Anda di halaman 1dari 43

I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Tidak bisa dipungkiri bahwa dunia ini semakin maju seiring semakin
berkembang pesatnya teknologi sehingga jarak dan waktu bukan lagi
sebagai penghalang transfer informasi. Hampir semua kejadian di penjuru
dunia dapat diketahui oleh semua orang dalam waktu yang cepat berkat
peran teknologi. Tidak ada lagi yang ditutupi, tidak ada lagi batasan,semua
terbuka, dan saling mempengaruhi. Hal ini lah yang disebut globalisasi
akibat derasnya arus informasi.Globalisasi membawa pengaruh pada
semua aspek kehidupan termasuk aspek kebudayaan. Indonesia memiliki
beragam kebudayaan yang tersebar dari ke Timur, dariSabang hingga
Merauke. Semua budayanya adalah nilai turun temurun warisan nenek
moyang, akan tetapi sekarang mulai tergeser karena hadirnya budaya baru
yang dibawa oleh globalisasi. Globalisasi seakan menuntut seluruh manusia
untuk mengkiblatkan diri pada acuan yang sama, yaitu gaya hidup masa kini.
Kehidupan manusia menjadi homogen dan bercermin pada apa yang
sekarang dianggap modern. Sayangnya, modern yang dimaksud bukan
berasal dari budaya sendiri, tapi justru berasal dari negara luar yang jelas
memiliki nilai-nilai budaya yang berbeda dengan milik sendiri
Contoh yang paling sederhana adalah masyarakat Rote yang telah
melupakan pentingnya rumah adat. Tetapi kenyataan sekarang sudah sulit
menemukan masyarakatnya yang masih mau mempertahankan atau
membangun kembali. Karna di anggap sudah tidak mengikuti jaman. Alasan
lain karena tentang kepercayaan. Masyarakat modern di tuntut untuk memili
dan memiliki keyakinan dalam beragama, sehingga rumah adat di anggap
sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan tersebut. Budaya dan
masyarakat yang ada sekarang mengalami pengaruh modernisasi serta
globalisasi yang sedemikian kuat hingga mempengaruhi kehidupan dan
mengubah kebudayaan masyarakat tradisional yang di mana adalah suatu

1
kondisi alamiah bahwa suatu kebudayaan pasti akan mengalami perubahan
dari waktu ke waktu. Namun, perubahan yang diinginkan adalah perubahan
yang tetap memelihara karakter inti dan menyesuaikannya dengan kondisi
saat ini dan masa yang akan datang.
Kemajuan teknologi yang semakin berkembang membuat kehidupan
masyarakat rote sangat di pengaruhi sehingga kehidupan budaya rote seperti
rumah adat sendiri sudah sangat jarang di jumpai bahkan sangat susah.
Apalgi Perumahan sekarang, terutama real estate, banyak
menggunakan istilah-istilah untuk penamaan cluster dan jalannya. Seperti
dalam makalah Hariwardono Soeharno yang berjudul“Globalisasi dan
Pemikiran Budaya pada Kompleks Perumahan”(2010),makin banyak
kompleks-kompleks perumahan di Indonesia yang mengambil nama
berbau asing. SanDiego, Raffles Garden dan Rich Palace, atau nama
lainnya, dianggap prestisius untukmenunjang citra perumahan kelas
menengah ke atas. Nama-nama tersebut seakanmemberikan kesan
eksklusif dibanding dengan nama-nama lokal seperti : Sri Kandi, TamanSari,
Majapahit, atau nama lokal lainnnya yang mencerminkan identitas bangsa
Indonesia. Indonesia memiliki ribuan pulau beserta penghuninya, yang berarti
masyarakat disetiap pulau memiliki nilai-nilai budaya yang berbeda. Hal ini
juga berlaku untuk dunia arsitekturnya yang disebut dengan arsitektur
Nusantara, arsitektur yang mencerminkan keragaman budaya asli milik
Indonesia. Keanekaragaman ini menjadi sebuah bukti bahwa bangsa ini kaya,
tapi kenyataannya masyarakatnya sendiri tidak mau mengakuinya. Tidak
bangga dengan apa yang dimiliki, tapi justru menyisihkan dan
menggantikannya dengan keseragaman arsitektur .Sama halnya dengan
fashion, arsitektur pun berkembang mengikuti apa yang sedangmenjadi
tren. Arsitektur Nusantara dianggap kuno oleh masyarakat karena
tidak adaperkembangannya. Posisinya pun digantikan oleh arsitektur
yang identik dengan kemasakinian. Maka seperti desainer pakaian, para
arsitek Indonesia dituntut untuk memilikipola pikir yang dapat menggali
pengetahuan dan menerapkannya ke dalam bentuk bangunansehingga
arsitektur Nusantara tidak hanya lestari, namun juga mengalami
2
perkembangan(Prijotomo, 2008).Ciri fisik, makna filosofi, adaptasi terhadap
iklim, material lokal, potensi alam, danornamen-ornamen tradisional tercermin
dalam arsitektur Nusantara. Semua hal tadi membuatarsitektur Nusantara
menjadi kaya, serta mungkin yang paling kaya di dunia. Di sisi lain, jugadapat
menjadi sumber eksplorasi untuk perkembangan ke depannya. Oleh karena
itu, penulis mengangkat permasalahan ini menjadi topik pembahasan
makalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar menempatkan
kembali arsitektur Nusantara sebagai arah arsitektur bangsa sehingga
selanjutnya, arsitektur Nusantara dapat kembali lagi menjadiidentitas diri
Indonesia.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Untuk memperjelas permasalahan utama yang diangkat dalam tugas


Makalah ini, kami merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh globalisasi terhadap arsitektur Indonesia?
2. Mengapa arsitektur Nusantara sulit diterapkan di kehidupan
sekarang?
3. Bagaimana arsitektur Nusantara dapat kembali
dikembangkan sebagaiarsitektur jati diri Indonesia ?

1.3 TUJUAN DAN SASARAN

Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :


1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh globalisasi terhadap arsitektur
Indonesia.
2. Untuk mengetahui alasan arsitektur Nusantara sulit diterapkan di jaman
sekarang.
3. Untuk mengetahui bagaimana agar arsitektur Nusantara dapat
kembalidikembangkan sebagai arsitektur jati diri Indonesia

3
1.4 BATASAN

Penulisan Makalah ini hanya membahas mengenai “Nilai Sosial Budaya


dan Perkembangan Arsitektur nusantara”. Dengan tujuan agar Mahasiswa
mengetahui nilai – nilai sosial budaya mengenai arsitektur nusantara.

1. LOKASI STUDI

Gambar 2.1 : Peta Desa, Kabupaten Rote Ndao


Sumber : Google Mapcarta
Kabupaten Rote Ndao adalah sebuah kabupaten di provinsi Nusa Tenggara
Timur, Indonesia. Merupakan kabupaten paling selatan di Republik Indonesia.
Ibukota kabupaten ini terletak di Baa.
Berikut Data Statistik yang di ambil :

4
Sumber : Badan pertanahan Nasional Kabupaten Rote Ndao

5
Sumber : Pendataan Potensi Desa/Kelurahan 2017

6
2. FISIK DASAR
2.1 Iklim
Iklim di wilayah Kabupaten Rote Ndao sama halnya dengan iklim di
daerah lainnya dalam wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur yaitu iklim kering
yang dipengaruhi oleh angin Muson dengan musim hujan pendek, yang
jatuhnya sekitar bulan Desember sampai April. seiring dengan terjadinya
perubahan iklim dan pola hujan yang tidak menentu, berakibat pula pada
tingginya dampak dan peluang risiko bencana.
Berikut Data Statistik iklim dan cuaca di kabupaten Rote – Ndao ;

7
Sumber ; Stasiun BMKG Lekunik baa

8
Sumber ; Stasiun BMKG Lekunik Baa

3. SOSIAL BUDAYA
3.1 Adat Istiadat
Masyarakat Rote mengenal sebuah sistem kemasyarakatan yang
disebut dengan istilah Nusak. Nusak sebagai sistem kemasyarakatan
merupakan sebuah daerah hukum yang bersendi pada hubungan daerah,
dimana di dalamnya terdiri dari sekumpulan masyarakat seketurunan yang
dipimpin oleh Manek (raja) dan seorang Fettor sebagai pendamping.Dalam
konteks kehidupan masyarakat Rote selain ada pemimpin dan pendamping
yang di sebut Fettor, terdapat pula simbol-simbol lain yang diberikan kepada
individu-individu tertentu sesuai dengan kemampuan dan tugasnya masing-
masing. Hal ini merupakan perwujudan dari upaya untuk membangun dan
mengatur kehidupan bermasyarakatnya melalui sebuah sistem
9
kemasyarakatan yang baik melalui sistem sosial yang terintegrasi. Dikatakan
bahwa kesatuan hidup manusia dalam kerangka hubungan sosial
menghasilkan suatu kerangka dasar kehidupan yang berkait dengan aspek
konsep, perilaku dan wujud nyata dari sebuah tatanan kebersamaan. Adalah
political institutions, sebuah pranata budaya dalam sebuah masyarakat yang
bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk mengatur kehidupan
berkelompok. Adapun macam-macam peran dan fungsinya antara lain adalah
sebagai berikut; Mane Songgo (bagian kerohanian), Mane Dope (hakim),
Mane Dae Langgak (mengurusi bagian pertanahan dan pertanian), Mane Lala
(penegak hukum bagian persawahan), Langga Mok (penegak hukum dalam
bidang pertanian/ ladang dan kebun), Mane Holo (penegak hukum dalam
bidang kelautan, hutan, dan tanaman di dalam kampung), Langgak (kepala
kampong), Lasin (semacam RT).
Sistem kemasyarakatan yang dibangun di Rote lewat setiap Nusak-nya
memberikan sebuah bangunan yang kokoh dalam keselarasan kehidupan
bermasyarakatnya. Hal tersebut tidak lepas dari konsep kepemimpinan
Nusak-nusak di Rote, dimana hubungan antara pemimpin (raja) dan rakyat
terdapat sebuah komitmen untuk saling menghormati dan menjaga antara
keduanya. Dalam sebuah ungkapan adat terdapat sebuah konsep tentang
hubungan antara pemimpin dan rakyatnya yang berbunyi “Tungga
Manaparenda Dean”, yang memiliki arti keharmonisan dalam kehidupan,
dimana pemimpin sebagai penguasa selalu berdiri di depan dan rakyat
sebagai pengikutnya dibelakang sang pemimpin mengikuti jejak sang
pemimpin.
Meski demikian adanya kehidupan masyarakat Rote tetap menjunjung
tinggi sebuah demokrasi dan hak asasi. Setiap kesalahan baik dari
masyarakat maupun pemimpin tetap dikoreksi dan yang salah tetap akan
mendapatkan sebuah sangsi, dimana semua orang di mata hukum adalah
sama. Seperti halnya bila seorang Raja mendapat mosi tidak percaya oleh
rakyatnya, maka ia harus mengundurkan diri. Dalam Nusak Thie misalnya,
menurut hukum adat bila seorang Raja dikirimi sejenis material, seperti
daging/ kaki seekor kuda, maka sudah barang tentu Raja yang pada saat itu
10
memimpin harus mundur. Hal ini merupakan sebuah simbol ketidakpercayaan
rakyat pada Raja tersebut.
Menanggapi konsep demokrasi yang terdapat dalam setiap Nusak di
Rote. Perlu untuk dipahami bahwa, konsep pewarisan kerajaan di Rote tidak
mengenal istilah putra mahkota, yang ada adalah Ana Manek atau anak raja.
Raja dalam Nusak di Rote dipilih oleh rakyat berdasarkan kemampuannya,
dan bukan ditentukan oleh pewaris selanjutnya sebagaimana yang terjadi
dalam konsep putra mahkota. Dalam sebuah sifat sistem pelapisan
masyarakat, konsep pemilihan raja oleh masyarakat Rote dikenal dengan
istilah open social stratification, adalah suatu sistem dimana setiap
masyarakat mempunyai kesempatan untuk berusaha dengan kecakapan
sendiri untuk naik pada sebuah tahapan lapisan, dan sebaliknya bagi mereka
yang dirasa tidak mampu akan turun pada lapisan yang bawah.

Sumber ; Nttprov.go.id

Masuknya ekspansi Belanda di Indonesia yang ditandai dengan


direbutnya benteng Portugis di Ambon pada tahun 1605, dan pendirian
Batavia di Jakarta di bawah pimpinan J. P. Coen pada tahun 1619. Merupakan
awal dari sebuah usaha pemerintahan Belanda yang telah menduduki
sebagian besar wilayah Indonesia untuk memperluas daerah kekuasaannya,
tidak terkecuali dengan Rote. Keberadaan pemerintahan Belanda di Rote
mempengaruhi tatanan masyarakat yang ada sebelumnya, oleh inisiatif
11
pemerintahan Belanda kala itu dibentuklah sebuah kerajaan-kerajaan mini di
Rote berdasarkan Nusak-nusak yang ada. Kebijakan pemerintah Belanda
dengan politik divide et impera yang kemudian merubah tatanan kehidupan
masyarakat Rote dari kesatuan adat menjadi kerajaan, merupakan sebuah
siasat dari upaya pemerintahan Belanda dalam hal untuk mempermudah
penguasaan dan pengaturan atas daerah jajahan maupun target jajahan.
Nusak yang sebelumnya merupakan sebuah kesatuan yang dibagi
berdasarkan masyarakat seketurunan beralih menjadi kesatuan wilayah
(teritorial).
Berikut adalah sembilan belas Nusak-nusak yang terdapat di Rote;
Nusak Delha, Nusak Thie, Nusak Oenala, Nusak Ndao, Nusak Dengka, Nusak
Lelain, Nusak Ba’a, Nusak Lole, Nusak Termanu, Nusak Keka, Nusak Talae,
Nusak Korbafo, Nusak Diu, Nusak Lelenuk, Nusak Bokai, Nusak Bilba, Nusak
Ringgou, Nusak Oepao, dan Nusak Landu.
Pembentukan wilayah teritoril ini merupakan titik balik perubahan
tatanan hidup masyarakat Rote menuju sebuah tatanan hidup yang lebih
terbuka. Tatanan hidup yang sebelumnya bersifat tribal menjadi sebuah adat
normatif yang semakin bervariasi dan bersifat kompleks. Kehidupan
masyarakat yang bersifat tribal tersebut, yaitu masyarakat yang terbatas,
kecil dan tertutup, berubah menjadi masyarakat etnik terbuka.
Masyarakat Rote tidak hanya terbagi berdasarkan Nusak yang ada
melainkan juga terbagi oleh berbagai macam suku yang terdapat dalam
setiap Nusak-nya, yang masing-masing dari Nusak tersebut memiliki
klasifikasi tersendiri mengenai pembagian suku-sukunya. Seperti dalam Nusak
Thie misalnya, yang terdiri dari dua puluh lima suku , dimana dari ke-dua
puluh lima suku tersebut terbagi lagi atas dua kelompok suku besar yaitu
suku “Sabarai” dan “Teratu”. Adapun pembagian kelompok-kelompok
masyarakat di Rote selain pembagian berdasarkan Nusak dan suku yang ada,
terdapat juga pembagian kelompok masyarakat yang disebut dengan istilah
Leo dan Teidalek. Leo adalah sekelompok masyarakat yang terdiri dari
keluarga-keluarga batih yang lahir dari satu keturunan tertentu, sedangakan

12
Teidalek atau juga yang dikenal dengan istilah “Uma Isi” atau orang yang
lahir dari satu kandungan.
Jauh sebelum masuknya agama Kristen di Rote, masyarakat Rote
mengenal sebuah kepercayaan tradisional yang disebut Halaik atau Dinitiu.
Baik Halaik maupun Dinitiu merupakan kepercayaan yang bersifat animisme
dan dinamisme, yaitu sebuah kepercayaan tentang keberadaan penguasa
tertinggi alam semesta yang disebut Lamatuak atau Lamatuan (Yang Maha
Agung/ Kuasa). Seiring dengan masuknya pengaruh agama Kristen di Rote,
perlahan pemeluk kepercayaan ini mulai berkurang. Hal ini dikarenakan
masyarakat Rote yang ada pada masa itu, secara bertahap mulai memeluk
agama Kristen yang masuk bersamaan dengan ekspansi pemerintahan
Belanda.
Pesatnya perkembangan agama Kristen di Rote tidak dapat dipisahkan
dengan sosok Raja FoE Mbura, yang memiliki peran penting dalam membantu
penyebaran agam Kristen di Rote. FoE Mbura adalah anak dari Raja Thie yaitu
Mbura Messa. Mbura Messa adalah Raja pertama yang memeluk agama
Kristen, yang setelah dibaptis pada tahun 1726 bernama Yeremias Messakh.
Pada tahun 1729 Raja FoE Mbura dibantu oleh orang Bugis-Makassar,
membuat sebuah perahu yang digunakan untuk berlayar ke Batavia dengan
misi untuk mempelajari agama Kristen dan Pendidikan. Dalam perjalanan
tersebut Raja FoE Mbura mengikut sertakan Raja dari Lelain, Ba’a, dan Lole,
dan kembali ke Rote pada tahun 1732. Selain mendapatkan pencerahan
tentang agama serta pengetahuan tentang pendidikan, hal lain yang
diperoleh dari perjalanan tersebut ialah pengetahuan tentang teknik
penyulingan tuak/ nira.
Jasa Raja FoE Mbura untuk pembangunan daerah Rote khususnya
bidang agama dan pendidikan sangatlah berharga. Hal ini terbukti dengan
pesatnya perkembangan pendidikan di Rote, dimana pada tahun 1754 di Rote
telah terdapat enam sekolah dengan murid yang berjumlah 3.000 siswa,
dimana para siswa juga diajarkan bahasa Melayu yang saat itu digunakan
sebagai bahasa pengantar. Hingga kini total sekolah yang terdapat di
Kabupaten Rote dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah
13
Umum (SMU) baik negeri maupun swasta telah mencapai 182 sekolah dengan
jumlah murid secara keseluruhan mencapai 25.953 murid.

Berbicara mengenai adat istiadat,tentu tidak lepas dari kebiasaan dari


setiap masyarakat yang bersangkutan karena dapat dikatakan bahwa adat
istiadat adalah hasil karya dari masyarakat yang terinspirasi dari kehidupan
sehari-hari. Demikian pula dengan adat istiadat di pulau rote.masyarakat
pulau rote memiliki adat istiadat yang telah dipakai sejak dulu dan dapat
dikatakan bahwa adat istiat tersebut telah berbaur dan menjadi ciri khas
kehidupan masyarakat pulau Rote,mulai dari kebiasaan dalam
berbahasa,melaksanakan sesuatu seperti membangun rumah,berpergian
keluar daerah,sampai pada pantangan-pantangan adat yang telah mendara
daging yang tidak boleh di abaikan. Masyarakat pulau rote memiliki tradisi
atau kebiasaan yang tidak boleh dilanggar atau diabaikan karen hal-hal
tersebut merupakan hal-hal yang sakral dan akan mebawa akibat yang buruk
bagi yang melanggarnya.
Sedangkan letak rumah Bagi masyarakat Rote membuat Rumah
memang perlu sebuah ketelitian yang tinggi tidak hanya dari segi
Infrastruktur,namun juga dari berbagai segi lain yang di pandang salral oleh
adat. Selain pantangan dalam membuat “Di dan Dodoik” ternyata masih ada
lagi pantangan lain yang juga tidak boleh di anggap remeh yaitu posisi atau
letak rumah. Masyarakat Rote memiliki sebuah pandangan bahwa rumah
harus seaman mungkin termasuk letak rumah tidak boleh sembarangan.
Berikut pantangan dalam Posis atau letak rumah:
letak pintu dalam rumah dalam rumah tidak boleh berposis lurus atau
berada sejajar dalam satu garis lurus misal nya pintu depan rumah dengan
pintu tengah,kedua pintu ini tidak boleh terletak lurus minimal harus
berselisih beberapa jengkal.
Posis pintu depan rumah tidak boleh berhadapan lurus dengan pohon-
pohon besar yang ada di depan rumah.karena hal itu dapat menghabat rejeki
bahkan membawa sial dalam bahasa sehari-hari di sebut “sena uma du,u
neun” atau “ menutup rejeki yang masuk”
14
Letak rumah tidak boleh berada diatas tanah yang curam atau tanah
yang didalam nya terdapat gua,celah atau lubang atau lorong karena hal ini
sangat beresiko bagi masa depan setiap penghuni nya. Mungkin anda merasa
heran mendengar ini dan tentu anda bertanya bagaimana kita bisa
mengetahui kalau rumah yang kita bangun berada tepat diatas lubang atau
terwongan yang berada dalam tanah.hal ini mudah saja bagi masyarakat
pulau Rote karena masyarakat Rote memiliki cara yang khusu untuk
mendeteksi akan hal ini.

2. pantangan dalam adat


Masyarkat Rote terdiri dari 19 nusak atau daerah kekuasaan yang pada
zaman dulu ke 19 nusak ini memiliki raja masing-masing dan memiliki adat
atau pantangan masing-masing tergantung dari ketentuan adat masing-
masing. Namun ada beberapa kebiasaan yang pada umum nya sama dari ke
19 nusak ini antara lain:
1.. pantangan dalam perkawinan
Dalam tradisi perkawinan,masyarakat pulau Rote memiliki sebuah
tradisi yang mungkin sama dengan daerah lain,yaitu mempelai wanita harus
mengikuti mempelai laki-laki atau disebut “ kawin masuk” tradisi ini tidak
boleh di bolak balik atau di abaikan. Selain itu,pantangan adat Rote lain nya
yaitu bagi setiap kaum wanita dan lelaki yang sesama suku tidak boleh saling
kawin-mawin karena hal ini melanggar ketentuan adat.pantangan ini pada
zaman dulu memiliki hukuman yang cukup tegas yaitu bagi pasangan yang
sesama suku kedua nya akan di kenai sebuah sanksi yang di kenal dengan
“Ndido muku” atau “ di potong telinga nya”baik laki-laki maupun peremuan.
3.pantangan dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu ada beberapa pantangan atau hal yang di anggap pamali
dalam kehidupan sehari-hari yaitu: 1. Bagi setiap anak dilarang untuk tidur
telentang atau tidur dengan membalikan badan sehingga wajah,dada dan
perut menempel ke kasur hal ini di anggap sebuah pamali atau hal yang di
larang tegas karena meskipun terlihat tidak berbahaya,namun bagi
15
masyarakat Rote menganggap ini sebuah kebiasaan dari anak yang durhaka
karena kebiasaan tidur seperti ini dianggap akan membawa kemalangan atau
masalah bagi orang tua,seperti orang tua akan jatuh sakit atau tertimpah sial.
2. Pantangan tidak boleh menumpahkan gula merah keatas kuburan sambil
menangis karena hal ini di anggap sebuah perbuatan yang akan
membangkitkan amarah dari Roh yang ada dalam kuburan itu. 3. Membakar
atau memotong “Ure Teuk” atau tempat untuk menaruh air minum. Ure teuk
ini merupakan sebuah tempat yang di pakai oleh masyarakat pulau rote untuk
menaruh Air untuk kebutuhan sehari-hari. Jika di samakan dengan daerah
lain, Ure teuk ini sejenis dengan Guci atau tempat besar untuk manaruh air
minum. Bagi masyarakat Rote Ure Teuk ini terdapat pantangan nya sendiri
seperti tidak boleh di garuk atau di potong-potong dengan menggunakan
benda tajam apa lagi di bakar karena akan membawa sial bagi pelaku nya
seperti akan dililit hutang Yang berkepanjangan bahkan bisa tertimpah sial
lainnya seperti kecelakaan dan sebagai nya.
4. di larang untuk menangis di tengah malam karena di anggap akan
menimbulkan hal-hal yang berbau mistik seperti datang nya roh jahat.
5. Pantangan untuk setiap pendatang baru di pulau Rote. Masyarakat
pulau Rote sangat menjunjung tinggi kebersamaan bagi sesama,sehingga
pantangan bagi setiap pendatang baru tidak terlalu sulit. Jika anda sebagai
seorang pendatang,anda tidak di tuntut untuk melakukan Ritual adat
tertentu,cukup hanya bersikap ramah dan menghargai saja karena
masyarakat Rote menganut sebuah sistem yaitu “jika anda menghargai, maka
kami lebih menghargai jika anda berlaku kasar maka kami juga lebih berlaku
kasar” jadi inti nya saling menghargai saja sudah cukup bagi masyarakat
Rote.
Semua pantangan yang sudah anda baca di atas memang terdengar
tidak masuk akal namun begitulah keunikan dari setiap kebudayaan karena
setiap budaya memiliki adat istiadat dan pantagan nya masing-masing,khusus
nya masyarakat Pulau rote. masyarakat Rote telah mempercayai akan hal ini
sejak zaman dulu dan hal-hal ini memang telah berulang kali terjadi,dan
selalu menjadi tolak ukur dalam membuat sesuatu.
16
3.2. Kesenian

Setelah kita mengenal tentang bahasa,religi,mata pencaharian dan teknologi yang


dipakai oleh masyarakat pulau Rote batutua,saya mengajak anda untuk
mengenali kesenian-kesenian yang ada dipulau Rote khususnya batutua. Pulau
Rote selain dikenal sangat unik mulai dari letaknya,aspek-aspek kehidupan dalam
masyarakatnya,ternyata pulau Rote menyimpan banyak sekali kekayaan kesenian
yang khas yang masih dilestarikan sampai saat ini. Kesenian masyarakat pulau
Rote sudah mendara daging dan telah diwariskan turun temurun mulai dari
zaman nenek sampai saat ini,nilai-nilai kesenian itu tetap dipertahankan,mulai
dari tari-tarian adat,alat musik tradisional,lagu dan syair daerah,pantun adat dan
sebagainya. Sebelum kita mengenal tenatang seni tarian,senu musik dan
kesenian lainnya,saya mengajak anda untuk mengetahui tentang sistem atau tata
kehidupan dalam masyarakat di pulau Rote barat daya ( batutua ).
Mengenal kesenian daerah Rote barat daya.

3.2.1. TARIAN
Banyak sekali tari-tarian yang terkenal yang berasal dari daerah Rote.tarian-tarian
derah dari pulau rote pada umumnya terinspirasi atau terksploitasi dari cerita atau
kehidupan sehari-hari rakyat Rote,misalnya tarian yang mengeksploitasi tentang
perang,menanam padi,kebersamaan,keramahan masyarakat Rote dan
sebagainya. Berikut ini beberapa tarian dari pulau rote yang terkenal dan menjadi
idola dipulau Rote.
TEORENDA
Tarian Teorenda
Tarian teorenda adalah tarian yang melambangkan tetang keramahan masyarakat
Rote.tarian ini adalah tarian khusus untuk upacara pernikahan ataupun untuk
menyambut tamu-tamu terhormat yang datang ke pulau Rote.Pada umumnya
tarian ini dibawakan oleh gadis-gadis di pulau Rote dengan jumlah penari
biasanya 4 orang ke atas.

17
TARIAN ENGGALUTU
Sama dengan tarian Teorenda,terian enggalutu juga merupakan tarian khusus
yang di pakai untuk menyambut tamu terhormat,upacara perkawinan dan
upacara adat lainnya.tarian-tarian ini sama-sama diiringi dengan alat musik
tradisional seperti gong dan tambur.

TARIAN TA,E BENUK


Tarian ini merupakan tarian daerah Rote yang umumnya dibawakan oleh kaum
pria. Sesuai dengan nama nya “Ta,e benuk” tarian ini merupakan tarian khusus
bagi pemuda-pemuda di pulau Rote.makna tarian ini adalah menceritakan tentang
karakter,kewibawaan laki-laki di pulau Rote.tarian ini biasanya hanya dibawakan
oleh 1 orang penari.

18
TARIAN KAKA MUSU DAN LI BASILI
Selain terian Ta,e benuk ada lagi tarian daerah Rote yang khusus untuk kaum pria
yaitu tarian “Kaka Musu dan li basili” Tarian kaka musu dan tarian li busili adalah
tarian yang sama-sama mengeksploitasi tentang perang,dalam tarian ini
keseluruhan gerak nya sama seperti gerak dalam menghadapi musuh.
Tarian”kaka musu dan li basili” sama-sama dibawakan oleh 2 orang penari
pria,namun perbedaannya adalah dalam Kaka musuh para penari menggunakan
pedang “ properrti yang menyerupai pedang”sedangkan dalam tarian Li busili
hanya dibawakan tanpa padang. Gerakan dalam kedaua tarian ini sama,kedua
tarian ini diiringi oleh alat musik tradisional pulau Rote yaitu gong dan
tambur.pada saat tarian dimulai,kedua penari saling serang dengan berganti
giliran.oleh karena tarian ini mengekspolitasi tentang perang (cara menghadapi
musuh dalam perang),maka tidak heran kalau dalam tarian ini para penari dapat
saling melukai.oleh karena masyarakat Rote sangat menghormati adat,maka
walaupun terjadi saling serang dan saling melukai dalam Tarian,hal itu tidak
menjadi sesuatu yang membawa dendam atau perpecahan.bagi masyarakat Rote
itulah lambang seorang pria Rote yang sejati.

19
TARIAN KEBALAI
Tarian kebalai (oleh orang Rote disebut “kebak”) adalah salah satu tarian yang
paling terkenal di pulau Rote.tarian ini menceriatakan atau melabangkan tentang
kebersamaan dan solidaritas masyarakat Rote.Tarian ini sering sekali dibawakan
oleh orang-orang Rote,bukan saja dalam upacara adat,tapi juga dibawakan saat
usai panen.tidak hanya itu oleh karena tarian ini melambangkan
kebersamaan,maka tarian ini oleh nenek moyang orang Rote dulu di jadikan
sebuah rutinitas,terutama pada waktu bulan terang.Tarain ini dipakai untuk
melepas lelah atau rasa bosan. Dalam tarian ini para penari membentuk lingkaran
dengan berdiri sambil bergandengan tangan.gerakan inti pada terian kebalai
adalah pada kaki,para penari bergerak berputar dengan diiringi alat music
Sasando dan syair atau nyanyian daerah yang dibawakan oleh seorang pesyair
yang oleh mastarakat Rote disebut “Manehelo”. Dalam tarian Kebalai jumlah
penari bisa mencapai 50 orang,(semakin banyak penari,semakin terasa pula
kebersamaan nya) Hingga saat ini tarian kebalai termasuk salah satu tarian yang
sangat terkenal di pulau Rote dan di NTT, bahkan sudah dikenal oleh wisatawan
manca negara.

20
TARIAN FOTI
Tarian Foti dibawakan oleh wisatawan Australia
Tarian Foti adalah tarian yang biasanya dibawakan oleh kaum pria,namun tarian
ini tidak menutup kemungkinan untuk kaum wanita juga. Dalam tarian ini diiringi

dengan ridme musik yang sangat cepat karena tarian ini menuntut gerakan yang
sangat cepat baik dari penari maupun pembawa musik. Keseluruhan gerak pada
tarian Foti adalah pada pergerakan kaki yang sangat cepat.Oleh karena budaya
daerah pulau Rote sangat unik dan menarik membuat setiap wisatawan yang
datang ke pulau Rote sangat terlena dengan kebudayaan pulau Rote.
Selain tarian-tarian di atas,masih banyak lagi tarian-tarian daerah Rote yang
terkenal yang dimiliki oleh setiap suku di pulau Rote,seperti tarian
Mudipapa,sakalitiana,Batumatia,tarian Kokodidok,Lelendo Ndao,Li ketu koruk,dan
masih banyak lagi tarian lain nya.

21
2. ALAT MUSIK
Selain dari tarian daerah,adapun alat-alat musik tradisional daaerah Rote yang di
kreasikan oleh orang Rote untuk mengiringi tarian daerah. Alat-alat music itu
antara lain:

Gong
Gong Rote
Mungkin anda tidak asing lagi mendengar alat music ini,ya,,mengapa tidak alat
music tradisional yang satu ini pada umumnya dimiliki oleh kebanyakan daerah-
daerah di Negara kita Indonesia.seperti di pulau jawa,Bali dan daerah
lainnya,gong di pulau Rote pada umumnya sama dengan Gong yang kita temukan
didaerah lain,hanya saja perbedaannya adalah Gong Rote hanya terdiri
dari“9”(sembilan) buah,dengan memiliki masing-masing antara lain:1.Leko
2.Paseli 3.Ana laik 4.Ana do,e dean 5.Nggasa lain 6. Nggasa daek, dan 3 buah
meko inak. Dari semua gong yang ada,masing-masing memiliki ukuran yang
berbeda dengan instrumen bunyi yang di hasilkan oleh masing-masing gong
berbeda-bedapula. Gong dalam bahasa Rote di sebut “Meko” gong atau meko
Rote ada yang terbuat dari besi dan baja.konon menurut cerita nenek moyang
Rote,ada Gong Rote yang terbuat dari Emas yang dalam bahasa rote disebut
“Meko Lilo”

22
Alat musik tradisional ini dipakai oleh masyarakat Rote untuk mengiringi tarian-
tarian yang dibawakan. Sebagian besar tarian di pulau Rote diiringi oleh alat
musik gong dan tambur.Sebutan untuk pemukul gong dipulau rote adalah “mana
tutu Meko” sedangkan sebutan untuk pemukul tambur yaitu “mana to,u labu”

Tambur
Alat musik tambur Rote yang dibawakan oleh seorang tua adat
Bagaikan sayur tanpa garam,begitulah pepatah yang cocok untuk
mengilustrasikan antara gong dan tambur. Dalam kesenian masyarakat Rote,gong
dan tambur tidak bisa di pisahkan.dalam mengiringi tari-tarian,gong dan tambur
selelu dibawakan bersama-sama misalnya dalam tarian Enggalutu,Ta,e
benuk,kaka Musu,te,o renda dan sebagainya. Tambur rote biasanya dibuat dari
kulit binatang seperti rusa,kambing,domba,sapi dan kerbau. Tambur dalam
bahasa Rote disebut “labu”. Tambur atau labu di bawakan dengan cara di pukul
dan pemukul tambur disebut “Mana To,u Labu” dalam membawakan
tambur,seorang Mana To,u Labu harus trampil dan lincah dalam pergerakan
tangannya. Ada tarian yang menuntut mana To,u Labu harus cepat dan tranpil.
Contohnya tarian “Foti” . dalam tarian Foti diperlukan kecepatan dan kelincahan
tangan sang pembawa tambur (Mana To,u labu )

23
Sasando
Alat musik Sasando
Mungkin alat musik ini sudah tidak asing lagi di telinga anda sebagai masyarakat
Indonesia,alat musik yang satu tradisional ini sudah terkenal dan
didemonstrasikan di beberapa stasiun televisi nasional. Nah…bagi anda yang
belum mengenal alat musik sasando,inilah saat nya bagi anda untuk
mengenalnya.sasando adalah alat musik tradisional dari pulau terselatan di
indonesia. Alat musik ini merupakan alat musik yang langkah dan sangat unik.
Alat musik ini menjadi sahabat sehari-hari masyarakat Rote baik dalam mengiringi
tarian,melepas lelah,dan mengisi waktu luang.

Alat musik tradisional sasando ternyata juga disukai oleh wisatawan penikmat
musik khas indonesia di Eropa dan Austarlia. Alat musik yang satu ini memang
terkenal unik dan memiliki bunyi yang merdu.keunikan dalam musik sasando yaitu
sasando merupakan alat musik tradisional petik yang dibuat oleh nenek moyang
orang Rote. Selain bentuknya yang sangat unik sasando terbuat dari daun pohon
lontar yang merupakan pohon sumber kehidupan bagi masyarakat Rote,Alat
musik yang langkah ini memiliki sejarah yang beraneka menurut versi
masyarakat di pulau Rote.
24
Jika kita melihat dari segi sosial budaya,kebudayaan dapat tercipta dan di
pengaruhi oleh faktor alam, hal ini ada benar nya contohnya saja pulau Rote,
yang daerah nya di tumbuhi oleh ribuan pohon lontar. Nah…!! Hal ini tidak
menutup kemungkinan bagi masyarakat Rote untuk menciptakan sesuatu dari
pohon tersebut. Ini merupaka salah satu faktor mengapa alat musik sasando itu
unik dan terbuat dari daun lontar.

KESENIAN MENENUN ALA PULAU ROTE

Di pulau Rote, perbedaan peran wanita dan lelaki sangat kentara. Pekerjaan
seperti membuat rumah dan menyadapt lotar,membajak sawah, membuat
perhiasan logam hanya dilakukan oleh lelaki. Sementara wanita mengerjakan
pekerjaan feminin, salah satunya adalah menenun. Kesenian menenenun
masyarakat Rote telah dilakukan sejak saman dahulu.dalam menenun,biasanya
kaum hawa harus ulet dan trampil dalam setiap tahap dari pekerjaan menenun
kain, mulai dari mengolah benang, hingga mempelajari motif-motif yang sesuai
dengan adat dan nilai budaya daerah setempat.kesenian menenun di NTT
sebagian besar hanya dapat di temukan didaerah Rote Ndao dan Pulau Sabu.
25
Berdasarakan sejarah yang telah anda baca dalam perjalanan Foembura mencari
ilmu,bahwa sebenarnya pulau Sabu adalah masih keturunan Orang Rote.maka
dari itu,kesenian dari kedua daerah ini pun hampir sama.salah satu nya adalah
seni Tenun.
Selain memiliki keterkaitan dalam sejarah, Secara geografis kedua pulau tersebut
berdekatan. Oleh sebab itu, motif tenun dari kedua pulau tersebut senada karena
saling memengaruhi. Umumnya, motif tenun dari kedua pulau ini berupa motif
floral dan motif geometris yang terangkai halus dalam beberapa jalur.
Motif potola yang dibawa oleh pedagang-pedagang Gujarat pada abad ketujuh
belas menjadi motif berharga yang memperkaya khasanah motif tenun dari kedua
pulau ini. Betapa tidak, dahulu kain potola hanya dikenakan oleh keluarga raja
dan bangsawan. Kain itu diwariskan turun temurun di kalangan mereka saja.
Namun keberadaannya yang langka tak membuat para penenun di kedua pulau
ini tak mampu menyerap motif potola. Hingga kini, bunga bersudut delapan
dalam lingkaran yang motif potola malah menjadi ciri khas tenunan pulau Rote
dan sawu..
Berikut ini beberapa info untuk anda tentang ciri tenun di pulau Rote dan Sawu:
1. Tenun Rote
Kesenian tenun di pulau Rote paling banyak dilakukan oleh masyarakat pulau
Ndao ( salah satu pulau kecil yang termasuk dalam daerah pulau rote) di pulau
Ndao ini hamper sebagaian besar wanita nya mengisi waktu luang mereka
dengan menenun kain tenun yang biasanya di jual ke beberapa daerah lainnya di
pulau Rote serta setiap wisatawan yang datang. Kain tenun ikat dari Rote
biasanya berupa kain sarung yang disebut pou, selimut untuk anak lelaki yang
disebut lava, atau delava yakni selendang. Warna khas tenun Rote adalah coklat,
biru, kuning,merah,putih dan hitam, dengan motif bunga dan dedaunan. Bentuk
tumpal dan belah ketupat menjadi motif bagian bawah kain tenun.oleh karena
pulau Ndao yang berada di pulau Rote sangat berdekatan dengan Sawu,maka
banyak sekali orang ndao yang bekerja secara musiman di kedua pulau tersebut
sehingga terjadi saling kolaborasi antara kesenian kain tenun kedua
daerah,sehingga jika kita melihat sekilas kain adat kedua daerah ini hamper
sama.
26
Kain tenun pulau rote memiliki keunikan yaitu memiliki warna yang menarik dan
serasi antara kolaborasi warnanya yaitu merah,putih,hitam,dan coklat. Kain tenun
Rote ndao ini menjadi kain adat pulau Rote serta di pakai sebagai pakaian adat
daerah Rote baik oleh kaum pria maupun kaum wanita.

2. Tenun Sawu
Motif tenun ikat dari Sawu dipengaruhi oleh sistim kekerabatan yang rumit di
dalam masyarakatnya. Motif bunga besar dan warna biru tua kombinasi merah
terang melambangkan keanggotaan pada klan besar. Sementara motif bunga
kecil dan warna biru muda menandakan keanggotaan pada klan kecil.

27
4.1 Nilai Budaya
Pantangan untuk setiap pendatang baru di pulau desa batutua. Masyarakat
batutua sangat menjunjung tinggi kebersamaan bagi sesama,sehingga
pantangan bagi setiap pendatang baru tidak terlalu sulit. Jika anda sebagai
seorang pendatang,anda tidak di tuntut untuk melakukan Ritual adat
tertentu,cukup hanya bersikap ramah dan menghargai saja karena
masyarakat Rote menganut sebuah sistem yaitu “jika anda menghargai,
maka kami lebih menghargai jika anda berlaku kasar maka kami juga lebih
berlaku kasar” jadi inti nya saling menghargai saja sudah cukup bagi
masyarakat setempat.
5 . ARSITEKTUR

5.1 Tipologi Arsitektur

5.2 Filosofi Bentuk

28
Para ahli bangunan( Ndolu ) pada waktu itu memerlukan contoh
untuk rancangan tiang dan baloknya.Lalu hiu dan buaya,dewa-dewa
laut,diundang dari samudera,lalu di bunuh dan kerangkanya di pergunakan
sebagai contoh.Oleh karena itu struktur rumah orang rote/ndao seperti
buaya,kepalanya di timur dan ekornya di barat, rusuknya membentuk balok-
balok atap yang miring.

GAMBAR GEOMETRI

5.3 Material
29
Material yang di pakai pada pembuatan rumah adat berasal dari daerah
setempat yang di mana atap rumahnya di buat dari daun gewang,daun
lontar,alang-alang atau lidi kelapa/daun kelapa.Umumnya di bagian barat
daya rote batutua,mempergunakan daun gewang.

5.4 Ragam Hias

Ragam hias biasanya masyarakat Kampung batutua biasa


menyebutnya dengan bohani dan toka.
Ragam hias di rumah adat yang kami survey sudah tidak ada lagi ragam hias
Yang di pertahankan sehingga kami hanya mengulasnya secara umum`

TOKA ( Toak langgan )

30
BOHANI ( Nggoti manu )

6 . DINAMIKA PERKEMBANGAN SOSIAL BUDAYA

Seiring dengan perkembangan zaman, maka banyak hal yang berubah


dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Kampung rote barat daya
( batutua ) sangat signifikan. Masyarakat Batutua sudah menerima adanya
perubahan sosial budaya dalam kehidupan. Hal ini dapat dibuktikan dengan
berkurangnya rumah adat bahkan hampir tidak dapat di jumpai lagi seperti
lebih banyaknya rumah modern yang menghilangkan ciri khas arsitektur rote
sendiri sehingga lama – kelamaan rumah adat rote bisa di katakana akan
hilang sepenuhnya.
7 . DINAMIKA PERKEMBANGAN ARSITEKTUR
31
Perkembangan bukan hanya pada sosial budaya, namun
perkembangan juga terjadi pada arsitektur bangunan rumah Kampung
Batutua. Pada masyarakat Kampung Batutua Dalam, perubahan arsitektur
bangunan terjadi pada rumah tinggal yang sudah menggunakan material
pabrikasi, seperti pada atap menggunakan seng, bagian struktur bangunan
sebagian sudah menggunakan beton dan pada bagian lantai menggunakan
keramik. Namun pada rumah adat masih tetap menggunakan material alam
yang mudah diperoleh dan berada disekitar.

8 . KESIMPULAN DAN SARAN


Walaupun masih mempertahankan dan menjalankan adat – istiadat
leluhur, namun masyarakat Kampung Batutua juga tidak bisa menghindari
pengaruh perkembangan zaman. Pada masyarakat Kampung Dalam pengaruh
perkembangan zaman sudah sangat terasa karena kecintaan mereka pada
pencipta. Berbeda dengan masyarakat seperti sabu , belu , tts dan ttu yang
masih mempertahankan adat-istiadat mereka sampai sekarang.
Kepercayaan dan sosial budaya yang dipegang oleh masyarakat
Kampung Batutua sangat jarang ditemui di daerah lain. Pada daerah lain
sudah menganut adanya kepercayaan seperti agama Kristen Protestan

32
Sehingga perubahan sosial budaya pada daerah lain sudah sangat terasa
sekali.

Demikian pula dengan perkembangan pada bangunan arsitektur.


Masyarakat Kampung Batutua, walaupun masih menggunakan material –
material alam di sekitar pada rumah adat tapi pada rumah tinggal sudah
menggunakan material pabrikasi.

Sebagai saran, kami Tim Penyusun menginginkan agar walaupun


adanya pengaruh perkembangan zaman, tapi masyarakat Kampung Batutua
harus tetap mempertahankan dan menjalankan adat – istiadat warisan
leluhur. Sehingga adat – istiadat pada Kabupaten rote ndao tetap terjaga,
terlebih pada Kampung Batutua.

DAFTAR PUSTAKA

Dep. P & K Provinsi NTT, 1997, Rumah tradisional

Depdikbud, 1991/1993 , upacara tradisonal ( kematian dan rumah adat ) Daerah


provinsi NTT

Rumah adat masyarakat Rote Ndao , PAUL A. HANING

33
LAMPIRAN – LAMPIRAN FOTO STUDI MANDIRI

34
SOKAR SAMBUNGAN TIANG DAN BALOK

UMA MBUMBUTA ( DEK III )

35
HAIK

RAO GUCI AIR/OE

36
HEDA HUK SPAR/KASAU

SAMBUNGAN TIANG DAN BALOK TANDUK KERBAU

37
38
39
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................... i


KATA PENGANTAR ........................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................ iii
1. PENDAHULUAN ........................................................ 1
1.1. Latar Belakang ........................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................ 1
1.3. Tujuan dan Sasaran ........................................................ 2
1.4. Batasan ........................................................ 2
2. LOKASI STUDI ........................................................ 2
3. FISIK DASAR ........................................................ 3
4. SOSIAL BUDAYA ........................................................ 3
5. ARSITEKTUR ....................................................... 25
6. DINAMIKA PERKEMBANGAN SOSIAL BUDAYA ........................... 28
7. DINAMIKA PERKEMBANGAN ARSITEKTUR ....................................... 28
8. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ........................................................... 30
LAMPIRAN-LAMPIRAN (FOTO DAN GAMBAR) .......................................... 31-
35

40
iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan Rahmat-Nya, berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah
ini bisa selesai pada waktunya. Terima Kasih juga kami ucapkan kepada teman-
teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini
bisa di susun dengan baik dan rapih.

Rasa terima kasih juga kami ucapkan kepada Dosen Pengasuh yang selalu
memberikan dukungan dan bimbingannya sehingga makalah ini dapat disusun
dengan baik. Tak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada narasumber dan juga
pengarang referensi yang telah membantu kami dalam penyelesaian makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para


pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Akhir kata, kami berharap semoga makalah tentang “ ARSITEKTUR


NUSANTARA DI DESA BATUTUA” dapat memberikan manfaat maupun inspirasi bagi
pembaca.

Kupang, September 2019


Tim Penyusun
41
ii

TUGAS MATA KULIAH : ARSITEKTUR NUSANTARA


DOSEN PENGAMPUH : Ir. PILIPUS JERAMAN, MT

ARSITEKTUR ROTE NDAO


(STUDI KASUS RUMAH ADAT KAMPUNG BATUTUA, KABUPATEN
ROTE NDAO)

Oleh :
1. VICTOR O. EDON 221 17 066
2. SANRY RATU EDO 221 17 092
3. CHRISLEEN STEFANYA VIRGINIO HERE 221 17 115

FAKULTAS TEKNIK - ARSITEKTUR


UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA
42
KUPANG
2019
i

43

Anda mungkin juga menyukai