demikian sekiranya visi dan misi yang jogran SMPN I Gunungsari Lombok barat
sebagai spirit dalam menjalankan proses pembelajaran untuk mencapai hasil yang maksimal.
3. Kondisi Objektif Sekolah
Perjalanan sebuah lembaga atau organisasi akan mengalami kekacauan dan
kegagalan mencapai tujuan apabila lembaga atau organisasi tersebut tidak terkoordinir
dengan baik. Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan, semestinya mempunyai sistem
organisasi yang baik. Organisasi sekolah yang baik menghendaki agar tugas-tugas dan
tanggung jawab dalam menjalankan penyelenggaraan sekolah untuk mencapai tujuannya
dibagi secara merata dengan baik sesuai dengan kemampuan, fungsi, dan wewenang yang
telah ditentukan. Oleh karena itu, perlu dibentuk sebuah struktur kepengurusan yang akan
menjalankan sekaligus mengendalikan perjalanan lembaga atau organisasi tersebut.
Adanya sebuah struktur ini diharapkan akan dapat membawa kemajuan bagi
lembaga atau organisasi menuju masa depan yang lebih baik dan dapat mencapai tujuan serta
harapan yang diinginkan. Di bawah ini Peneliti jelaskan keberadaan SMPN I Gunungsari
36[36] Dokumentasi profil SMPN I Gunungsari, dikutip pada tanggal 04 Mei 2010.

yang memiliki perangkap sarana prasarana, fasilitas-fasilitas, struktur dan organisasi sekolah
yang berfungsi sebagai lokomotif bagi suksesnya sebuah lembaga pendidikan.
a. Keadaan Gedung
Sekolah merupakan organisasi kerja yang diselenggarakan oleh sejumlah personil
dalam bentuk kerjasama untuk mencapai tujuan institusional. Kerjasama ini meliputi seluruh
kegiatan, baik yang bersifat kurikuler maupun ekstrakurikuler. Untuk dapat melaksanakan
kegiatan itu, maka diperlukan berbagai gedung dan alat kelengkapan yang berdaya guna
untuk mencapai tujuan pendidikan yang diselenggarakan.
Keberadaan gedung dan alat kelengkapan pendidikan ini sangatlah penting, karena
tanpa adanya gedung dan alat kelengkapan ini, kegiatan belajar mengajar di sekolah tidak
dapat terlaksana dengan baik.
Sebagai institusi pendidikan formal, SMPN I Gunungsari menyediakan berbagai
gedung dan fasilitas sarana dan prasarana yang menunjang proses belajar dan mengajar.
Pemenuhan sarana prasarana ini, tentunya didasarkan pada kebutuhan agar dalam
pemanfaatannya dapat berfungsi secara maksimal. Adapun gedung dan sarana yang berupa
peralatan dan perlengkapan dapat dilihat dalam tabel berikut:

Table 1
KEADAAN GEDUNG SMPN I GUNUNGSARI37[37]
No

Jenis Bangunan
Ruang Belajar
Ruang Praktek/Lab IPA
Ruang Praktek/ Lab Bahasa

Jumlah
Ruang
24
1
1

Luas
M2
1944
120
63

Kondisi
Bangunan
Baik
Baik
Baik

37[37] Dokumentasi diambil dari Bapak Hasan, TU SMPN I Gunungsari pada tanggal 05 Mei
2010.

Ruang Praktek/ Labkomputer


Ruang Kepala Sekolah
Ruang Tata Usaha
Ruang Guru
Ruang Perpustakaan
Ruang RPL
Ruang Alat Olah Raga
Kamar Mandi/WC Kepala Sekolah
Kamar Mandi/WC Guru
Kamar Mandi/WC Siswa
Ruang Tunggu
Ruang BP
Ruang Keterampilan
Ruang UKS
Ruang Kopsis
Rumah Jaga
Tempat Parkir
Mushalla
Ruang Serba Guna
Ruang Staf BK
Ruang Musik

1
1
1
1
1
1
1
1
2
6
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

36
81
81
81
84
165
35
3
6
24
46
36
144
48
48
10.5
84
117
150
6
12

Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik

b. Sarana Prasarana
Dalam istilah yang lebih umum, alat kelengkapan ini biasa disebut dengan sarana dan
prasarana pendidikan. Hal ini sebagaimana di sebutkan dalam pasal 45 ayat 1 UU No.20
tahun 2003 tentang Sisdiknas bahwa setiap satuan pendidikan formal dan nonformal
menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan.
Idealnya sarana dan prasarana (fasilitas) pendidikan memang harus lengkap, sehingga
kebutuhan pendidikan dan latihan dapat terpenuhi. Tentu saja, untuk dapat menyediakan
fasilitas sarana prasarana yang lengkap dibutuhkan biaya yang sangat mahal. Tetapi, penting
untuk diperhatikan bahwa, jenis peralatan yang disediakan di sekolah dan pengelolaannya
jelas mempunyai pengaruh besar terhadap proses belajar mengajar, dan sebaliknya apabila
tidak memadai, maka akan menghambat proses pembelajaran. Oleh karena itu, penyediaan
sarana dan prasarana pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan belajar peserta didik.
Dengan demikian, sarana bukan untuk jadi pajangan, tetapi benar-benar dibutuhkan oleh

sekolah, sehingga dalam menyediakannya diperlukan perencanaan yang didasarkan pada


kebutuhan.
Proses belajar mengajar diharapkan akan semakin sukses, bila ditunjang dengan sarana
dan prasarana pendidikan yang memadai. Oleh karena itu, pemerintah dan para pengelola
pendidikan harus terus menerus berupaya untuk memenuhi dan melengkapi kebutuhan. Di
samping itu, penting pula untuk diperhatikan adalah kesadaran seluruh komponen yang ada,
untuk ikut memanfaatkan fasilitas secara maksimal, efektif, efisien, dan penuh tanggung
jawab. Pengadaan sarana dan prasarana adalah untuk membantu pencapaian belajar peserta
didik. Sarana dan prasarana pendidikan yang diadakan di sekolah harus memenuhi kriteria
kependidikan (educational), kesehatan (health), keamanan (safety), kebutuhan (need),
kegunaan (utility), dan keuangan (ekonomy). Di bawah ini adalah sarana prasarana SMPN I
Gunungsari:

Table 2
KEADAAN FASILITAS SMPN I GUNUNGSARI38[38]

38[38] Ibid.

No

c. Keadaan Guru
Guru
satu

a.
b.
c.
d.
e.

Nama Fasilitas
Ruang Kepala Sekolah
Meja
Kursi
Kipas Angin
TV
Lemari

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Ruang Tata Usaha


Meja
Kursi
TV
Lemari
Rak
Komputer
Printer
Mesin Tik

faktor

keberhasilan
khususnya

Jumlah
3
7
1
1
1

adalah salah
penentu

11
11
1
3
2
4
2
1

pendidikan,
dalam

Ruang Guru
Meja
30
Kursi
30
Lemari
4
Komputer
2
Ruang Perpustakaan
a. Meja
3
b. Kursi
2
c. Lemari
2
d. Rak
8
e. Komputer
2
f. Printer
1
Ruang Lab. Komputer
a. Meja
30
b. Kursi
30
c. Lemari
1
d. Rak
1
e. Komputer
30
f. Printer
2
meningkatkan sumber daya manusia yang dihasilkan dari pendidikan. Dengan demikian,
a.
b.
c.
d.

dalam sebuah lembaga pendidikan (sekolah), peran guru sangatlah strategis dan menjadi
kunci keberhasilan. Guru merupakan faktor pertama dan utama yang akan menentukan
kemajuan dan kemunduran sebuah lembaga pendidikan. Oleh karena itu, untuk dapat menjadi
lembaga pendidikan yang maju dan berkualitas, maka tenaga kependidikan yang ada,
hendaknya harus benar-benar memenuhi kualifikasi sebagai seorang pendidik yang memiliki

kapasitas keilmuan, kompetensi dibidangnya, memiliki komitmen dan dedikasi yang tinggi
serta profesional. Dengan adanya tenaga kependidikan seperti ini, diharapkan proses kegiatan
belajar dan mengajar serta pembinaan akan dapat berjalan dengan lancar dan dapat
menghasilkan out put yang berkualitas. Di bawah ini dapat dilihat dalam tabel keadaan dari
dewan guru dan matapelajaran yang diampu di SMPN I Gunungsari:

Table 3
DATA DEWAN GURU SMPN I GUNUNGSARI39[39]
No

Nama
Sugiyono, S.Pd
Dra. Zulfiana
I Wayan Suwela, S.Pd
Ni Luh Sridani, S.Pd
Sukarni Kartijan, S.Pd
Zakiyah, S.Ag
M. Syarif Khalili, S.Pdi
Ni Luh Karini
Arliek Tjahjawati, S.Pd
Muhammad Hanan, S.Pd
Dra, Wiwik Susilowati
Nurjannah Azmawati, S.Pd
Noer Hosnul Hotimah, S.Pd
Wayan Mester, S.Pd
H. Abd. Gani, S.Pd
Suharni M. Hasan, S.Pd
Suhesti, S.Pd
Agussalim, S.Pd
Fathayati, S.Pd
Nurul Islamiati, S.Pd
Dra, Masita
Winarti Muria Tiwi, S.Pd
Suryaningsih, S.Pd
Hj. Titik Sri Suntarti, S.Pd
I Gst Nyoman Sukarsa, S.Pd
Siti Sumirah, S.Pd

39[39] Ibid.

Pend.
Terakhir
S.1
S.1
S.1
S.1
S.1
S.1
S.1
DIII
S.1
S.1
S.1
S.1
S.1
S.1
S.1
S.1
S.1
S.1
S.1
S.1
S.1
S.1
S.1
S.1
S.1
S.1

Guru Mata Pelajaran/


Jam Tambahan
BK
BK
BK
BK
Pend. Agama Islam
Pend. Agama Islam
Pend. Agama Islam
Pend. Agama Hindu
PKn / IPS
PKn / IPS
PKn / IPS
PKn / Bhs. Sasak
PKn / IPS
PKn/ Matematika
BHs. Indonesia
BHs. Indonesia
BHs. Indonesia
BHs. Indonesia
BHs. Indonesia
B.Indo / Tt. Boga
BHs. Indonesia
BHs. Indonesia
TT.Boga/Tinkom
Matematika
Matematika
Matematika

I Nengah Trinadi, S.Pd


Ni Nengah Wenten, S.Pd
Alimah, S.Pd
Ida Hardini, S.Pd
Moh. Zainuddin, S.Pd
B.Rahmi Fatma Sumayanti,
S.Pd
Drs. Jumawal
Denny Mujiatmiko Putera
Lalu Ukir, S.Pd
Parhiyatul Sahrah, A.Md
Drs. Sukri Abdurrahman
Mimin Fauzi Yuliana, S.P
Suhartini, S.Pd
Syamsiah, S.Pd
Siti Hajar, S.Pd
Nurul Hidayati, S.Ag. S.Sos
Etayongsari, S.Pd
M. Dhike Firdausy, S.Sos
Sutimah, SE
Trisnoto, S.Pd
Moh. Saiful Islam, S.Pd
Sri Masdalifa, S.Pd
Djakarsi
Salmiati, S,Pd
Endang Pri Hartini, S.Pd
Siti Ambarwati Yuliana, S.Pd
Tamrin, A.Ma
Lale WeniAnjanisari, S.Pd
Ari Kusmayadi, S.Pd
Sri Rahmawati, Hidayah, S.Pd
Fenti Fatimah, S.Pd
Lalu Saeful Bahri, A.Ma
Rina Satria Ningsih, A.Md

S.1
S.1
S.1
S.1
S.1
S.1

Matematika
Matematika
Matematika
IPA ( Biologi)
IPA ( Biologi)
IPA ( Biologi)

S.1
S.1
S.1
D.III
S.1
S.1
S.1
S.1
S.1
S.1
S.1
S.1
S.1
S.1
S.1
S.1
PGSLP
S.1
S.1
S.1
D.II
S.1
S.1
S.1
S.1
D.II
D.III

IPA ( Biologi)
IPA ( Biologi)
IPA ( Fisika )
IPA ( Fisika )
IPA ( Fisika )
IPA ( Fisika )
Tinkom
IPS
IPS
IPS
IPS
IPS
IPS
Penjaskes
Penjaskes
Penjaskes
Bhs, Inggris
Bhs, Inggris
Bhs, Inggris
Bhs, Inggris
Bhs, Inggris
BHs. Sasak
Ing. Pariwisata
Ing. Pariwisata
Kesenian
Kesenian
Kesenian

d. Keadaan Pegawai (karyawan)


Keberhasilan yang telah dicapai dalam suatu pendidikan, tidak terlepas pula dari
peran para pegawai (kariawan) yang ada. Keadaan para pegawai di SMPN I Gunungsari
dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel 4
DATA KARYAWAN SMPN I GUNUNGSARI40[40]
No

Mahidin, SH
Sulistiningsih
Wayan Riris Aryawati
Lalu Marjuni
Mahyudin
Jamuhur
Sitiyem
Melliyana Fitriawati
Ahmad Muzani, S.Adm
Nur Hasanah
Mahyun Umar
Marniati
Hasan Basri

Pend.
Terakhir
S.1
SMA
SMK
P. C
P.C
SMA
SMA
SMA
S.1
SMA
SD
SMK
MA/D.1

Marlin Harlintoen
Khaerurrahman
Salim
I Made Hartawan
M. Karno, SE
Hilmiyati
Marhaeni, S.Pi
Suhaemi
Mira Muyasyarah
Muhrid
Yahya
Alwan Muliyadi
Junaidi
Azhariadi
Ramli Ahmad

MTs
MA
SMA
SMA
S.1
SMK
S.1
SMA
SMA
SMA
SMA
SMA
SMA
SMA
SMA

Nama

Jabatan/Tugas
KTU
Bend, Barang
Kesiswaan
Bend. Komite
Peng.Surat
Bend.BOS, Rutin
Perpustakaan
Buku Induk
Perpustakaan
Buku Induk
Jaga Malam
Kopsisi
Oper.Teknisi
Komptr
Penj.Sekolah
Terima Tamu
Perpustakaan
Lab.IPA
Lab. Komputer
UKS
Lab. Bahasa
Kopsisi
Buku Induk
Kebersihan
Kebersihan
Satpam
Satpam
Pembantu Kepeg
Pemb, BK/BP

40[40] Dokumentasi diambil dari Bapak Hasan, TU SMPN I Gunungsari pada tanggal 05 Mei
2010.

e.

Kondisi Siswa siswi


Adapun perkembangan jumlah siswa di SMPN I Gunungsari selama sepuluh tahun
terakhir, dapat dilihat dengan perincian sebagaimana dalam tabel di bawah ini:
Tabel 5
KEADAAN SISWA SISWI SMPN I GUNUNGSARI BERDASRKAN JENIS
KELAMIN41[41]

TAHUN
KELAS
VII
VIII
IX
Jml

2006/2007

2007/2008

2008/2009

2009/2010

JML

JML

JML

JML

225
163
154
542

208
129
100
437

433
292
254
979

195
214
152
561

171
204
129
504

366
418
281
1065

166
200
189
555

117
167
198
482

283
367
387
1037

163
158
171
492

167
117
165
449

330
275
336
941

B. Bentuk-bentuk Pembinaan Akhlak Siswa melalui Imtaq


1. Bentuk-bentuk Pembinaan Akhlak Siswa
Bentuk pembinaan akhlak melalui program Imtaq yang dilakukan oleh SMPN I Gunungsari
adalah pola terpadu, yakni memadukan antara kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler.
Artinya dalam membina siswa pihak sekolah memberlakukan sistem yang terpadu dan
integral serta harus selaras antara kegiatan di dalam kelas maupun di luar kelas, demikian
ditegaskan oleh bapak wakil kepala bidang kurikulum.42[42]

Pembinaan akhlak siswa melalui kegiatan program Imtaq merupakan proses


internalisasi program yang dimaksudkan untuk menanamkan nilai-nilai akhlak melalui aktifas
dan rutinitas tertentu. Dengan kata lain, bentuk-bentuk pembinaan tersebut bukan kegiatan
yang menjadi tuntutan dalam kurikulum dan terbatas sebagai penunjang kegiatan
41[41] Dokumentasi diambil dari Bapak Hasan, TU SMPN I Gunungsari pada tanggal 05 Mei
2010.
42[42] Ibid.

JML
KLS

intrakurikuler. Meskipun tidak ada tuntutan kurikulum dan evaluasi hasil yang dicapai, tetapi
kegiatan ekstrakurikuler melalui program Imtaq mempunyai peran dan makna yang amat
strategis bagi keberlangsungan pembinaan yang dilakukan sekolah.
Secara khusus, rangkaian kegiatan-kegiatan Imtaq di SMPN Gunungsari adalah
membaca surat Yaasin (yaasinan) dan membaca ayat-ayat pendek secara kolektif dan Kultum
(kuliah tujuh menit). Di samping itu, terdapat sejumlah bentuk-bentuk pembinaan akhlak
secara umum dan konsisten dilakukan terutama acara peringatan besar Islam (PHBI), berikut
adalah penjelasan sebagain program Imtaq di SMPN I Gunungsari:
a.

Membaca Surat Yaasin dan Ayat-ayat pendek secara kolektif


Kegitan ini dilakukan pada hari jumat, yaitu pada awal pelaksanaan kegiatan Imtaq.

Kegiatan ini dipantau oleh guru pembina Imtaq serta guru matapelajaran umum lainnya.
Pembacaan Yasin ini dipimpin oleh seorang guru secara bergantian setiap minggunya. Maka,
untuk meyakinkan penjelasan tersebut, Peneliti berusaha melakukan observasi pada setiap
hari jumat dalam beberapa minggu. Memang siswa sudah dikumpulkan di Musalla bagi yang
putra dan di ruang serbaguna bagi yang putri. Dalam pelaksanaannya, setiap anak masingmasing memegang satu al-Quran, kemudian setelah Yasinan dan membaca ayat-ayat pendek
sekitar dua puluh menit, anak-anak menghentikan kegiatan bacaan ayat-ayat suci al-Quran,
kemudian mendengarkan Kultum. Selanjutnya al-Quran dikumpulkan dan ditempatkan pada
rak yang telah disediakan secara khusus. Masing-masing siswa diberikan tanggungjawab
untuk memelihara kebersihan al-Quran dan menjaga-Nya agar tidak rusak atau hilang

b. Kultum (kuliah tujuh menit)


Kultum merupakan kegiatan yang dijadwalkan dan dilaksanakan setelah pembacaan
Yaasin dan ayat-ayat-ayat pendek lainnya. Pelaksanaan Kultum ini dipantau langsung oleh
wali kelas masing-masing sekaligus kepala sekolah ikut terlibat di dalamnya. Menurut kepala
sekolah, kegiatan ini dimaksudkan untuk menambah wawasan siswa agar lebih memahami
agama Islam. Adapun materi yang akan disampaikan tergantung pemateri atau ustadz yang
menyampaikan.43[43]
Ketika Peneliti mengkonfirmasikan hal tersebut kepada kepala sekolah, wakil kepala
sekolah, guru wali kelas, dan siswa yang melakukan kegiatan Kultum, ternyata semua
43[43] Wawancara dilakukan pada tanggal 2 Juni 2010

c.

membenarkan. Dan nampaknya judwal Kultum dan materinya sudah ditentukan jauh sebelum
pelaksanaannya.
Dalam proses Kultum, para siswa mendengarkan arahan, bimbingan atau pun nasihatnasihat keagamaan tentang nilai-nilai yang tergantung dalam agama. Semua materi Imtaq
yang disampaikan oleh guru berintikan bagaimana para siswa dapat mengenal dan memahami
ajaran Islam secara baik. Mulai dari hal-hal yang sederhana, seperti memungut sampah
sebagai bagian dari kebersihan begitu dianjurkan oleh agama, sampai kepada bagaimana
membangun hubungan baik antarasema manusai dan tunduk patuh kepada ajaran yang yang
datang dari Allah.
Dalam beberapa kali mengikuti program Imtaq sang ustadz memeberikan arahan dan
pemahaman bagaiamana sangat pentingnya berbuat baik kepada orang tua. Hal ini ditekankan
dalam al-Quran sebagai bagian dari rangkaian taat kepada ajaran agama yang dibawa oleh
Muhammad. Pemaparan lebih jauh diungkapkan, karena sangat pentingnya berbuat baik
kepada orang tua, walaupun salah satu atau kedua dari mereka menyekutukan Allah, perintah
untuk berbuat baik masih dituntut oleh agama kepada mereka. Alasan utama menurut ustadz
adalah karena jasa mereka tidak bisa akan terbalas dengan materi sebanyak apa pun.
Demikian sekilas tentang materi penyampain Imtaq di SMPN I Gunungsari, dan masih
banyak materi-materi lain yang Peneliti ikuti, tetapi tidak mungkin dijabarkan semua.44[44]
Berjamaah Shalat Dzuhur
Shalat dzuhur berjamaah di SMPN I Gunungsari dilaksanakan setiap hari Kamis
menjelang pulang sekitar jam 12.30 WIB. Adapun pesertanya adalah semua warga sekolah
baik guru, karyawan, maupun siswa. Pada jam tersebut satpam menutup pintu gerbang depan,
selain agar siswa mengikuti jamaah shalat dzuhur juga sebagai antisipasi pengamanan
terhadap barang-barang milik sekolah atau warga sekolah mengingat letak sekolah yang dekat
jalan umum. Ketika Peneliti menanyakan apakah semua warga sekolah mengikuti jamaah
shalat dzuhur kepada kepala sekolah, beliau mengatakan bahwa hampir semua atau sebagian
besar yang mengikuti, namun memang ada petugas yang tidak ikut shalat berjamaah. Hal ini
untuk pegamanan bagi ruang-ruang yang ada supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan oleh warga sekolah.45[45]
Untuk meyakinkan pernyataan dari kepala sekolah, khususnya yang terkait dengan
shalat dzuhur berjamaah tersebut, Peneliti berusaha untuk melakukan observasi sekaligus
ikut berjamaah shalat dzuhur. Peneliti menyaksikan Musalla yang ukurannya cukup besar
tersebut hampir penuh diisi oleh jamaah baik guru, karyawan, maupun siswa, dan ruang
serbaguna bagi jamaah putri.46[46]
Selama Peneliti berada di sekolah dan mengikuti jamaah shalat dzuhur selalu dipenuhi
dengan jamaah. Petugas yang bertindak sebagai Imam selalu bergantian di antara guru yang
ada dan biasanya guru agama.
Menurut informasi dari guru-guru, karyawan, atau siswa yang ada di lokasi sekitar
mushala, ketika akan dan atau selesai mengerjakan shalat jama`ah, siswa yang berhalangan
dalam mengerjakan shalat Jumat akan dikumpulkan di halaman sekolah. Mereka akan
mendapat mendapat pengarahan dari salah seorang ibu guru.
Dari hasil wawancara dengan M. Syarif Khalili, salah satu guru agama yang
mengampu mata pelajaran agama, shalat dzuhur berjamaah merupakan program sekolah
yang melibatkan semua warga sekolah. Pada waktu dzuhur, anak-anak dilarang berada di
kelas meskipun sedang berhalangan. Akan tetapi pada pelaksanaanya, anak-anak juga
banyak yang kembali ke kelas dan pihak sekolah juga kesulitan memantau mereka. Ketika
44[44] Obervasi dilakukan pada pada tanggal 2 Juni 2010
45[45] Wawancara dilakukan dengan kepala sekolah 09 2010.
46[46] Ibid.

Peneliti menanyakan kepada guru BP tentang permasalahan tersebut, pihak BP juga


membenarkan hal tersebut.47[47]
d. Shalat Dhuha
Kegiatan Shalat dhuha merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara terjadwal dan
bergilir setiap harinya. Akan tetapi kegiatan ini tampaknya kurang berjalan dengan baik.
Untuk meyakinkan bahwa kegiatan shalat dhuha memang benar-benar ada, Peneliti selama
beberapa hari berusaha mengamati kegiatan tersebut. Peneliti juga berusaha mewawancarai
salah satu siswa SMPN I Gunungsari yang melakukan kegiatan shalat dhuha tersebut.48[48]
Dari wawancara tersebut terungkap bahwa kegiatan tersebut lebih banyak merupakan inisiatif
dari guru tertentu, yakni guru agama mereka. Sehingga kegiatan tersebut kurang tersosialisasi
dengan baik dan hanya dilakukan oleh beberapa orang saja, baik guru, karyawan, maupun
siswa.49[49]
Kepala Sekolah sebagai pemimpin dalam sebuah lembaga adalah figur yang paling
bertanggunjawab atas berhasil dan tidaknya sebuah
2. Organisasi Pembinaan Imtaq di SMPN I Gunungsari
program. Dari kiprah kepala Sekolah semua dimulai dan ide serta gagasannya
program akan berjalan lancar. Dibantu dengan para pembina dan seksi-seksi yang berjalan
secara integral, akan menghasilakan hasil yang maksimal. Secara umum, organisasi
pembinaan Imtaq di SMPN I Gunungsari adalah sebagai berikut50[50]:
1. Kepala sekolah sebagai stake holder harus mengetahui dan bertanggungjawab terhadap
program pendidikan dan aktifitas penting lainnya. Nama Kepala Sekolah SMPN I Gunungsari
adalah Haji Abdul Gani.
2. Pembina Imtaq (guru dan peserta didik). Nama dari para Pembina untuk Putra adalah M.
Syarif Khalili, S.Pd.I. sedangkan untuk Putri bernama Zakiyah. Menurut hasil wawancara
Peneliti, ketika bertanya fungsi dan peran mereka, Dia menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
menyusun program Imtaq secara keseluruhan selama 1 tahun pelajaran, membantu
pelaksanaan serta mengontrol pelaksanaan Imtaq di sekolah, dan bertanggungjawab kepada
kepala sekolah terhadap pelaksanaan Imtaq.
3. Seksi-seksi, meliputi:
47[47] Observasi dan wawancara dilakukan pada tanggal 2 Juni 2010
48[48] Wawancara dengan salah satu siswa bernama Silvia pada tanggal 09 Juni 2010.
49[49] Observasi dilakukan pada tanggal 09 Juni 2010.
50[50] Dokumentasi dari M. Syarif Khalili dimbil dari tanggal 11 Juni.

a.

Seksi Ibadah (guru beserta anak didik). Ketua seksi ibadah bernama Drs. Syukri
Abdurrahman dengan fungsinya, antara lain: menyusun program pelaksanaan kegiatan
ibadah, menyusun jadwal pelaksanaan ibadah, memantua pelaksanaan ibadah, dan
bertanggungjawab kepada Pembina terhadap pelaksanaan ibadah.

b. Seksi Qiraatil Quran (guru dan anak didik). Ketua seksi Qiraatil Quran bernama Moh.
Zainudin dengan fungsinya antara lain: menyusun program pelaksanaan kegiatan pembacaan
dan pemahaman al-Quran, menyusun jadwal pelaksanaan kegitaan, memantau pelaksanaan
kegiatan serta bertanggungjawab kepada Pembina.
c. Seksi Hari-hari Besar agama (guru beserta anak didik). Dengan Ketua Usman, S.Pd. meliputi
fungsinya sebagai: menyusun program pelaksanaan kegiatan hari-hari besar agama,
menyususn jadwal kegiatan pelaksanaan, memantau pelaksanaannya, serta bertanggunjawab
kepada Pembina dalam pelaksanaan kegiatan hari-hari besar agama.
d. Seksi Muamalah/akhlak (guru bersama peserta didik). Ketua seksinya bernama Sukarni
Kartijan dengan fungsi sebagai: menysusun program pelaksanaan kegiatan muamalah
(akhlak), menyusun jadwal, memantau dan bertanggungjawab kepada Pembina terhadap
kegiatan muamalah (akhlak).
3. Landasan Pembinaan Akhlak Siswa melalui Imtaq
Yang menjadi landasan dilakukannya program Imtaq di SMPN I Gunungsari dan
program-program Imtaq di tempat lainnya secara konsitusi adalah sama. Hal ini terlihat dari
petunjuk pelaksanaan Imtaq yang disusun oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten
Lombok Barat. Landasan tersebut adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

Undang-undang Nomer 20 tahun 2003 tetang sistem pendidikan nasional (Sisdiknas).


Peraturan Pemerintah Nomer 19 tahun 2005, tentang standar nasional pendidikan.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomer 22 tahun 2006 tentang standar isi.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomer 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi
lulusan.
5. Keputusan Menteri Pendidikan nasional nomer 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan peraturan
Menteri Pendidikan Nomer 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk Satuan, Pendidikan dasar

dan menengah dan peraturan Menteri Pendidikan Nosional Nomer 23 tahun 2006 tentang
standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.51[51]
Intinya adalah undang-undang dan Keputusan Menteri tersebut mensinergikan antara
ilmu pengetahuan, kecapakan individu yang dihiasi oleh akhlak yang mulia. Orientasinya
adalah bagaimana menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas secara lahir
batin dunia dan akhirat. Sedangkan dasar pelaksanaannya adalah hasil fokus Group
Discussion (FGD) penyusun Juklak Imtaq untuk SD/MI dan SMP/MTs yang dilakukan pada
tanggal 20 s/d 22 Desember 2006. maka, dengan landasan dan dasar tersebut di atas,
diharapkan dapat berfungsi dengan baik guna menghasilkan hasil yang maksimal.

C. Kendala-kendala yang Dihadapi dalam Program Imtaq

Faktor penghambat internal dalam pembinaan akhlak di SMPN I Gunungsari menurut


pengamatan dan observasi Peneliti di lapangan adalah sebagai berikut, antaranya: (1) dana
pelaksanaan dan pengembangannya masih ditanggung oleh sekolah. Bagaimana pun juga
program ini harus didorong dengan adanya dana yang tidak sedikit dan harus terus menerus;
(2) dibutuhkan waktu yang lama untuk mencapai pembinaan yang sempurna; (3) kurang
maksimalnya pemanfaatan sarana dan fasilitas-fasilitas penujung lainnya dalam pembinaan
akhlak; (4) tidak semua guru dan kayawan menjadi model (panutan) yang baik bagi siswa; (5)
adanya latar belakang yang berpariasi di antara siswa; (6) polanya masih menggunakan cara
lama (klasik) yang terkesan monoton; (7) kurangnya buku-buku tentang akhlak di
perpustakaan.52[52] Beberapa faktor-faktor tersebut akan dibahas secara khusus pada
pembahasan berikutnya.
2. Faktor Eksternal
51[51] Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Lobar, Petunjuk Pelaksanaan Imtaq SD/MI,
SMP/MTs Kabupaten Lombok Barat, hal. 3.
52[52] Observasi dan pengamatan langsung dilaukan pada hari Jumat tanggal 11 Juni 2010.

Menurut pengamatan Peneliti, faktor eksternal yang menjadi kendalanya adalah


sebagai berikut: (1) lingkungan yang kurang kondusif dalam memantapkan pembinaan secara
sempurna, baik lingkungan sosial, keluaraga dan sekolah. (2) masyarakat yang kurang
mendukung secara penuh terhapadap pelaksanaan Imtaq di SMPN I Gunungsari. 53[53] Dua
point ini, sangat menenutkan dalam keberhasilan pembinaan akhlak siswa. Hal-hal yang ada
di sekitar anak sangat potensial mempengaruhi perkembangan dan tingkah laku mereka.
Lingkungan sekitar pada umumnya terdiri atas lingkungan alam dan lingkungan sosial.
Lingkungan alam yang mempunyai pengaruh terhadap pendidikan antara lain adalah:
(a) kondisi iklim daerah tertentu seperti iklim panas, sedang atau dingin yang dapat
menyebabkan orang mempunyai kebiasaan dan sifat tertentu yang berbeda satu dengan yang
lainnya, (b) letak geografis seperti daerah pantai dengan daerah pedalaman atau pegunungan,
akan membentuk karakter yang berbeda, dan (c) keadaan tanah seperti: daerah kering, tandus,
dan gersang tentu akan berbeda dengan daerah yang subur.54[54]
Apa yang telah diuraikan di atas, menjadi faktor penghambat (kendala) eksternal
dalam pembinaan akhlak siswa di SMPN I Gunungsari, terutama lingkungan sosial
(lingkungan sekolah dan keluarga). Hal ini terlihat dengan tidak maksimalnya perilaku
(akhlak) anak-anak di sekolah. Peneliti tidak mengetahui secara persis bagaimana hasil dari
program Imtaq di lingkungan rumah dan keluarga mereka, karena itu bukan dari objek
Peneliti.
Yang jelas, pengelolaan iklim sekolah (fisik dan non fisik) yang kondusif merupakan
prasyarat bagi terselenggaranya proses belajar mengajar yang efektif. Lingkungan sekolah
yang aman dan tertib, optimisme dan harapan/espektasi yang tinggi dari warga sekolah,
kesehatan sekolah, dan kegiatan-kegiatan yang terpusat pada siswa (student-centered

53[53] Ibid.
54[54] Observasi dilakkukan pada hari Jumat pada tangaal 11 Juni 2010.

activities) adalah contoh-contoh iklim sekolah yang dapat menumbuhkan semangat belajar
dan perilaku (akhlak) siswa.
D. Solusi (alternatif) atas Pemecahaannya
Program pelaksanaan Imtaq adalah rangkaian kegiatan yang berfungsi membentuk
watak dan kepribadian siswa, serta tidak semata mencerdaskan otak. Oleh sebab itu,
diperlukan langkah-langkah nyata dalam mengatasi kendala-kendala yang dihadapi dalam
proses pembinaan akhlak di SMPN I Gunungsari. Berikut adalah langkah-langkah yang
sangat perlu dilakukan dalam menghadapi kendala-kendala yang dihadapi:
1. Perlunya Kreaktif Kepala Sekolah dan Guru55[55]
Untuk mencapai visi dan misi sekolah agar berhasil diperlukan pimpinan atau kepala
sekolah yang berkualitas. Dengan kata lain, seorang kepala sekolah yang profesional harus
memiliki kemampuan akademik yang baik dan juga memiliki kecakapan manajerial dalam
menjalankan teknis operasional bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar dan semua
kegiatan yang ada di sekolah. Kepala sekolah dalam menjalankan tugas kepemimpinannya
mempunyai peran yang sangat penting terhadap tercapainya keberhasilan proses belajar
mengajar dan pembinaan di sekolah, termasuk dalam hal keberhasilan sekolah dalam
mencetak (membina) siswanya menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa serta berakhlak
mulia.
Di satu sisi, sekolah sebagai salah satu lembaga yang mempunyai peranan penting
terhadap perkembangan jiwa anak. Karena interaksi anak dengan kepala sekolah dan dewan
guru di sekolah cukup intensif dan berlangsung cukup lama dalam setiap harinya. Oleh
karenanya, sekolah berfungsi membentuk watak dan kepribadian siswa. Pada prinsipnya,
sekolah bukan hanya mencerdaskan otak siswa, tetapi juga perilaku yang terfuji dan
seimbang (adil). Di samping itu, orang tua perlu memperhatikan keadaan sekolah anaknya,
karena kalau tidak sesuai dengan kebiasaan di rumah, sekolah dapat menjadi sumber tekanan
(batin) bagi anak dan dapat mengacaukan perkembangan kepribadian yang telah disusun atau
dibudayakan di rumah.56[56]
Oleh karena itu, sekolah perlu melibatkan orang tua dan anggota-anggota masyarakat
lainnya sebagai partner penuh dalam usaha-usaha pembentukan dan pengembangan akhlak
siswa. Dalam kaitan ini, orang tua merupakan pendidik pertama dan utama dalam
pembentukan akhlak dan sekolah harus selalu proaktif dalam melibatkan orang tua dalam
perencanaan dan pembuatan kebijakan. Dengan demikian, akhlak siswa yang terbentuk
merupakan hasil yang dilakukan oleh semua orang yang terlibat di dalamnya.
55[55] Wawancara dilakukan dengan M. Syarif Khalili, Guru agama SMPN I Gunungsari
pada tanggal 12 Juni .
56[56] Ibid.

Untuk merealisasikan hal-hal tersebut di atas, kepala sekolah dan dewan guru perlu
secara aktif menjalin hubungan dengan masyarakat, baik secara individu maupun lembaga.
Bentuk-bentuk hubungan sekolah dengan masyarakat ini, dapat dikategorikan menjadi dua,
yaitu dari masyarakat untuk sekolah dan dari sekolah untuk masyarakat. Bentuk-bentuk
hubungan sinergis yang perlu dibangun antara lain:
a.

Perlunya, mengundang para ahli atau pakar untuk memberikan materi dalam work shop,
pelatihan, diskusi, dan lokakarya yang diselenggarakan oleh sekolah.

b.

Setiap akhir semester, sangat perlu mengundang wali siswa untuk pengambilan raport,
sekaligus dimanfaatkan sebagai media sosialisasi dan menyampaikan informasi serta
menampung aspirasi dari para wali untuk kebaikan bersama.

c.

Perlunya melakukan promosi (open house) untuk mengenalkan lebih jauh program-program
sekolah kepada masyarakat, termasuk program Imtaq tersebut.

d.

Perlunya pembagian zakat fitrah dan penyembelihan qurban, dibagikan langsung kepada
masyarakat. Kegiatan seperti ini, tentu sangat positif dan merupakan aplikasi dari jenis akhlak
seluruh personalia sekolah (masyarakat sekolah). Intinya, solidaritas dan empati adalah sikap
penuh pengertian dan seni komunikasi dua arah sangat perlu ditekankan antara kepala
sekolah, guru, orang tua (wali murid) dan masyarakat.57[57]

4. Pemberian Tauladan dan Penanaman Nilai Kebaikan (inkulkasi)


Dalam melakukan proses pembinaan, khususnya program Imtaq, para guru terlebih
kepala sekolah, sangat penting untuk menanamkan dua belas prinsip dalam pendidikan
karakter (akhalak). Menurut kepala sekolah dalam salah satu wawancara, nilai-nilai tersebut
adalah sebagai berikut: Kepedulian (caring), kejujuran (honesty), keterbukaan/keadilan
(fairness/justice), tanggung jawab (responsibility), rasa hormat atau mengharga diri sendiri
dan orang lain (respect for self and others), kesopanan (civility), kerja sama (cooperation),
ketaatan kepada otoritas (obedience to authority), anti kekerasan (nonviolence), menahan
nafsu (abstinence), penuh makna dan menantang secara akademik (meaningful and
challenging academic), kurikulum/arti penting pengetahuan (curriculum/importance of
knowledge).58[58] Dengan dua belas prinsip ini, diharapakan dapat ditanamkan oleh kepala
sekolah dan seluruh dewan guru di lingkungan sekolah (masyarakat sekolah), dengan satu
57[57] Wawancara dengan kepala sekolah pada tanggal 12 Juni 2010
58[58] Wawancara dilakukan dengan M. Syarif Khalili, Guru agama SMPN I Gunungsari
pada tanggal 12 Juni .

harapan agar dapat hidup pada jiwa siswa dan menjadi perangainya (kebiasaan) dalam
kehidupan sehari-hari mereka. Dengan pemberian tualadan setiap harinya dapat oleh kepala
seklah serta seluruh guru dan staf di sekolah diharapkan mampu menjadi ikutan daripada
anak didik mereka.
Inkulkasi atau penanaman nilai adalah salah satu strategi yang harus menjadi kebijakan
sekolah. Dengan kata lain, sekolah mengharapkan agar siswa di samping memiliki kecakapan
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai misi dan tujuan sekolah seperti yang
telah digariskan kurikulum nasional, juga memiliki iman dan taqwa yang mantap. Akan tetapi
selama berada di lokasi dan berbaur dengan warga sekolah, peneliti merasakan bahwa tidak
semua guru dapat mengemban misi tersebut dengan baik. Sebagian guru ketika melakukan
pengajaran yang ada di kelas juga nampak bersifat indoktrinatif, begitu juga suasana di luar
kelas terkadang juga kelihatan cukup kaku atau sedikit terkesan mengambil jarak. Walaupun
demikian sebagian guru juga banyak yang megembangkan nilai-nilai personal dan sosial
dengan lunak. Banyak juga di antara mereka yang hanya mengajar pada jam yang telah
ditentukan dalam jadwal dan setelah itu segera pulang.
5. Pembentukan Kultur Sekolah yang Berakhlak59[59]
Berdasarkan pengalaman selama penelitian serta hasil observasi yang dilakukan
terhadap pembentukan budaya sehat di SMPN I Gunungsari, beberapa budaya benar-benar
dapat dijumpai dalam lingkungan sekolah. Hal yang paling dapat dirasakan ketika berada di
lingkungan sekolah adalah keramah tamahan dan suasana kekeluargaan yang kental, sehingga
tidak terasa seperti berada dalam rumah atau lingkungan sendiri yang sudah tidak asing.
Tegur sapa dan senyum juga menjadi budaya yang menghiasi setiap aktivitas di sekolah. 60[60]
Hanya ucapan salam belum sering terdengar diucapkan oleh para siswa setiap kali akan
memasuki ruangan atau pada waktu berpapasan dengan guru. Hal ini juga tidak atau jarang
sekali dilakukan oleh guru ketika hendak memasuki ruangan. Pembentukan kultur yang
ramah, sopan santun selalu dijaga merupakan langkah yang baik dilakukan dalam rangka
mendorong siswa untuk ikut serta mencontohi perilaku masyarakat sekolah yang ada di
dalamnya.

59[59] Ibid.
60[60] Observasi dilakukan pada tanggal 12 Juni 2010.

BAB III
PEMBAHASAN

A. Bentuk-bentuk Pembinaan Akhlak Melalui Imtaq


1. Bentuk-bentuk Pembinaan Akhlak Siswa
Dalam keseluruhan ajaran Islam, akhlak menempati kedudukan yang istimewa dan
sangat penting. Pentingnya akhlak dalam Islam karena menjadi inti dari seluruh komponen
doktrin di dalamnya. Dalam hadis disebutkan bahwa Nabi diutus ke dunia hakikatnya untuk
menyempurnakan akhlak manusia. Sabda Rasulullah sebagai berikut:

Artinya:




.

Sesungguhnya Aku (Nabi Muhammad) diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.
(HR. Baihaqi).61[61]
Pembinaan akhlak tentunya merupakan usaha yang sangat terpuji dan sangat mulia.
Bentuk-bentuk pembinaan akhlak siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler (Imtaq) adalah
proses internalisasi program yang dimaksudkan untuk menanamkan nilai-nilai akhlak di luar
pokok bahasan dalam matpelajaran atau diklat.62[62] Dengan kata lain, pola pembinaan
tersebut bukan kegiatan yang menjadi tuntutan dalam kurikulum dan terbatas sebagai
penunjang kegiatan intrakurikuler. Yang pasti kegiatan ekstrakurikuler (Imtaq) mempunyai
peranan dan makna yang amat strategis bagi keberlangsungan pembinaan yang dilakukan
sekolah
Demikian halnya, pembinaan akhlak melalui program Imtaq di SMPN I Gunungsari
adalah cara yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam upaya membina perilaku siswa agar
61[61] Hidayah Salim, Al-Mukhtrul Ahadis, terj. Salin dan Maruf, (Bandung: al-Maarif,
1985), h. 183.
62[62] Rahmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai (Bandung: Alfabeta, 2004), h. 22

sesuai dengan ajaran agama Islam yang mulia. Di samping itu, pembinaan akhlak merupakan
upaya mengimplementasikan tujuan yang secara eksplisit dituliskan dalam visi sekolah yang
berbunyi: Mewujudkan Pendidikan Unggul, Mandiri dan Prestasi. Demikian pula dalam
misi sekolah, disebutkan secara jelas bahwa sinergi program dan sumber daya menuju
mandiri, tingkatkan motivasi dan kepuasan dalam prestasi, mencitakan suasana belajar yang
kondusif, meningkatkan minat baca pada setiap siswa, meningkatkan iman dan taqwa kepada
Tuhan yang Maha Esa, meningkatkan pengawasaan Iptek untuk menyongsong globalisasi.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dengan program Imtaq di SMPN I Gunungsari
secara langsung mempersiapkan agar anak didik atau siswa memiliki dasar keilmuan yang
ditekuninya, juga mempunyai harapan dan tujuan lain yang lebih mulia, yaitu beriman dan
bertaqwa.63[63] Maka, dalam rangka meningkatkan dan melestarikan akhlak diperlukan
bentuk-bentuk aktifitas yang dapat dibiasakan dan menjadi kebiasaan anak didik dari sejak
dini sampai meninggal dunia.
Secara umum, bentuk-bentuk pembinaan akhlak siswa di SMPN I meliputi; kegiatan
pesantren kilat pada setiap bulan ramadhan, melaksanakan perayaan-perayaan keagamaan,
misalnya maulid Nabi, Isra Miraj, Nuzul Quran dan program Imataq. Kesemuanya adalah
upaya pihak sekolah untuk melakukan pembinaan agama bagi siswa-siswinya. Sedangkan
secara khusus, program Imtaq dilaksanan dengan agenda membaca surat Yaasin (Yaasinan),
Kultum dan arahan dari kepala sekolah atau wakil, berikut penjelasannya:
a. Membaca surat Yaasin (Yaasinan) dan ayat-ayat pendek
Membaca surat Yaasin dan ayat-ayat pendek lainnya adalah rutinitas yang
mengarahkan anak didik supaya dapat memahami kandungan ayat-ayat al-Quran. Para
peserta didik secara rutin melakukannya setiap minggu, yakni hari Jumat pagi. Acara
pembacaan secara kolektif ini biasanya dipandu oleh seorang guru secara bergantian. Pada
waktu interview dengan salah seorang guru yang memandu acara Imtaq, bahwa bacaanbacaan ayat suci al-Quran tersebut tidak hanya sekedar dibaca oleh siswa, melainkan dalam
beberapa arahan siswa diharapkan dapat merenungi dan menghayati kandungan-kandunganNya sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Proses perenungan dan
penghayatan tersebut sekaligus sebagai mediasi untuk belajar konsentrasi, memusatkan
63[63] Wawancara dilakukan pada tanggal 10 Mei 2010 dengan Wakil Kepala Sekolah

pikiran pada waktu mengikuti pelajaran-pelajaran yang disampaikan oleh dewan guru 64[64]
Secara filosofis arahan dari guru tersebut tampaknya mengandung nilai dan hikmah yang
sangat tinggi dalam sebuah proses pembelajaran.
Kemudian temuan lain waktu observasi bahwa, Peneliti tidak melihat adanya semua
guru matapelajaran umum lainnya, ikut serta memandu anak-anak dalam pelaksanaan Imtaq.
Sehingga, masih ada anak-anak sempat bermain-main ketika Imtaq.65[65] Ketidakhadiran
semua guru, khususnya orang-orang Muslim, paling tidak mempunyai kesan kurang baik
pada anak didik, begitu sebalikknya. Hasil observasi dan wawancara dengan salah seorang
siswa di lapangan menujukkan bahwa bagi siswa yang tidak mengikuti Imtaq atau sengaja
datang terlambat akan dikenakan sangsi66[66] dan sangsinya pun bervariasi, tutur siswa
tersebut.
Di sampaing itu, penting Penulis diskripsikan bahwa, sebagai sebuah sekolah yang
menjujung tinggi nilai akhlak dan etika, maka para siswanya dituntut untuk memiliki
kemampuan lebih dalam hal pemahaman dan pengamalan ajaran agama, khususnya Islam.
Untuk itu, SMPN I Gunungsari membentuk BTAQ untuk membekali para siswanya dengan
kemampuan baca tulis al-Quran, karena kemampuan BTAQ adalah bagian dari kompetensi
dasar dari mata pelajaran agama. Program ini diwajibkan untuk siswa dan dilaksanakan pada
siswa baru setiap tahun dan apabila dirasakan sudah cukup, maka anak-anak tersebut sudah
dapat mengikuti Yaasinan secara baik. Bagi siswa yang telah memiliki kemampuan BTAQ
yang baik, mereka diberi tugas untuk membantu siswa lain yang belum dapat atau belum
lancar dalam membaca.
Demikian pula, bagi anak yang memiliki bakat dan minat untuk memperdalam seni
baca al-Quran, pihak sekolah memberikan kegiatan ekstrakurikuler tersendiri yang
pelaksanaannya pada setiap hari selasa, setelah selesai jam belajar intrakurikuler. Untuk lebih
meyakinkan Peneliti, pada tanggal 10 Mei 2010 berusaha untuk melakukan observasi pada
kegiatan tersebut. Kegiatan tersebut memang ada, tetapi pesertanya hanya ada 6 orang.67[67]
Menurut salah satu pesertanya yang bernama AM, kegiatan ini dulunya banyak yang
mengikuti, tetapi lama kelamaan habis dan tinggal beberapa orang saja. 68[68] Hal ini
mungkin karena kegiatan ini termasuk kegiatan ekstrakurikuler yang tidak diwajibkan,
sehingga terkesan seenaknya. Peneliti juga sempat mewancarai pengasuhnya, mengenai target
dan atau kurikulum yang diberikan sekolah kepada kegiatan pelatihan seni baca Al-Quran ini,
beliau menyatakan bahwa pihak sekolah menyerahkan sepenuhnya kegiatan tersebut
kepadanya selaku pelatih.
b. Sambutam dan Kultum (kuliah tujuh menit)
Setelah pembacaan ayat-ayat suci al-Quran selesai dilakukan, selalu diiringi dengan
sambutan pendek dari Kepala Sekolah atau Wakil dan dilanutkan dengan Kultum. Dalam
koteks ini, Menurut Noeng Muhadjir, seperti dikutip oleh Muhaimin, pendidikan nilai
(akhlak) terdapat tujuh macam pendekatan, yaitu:
(1) Pendekatan doktriner, yakni cara menanamkan nilai kepada peserta didik dengan jalan
memberikan doktrin dengan penekanan bahwa yang benar itu tidak perlu dipersoalkan dan
dipikirkan tetapi cukup diterima sebagaimana adanya secara bulat (taken for granted).
(2) Pendekatan otoritatif, yakni pendekatan yang menggunakan cara kekuasaan dalam arti nilainilai kebenaran dan kebaikan datang dari orang yang memiliki otoritas adalah pasti benar dan
baik.
64[64] Wawancara dilakukan pada tanggal 25 Juni 2010.
65[65] Ibid.
66[66] Wawancara dilakukan dengan siswa bernama Farida Rahmani pada tanggal 07 Mei
2010.
67[67] Obsevasi dilakukan pada tanggal 10 Mei 2010
68[68] Ibid.

(3)
(4)
(5)

(6)
(7)

Pendekatan action yakni pendekatan yang melibatkan peserta didik dalam tindakan nyata
atau berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat melalui cara tersebut diharapkan muncul
kesadaran dari siswa tentang nilai kebaikan dan kebenaran.
Pendekatan kharismatik, yaitu pendekatan dengan cara melihat dan mengamati kepribadian
orang yang memiliki konsistensi dan keteladanan, sehingga akan muncul kesadaran pada
siswa untuk menerima kepribadian orang tersebut sebagai sesuatu yang benar atau baik.
Pendekatan penghayatan, yakni pendekatan dengan cara melibatkan peseta didik dalam
kegiatan keseharian yang menekankan pada keterlibatan aspek afektifnya dari pada aspek
rasionalnya, sehingga akan menumbuhkan kesadaran peserta didik akan kebenaran dan
kebaikan.
Pendekatan rasional, adalah cara menanamkan nilai benar dan baik dimulai pada diri peserta
didik tidak dapat terlepas sama sekali dengan pertumbuhan rasionalnya.
Pendekatan afektif adalah pendekatan yang lebih menekankan pada proses emosional yang
diarahkan untuk menumbuhkan motivasi untuk berbuat.69[69]
Maka, dalam sambutan dan Kultum tersebut, tampaknya semua pendekatan dipakai
oleh para ustadz untuk mengarahkan peserta didik agar menjadi insan yang berguna bagi nusa
dan bangsa. Adapun susunan acaranya, menurut temuan Peneliti sebagai berikut:
Acara pertama, pembacaan kalam Ilahi yang dibawakan oleh dua orang yang satu
membaca al-Quran dan yang satunya lagi membacakan terjemahnya. Acara kedua, sambutan
dari salah satu wali kelas dari siswa dan terkadang sambutan oleh kepala sekolah, jika ada hal
penting yang ingin disampaikan.70[70]
Inti dari sambutan-sambutan dalam setiap minggunya adalah ucapan terimakasih atas
partisipasi semua komponen dan harapan agar acara tersebut memiliki makna dan manfaat
bagi siswa. Terkadang dalam beberapa kali sambutan Kepala Sekolah memberikan nasihat
dan arahan-arahan jika terdapat masalah yang berhubungan dengan etika dan perilaku siswa
yang keluar dari nilai-nilai kebiasaan.
Acara ketiga, Kultum yang disampaikan oleh salah seorang guru. Dalam salah satu
observasi, Peneliti mengikuti acara Kultum, yang memberikan materinya adalah Ustad. M.
Syarif Khalil membahas tentang akhlak dan tata cara bergaul, terutama untuk remaja yang
masih sangat rentan terhadap pengaruh dari pergaulan setiap harinya. Oleh karena itu beliau
menyarankan agar dalam memilih teman bergaul dicari orang-orang yang jelas-jelas baik.
Sehingga pengaruh yang diterima adalah pengaruh yang positif. Pada akhir ceramahnya, Dia
memberi kesempatan kepada siswa apabila ada yang akan bertanya.
Akan tetapi, setelah ditunggu selama beberapa saat tidak ada satu pun anak yang
bertanya. Pada akhirnya ustad tersebut menyebut beberapa nama kalau akan bertanya, dan
barangkali karena terpaksa sebagian anak yang disebut namanya tersebut akhirnya angkat
bicara untuk bertanya. Pertanyaan-pertanyaan anak tersebut hanya terbatas pada
permasalahan yang telah disampaikan oleh pemateri atau ustad tadi. Sehingga tidak
berkembang menjadi diskusi atau tanya jawab yang hidup dan menyangkut berbagai
permasalahan yang dihadapi sehari-hari. Setelah kurang lebih selama 20 menit dan sudah
tidak ada pertanyaan lagi dari anak, maka Kultum tersebut segera diakhiri. Pembawa acara
segera maju dan mengucapkan terima kasih kepada ustd. yang telah berkenan memberikan
Kultum.71[71]
69[69] Noeng Muhajir, Filsafat dan Teori Pendidikan, (Jogjarakta: Pustaka Pelajar, 2007) . h. 93.
70[70] Dalam salah satu observasi yang Peneliti lakukan, kepala sekolah pernah memberikan
sambutan dalam acara Kultum dan menyampaikan beberapa informasi dan kasus-kasus kecil
yang dilakukan oleh beberap siswa yang menyangkut masalah disiplin dan penyimpangan
akhlak beberapa siswa di dalam kelas.
71[71] Obervasi dilakukan pada tanggal 15 Mei 2010.

Ketika Peneliti berusaha untuk mewancarai salah seorang wali kelasnya dan bertanya,
yang tidak ikut Kultum, beliau menjawab sanksi hanya sekedar dipanggil ke kantor untuk
ditanyakan penyebabnya serta diberi tugas agar menyerahkan rangkuman materi Kultum
yang disampaikan oleh ustad tersebut, tetapi hal tersebut hanya inisiatif beliau selaku wali
kelas dan bukan kebijakan sekolah. Sedangkan mengenai evaluasi program selama ini belum
ada, tetapi menurut kepala sekolah evaluasi program, tetap dilaksanakan pada setiap awal
tahun ajaran baru. Menurut anak-anak yang Peneliti wawancarai, setelah usai Kultum
mengenai sanksi yang diterapkan adalah didenda dengan sejumlah uang yang digunakan
untuk kas kelas. Sedangkan besarnya denda tergantung kesepakatan bersama, tetapi hal
tersebut atas inisiatif sendiri, tanpa perintah dari wali atau guru agama mereka.72[72]
Dalam kaitan dengan bentuk-bentuk program Imtaq yang dilakukan di SMPN I
Gunungsari diharapkan adanya efek positif dari peserta didik, dari hasil wawancara dengan
salah satu guru agama, selaku yang bertanggungjawab (kordinator) Penelti mendapatkan
beberapa poin penting sebagai berikut:
a). Penanaman dan pembiasaan nilai-nilai keimanan melalui kegiatan nyata.
b). Penanaman dan pembinaan akhlak serta keperibadian Muslim melalui pembiasaan.
c). Pembinaan dan pengalaman fiqih dan ibadah melalui praktik.
d). Pembinaan, pembacaan dan pemahaman terhadap al-Quran.73[73]
2. Tujuan Pembinaan Akhlak Siswa
Untuk mencapai tujuan maksimal dalam pembinaan dan pengajaran akhlak,
diperlukan beberapa pendekatan dan metode yang efektif untuk mencapai sasaran yang tepat.
Menurut Muhaimin,74[74] terdapat enam pendekatan pendidikan akhlak, yaitu: (1)
Pendekatan pengalaman, yakni memberikan pengalaman keagamaan kepada peserta didik
dalam rangka penanaman nilai-nilai akhlak. (2) Pendekatan pembiasaan, yakni memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk senantiasa mengamalkan perilaku akhlakul karimah.
(3) Pendekatan emosional, yakni menggugah perasaan dan emosi peserta didik serta motivasi
agar peserta didik ikhlas mengamalkan ajaran agamanya khususnya yang berkaitan dengan
akhlakul karimah. (4) Pendekatan rasional yakni usaha untuk memberikan peranan akal
(rasio) dalam memahami dan menerima kebenaran ajaran akhlak. (5) Pendekatan fungsional
yakni usaha menyajikan akhlak dengan menekankan manfaatnya sesuai dengan tingkat
perkembangannya. (6) Pendekatan keteladanan, yakni menyuguhkan keteladanan baik yang
langsung melalui penciptaan kondisi pergaulan yang akrab antara personal sekolah, perilaku
pendidik dan tenaga kependidikan lainnya yang mencerminkan akhlak terpuji, maupun yang
tidak langsung melalui ilustrasi berupa kisah-kisah keteladanan.
Demikian pula dengan metode penyampaiannya, diperlukan eneka cara yang pariatif.
Masih menurut Muhaimin, setidaknya ada empat metode dalam pembinaan dan pembelajaran
akhlak yaitu: (a) metode dogmatik, (b) metode deduktif, (c) metode induktif, dan (d) metode
reflektif.75[75] Semua pendekatan dan metode tersebut tidak memungkinkan bagi Penulis
untuk membahasnya secara detail. Tetapi, yang jelas pembinaan akhlak tersebut
mengisyaratkan bahwa dalam perilaku manusia (makhluk) baru mengandung nilai-nilai yang
72[72] Observasi dan wawancara dilalukan pada tanggal 22 Mei 2010
73[73] Hasil wawancara dengan Kepala sekolah tanggal 25 Juni 2010.
74[74] Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam. (Bandung: Nuansa, 2003), h.
90.
75[75] Ibid. h. 106

baik, jika tindakan atau perilaku tersebut didasarkan pada kehendak Tuhan (selaku khaliq).76
[76]
Dalam konsep akhlak, sesuatu perbuatan itu akan dinilai baik atau buruk, terpuji atau
tercela, semata-mata karena ajaran yang tertuang di dalam al-Quran dan as-Sunnah. Hati
nurani atau fitrah dalam bahasa Al-Quran memang dapat menjadi ukuran baik dan buruk
karena manusia diciptakan oleh Allah SWT memiliki fitrah bertauhid, mengaku keesaan-Nya.
Karena fitrah itulah manusia cinta kepada kesucian dan selalu cenderung kepada kebenaran.
Hati nuraninya selalu mendambakan dan merindukan kebenaran dan mengikuti ajaran-ajaran
Tuhan, karena datangnya dari sumber kebenaran mutlak (Allah). Dengan demikian, jelaslah
bahwa ukuran yang pasti (tidak spekulatif), objektif, komprehensif, dan universal untuk
menentukan baik dan buruk hanyalah al-Quran dan as-Sunnah.
Secara umum, pembinaan iman dan takwa (Imtaq) di sekolah SMPN I Gunungsari
adalah bertujuan memberi bekal pengetahuan, pengalaman dan pengalaman agama dan nilai
ibadah. Di samping itu, tujuan dari Imtaq (termasuk dalam kategori pelajaran agama)
menurut guru pembina program Imtaq di SMPN I Gunungsari adalah sebagai berikut.77[77]
a. Pengembangan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. serta akhlak mulia peserta
didik seoptimal mungkin yang telah ditanamkan di lingkungan keluarga atau jenjang
pendidikan di bawahnya.
b. Penanaman nilai-nilai agama Islam sebagai pedoman mencapai kebahagiaan hidup di dunia
dan akhirat.
c. Penyesuaian mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial.
d. Perbaikan kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan,
pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
e. Pencegahan peserta didik dari hal-hal negatif budaya asing maupun lingkungan yang akan
dihadapinya sehari-hari.
Tujuan pembinaan akhlak di SMPN I Gunungsari melalui program Imtaq dan
pelajaran agama adalah upaya menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui
memberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, serta pengalaman peserta didik
tentang agama Islam. Sehingga harapan menjadi manusia Muslim yang terus berkembang
dalam hal keimanan, ketaqwaannya kepada Allah SWT. serta berakhlak mulia dalam
kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.78[78]
3. Kompetensi Pembinaan Akhlak Siswa
Pembinaan akhlak di sekolah memiliki tujuan agar siswa dapat mempunyai kemampuan
atau kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik, antara lain adalah siswa terbiasa
berperilaku dengan sifat-sifat terpuji.79[79] Agar kompetensi tersebut dapat tercapai, maka
perlu ditentukan, dipilih, dirancang organisasi isi/materi pembelajaran, strategi penyampaian
serta pengelolaannya. Pembinaan akhlak merupakan spesifikasi pendidikan nilai di sekolah.
76[76] Yunahar Ilyas, Kuliah akhlak, (Yogyakarta: LPPI UMY, 2005), h. 1.
77[77] Wawancara dilakukan pada 25 Maret 2010 dengan guru agama dan Kepala sekolah
SMPN I Gunungsari.
78[78] Ibid.
79[79] Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam. (Bandung: Nuansa, 2003), h.
89.

Oleh karena itu, pendidikan akhlak harus mampu melatih dan mengarahkan perkembangan
siswa agar akhlak mereka merupakan manifestasi dari nilai-nilai yang dikenal dan
diyakininya. Dalam memilih dan menetapkan strategi penyampaian, diperlukan pertimbangan
antara lain karakteristik anak didiknya, di samping pertimbangan-pertimbangan lainnya. Hal
ini agar nilai akhlak dapat terinternalisasi dan terwujud dalam tindakan nyata.

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

(a)

(b)
(c)
(d)
(e)

Kompetensi dari rangkaian Imtaq di SMPN I dari tahun pertama sampai selesai anak
didik mengikuti pembinaan dapat dijabarkan sebagai berikut:80[80]
Beriman kepada Allah SWT., Malaikat, Kitab-kitab, Rasul, hari kiamat, dan qadha-qadar
dengan mengetahui fungsi dan hikmahnya, akan terefleksi dalam sikap, perilaku, dan akhlak
peserta didik pada dimensi kehidupan sehari-hari secara mantap.
Memahami sumber hukum Islam dan ketentuan hukum Islam tentang ibadah, muamalah,
mawaris, munakahat, jinazah, dengan tatacaranya (kaifiyah).
Terbiasa berperilaku dengan sifat-sifat terpuji, menghindari sifat-sifat tercela, dan berakhlak
mulia dalam kehidupan sehari-hari dan dapat memberikan contoh akhlak yang mulia kepada
orang lain.
Mampu membaca al-Qur`an dengan fasih dan mengetahui hukum bacaannya, menulis, dan
memahami makna ayat al-Qur`an serta mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Mampu membaca dan memahami al-Hadits serta mampu mengimplementasikannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Memahami dan mampu mengambil hikmah dari dakwah Rasulullah saw. dan Khulafa arRasyidin, perkembangan Islam periode Umayah, Abasiyah, abad pertengahan, abad
pembaharuan, dan perkembangan Islam di Indonesia dan perkembangan Islam kontemporer
di beberapa benua serta mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kompetensi dasar adalah sekumpulan kemampuan minimal yang harus dikuasai
selama peserta didik menempuh pendidikan di SMPN I Gunungsari. Kompetensi tersebut
berorientasi pada sikap dan perilaku afektif dan psikomotorik dengan dukungan pengetahuan
kognitif dalam rangka memperkuat keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt. sesuai
dengan ajaran Islam. Kompetensi dasar khusus pembinaan Akhlak tertuang dalam
matapelajaran agama, yaitu sebagai berikut81[81]:
Memahami agama Islam sebagai dasar beriman kepada Allah swt., iman kepada malaikat,
iman kepada kitab Allah, iman kepada Rasul Allah, iman kepada hari akhir, dan iman kepada
qadha dan qadr dengan mengetahui fungsi dan hikmahnya, serta terefleksi dalam sikap,
perilaku, dan akhlak peserta didik dalam dimensi vertikal maupun horisontal secara mantap.
Mampu beribadah dengan benar dan teratur sesuai dengan tuntunan syari`at Islam, baik
ibadah mahdhah (murni) maupun ghairu mahdhah (sosial).
Mampu mengamalkan sistem muamalat Islam dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
Memiliki sikap dan perilaku akhlak mulia dan senantiasa menghindari sifat dan perbuatan
tercela dalam kehidupan sehari-hari, baik secara individu, keluarga maupun masyarakat.
Dapat membaca al-Qur`an dengan fasih dan mengetahui hukum bacaannya, menulis, dan
memahami maknanya serta mampu menimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
80[80] Wawancara dengan beberapa guru agama dalam kesempatan yang berbeda pada
tanggal 27 Juni 2010.
81[81] Ibid.

(f) Mampu membaca dan memahami Hadits serta mampu mengimplementasikannya dalam
kehidupan sehari-hari.
(g) Dapat meneladani sifat, sikap, dan kepribadian Rasulullah, sahabat, dan tabi`in serta mampu
mengambil hikmah dari sejarah perkembangan Islam untuk kepentingan hidup sehari-hari,
kemajuan Islam dan umatnya masa kini dan masa depan.
Dengan demikian, secara teoritik tersebut sangat ideal dalam pembinaan akhlak anak
didik untuk mencapai kematengan dan keperibadian yang mandiri dan penuh tanggungjawab.

B. Kendala-kendala yang Dihadapi dalam Program Imtaq


Perjalanan sebuah proses pendidikan dan pembinaan, tentu akan ditemukan faktorfaktor penghambat, di samping faktor pendukung tentunya. Faktor pendukung, tentu
berdampak positif karena akan sangat membantu dalam mencapai tujuan proses pembinaan.
Sedangkan faktor penghambat adalah faktor yang sedapat mungkin harus diatasi dan
dicarikan solusi agar tidak mengganggu proses pendidikan dan pembinaan. Begitu juga dalam
pelaksanaan program pembinaan akhlak melalui Imtaq di SMPN I Gungusari, ada beberapa
faktor menjadi kendala-kendala (penghambat) yaitu, faktor internal dan ekternal. Berikut
adalah hasil observasi dan wawancara Peneliti di lapangan:
1. Faktor Internal
Kendala internal dalam pelaksanaan program pembinaan akhlak di SMPN I
Gunungsari yang perlu mendapat perhatian adalah sebagai berikut:
Pertama, selama ini dana yang diperlukan untuk pengembangan dan pelaksanaan
pembinaan akhlak melalaui Imtaq ditanggung sepenuhnya oleh sekolah. Minimnya faktor
dana ini secara tidak langsung berakibat pada ketercapaian pelaksanaan kurikulum yang tidak
maksimal dan kelancaran proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
Menurut kepala sekolah, faktor dana adalah faktor yang tidak bisa dianggap remeh,
karena secara tidak langsung ia menjadi lokomotif untuk menggerakkan komponen dalam
menyukseskan program Imtaq.82[82] Penyediaan fasilitas tambahan seperti pengadaan salon,
82[82] Wawancara dilakukan pada tanggal 25 Juni 2010

mik, dan al-Quran kepada semua siswa dan dewan guru merupakan contoh sederhana yang
memerlukan dana cukup banyak.83[83] belum dana yang lain yang tidak terduga juga menjadi
bagian dari kendala yang dihadapi dalam kegiatan Imtaq secara umum di SMPN I
Gunungsari.
Kedua, tidak semua guru atau karyawan dapat menjadi model yang harus ditoladani
siswa. Bahkan ada guru yang yang kurang aktif untuk ikut membantu kegiatan pembinaan
akhlak. Jadi, tugasnya hanya sekedar mengajar di dalam kelas saja. Sebagai contoh tidak
semua guru dan karyawan melaksanakan shalat dzuhar yang tentunya dapat menjadi contoh
bagi anak. Dalam salah satu observasi di lapangan menujukkan bahwa ketika Peneliti
mengikuti acara shalat bersama dengan para siswa dan dewan guru di Musalla, terdapat
sekelompol guru dan karyawan sekolah tidak ikut dalam kegiatan tersebut. Ketika berusaha
menanyakan hal tersebut kepada salah satu karyawan sekolah, ia menjawab masih ada
kerjaan penting lainnya yang harus segera diselesaikan katanya.84[84] Inilah contoh tidak baik
bagi siswa dalam proses pembinaan. Idalnya semua guru dan staf harus aktif dalam ikut serta
memberikan contoh yang baik bagi siswa siswi yang ada di sekitarnya.
Ketiga, kurangnya

buku-buku penunjang, terutama

buku keagamaan bagi

terselenggaranya pendidikan dan pembinaan akhlak di sekolah. Untuk buku keagamaan dapat
dikatakan sangat minim sekali, apabila ada anak yang ingin mencari tambahan pengetahuan
keagamaan lewat buku-buku agama, perpustakaan tidak dapat menyediakannya.
Kurangnya buku-buku keagamaan yang menjadi penujang khazanah bacaan akhlak di
sekolah adalah masalah yang tidak bisa dianggap remeh. Dalam beberapa observasi dan
wawancara dengan Kepala sekolah, kurangnya khazanah bacaan keagamaan dan akhlak di
SMPN I Gunungsari adalah karena alasan dana, tidak ada dana lebih untuk membeli bukubuku khazanah keagamaan tersebut tutur kepala sekolah.85[85]
83[83] Ibid.
84[84] Wawancara dan observasi dilakukan pada tanggal 27 Juni 2010.
85[85] Wawancara dilakukan pada tanggal 20 Febuari 2010.

Kepala sekolah mengakui hal tersebut dan berjanji untuk sedikit demi sedikit untuk
mengkoleksi buku-buku tersebut apabila dana yang ada tersedia untuk itu. Kendala-kendala
tersebut di atas adalah sebagaian kecil dari kendala-kendala yang ada di samping masih ada
sejumlah kendala yang dihadapi dalam pembinaan akhlak siswa. ketika Peneliti menanyakan
sejumlah kendala lain kepada kepala sekolah, ia menjawab semua akan dibenahi secara
bertahap katanya.

2. Faktor Eksternal
Sedangkan faktor eksternal yang menjadi kendala dalam pembinaan akhlak siswa
adalah pertama, lingkungan yang kurang kondusif dalam memantapkan pembinaan secara
sempurna, baik lingkungan sosial, keluaraga dan sekolah. Bagaimana pun juga lingkungan
sekitar sangat mempengaruhi karakter dan kejiwaan anak didik (siswa). Lingkungan yang
paling mempengaruhi tersebut adalah lingkungan sosial yang meliputi, lingkungan sosial
keluarga dan lingkungan sosial masyarakat. Keadaan lingkungan keluarga yang dapat
berpengaruh terhadap perilaku anak antara lain: (a) perlakuan orang tua terhadap anak seperti
perlakuan lemah lembut atau perlakuan yang kasar, (b) kedudukan anak dalam keluarga: anak
sulung, anak tengah, atau anak bungsu, (c) status anak dalam keluarga: anak kandung, anak
tiri, atau anak asuh, (d) besar kecilnya anggota keluarga, (e) keadaan ekonomi keluarga serta
pola hidupnya, dan (f) tingkat pendidikan orang tua.86[86] Sedangkan lingkungan yang turut
mempengaruhi anak adalah: (a) situasi politik seperti keadaan perang atau damai, (b) situasi
ekonomi seperti negara miskin atau kaya, (c) organisasi yang berkembang di masyarakat di
sekitar tempat tinggal mereka.87[87]

86[86] Ibid.
87[87] Nur Uhbiyati, Ilmu pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), h 243.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa di samping lingkungan sosial sekitar


tempat tinggal anak, hal yang sangat berpengaruh terhadap kepribadian anak adalah faktor
lingkungan sekolah dan keluarga. Keluarga yang baik sekurang-kurangnya memiliki dua ciri:
(1) keluarga memberikan suasana emosional yang baik bagi anak-anak seperti perasaan
senang, aman, disayangi, dan dilindungi, (2) mengetahui dasar-dasar kependidikan, terutama
berkenaan dengan kewajiban dan tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak serta
tujuan dan isi pendidikan yang diberikan kepadanya. Sedangkan keluarga yang tidak baik
adalah keluarga yang menjadikan lembaga perkawinan hanya sebagai lembaga untuk
memenuhi kebutuhan biologis dan ekonomi saja. Artinya dalam keluarga tersebut hanya
sebagai tempat berkumpulnya orang-orang yang menginginkan untuk menumpuk harta
sebagai ukuran sukses atau tidaknya keluarga.88[88]
Kedua, dukungan masyarakat sangat kurang terhadap pelaksanaan Imtaq di SMPN I
Gunungsari. Dukungan dari masyrakat sesungguhnya sangat diperlukan dalam ikut serta
menyukseskan program pembinaan akhlak siswa di SMPN I Gunungsari. Masyrakat di
sekitarnya seharusnya menjadi pengontrol dan pengawas dalam proses pembinaan akhlak
siswa. karena bagaimana pun juga kiprah masyarakat sekitar sangat diperlukan untuk
keberhasilan program. Selama observasi di lapangan, Peneliti tidak menemukan adanya
keluhan dan laporan atau pun peran aktif dari masyarakat yang ke sekolah. Artinya proses
Imtaq berjalan hanya sesuai dengan jadwal tanpa kontrol langsung dari masyarkat di
sekitarnya. Dalam wawancara dengan seorang guru agama di sekolah, ia menjelaskan bahwa
selama ini memang tidak pernah ada keluhan dari masyarakat tentang program Imtaq
tersebut, artinya ia membenarkan hal tersebut. 89[89] inilah barangkali faktor penghambat
(kendala) eksternal yang terjadi dalam proses pembinaan akhlak secara lebih sempurna di
SMPN I Gunungsari Lombok Barat.
88[88] http://www.elsam.or.id/txt/kovenan/ kondiprpn.htm dikutip pada tanggal 25 Juni 2010.
89[89] Wawancara dan observasi dilakukan pada tanggal 27 Juni 2010.

Di samping itu, media masa, baik cetak maupun elektronik sangat mempengaruhi
perilaku dan akhlak siswa. Pengaruh dari media masa, seperti televisi dapat dikatakan sangat
besar bagi pembentukan karakter atau akhlak siswa. Hampir semua acara televisi seperti film,
berita, iklan, infotainment seputar selebritis sangat digemari remaja dan juga sangat
mempengaruhi perilaku mereka dalam keseharian melebihi pengaruh yang lain. Bagian yang
sebelumnya memusat atas kemungkinan bahwa ekspos kekerasan yang ditayangkan di
televisi akan meningkatkan sifat agresif para pemuda dan remaja yang jadi penonton. Efek
lain bagi pemirsa televisi adalah berhubungan dengan berbagai isu kekerasan, tawuran dan
perkelahian antargenk menjadi faktor penghambat dalam pembinaan akhlak siswa.
Dalam wawancara dengan salah seorang guru agama di SMPN I Gunungsari, pernah
terjadi perkelaihan antar gank yang mengakibatkan dua orang siswa luka. Perkelaian tersebut
menurut guru agama, dipicu oleh masalah sederhana saja, tetapi di kompori oleh informasi
yang ekspose media dengan adanya tawuran antara pelajar SMA di pulau Jawa dan gang di
SMPN I Gunungsari pun ikut-ikutan meniuru masalah tersebut. ini artinya informasi di media
sangat berpengaruh terhadap perkembangan siswa dan dapat berpengaruh terhadap
pelaksanaan program Imtaq di SMPN I Gunungsari.

C. Solusi (alternatif) atas Pemecahannya

1. Perlunya Kreaktif dari Kepala Sekolah dan Guru


Peran aktif dari kepala sekolah dan guru dalam pembinaan akhlak sangatlah
diperlukan untuk menyukseskan kegiatan-kegiatan yang dilakukan sekolah, baik yang
berlangsung di dalam kelas berupa kegiatan kurikuler, eskstra kurikuler maupun kegiatan
amaliah siswa sehari-hari, termasuk Imtaq di dalamnya. Dengan demikian terdapat peluang
yang besar dalam keberhasilan program Imtaq, di samping terdapat tantangan yang harus
disikapi dan dicarikan jalan keluar sebaik-baiknya oleh pihak-pihak mengelola sekolah.

Maka, dalam mengatasi masalah-masalah (kendala-kendala) yang dihadapi,


khususnya masalah dana untuk kesuksesan program Imtaq, kepala sekolah dan guru perlu
melaksanakan program-program praktis antara lain:
a.

Membuat langkah-langkah kongkrit untuk menanggulangi pendanaan (dana oprasional)


program Imtaq, seperti Iuran tiap bulan bagi siswa, jika memungkinkan bagi orang tua
mereka.

b.

Mencarai donatur dari wali murid yang mampu untuk memberikan bantuan dana untuk
kegiatan Imtaq.

c.

Mengusulkan dana (proposal) kepada pemerintah dalam khususnya Dinan P dan K Lombok
Barat untuk mensubsidi kegitan tersebut secara berkala.

d.

Mengefektifkan penggunaan dana yang tersedia secara maksimal untuk mencapai tujuan
yang maksimal pula.
Kemudian dalam mengatasi kendala kedua, model (duwah al-hasanah) yang kurang
dari guru dan karyawan, diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:

i)

Guru dan karyawan sebaiknya mempunyai sikap terbuka dan tenang serta berjiwa matang
dalam menjalankan tugas kewajibannya sebagai guru, serta dapat meningkatkan kesehatan
mental muridnya. Karena kepribadian guru dan tingkah lakunya akan lebih banyak
berpengaruh kepada murid dari pada yang diucapakannya dan anak mungkin hanya meniru
sebagian dari sifat gurunya.

ii) Kepala sekolah, beserta stafnya, harus menjadikan sekolah sebagai masyarakat belajar dan
bermoral. Artinya semua ikut bertanggung jawab terhadap pembentukan akhlak siswanya.
Semua orang dewasa harus dapat menjadi model dari nilai-nilai inti dalam setiap
perilakunya yang diharapkan akan mempengaruhi akhlak siswa.
iii) Dalam melaksanakan tugas pembinaan terhadap siswa dalam bentuk amaliah sehari-hari,
kepala sekolah memiliki peran yang sangat strategis bagi keberhasilan dari semua kegiatan

yang diprogramkan. Maka, dalam konteks pembinaan akhlak siswa, kepala sekolah perlu
melakukan kegiatan-kegiatan antara lain:
1) Membuat perencanaan program tahunan yang terkait langsung dengan roda kegiatan sekolah
atau mendelegasikan kepada bawahannya, melakukan pengawasan dan melakukan evaluasi
program.
2) Memberikan pengarahan kepada guru dan karyawan agar dapat menjalankan kegiatan yang
telah diprogramkan oleh sekolah. Pengarahan ini misalnya dilakukan pada waktu rapat atau
pada waktu pengajian karyawan yang dilaksanakan secara periodik meskipun waktunya
menyesuaikan dengan keadaan karyawan.
3) Menjadi imam pada waktu shalat dzuhur, setiap ada kesempatan, meskipun tidak ada jadwal
khusus.
4) Selalu ikut aktif dalam semua kegiatan keagamaan yang dilaksanakan oleh sekolah. Artian
ikut memberikan contoh dan melakukan pengawasan sekaligus mengevaluasi setiap program
kegiatan.
5) Mengisi ceramah atau sambutan pada pengajian-pengajian yang diprogramkan sekolah,
seperti pengajian dalam rangka peringatan hari besar Islam.
6) Ikut secara aktif melakukan bimbingan dan penyuluhan bagi anak termasuk kepada anak
yang bermasalah. Selama ikut dalam kegiatan-kegiatan sekolah peneliti melihat bahwa kepala
sekolah memang aktif membimbing anak-anak dan sekaligus memberikan contoh kepada
siswa, guru, dan karyawan.
Hal ini penting dilakanakan, karena bagaimana pun juga hubungan antara kepribadian
kepala sekolah, guru dan tingkah laku murid sangat erat. Apabila kita membahas persoalan
kesehatan mental di sekolah atau karakter siswa, maka guru adalah faktor yang terpenting.
Secara langsung atau tidak, guru menentukan kesehatan mental dan karakter siswanya. Pada
dasarnya, guru adalah manusia biasa yang tentunya dapat mempuyai mental yang tidak sehat.
Akan tetapi, hal ini tidak dapat dibenarkan karena akan mempengaruhi dan membentuk
mental atau karakter bagi murid-muridnya yang nota bene masih muda dan masih
memerlukan banyak bimbingan dan contoh nyata (qudwah). Anak akan mengambil sikap dan
kebiasaan guru tersebut sebagai norma dalam tata cara kehidupannya.
Dan solusi terakhir untuk menanggulangi kendala kurangnya buku-buku keagamaan di
Perpustakaan, diperlukan kreatifitas kepala sekolah dan dewan guru untuk memperkaya
khazanah dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
(a)

Mengusulkan dana literatur kepada pemerintah daerah dalam bentuk prosposal.

(b)

Bekerja sama dengan beberapa penerbit untuk mendapatkan informasi seputar buku-buku
agama yang diperlukan. Sekaligus bisa membeli dengan kompensasi dari penerbit

(c)

Mencari lembaga-lembaga yang menyiapkan buku-buku keagamaan secara gratis.

2. Pemberian Tauladan dan Penanamaan Nilai Kebaikan (inkulkasi)


Dalam memberikan tauladan kepada murid, pihak sekolah perlu membuat langkah atau
kegiatan antara lain:
a. Melakukan jabat tangan apabila bertemu dengan sesama warga sekolah atau tamu. Dalam
menjalankan strategi ini, pihak sekolah menugaskan guru atau karyawan agar melakukan
salaman (jabat tangan) kepada siswa yang dilakukan di depan pintu gerbang dalam. Di mana
idealnya para petugas akan berjabat tangan dengan anak sesuai dengan jenis kelaminnya.
Apabila ada anak yang tidak rapi dalam memakai pakaiannya, seperti lengan baju yang
dilipat atau tidak dikancingkan, maka petugas akan segera merapikannya.
b. Memberi contoh perbuatan untuk membentuk kebiasaan murid. Dalam melakukan amaliyah
sehari-hari, seperti upacara bendera pada hari senin, shalat dzuhur, atau shalat zuhur
berjamaah harus semua warga sekolah terlibat secara aktif. Begitu pula dalam berucap dan
bertutur kata, sekolah berusaha agar warga dapat menjaga sopan santun dengan baik. Seperti
yang dipaparkan oleh guru-guru dan karyawan yang Penulis temui dan berdialog dengan
mereka. Meskipun demikian terdapat ketidaksesuaian antara yang diharapkan dengan
kenyataan yang terjadi di lapangan. Selama Peneliti melakukan observasi di lingkungan
sekolah banyak anak yang berperilaku terlalu santai atau bahkan terkesan kurang sopan.
Bahkan ketika berbicara dengan sebagian karyawan atau guru yang masih muda, anak-anak
banyak yang menggunakan bahasa yang sepertinya tidak pantas ketika berhadapan dengan
guru.
c. Perlunya mengajak murid-murid untuk mencontoh tokoh-tokoh yang berakhlak mulia. Wujud
kebijakan ini, antara lain adalah memberi nama stiap ruangan kelas dengan nama-nama
tokoh-tokoh Islam. Di antaranya adalah sahabat nabi seperti Abu Bakar, Ibnu Umar, Ibnu
Mas`ud, tokoh-tokoh ilmuwan Muslim seperti Al Kindi, Al Ghazali, Al Farabi, dan lain-lain,
serta tokoh-tokoh pahlawan nasional seperti P. Diponegoro, Kahar Muzakir, dan lain-lain.
Inkulkasi atau penanaman nilai adalah salah satu strategi yang menjadi kebijakan
sekolah. Dengan kata lain, sekolah mengharapkan agar siswa di samping memiliki kecakapan
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi juga memiliki iman dan taqwa yang mantap.

3. Pembentukan Kultur Sekolah yang Berakhlak


Secara tidak langsung, kultur yang ada di sekolah atau kultur yang dengan sengaja
dikembangkan oleh sekolah juga sangat berperan dalam membentuk dan menanamkan akhlak
pada siswa. Budaya sekolah sangatlah penting untuk menumbuhkan akhlak, khususnya yang
berkaitan dengan ranah afektif. Budaya sekolah yang bagus juga terbukti mampu
meningkatkan motivasi dan semangat belajar. Dengan kata lain, perlu disadari bahwa
implementasi pendidikan akhlak tidak dapat akan efektif kalau hanya sekedar dalam bentuk

menitipkan muatan-muatan akhlak dalam keseluruhan atau sebagian matapelajaran atau


program Imtaq.
Ketika peneliti sedang melakukan observasi di perpustakaan, para siswa yang masuk
hanya sedikit atau bahkan tidak ada yang mengucapkan salam. Beberapa guru yang masuk
juga tidak mengucapkan padahal seharusnya mereka dapat menjadi teladan bagi para siswa
dalam hal mengucapkan salam ini. Bila melihat realitas ini, dapat dikatakan bahwa dalam
pribadi para siswa belum tertanam kecakapan yang berupa kesadaran untuk mengucapkan
salam yang merupakan salah satu kecakapan hidup yaitu kesadaran diri sebagai makhluk
Tuhan dan kesadaran sebagai makhluk sosial. Jabat tangan adalah bagian dari kebiasaan yang
dilakukan para siswa apabila bertemu atau berpapasan dengan guru atau guru dengan guru
(laki-laki dengan sesama laki-laki dan perempuan dengan sesama perempuan). Akan lebih
baik lagi, jika jabat tangan ini tidak hanya dilakukan apabila bertemu dengan guru saja, akan
tetapi juga apabila bertemu dengan sesama siswa atau dengan tamu.
Beberapa budaya yang berkembang di SMPN I Gunungsari di atas merupakan
aplikasi dari jenis kecakapan personal, yaitu kesadaran diri sebagai makhluk Tuhan dan
anggota masyarakat untuk dapat membina hubungan yang baik serta menyadari dan
mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang ada, sehingga dapat menumbuhkan rasa
penghormatan kepada orang lain. Juga aplikasi dari kecakapan sosial untuk dapat melakukan
kerjasama dalam menjalankan tugas dan aktivitas sekolah dalam posisinya masing-masing.
Pada saat peneliti melakukan observasi di perpustakaan, kebetulan waktu itu
bertepatan dengan waktu untuk sholat dzuhur, tiba-tiba terdengar suara himbauan dari
petugas perpustakaan yang mengingatkan para siswa untuk segera melakukan sholat dzuhur.
Hal lain yang dijumpai selama melakukan penelitian adalah hubungan guru dan siswa.
Tampak sekali antara guru dan siswa dalam berinteraksi dan berkomunikasi seolah seperti
kawan biasa sehingga tidak terjadi kesenjangan status atau hubungan yang kaku, namun tetap

dalam posisinya masing-masing dan saling menghormati. Akan tetapi peneliti juga melihat
terkadang ada sebagian guru yang bersifat kaku dan terkesan menjaga jarak dengan murid.
Oleh karena itu, di sekolah perlu dibangun pembentukan budaya yang didasari oleh
adanya keinginan untuk menjadi lebih baik, maju dan berkembang dan keinginan untuk
berprestasi tinggi berdasarkan akhlak yang mulia. Dengan pembentukan budaya ini
diharapkan para guru dan siswa merasa senang dan nyaman berada di sekolah sehingga citacita (visi, misi dan orientasi) SMPN I Gunungsari terealisasi secara nyata. Untuk dapat
merealisasikan cita-cita tersebut, SMPN I Gunungsari harus berusaha membangun kultur
sekolah yang dapat mendorong seluruh komponen sekolah menjadi dinamis, kreatif, inovatif
sehingga akan membantu pembentukan kecakapan pada pribadi anggota sekolah khususnya
siswa.
Pengembangan kultur sekolah tidak hanya ditandai dengan teridentifikasinya spirit
dan nilai-nilai dan tidak pula hanya kepala sekolah mengeluarkan berbagai kebijakan teknis.
Pengembangan kultur sekolah akan berhasil jika seluruh spirit dan nilai-nilai yang
termanifestasikan dalam berbagai kejakan dan peraturan sekolah menjadi perilaku sosial
sehari-hari di sekolah dan di luar sekolah.
Kualitas akhlak siswa dapat dilihat dari perilaku yang baik dan menjadi kebiasaan
atau perbuatan yang dilakukan sehari-hari tanpa dipertimbangkan terlebih dahulu. Akhlak
merupakan seperangkat sifat-sifat yang selalu dikagumi sebagai tanda-tanda kebaikan,
kebajikan, dan kematangan moral. Ciri-ciri akhlak yang baik dan menjadi tujuan pendidikan
akhlak adalah rasa hormat, tanggung jawab, rasa kasihan, disiplin, loyalitas, keberanian,
toleransi, keterbukaan, etos kerja, dan kepercayaan serta kecintaan kepada Tuhan.
Tolok ukur akhlak yang lain dapat dilihat dari beberapa hal yang menjadi kebiasaan
anak-anak antara lain meliputi kepatuhan, kejujuran, dan kesopanan. Aspek kepatuhan dapat
dilihat dari kecenderungan menaati peraturan yang dibuat oleh sekolah yang tertulis dalam

bentuk tata tertib sekolah. Semakin banyak siswa yang terkena sanksi pelanggaran
menunjukkan bahwa kualitas akhlaknya rendah dan sebaliknya semakin sedikit anak yang
melanggar peraturan berarti menunjukkan kualitas akhlaknya semakin baik. Kejujuran dapat
dilihat dari perilaku siswa yang tidak ingin memiliki barang milik orang lain dan dari
kesesuaian antara ucapan dan perbuatan. Kesopanan dapat dilihat dari kerapihan berpakaian,
menghormati guru dan karyawan serta sesama teman, berperilaku sopan dalam kegiatan
sehari-hari dalam hal ini terbatas ketika berada di sekolah.
Secara umum kegiatan pembinaan akhlak di SMPN I Gunungsari telah dilakukan dan
membawa hasil atau manfaat yang baik yang antara lain telah meningkatkan sikap dan
perilaku siswa menjadi lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Dalam konteks pembinaan
akhlak melalui Imtaq di SMPN I Gungungsari terlihat dari melaksanakan tata tertib dapat
dikatakan cukup baik atau bahkan tergolong tinggi. Demikian pula dengan cara berpakain
siswa pada waktu pelaksanaan Imtaq terlihat sopan dan rapi bagi yang beragama Islam, serta
memakai baju lengan panjang bagi yang beragama non Muslim.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar perilaku siswa sudah
mencerminkan sikap atau perbuatan berakhlak sesuai dengan visi misi dan tujuan daripada
program Imtaq. Hal ini berdasar dari beberapa indikator, seperti tindakan anak yang segera
menjalankan program Imtaq dan shalat jamaah dzuhur sesuai dengan jadwal seperti yang
telah ditentukan.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Bentuk-bentuk pembinaan akhlak siswa yang dilakukan oleh sekolah melalui program imtaq
yaitu, membaca surat yasin, kultum, shalat dhuha dan shalat dzuhur secara berjamaah.
Pembinaan akhlak siswa melalui kegiatan program imtaq merupakan program yang
dimaksudkan untuk menanamkan nilai-nilai aklhlak melalui aktivitas dan rutinitas tertentu
dengan kata lain, bentuk-bentuk pembinaan tersebut bukan kegiatan yang menjadi tuntutan
dalam kurikulum.
2. Adapun kendala-kendala yang dihadapi dalam proses pembinaan akhlak siswa yaitu berasal
dari faktor internal dan eksternal, kendala-kendala yang berasl dari faktor internal( dari dalam
sekolah ) antara lain seperti: dana pelaksanaan dan pengembangan ditanggung oleh sekolah
karna bagaimanapun juga program ini didorong dengan adanya dana yang tidak sedikit,
dibutuhkan waktu yang lama untuk mencapai pembinaan yang sempurna, kurang
maksimalnya pemanfaatan sarana dan fasilitas-fasilitas penunjang lainnya serta adanya latar
belakang dari siswa yang berbeda- beda. Sedangkan kendala yang berasal dari faktor
eksternal( dari luar sekolah) diantaranya seperti: lingkungan yang kurang kondusif dalam
menciptakan pembinaan yang sempurna, baik lingkungan sosial, keluarga dan sekolah, serta
kurangnya dukungan dari masyarakat atau orang tua siswa dalam pelaksanaan program
imtaq.
3.

Adapun solusi atau alternatif untuk mengatasi kendala- kendala yang terjadi dalam proses
pembinaan akhlak siswa melalui program imtaq yaitu: diperlukan peran aktip dari kepala
sekolah, dewan gru serta orang tua murid( Wali) untuk melakukan sinergi yang baik.

Demikian pula, diperlukan penanaman nilai-nilai kebaikan dan kebenaran kepada siswa agar
menjadi kebiasaan dalam kehidupan mereka.

B. Saran-saran
Dapat dikatakan bahwa meskipun Peneliti sudah melaksanakan semaksimal mungkin
sesuai dengan kemampuan, tetapi tetap memiliki beberapa keterbatasan dan kekurangan.
Keterbatasan penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan penelitian hanya dilakukan pada kurun waktu kurang lebih empat bulan, sehingga
proses observasi dan hasilnya hanya mampu mengungkapkan keadaan pada saat proses
sedang berlangsung. Perilaku atau akhlak siswa sebelum dan sesudah proses penelitian, tidak
dapat diungkapkan, sehingga hanya dapat diketahui dari informan.
2. Akhlak atau perilaku siswa yang diamati terbatas pada saat siswa berada di lingkungan
sekolah, sehingga akhlak yang sesungguhnya atau perilaku siswa ketika berada di rumah dan
atau lingkungan tempat tinggalnya tidak dapat diamati secara langsung. Data yang diperoleh
hanya berdasar pada informasi dari informan atau dokumentasi yang ada di sekolah. Peneliti
berasumsi, apabila anak kelihatan baik di lingkungan sekolah, maka di rumah pula akan baik.
Idealnya, penelitian ini dilakukan sampai tahap mengamati perilaku siswa ketika
berada di lingkungan tempat tinggal masing-masing, sehingga akan benar-benar
menggambarkan akhlak anak. Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka berikut akan
diutarakan beberapa pemikiran sebagai masukan yang diharapkan dapat bermanfaat bagi
SMPN I Gunungsari dalam pelaksanaan program pembinaan akhlak melalui program Imtaq:
a. Pihak sekolah agar membuat suatu perencanaan secara mendalam tentang pengintegrasian
materi nilai-nilai akhlak pada semua matapelajaran dengan subpokok bahasan tersendiri. Saat
ini perencanaan tersebut belum dapat menerapkan secara sempurna. Pihak sekolah dapat

membuat buku pedoman atau program tentang pengintegrasian nilai-nilai akhlak secara lebih
jelas dan operasional bagi siswa.
b. Pihak sekolah perlu menyediakan buku-buku yang relevan dengan program pembinaan dan
pendidikan akhlak dalam jumlah yang memadai, terutama buku-buku agama yang selama ini
dirasa masih sangat kurang.
c. Bagi guru perlu diadakan penyegaran atau peningkatan kemampuan tentang metode dalam
mengajar dan pendidik siswa, agar dalam mengajar kelihatan lebih kreatif, inovatif, dan
dinamis, terutama untuk matapelajaraan normatif.

90

[1]

Al-Quran dan Terjemahaannya, QS,Al-ahzab:21 (Madinah: Mushaf as-Syarif 1418 H.),

h. 670.
91

[2] Widodo BM Memahami Siswa Nakal dalam Warta Guru Sarana Komunikasi Antarguru SLTP,

Vol. VII Edisi November 2003. h. 11.

92

h. 11.

93

UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003.

[3] Ibid.,
[4] Lihat

94

[5] S. Nasution, Metode Resecrh, (Bandung: Jemmars, 1994), h. 148.

95

[6] UU Sisdinas no 20 2003 dalam Bab II pasal 3.

96

Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, Edisi Revisi, (Jakarta: Bulan Bintang, 2002),

97

Dikutip dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lombok Barat, Pedoman

[7]

h. 22.
[8]

Pelaksanaan Pembinaan Imtaq, 2003, h. 17.

90
91
92
93
94
95
96
97

98

[9] Abudin Nata, Paradigma Pendidikan Islam, (Jakarta: Gramedia Widya Sarana Indonesia, 2001), h.

187.
99

[10] Yunahar Ilyas, Kuliah akhlak, (Yogyakarta: LPPI UMY, 2005), h. 1

100

[11] Al Ghazali,

101

[12] Yunahar

Ihya Ulumuddin, Beirut: Darul Fikr, 1989), h. 58

Ilyas, Kuliah akhlak., h. 2.

102

[13] Abdul Mujib, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, Cet, I (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001),

h. 199. Lihat pula Departemen Pendidikan Nasional Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Jakarta Press,
1995), h. 504.
103

[14]

Sahminan Zaini, dkk., Wawasan Al-Quran tentang Pembangunan Manusia

Seutuhnya, (Jakarta: Kalam Mulia, 1996), h. 25


104

[15] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia., h. 504.

105

[16]

Andi Mafiere, Pengantar Bimbingan dan Konseling Di Sekolah, (Surabaya:

Usaha Nasioal, 1984), h. 12.


106

[17]

Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam (Bandung: Nuansa,

2003), h. 89.
107

[18] Raka Joni, T, Pokok-pokok Pikiran Mengenai Pendidikan Guru. (Jakarta: Ditjen Dikti

Depdiknas, 1992), h. 2.

108

[19] Yunahar

Ilyas, Kuliah Akhlak, h. 4.

109

[20] Amran, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Chaniago, 1995), h. 449.

110
111

[21] Ibid.,

[22]

112

98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112

Undang-undang Guru dan Dosen, Bandung: Fokus Media, 2009, h.2.

[23] Ibid.,

h. 5-6.

113

[24]

http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/37/pembinaan_kepatuhan_peserta_didi.htm

dikutip pada tanggal 5 Febuari 2010.


114

[25] Moleong, J. Lexy, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, (Bandung: Remaja Rosa Karya,

2001), h. 3.

115

[26] Moleong, J. Lexy, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosa Karya, 1996), h. 4-8.

116

[27]

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek, Edisi

Revisi,, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998), h. 114.


117

[28] Ibid.,

h. 114-115.

118

[29] Ibid.,

h.136.

119

[30] Moleong,

120

[31]Ibid.,

J. Lexy, Metode Penelitian Kualitatif., h. 127.

h. 138.

121

[32] Suharsimi Arikunto,

122

[33] Moleong,

123

[34]

J. Lexy, Metode Penelitian Kualitatif., h. 103.

Dokumen resmi dari SMPN I Gunungsari, dikutip pada tanggal 20 Febuari 2010.

124

[35] Hasil

wawancara dilakukan dengan Kepala Sekolah pada tanggal 04 Mei 2010.

125

Dokumentasi profil SMPN I Gunungsari, dikutip pada tanggal 04 Mei 2010.

126

Dokumentasi diambil dari Bapak Hasan, TU SMPN I Gunungsari pada tanggal

[36]
[37]

05 Mei 2010.
127

Ibid.

128

Ibid.

[38]
[39]

113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128

Prosedur Penelitian., h. 234.

129

[40]

Dokumentasi diambil dari Bapak Hasan, TU SMPN I Gunungsari pada tanggal

05 Mei 2010.
130

[41]

Dokumentasi diambil dari Bapak Hasan, TU SMPN I Gunungsari pada tanggal

05 Mei 2010.
131

Ibid.

132

Wawancara dilakukan pada tanggal 2 Juni 2010

133

Obervasi dilakukan pada pada tanggal 2 Juni 2010

134

Wawancara dilakukan dengan kepala sekolah 09 2010.

135

Ibid.

[42]
[43]
[44]
[45]
[46]

136

[47]

Observasi dan wawancara dilakukan pada tanggal 2 Juni 2010

137

Wawancara dengan salah satu siswa bernama Silvia pada tanggal 09 Juni 2010.

138

Observasi dilakukan pada tanggal 09 Juni 2010.

139

Dokumentasi dari M. Syarif Khalili dimbil dari tanggal 11 Juni.

[48]
[49]
[50]

140

[51]

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Lobar, Petunjuk Pelaksanaan Imtaq

SD/MI, SMP/MTs Kabupaten Lombok Barat, hal. 3.


141

Observasi dan pengamatan langsung dilaukan pada hari Jumat tanggal 11 Juni

142

Ibid.

[52]

2010.
[53]

143

[54] Observasi dilakkukan pada hari Jumat pada tangaal 11 Juni 2010.

144

[55]

Wawancara dilakukan dengan M. Syarif Khalili, Guru agama SMPN I

Gunungsari pada tanggal 12 Juni .


145

[56] Ibid.

129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145

146

Wawancara dengan kepala sekolah pada tanggal 12 Juni 2010

147

Wawancara dilakukan dengan M. Syarif Khalili, Guru agama SMPN I

[57]
[58]

Gunungsari pada tanggal 12 Juni .


148

Ibid.

149

Observasi dilakukan pada tanggal 12 Juni 2010.

[59]
[60]

150

[61]

Hidayah Salim, Al-Mukhtrul Ahadis, terj. Salin dan Maruf, (Bandung: al-

Maarif, 1985), h. 183.


151

[62] Rahmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai (Bandung: Alfabeta, 2004), h. 22

152

[63] Wawancara dilakukan

pada tanggal 10 Mei 2010 dengan Wakil Kepala Sekolah

153

Wawancara dilakukan pada tanggal 25 Juni 2010.

154

Ibid.

155

Wawancara dilakukan dengan siswa bernama Farida Rahmani pada tanggal 07

[64]
[65]
[66]

Mei 2010.
156

[67]

157

[68]

Obsevasi dilakukan pada tanggal 10 Mei 2010


Ibid.

158

[69] Noeng Muhajir, Filsafat dan Teori Pendidikan, (Jogjarakta: Pustaka Pelajar, 2007) . h. 93.

159

[70]

Dalam salah satu observasi yang Peneliti lakukan, kepala sekolah pernah

memberikan sambutan dalam acara Kultum dan menyampaikan beberapa informasi dan
kasus-kasus kecil yang dilakukan oleh beberap siswa yang menyangkut masalah disiplin dan
penyimpangan akhlak beberapa siswa di dalam kelas.
160

Obervasi dilakukan pada tanggal 15 Mei 2010.

161

Observasi dan wawancara dilalukan pada tanggal 22 Mei 2010

[71]
[72]

146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161

162

Hasil wawancara dengan Kepala sekolah tanggal 25 Juni 2010.

163

Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam. (Bandung: Nuansa,

[73]
[74]

2003), h. 90.
164

[75]

Ibid. h. 106

165

[76] Yunahar Ilyas, Kuliah akhlak, (Yogyakarta: LPPI UMY, 2005), h. 1.

166

Wawancara dilakukan pada 25 Maret 2010 dengan guru agama dan Kepala

[77]

sekolah SMPN I Gunungsari.


167

[78]
[79]

168

Ibid.
Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam. (Bandung: Nuansa,

2003), h. 89.
169

[80] Wawancara dengan

beberapa guru agama dalam kesempatan yang berbeda pada

tanggal 27 Juni 2010.


170
[81] Ibid.
171
[82] Wawancara dilakukan pada tanggal 25 Juni 2010
172

[83]

173

[84]

174

[85]

Ibid.
Wawancara dan observasi dilakukan pada tanggal 27 Juni 2010.
Wawancara dilakukan pada tanggal 20 Febuari 2010.

175

[86] Ibid.

176

[87]

177

Nur Uhbiyati, Ilmu pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), h 243.

[88]

http://www.elsam.or.id/txt/kovenan/ kondiprpn.htm dikutip pada tanggal 25

Juni 2010.
178

[89] Wawancara

162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178

dan observasi dilakukan pada tanggal 27 Juni 2010.

Anda mungkin juga menyukai